Reina melangkahkan kakinya keluar kelas dan pergi ke dapur. Di tengah jalan dia tidak sengaja menabrak seorang gadis dan menumpahkan sedikit kuah di bajunya.
Melihat hal itu, Reina menjadi sangat khawatir. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Keringat dingin bercucuran membasahi rambut dan dahinya. Sorot mata sibuk menatap gadis yang ada di hadapannya dengan rasa bersalah."Aku minta maaf. Tadi aku---""Hei! Kalau jalan itu pakai mata! Itu baju mahal tau!" ucap seorang pria yang membuat Reina terkejut dia pun menoleh ke arah sumber suara.Mata Reina membulat melihat Aarav berjalan menghampirinya. Dia berniat menggodanya."Tapi aku jalan tadi pake kaki, kalau pake mata tidak akan bisa," bantah Reina.Aarav mengembuskan napasnya."Dengar. Bukan itu maksudku! Kalau jalan itu lihat-lihat. Kasihan kan dia jadi kotor gara-gara kamu!" kata Aarav sambil melirik gadis itu.Reina memutar bola matanya malas. Dia menganDi perjalanan, Reina terus saja memandangi isi mobil tersebut. Mulai dari alat setir, kursi, hingga radio kecil yang ada di sana. Volume AC yang tinggi membuat suasana di mobil menjadi dingin. Berulang kali gadis itu menggosok-gosok tangannya untuk mencari kehangatan. Aarav sedang sibuk menyetir. Dia tidak sengaja melihat Reina menggigil akibat kedinginan dan tersenyum. Tangannya segera melepas jaket yang dikenakan kemudian mengulurkannya ke arah Reina.Reina memandangi jaket itu dengan heran."Buat apa?" tanya Reina."Pake aja.""Iya tapi buat apa?""Kamu kedinginan, nanti kalau sakit---" ucapan Aarav terpotong saat melihat Reina yang sedang tersenyum.Sedangkan Reina merasa senang melihat perhatian Aarav. Ditatapnya wajah Aarav yang terlihat kesal sambil tersenyum kecil.Aarav yang tidak nyaman mencubit tangan Reina sehingga membuat lamunannya buyar. Dia mengembalikan jaket dan menaruhnya di belakang kursinya
Aarav duduk di kelas sambil tertawa dan bercanda bersama seorang gadis. Tidak seperti biasanya, hari ini dia sama sekali tidak menghabiskan waktunya dengan membaca buku sebelum pelajaran tapi justru mengobrol bersama Reina.Reina pun juga tertawa dengan mendengar candaan Aarav.Diam-diam, Aldo melihat kedekatan Aarav dengan Reina dari pojokan kelas hanya bisa diam. Dia menggelengkan kepalanya pelan. 'Padahal baru kemarin berantem seperti Tom and Jerry. Sekarang dah akrab kek orang baru jadian' batinnya.Selain Aarav dan Reina yang sedang mengobrol, di kelas juga ada siswa yang keluar. Coret-coret papan tulis, bahkan di sana juga ada yang memakan sesuatu diam-diam.Siswa itu begitu kelaparan apalagi camilannya juga enak sehingga membuatnya tidak bisa berhenti mengunyah makanannya.Aldo yang melihatnya ikut ketularan lapar. Dia menelan salivanya untuk mengabaikan laparnya. Namun bukannya hilang, rasa itu justru semakin bertambah dan membuatnya ingin makan.
Aarav menatap Tiara yang sedang menunduk sambil tersenyum tersipu malu. Dia mengerutkan keningnya karena heran dengan sikap gadis yang ada di depannya saat ini."Ada apa?" tanya Aarav pelan.Tiara tersenyum menggeleng."Tidak apa-apa," jawabnya.Aarav hanya diam. Dia mengembuskan napasnya berat.Reina tersenyum sambil memegang tangan Aarav, membuat pemuda itu menoleh padanya."Iya?""Kalian mau makan apa? Biar aku pesan!" ujar Tiara tiba-tiba membuat Reina bungkam saat hendak menjawab pertanyaan Aarav."Gak perlu. Aku udah kenyang," tolak Aarav sambil menggelengkan kepalanya.Tiara mengangguk pelan."Emm, ini aku ada urusan. Aku pergi dulu ya," pamit Reina.Tiara dan Aarav hanya diam dan mengangguk. Kali ini pemuda itu tetap duduk santai di bangkunya sambil tersenyum menatap wajah Tiara. Jarinya berulang kali mengetuk-ngetuk meja membuat gadis itu heran akan sikapnya yang sedikit aneh.
Keesokan paginya, hari ini begitu indah. Matahari tersenyum menyinari bumi. Bunga-bunga bermekaran terlihat cantik, angin yang berembus kencang membuat hawa terasa dingin.Aarav terbangun dari tidurnya. Dia segera beranjak dari ranjang dan membuka gorden jendela kamarnya. Senyuman manis menghiasi wajahnya saat memandangi bunga mawar yang ada di halaman rumah. Sambil merentangkan tangannya, Aarav berjalan ke dapur. Dia mengambil sehelai roti dan memakannya sebagai sarapan. Dia ingat nanti pagi sekitar jam 9 dia akan bertemu dengan Reina sesuai janjinya waktu di kelas sehingga harus bersiap lebih awal agar tidak terlambat.***Ana pergi ke dapur. Dia hendak memasak makanan untuk sarapan pagi ini. Saat sampai di pojok pintu, sorot matanya tertuju pada Aarav yang sedang duduk santai sambil memakan roti. Ana tersenyum kecil kemudian berjalan menghampiri Aarav."Selamat pagi," sapa Ana.Aarav tersenyum kecil."Pagi juga, Bi.""Tumben kamu bangun pagi, apalagi udah makan. Ada apa nih?" t
Reina melihat Aarav menangis menjadi ikut sedih. Dia berusaha menghapus air mata pemuda itu sambil bertanya, "Ada apa? Kok kamu nangis?" Aarav tersenyum kecil sambil menggeleng."Gak ... Gak ada apa-apa kok," jawab Aarav.Reina memandang Aarav dengan kesal, dia melipat tangan di dada.''Jangan bohong! Aku tahu kamu sedih kan? Sini cerita. Atau kalau tidak nanti aku juga ikut sedih gara-gara kamu."Aarav mengembuskan napasnya berat."Baiklah kalau kamu bersih keras. Aku sebenarnya dulu pernah bermain di sini bersama orang tuaku. Tapi sekarang mereka menghilang, Mama pergi entah ke mana. Dan Papa, dia juga selalu sibuk. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, malah aku sudah kehilangan banyak hal. Aku kecewa, tapi juga sangat marah pada Mama terutama Papa ... Bahkan---" Aarav menghentikan ucapannya itu saat melihat seorang anak yang sedang bermain ayunan bersama ibunya.Reina mengerutkan keningnya."Bahkan?"Aarav mengedipkan matanya. Dia menatap R
Aarav melangkahkan kakinya ke kelas. Tidak seperti biasanya, kali ini dia begitu bahagia sehingga terus tersenyum tanpa henti. Sambil berjalan ke bangkunya, dia tersenyum menatap reina.Reina yang merasa heran dengan sikap aarav hanya diam dan menggelengkan kepalanya sambil menunduk. Dia menghampiri aarav."Cie, senyum-senyum sendiri. ada apa nih?" Aarav tersenyum kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya."Gak kok. aku cuma seneng aja. Omong-omong, makasih ya buat kemarin. Tadi malem aku udah coba buat minta maaf sama papa, dan akhirnya kita baikan. sekali lagi, makasih," ucap Aarav.Reina mengangguk pelan. Dia tersenyum."Sama-sama. Syukurlah, Aku ikut senang."Gadis itu berbalik dan kembali duduk di bangkunya sambil membaca buku pelajaran. Sedangkan aarav santai memainkan ponselnya dan mendengarkan musik lewat earphone.Beberapa saat berlalu, tiba-tiba pak guru datang. Beliau tidak membawa buku sama sekali dan justru memakai pakaian olahraga sembari tangannya memegang koran. Beli
Malam hari, Angga pulang dari kantor. Sesampainya di rumah, dia terkejut melihat Aarav ada di ruang tamu sambil duduk di kursi dan tersenyum. Sesekali dia menguap akibat rasa ngantuk karena terlalu lama menunggu sang ayah.Angga tersenyum kecil menatap anaknya itu. Dia berjalan menghampiri Aarav dan menyapanya, "Aarav? Kamu belum tidur? Ini udah malam."Aarav menggeleng pelan."Gak, Pa. Aarav masih pengin makan malem sama Papa.""Jadi kamu belum makan dari tadi? Ya ampun, Nak. Kamu gak apa-apa kan? Ya udah sini Papa ambilkan makan," ucap Angga. Dia merasa cemas akan kondisi putranya itu. Saat Angga hendak berjalan ke dapur untuk mengambil piring dan makanan, tiba-tiba saja Aarav mencegahnya dengan berkata,"Gak usah pergi, Pa. Ini Aarav udah nyiapin makanan dari tadi buat kita."Angga tersenyum kecil. Dia berjalan menghampiri Aarav."Udah disiapin toh ternyata. Kamu kok tidak bilang!?" Aarav menunduk. Dia tersenyum kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya."Hehe, maaf, Pa. Oh ya,
Di perpustakaan, Aarav duduk di bangku sembari melihat-lihat sekeliling. Sementara Reina, dia sibuk memilih buku yang ingin dibaca. Ada banyak sekali buku terpampang di rak, namun sama sekali tidak dihiraukannya. Yang di pikirannya saat ini hanyalah materi buku paket pelajaran terutama tentang materi fisika.Beberapa saat berlalu, Reina tak kunjung menemukan buku yang diinginkannya. Namun, dia tetap gigih mencari dengan berulang-kali pindah tempat. Hingga akhirnya sorot matanya tidak sengaja melihat sebuah buku tebal bertema tentang materi fisika. Dengan tersenyum kecil, dia pun mengambil buku tersebut dan segera menemui Aarav. Di sana dia segera mengambil kursi dan duduk bersama laki-laki tersebut sambil membaca buku dengan laki-laki tersebut.Aarav menatap Reina dengan kesal."Kamu darimana saja? Lama amat ambil buku," cibirnya.Reina tersenyum kecil."Iya, maaf. Tadi aku kesulitan cari buku ini," balas Reina sambil menunjuk buku fisika yang dia ambil barusan.Aarav mengangguk p
"Tidak, Mama darimana saja? Aarav habis beli makanan kesukaan mama, tau?" ujar Aarav berusaha mengalihkan pembicaraan.Vira menatap putranya dengan dingin. Dia berjalan mendekat sambil bertanya, "Kamu tadi bilang Mama kenapa?"Aarav tersenyum. "Tadi, Aarav juga pengen disuapi Mama cuma mama tidak ada di sini.. jadi Tante Farah yang menyuapi Aarav," jelasnya.Vira terdiam. Dia menghela napas sambil melirik Farah dengan kesal. Sementara wanita itu justru membalasnya dengan senyuman."Biar aku makan sendiri," ujar Aarav mengambil makanan yang dipegang Farah lalu memakannya sendiri.Farah tersenyum menatap Aarav. "Gimana? Kamu suka?" tanyanya ramah melihat lelaki itu makan dengan lahap.Aarav mengangguk. Dia tersenyum senang. "Makanan Tante memang selalu enak. Aku suka..""Baguslah. Kapan-kapan main ke rumah Tante, biar Tante masakin makanan yang lebih banyak buat kamu.." ujar Farah pada Aarav sambil melirik Vira yang sedang menatapnya dingin."Sepertinya itu lain kali. Karena, Aarav juga
Reina berjalan menghampiri Aarav. Dia tersenyum ramah menatap lelaki yang merupakan kakak kandungnya itu."Hai. Good morning," sapa Reina.Aarav membalas senyuman Reina. "Morning. Bagaimana kabarmu? Kau pasti senang kan bisa tidur di kamar mewah?" tebaknya.Reina menghela napas. Dia mengangguk pelan."Iya, tapi aku juga sedih. Aku rindu Mama. Oh ya, bagaimana harimu dengan beliau? Rasa rindumu sudah berkurang bukan?" Aarav menggeleng. Wajahnya menjadi datar dan hanya tersenyum. "Iya, aku senang bisa sama Mama. Jujur, aku ngga enak dengan keputusan papa buat tukaran posisi seperti ini..." ujar Aarav sambil menunduk.Reina merangkul Aarav. "Kau yang sabar. Kita pasti akan jadi keluarga harmonis.."Aarav hanya diam dan tersenyum kecil. Dia membelai rambut Reina dengan kasih. "Makasih adikku sayang," ucapnya.***"Aarav dan Reina kakak adik? Itu berarti aku bisa menjadi pacarnya?" tanya Tiara pada dirinya sendiri karena senang mengetahui kenyataan hubungan Reina dan Aarav."Mereka sauda
Angga menatap Reina tak percaya. Dia memangku pipi putrinya itu sambil menatap dengan mata yang berkaca-kaca. "Putriku.." ucapnya senang lalu memeluk Reina.Reina membalas pelukannya. "Papa? Selama ini, papa ada dimana? Kenapa mama tidak pernah bercerita bahwa--""Sudahlah. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Sekarang, yang penting kita bisa bertemu dan berkumpul kembali. Aku senang sekali," ucap Aarav sambil berjalan menghampiri Reina.Reina menatap Aarav tak percaya. Dia masih ling lung. Pikirannya butuh waktu untuk mencerna keadaan. Angga menatap Vira dengan senyuman dan mata yang berkaca-kaca. Namun, sang istri justru membalasnya dengan tatapan dingin."Ini sudah malam. Kau harus istirahat. Reina, kau di sini, temani mama. Dan kau Aarav, ayo pulang. Kita akan menyiapkan sesuatu untuk mama nanti.." jelas Angga.Reina mengerutkan kening. "Sesuatu apa?"Aarav hendak menjawab pertanyaan Reina, namun saat melihat ekspresi Angga yang melarangnya memberi tahu rencana surprise mereka pu
Saat sedang terpaku akan keadaan, tiba-tiba ponsel Aarav berbunyi. Segera, diapun pamit keluar untuk menjawab telepon tersebut."Halo, iya ada apa, Pa?" tanya Aarav dengan suara serak seperti ingin menangis, namun juga tersenyum senang."Kau dimana? kenapa belum pulang sore begini?" Angga juga terdengar khawatir.Mengetahui ayahnya yang sedang mencemaskan keadaan dia, Aarav pun merencanakan sesuatu untuk kedua orang tuanya tersebut. Dia tersenyum."Papa, Aarav lagi di rumah sakit, kepala Aarav sangat sakit," jelas Aarav sembari memegang kepalanya, membuat Angga terkejut."Apa?! Kenapa tidak menghubungi papa? sebentar, papa ke sana sekarang juga!" Telepon terputus. Terlihat raut panik Angga, dia segera mengeluarkan mobil dan bergegas ke rumah sakit. Berbeda dengan sang ayah yang panik setengah mati, Aarav justru tersenyum kesenangan. Saking senangnya, dia hampir melempar ponselnya. Namun, Reina datang dan menangkapnya sehingga ponsel lelaki itu tidak jadi menyentuh lantai."Kau ini, p
"Mama, aku pulang," ucap Reina setelah membuka pintu dan berjalan menghampiri ibunya, sedangkan Aarav hanya terdiam. Dia masih memikirkan perasaanya yang gelisah tanpa sebab setiap saat. Reina yang melihatnya langsung menegur Aarav."Hei, kau kenapa diam di situ? Ayo masuk," ajaknya.Aarav mengedipkan matanya. Dia tersenyum kecil kemudian berjalan menghampiri Reina yang sedang duduk di samping ibunya.Vira yang tadinya tertidur kini menjadi bangun saat mendengar percakapan Aarav dan Reina di ruangannya. Pelan-pelan dia membuka kedua matanya sambil menyandarkan tubuhnya di pojok ranjang. Dia memandangi sekelilingnya sekilas lalu kembali menatap Reina. Dia tersenyum kecil."Kamu sudah pulang? Kapan?" tanya Vira ramah.Reina tersenyum mengangguk. "Baru saja kok, Ma," jawabnya.Saat mendengar suara ibu Reina, perasaan Aarav menjadi makin gelisah. Suara itu sangat tidak asing di telinganya bahkan itu adalah suara yang biasa dia dengar sewaktu masih kecil saat ibunya masih bersamanya. Aara
Aarav mencoba untuk mengontrol tubuhnya dan berjalan dengan benar seolah tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi, itu selalu gagal sebab dia sering terjatuh akibat tidak sengaja kesenggol batu yang ada di jalan.Tiba-tiba, sorot mata Aarav tertuju pada sosok wanita yang sedang berjalan di pojokan jalan. Dia menyipitkan kedua matanya berusaha untuk melihat wanita itu untuk mengenali wajahnya. Aarav terdiam, saat sedang sibuk berpikir sambil menatap, tiba-tiba wanita itu sudah ada di dekatnya. "Ada apa?" tanya wanita itu yang penasaran sekaligus tidak nyaman karena ditatap oleh Aarav.Mendengar suara yang menurutnya tidak asing, Aarav menoleh ke arah sumber suara tersebut. Lagi dan lagi, kini dia malah melihat wajah ibunya. Aarav mengerutkan keningnya. 'Sebenarnya ada apa ini? Apa aku halusinasi?' "M---ma---ma. Ini Mama?" tanya Aarav terbata-bata dan sedikit gugup.Vira mengerutkan keningnya. Dia menggelengkan kepalanya pelan."Mama? Dengar, kau pasti salah. Aku bukan ibumu, sudah ya, aku
Di dalam mobil, Aarav duduk sambil memandangi pemandangan yang ada di jalanan seperti pepohonan, warung makan sederhana, bengkel dan masih banyak lagi. Meski tatapannya sibuk menatap pemandangan tersebut, tapi pikirannya masih terfokus oleh hal yang sama. Rasa penasaran kembali menyelimuti benaknya. Sekian tahun berlalu, akhirnya dia bisa melihat sekaligus dekat dengan sosok wanita yang dia rindukan meski sebentar. Tapi tunggu dulu, apa benar apa yang lihat itu memang nyata? Atau dia hanya terlalu rindu hingga tidak sengaja halusinasi?Angga yang melihat anaknya terdiam sambil melamun berusaha menyadarkannya. Dia tersenyum menatap Aarav."Ada apa Aarav?" tanya Angga ramah.Aarav menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa kok, Pa.." jawabnya lalu menunduk dan mengembuskan napasnya berat. Sedangkan Angga hanya diam sembari menyetir mobil.***"Aarav, kamu mau nggak nanti malam main sama aku di sini kaya biasa?" pinta Nathan pada Aarav di telepon.Aarav mengerutkan keningnya."Tempat b
Melihat suasana yang kini sedikit tegang dan sunyi, pak guru berusaha menenangkan para siswa dan mereka pun melanjutkan pelajaran.Reina dan Aarav kembali ke bangku masing-masing. Semua pun terdiam dan mengerjakan tugas. Sedangkan Dennis, dia terus menatap Reina kesal.***Sepulang sekolah, Reina masih merasa bersalah pada Aarav sebab gara-gara kesalahannya, laki-laki itu jadi kena hukuman. Reina melirik Aarav yang terdiam sejak tadi pagi, dia mengembuskan napasnya berat. Saat hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dia terkejut karena Aarav tidak ada di depannya. Dia pun ikut berdiri dan bergegas menyusul Aarav yang keluar kelas."Aarav," panggil Reina sambil menepuk bahu Aarav.Aarav menoleh. Dia menatap Reina sambil tersenyum kecil."Iya ada apa?"Reina menunduk kemudian kembali menatap Aarav."Kamu kenapa?""Kenapa bagaimana?"Reina menggaruk rambutnya. "Tadi itu kamu serius? M
Sepulang sekolah, Dennis diam-diam mengikuti Reina yang ia berjalan pulang ke rumahnya. Dia melangkahkan kakinya pelan-pelan tepat di belakang Reina.Reina menghentikan langkahnya. Dia mengerutkan keningnya, merasa heran dengan apa terjadi. _"Seperti ada yang mengikuti_" tanyanya dalam hati kemudian menoleh ke belakang. Sorot matanya terkejut melihat Dennis tepat di depannya saat ini. Dia menatap Dennis sambil mengerutkan keningnya karena heran sekaligus kaget."Kamu? Kenapa kamu ngikutin aku?" tanya Reina penasaran pada Dennis.Dennis tersenyum kecil. "Ya gak apa-apa kan? orang aku pengin jalan ma kamu," jawabnya. Reina menggekeng. Dia melirik Dennis kesal."Apaan sih? sudah sana pergi! Aku gak mau jalan sama kamu!" usirnya.Dennis menggeleng. Dia tidak menghiraukan permintaan Reina dan tetap keras kepala mengikuti gadis itu. Reina berusaha tetap diam sambil berjalan. Hatinya menjadi gelisah apalagi pria itu kini berada tepat di sampingnya. Dia m