Reina melihat Aarav menangis menjadi ikut sedih. Dia berusaha menghapus air mata pemuda itu sambil bertanya, "Ada apa? Kok kamu nangis?" Aarav tersenyum kecil sambil menggeleng."Gak ... Gak ada apa-apa kok," jawab Aarav.Reina memandang Aarav dengan kesal, dia melipat tangan di dada.''Jangan bohong! Aku tahu kamu sedih kan? Sini cerita. Atau kalau tidak nanti aku juga ikut sedih gara-gara kamu."Aarav mengembuskan napasnya berat."Baiklah kalau kamu bersih keras. Aku sebenarnya dulu pernah bermain di sini bersama orang tuaku. Tapi sekarang mereka menghilang, Mama pergi entah ke mana. Dan Papa, dia juga selalu sibuk. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, malah aku sudah kehilangan banyak hal. Aku kecewa, tapi juga sangat marah pada Mama terutama Papa ... Bahkan---" Aarav menghentikan ucapannya itu saat melihat seorang anak yang sedang bermain ayunan bersama ibunya.Reina mengerutkan keningnya."Bahkan?"Aarav mengedipkan matanya. Dia menatap R
Aarav melangkahkan kakinya ke kelas. Tidak seperti biasanya, kali ini dia begitu bahagia sehingga terus tersenyum tanpa henti. Sambil berjalan ke bangkunya, dia tersenyum menatap reina.Reina yang merasa heran dengan sikap aarav hanya diam dan menggelengkan kepalanya sambil menunduk. Dia menghampiri aarav."Cie, senyum-senyum sendiri. ada apa nih?" Aarav tersenyum kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya."Gak kok. aku cuma seneng aja. Omong-omong, makasih ya buat kemarin. Tadi malem aku udah coba buat minta maaf sama papa, dan akhirnya kita baikan. sekali lagi, makasih," ucap Aarav.Reina mengangguk pelan. Dia tersenyum."Sama-sama. Syukurlah, Aku ikut senang."Gadis itu berbalik dan kembali duduk di bangkunya sambil membaca buku pelajaran. Sedangkan aarav santai memainkan ponselnya dan mendengarkan musik lewat earphone.Beberapa saat berlalu, tiba-tiba pak guru datang. Beliau tidak membawa buku sama sekali dan justru memakai pakaian olahraga sembari tangannya memegang koran. Beli
Malam hari, Angga pulang dari kantor. Sesampainya di rumah, dia terkejut melihat Aarav ada di ruang tamu sambil duduk di kursi dan tersenyum. Sesekali dia menguap akibat rasa ngantuk karena terlalu lama menunggu sang ayah.Angga tersenyum kecil menatap anaknya itu. Dia berjalan menghampiri Aarav dan menyapanya, "Aarav? Kamu belum tidur? Ini udah malam."Aarav menggeleng pelan."Gak, Pa. Aarav masih pengin makan malem sama Papa.""Jadi kamu belum makan dari tadi? Ya ampun, Nak. Kamu gak apa-apa kan? Ya udah sini Papa ambilkan makan," ucap Angga. Dia merasa cemas akan kondisi putranya itu. Saat Angga hendak berjalan ke dapur untuk mengambil piring dan makanan, tiba-tiba saja Aarav mencegahnya dengan berkata,"Gak usah pergi, Pa. Ini Aarav udah nyiapin makanan dari tadi buat kita."Angga tersenyum kecil. Dia berjalan menghampiri Aarav."Udah disiapin toh ternyata. Kamu kok tidak bilang!?" Aarav menunduk. Dia tersenyum kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya."Hehe, maaf, Pa. Oh ya,
Di perpustakaan, Aarav duduk di bangku sembari melihat-lihat sekeliling. Sementara Reina, dia sibuk memilih buku yang ingin dibaca. Ada banyak sekali buku terpampang di rak, namun sama sekali tidak dihiraukannya. Yang di pikirannya saat ini hanyalah materi buku paket pelajaran terutama tentang materi fisika.Beberapa saat berlalu, Reina tak kunjung menemukan buku yang diinginkannya. Namun, dia tetap gigih mencari dengan berulang-kali pindah tempat. Hingga akhirnya sorot matanya tidak sengaja melihat sebuah buku tebal bertema tentang materi fisika. Dengan tersenyum kecil, dia pun mengambil buku tersebut dan segera menemui Aarav. Di sana dia segera mengambil kursi dan duduk bersama laki-laki tersebut sambil membaca buku dengan laki-laki tersebut.Aarav menatap Reina dengan kesal."Kamu darimana saja? Lama amat ambil buku," cibirnya.Reina tersenyum kecil."Iya, maaf. Tadi aku kesulitan cari buku ini," balas Reina sambil menunjuk buku fisika yang dia ambil barusan.Aarav mengangguk p
Reina berjalan menuju ke kelas. Di sana dia terkejut saat sorot matanya tak menemukan sosok laki-laki yang biasa dekat dengannya. Laki-laki yang lebih sering duduk diam sambil memainkan ponselnya atau kadang membaca buku. Yup laki-laki itu adalah Aarav.Reina mengalihkan pandangannya. Dia berusaha mencari Aarav tapi tak kunjung ketemu. Jarang sekali bahkan hampir tidak pernah laki-laki itu datang ke sekolah terlambat, apapun alasannya. Karena kesal akibat kesepian, Reina pun mengeluarkan buku dari tasnya dan membaca buku untuk menghilangkan rasa jenuh.Beberapa waktu berlalu, namun sorot mata Reina tak kunjung melihat Aarav. Hal ini membuatnya makin gelisah. Di saat sedang sibuk memikirkan Aarav, tiba-tiba pak guru datang."Selamat pagi Anak-anak!" sapa pak guru sambil berjalan menuju ke kelas dan duduk di bangkunya."Hari ini kita akan melaksanakan ulangan bahasa Indonesia. Sebelum itu Saya akan jelaskan peraturan selama mengerjakan ulangan," lanjutnya lalu menjelaskan protokol
Gita menatap Reina. Dia mengerutkan keningnya, merasa heran sekaligus kesal saat Reina melarangnya duduk di samping gadis itu."Ada apa? Kenapa tidak boleh?" tanya Gita penasaran.Reina menggeleng."Tidak apa-apa. Kamu boleh kok duduk di sana, tapi kalau Aarav sudah masuk, kamu duduk di tempat lain," jawab Reina.Gita mengangguk pelan. Dia menarik kursi yang ada di samping kemudian duduk di sebelah Reina.Sembari mengeluarkan buku, Gita terus menatap Reina yang sedang membaca. "Reina. Nanti kan ulangan agama, kamu sudah belajar belum?" Reina mengangguk."Iya, sudah.""Nah, aku boleh minta catatanmu tidak? Aku bingung soalnya.." pinta Gita sambil menggaruk kepalanya.Reina tersenyum."Daripada kau membaca catatan ku, bagaimana kalau kita belajar bersama?" usulnya.Gita tersenyum mengangguk. Dia mendekat pada Reina untuk belajar bersamanya. Sedangkan Reina juga mengajarnya t
Vira memandangi anaknya itu dan mengerutkan keningnya. Dia merasa kesal, sebab baru pertama kali Reina pulang sesore ini. Biasanya kalau dia pulang terlambat, dia pasti akan memberitahu ibunya.Reina tertawa pelan sambil menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. "Maaf Ma, tadi aku jajan dulu. Antre banyak," ujarnya.Vira mengangguk pelan. "Iya, tidak apa-apa. Lain kali jangan diulang."Reina mengernyitkan alisnya. Dia mengangkat bahunya sambil tersenyum nakal dan memutar bola matanya malas."Aduh Ma, Mama kenapa begitu khawatir? Aku baik-baik saja. Lagian aku juga sudah besar, kenapa selalu dilarang ini itu.." celotehnya sambil melipat kedua tangan di dada, merasa kesal dengan sikap sang ibu.Vira menggelengkan kepala pelan. Dia gemas akan tingkah Reina. Sambil berjalan menghampiri anaknya, dia terus tersenyum dan memegangi bahunya."Ya bukan itu. Mama kan takut kamu kenapa-napa. Tidak baik anak gadis pulang terlambat apalagi sampai larut malam,"
Angga dan Ana menatap pak dokter dengan cemas. Mereka mengerutkan keningnya masing-masing."Maksud Anda apa, Dok?!" tanya Angga cemas penuh tekanan.Pak dokter hanya diam. Dia mengembuskan napasnya berat. Dia menatap wajah Angga dengan tidak enak."Anak Anda terkena penyakit demam berdarah. Biasanya ini terjadi dengan gejala di antaranya ; panas dingin serta mual terus-terusan...," jelas pak dokter.Angga menunduk. Dia mengusap wajahnya kasar. Sedangkan Aarav hanya bisa diam. Hatinya sedih saat mendengar penjelasan pak dokter apalagi tahu bahwa dia mengalami sakit yang parah.Aarav mengembuskan napasnya berat. Dia pun memejamkan kedua matanya dan memutuskan untuk istirahat.***Mengetahui penyakit yang membahayakan kesehatan sekaligus nyawa sang anak, Angga pun segera membawa Aarav ke rumah sakit. Di sana, pak dokter dan perawat berusaha mengobati luka sekaligus rasa sakit Aarav. Ada selang infus yang menempel di ta