“Apa pun yang terjadi, jangan tunjukkan wajah kamu ke ruang makan. Bawa makan malam kamu ke kamar sekarang juga!”
Lulu mengernyit mendengar ucapan ibu sang kekasih yang terdengar dingin dan memperingatkan. Tidak biasanya wanita paruh baya itu menggunakan nada seperti itu padanya. Apalagi Lulu sudah menghabiskan sepanjang sore memasak menu-menu yang Felia inginkan.Lagi pula, mereka selalu makan bersama sebelumnya.“Kenapa begitu, Tante?” Lulu yang masih bingung bertanya.“Ck. Turuti saja perintah saya,” kata Felia, ibu kekasih Lulu, dengan nada kesal seraya mendorong tubuh kurus Lulu.Lulu menuruti perintah Felia tanpa banyak bertanya lagi.Di dalam kepala Lulu selalu diisi pemikiran yang mana ia harus berbakti dan selalu menurut pada calon ibu mertuanya.Namun, karena penasaran, Lulu mencoba mengintip dari balik tembok dapur, tidak benar-benar langsung pergi ke kamarnya.Netranya memperhatikan punggung Felia yang menjauh dan menghilang di balik tembok. Namun, tak lama kemudian, Felia kembali bersama Jovan, kekasih Lulu, dan seorang wanita berpenampilan anggun dengan perawakan tinggi dan langsing.Jovan dan wanita itu berjalan berdampingan, bak pengantin menuju pelaminan.“Pa, lihat Jovan dan Aini sudah tiba.” Suara Felia bernada ceria dengan mata cerah kala mengucapkan nama Aini, bahkan terdengar lebih lembut.Dahi Lulu semakin mengernyit.Siapa itu? Tanya Lulu dalam hati.Manik Lulu terbelalak sempurna tatkala melihat Jovan dengan santai melingkarkan lengan pada pinggang Aini. Wanita itu pun mendongak dan membalas dengan seulas senyum manis. Mereka seakan tengah menggoda satu sama lain.Apa arti dari gerakan itu, Kak Jovan? Kamu itu tunanganku!Rasa cemburu membakar Lulu menyebabkan ia menggertakkan gigi. Sama sekali tidak terima melihat Jovan bersikap manis pada wanita lain.Segera muncul keinginan Lulu untuk menerobos ke ruang makan. Akan tetapi, suara Banyu, ayah Jovan yang tiba di ruang makan saat itu, berhasil mengakhiri niat Lulu.Banyu tampak manggut-manggut dan wajahnya bahagia melihat perempuan yang berdiri serasi dengan putranya.“Ini calon menantu Papa? Kamu membuat pilihan yang benar, Jovan. Aini sangat anggun serta memiliki wajah lembut keibuan. Dia pasti akan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kamu.”“Iya, Pa. Ini Aini yang aku bicarakan waktu itu,” sahut Jovan mengenalkan Aini pada sang ayah. Lalu Jovan beralih pada Aini. “Ai, ini Papaku. Beliau sangat senang saat aku bilang akan mengundang kamu makan malam di rumah kami,” katanya.Aini tersipu mendengar pujian ayah Jovan barusan. “Selamat malam, Om. Saya Aini,” sapa Aini bernada sopan dan memancarkan senyum lembut. Perempuan itu mengulurkan tangan ke depan Banyu.Banyu segera membalas menjabat tangan Aini dengan penuh keramahan. Lelaki itu menarik tangannya lalu berkata, “Kalian pasti sudah lapar. Ayo, duduk. Jangan hanya berdiri.” Banyu menoleh pada putranya, “Jovan layani Aini dengan baik.”Jovan mengangguk mantap. “Pasti, Pa.”Jovan menarik kursi di samping kanannya dan mempersilakan Aini untuk duduk.Mereka pun mulai menyantap makan malam seraya berbincang hangat, tanpa peduli akan orang yang telah memasak makanan itu untuk mereka.Bagaikan anak panah meluncur dan menusuk dada Lulu. Rasa sakit hati tak tertahankan mengaliri seluruh tubuhnya, hingga tubuhnya merosot ke lantai. Jadi Jovan mengenalkan perempuan itu sebagai calon istrinya? Lulu tak habis pikir dengan sikap Jovan, terang-terangan berselingkuh, bahkan sampai membawa perempuan itu ke rumah tanpa menjelaskan apa pun pada Lulu.Lantas bagaimana dengan Lulu yang sudah bekerja keras selama empat tahun ini?Saat Lulu lulus SMA empat tahun lalu, orang tuanya mengalami kegagalan bisnis. Keluarganya terpaksa harus pindah ke luar kota untuk memulai bisnis baru dan untungnya mereka masih punya rumah di luar kota.Sayangnya, Lulu tak ingin tinggal jauh dari Jovan. Dengan terpaksa orang tuanya menitipkan Lulu di rumah Jovan. Berhubung mereka akan menjadi besan suatu saat nanti. Namun, tak ada yang pernah menyangka bahwa Lulu akan disia-siakan.Sejak tinggal di rumah Jovan, Lulu mengerjakan semua pekerjaan rumah, sehingga keluarga Jovan tak membutuhkan pembantu.Sekarang Lulu tak ada bedanya dengan pembantu.Lulu merasakan hatinya hancur seperti kepingan kaca yang berserakan dan terpaksa harus menahan kepedihan itu sendirian.Suara Aini kemudian menarik Lulu dari lamunannya dan ia mendengarkan dengan saksama, sambil menekuk lututnya di lantai.“Aku tahu selama ini Jovan kesulitan karena harus tinggal bersama perempuan yang terobsesi padanya. Kalau saja perempuan itu bisa berpikir lebih dewasa, Jovan pasti nggak akan terbebani lagi,” kata Aini. Tatapannya memancarkan kepedulian.Felia dan Banyu saling bertukar pandang. Awalnya mereka pikir, Aini akan cemburu mengetahui keberadaan Lulu yang tinggal bersama mereka. Nyatanya Aini sangat pengertian, bahkan sangat peduli pada Jovan, pikir keduanya.Banyu mendesah ringan sebelum menyahut, “Dulu Om berjanji pada orang tua Lulu, untuk menjaga anak itu selama mereka di luar kota. Namun, sampai sekarang orang tuanya belum juga kembali. Kalau bukan karena janji itu, Om pasti tidak akan membiarkannya tinggal di rumah ini.”Kemudian Felia pun menimpali, “Kamu tenang saja. Lulu nggak akan mengganggu kamu ataupun Jovan. Tante sudah merencanakan agar Lulu segera pindah dari rumah ini.”Aini tiba-tiba memasang ekspresi tak setuju di wajah cantiknya. “Aku sebenarnya nggak keberatan, Tante. Tapi, Jovan punya posisi tinggi di Hotel. Kalau sampai para kolega tahu dan menggosipkan hal ini, nama baik Jovan akan tercemar.” Setiap kata yang diucapkan Aini terdengar begitu tulus. Namun, setiap kalimatnya juga mengimplikasikan agar mereka segera mengusir Lulu.Mendengar Aini begitu peduli padanya, Jovan pun angkat bicara dan membuat keputusan saat itu juga. “Ma, Pa, aku ingin Lulu pindah malam ini juga.”Tubuh ramping Lulu seketika membeku, bahkan bulu matanya yang lentik bergetar mendengar sang kekasih ingin mengusirnya malam-malam begini.“Aku nggak terima. Jovan harus memberiku penjelasan!”Lulu mengepalkan tinju kuat-kuat, rahangnya terkatup rapat dan emosi memaksanya untuk keluar dari persembunyian. Ia tak mengindahkan peringatan Felia. Lulu berhasil memaksa dirinya untuk berdiri dan membawa langkahnya menuju ruang makan.Perhatian keempat orang yang duduk di meja makan segera tertuju pada Lulu. Mereka kehilangan selera makan dan atmosfer berubah suram ketika Lulu berhenti beberapa langkah dari meja makan.Felia sontak berdiri, mengerutkan dahi tak senang. “Buat apa kamu ke sini?” Dia bertanya dengan suara rendah seraya diam-diam mencubit lengan Lulu.Lulu melayangkan tatapan berang, menyebabkan Felia membelalak kaget. Pasalnya Felia belum pernah mendapatkan tatapan seperti itu dari Lulu. Lulu menampik tangan Felia dengan gerakan kasar, hingga wanita itu hampir kehilangan keseimbangan dan harus bertumpu pada sandaran kursi.“Lulu,” bentak Jovan segera berdiri. “Jangan kasar sama Mama!” Lantas Jovan berjalan ke sisi Lulu sambil melemparkan tatapan jengkel.Aini mengikuti Jovan, membantu memapah Felia yang tampaknya masih terkejut. “Tante baik-baik saja?”Felia mengangguk kecil. “Tante baik-baik saja. Tapi, Tante nggak menyangka Lulu bersikap kasar sama Tante.”“Di sini yang bersikap paling kasar itu Jovan, Tante. Jovan berselingkuh, padahal sudah punya kekasih,” kata Lulu bernada cukup keras sambil melirik Jovan. Ia lalu memutar wajahnya untuk melihat Aini di sisi kirinya. “Aku adalah tunangan dari pria yang kamu anggap sebagai calon suami. Dan kedua keluarga kami sudah setuju!” Ia menegaskan setiap kalimatnya.Aini menggeleng tak percaya. “Kamu bukan tunangan Jovan. Dia sudah menjelaskan semuanya sebelum aku menerimanya sebagai kekasihku. Kamu itu cuma perempuan yang terobsesi sama Jovan.”“Apa?”“Kamu harus berhenti. Jovan nggak pernah mencintai kamu.”“Kamu salah! Kami saling—”“Hentikan, Lulu!” Felia memotong ucapan Lulu. “Bereskan pakaian kamu sekarang juga dan pergi dari rumah saya.”Mata Lulu menampilkan kilatan kesedihan ditunjukkan pada Felia dan Jovan. Tak ada satu orang pun yang membela Lulu. Bahkan, Banyu, teman ayahnya, tetap diam sampai sekarang.“Aku sudah tinggal di rumah ini selama empat tahun, Tante. Dan Tante selalu mengajarkan aku menjadi calon ibu rumah tangga. Menjadi calon istri yang bisa mendukung Kak Jovan, sehingga aku bekerja keras selama empat tahun ini.” Lulu menjeda sesaat. Matanya yang berkaca-kaca menyapu Jovan dan kedua orang tua lelaki itu. Ia melanjutkan ucapannya dan terdengar semakin sendu, “tapi posisiku begitu mudah digantikan oleh orang lain. Bukankah seharusnya kalian memberiku penjelasan?”Merasa geram, Felia mengangkat tangannya dan menjatuhkan tamparan di pipi mulus Lulu. Rasa panas menyengat pipinya, hingga ke sudut bibirnya terasa keram.“Kamu cuma parasit yang dititipkan di keluarga kami. Perempuan lusuh seperti kamu nggak pantas untuk anak saya.” Ucapan kejam Felia seketika meruntuhkan secercah harapan Lulu. Ia mati rasa
“Mau sampai kapan bengong di sana?” tanya Daril bernada dingin. Lulu merasa panik sampai-sampai badannya terasa lemas. Lekas ia bangkit dan berjalan ke pinggir.“Maafkan saya, Tuan,” katanya sambil menunduk takut. Lulu diam-diam menggigit bibir bawahnya dan memejamkan mata karena kepanikan terus bergema di dadanya.Pria yang tadi mengemudikan mobil tersebut buru-buru menghampiri mereka, setelah menepikan mobil.Keringat dingin mengucur dari dahi pria itu. Tampaknya pria itu juga syok dan panik seperti Lulu. “Maafkan saya, Pak Daril.”Daryl menarik napas kesal dan menghiraukan asistennya. Dia menoleh pada Lulu yang diam-diam mendongak. “Urus masalah ini, Gilang.”Lantas Daril kembali ke dalam mobilnya. “Apa kamu terluka?” Gilang bertanya seraya mengamati Lulu.Lulu menggelengkan kepala kuat-kuat, hingga helaian rambutnya yang kusam dan berminyak keluar dari tatanan. “Saya nggak terluka. Mengenai … mengenai bemper mobil yang lecet—”Gilang memotong ucapan Lulu. “Kamu tidak perlu memik
Lulu lekas memilih pakaian yang membuatnya merasa bingung karena ketiga pakaian itu sama-sama bagus. Ia memutuskan untuk mengenakan setelan jaket dan rok modis berwarna krem. Melihat dirinya di depan cermin, seperti melihat orang lain. Kenapa tidak dari dulu ia berpenampilan seperti ini? Sialnya, ia membuang waktu empat tahunnya untuk mengurus rumah Felia. Lulu merapikan lagi rambutnya yang sudah ia cuci. Kali ini ia pastikan tidak akan berminyak ataupun kusam. Juga memoles wajahnya dengan riasan tipis.Setelah keluar dari kamar hotel, ia masuk ke dalam lift menuju lantai 5. Kemudian diarahkan oleh staf menuju ke restoran. Hanya ada sedikit tamu dalam restoran tersebut. Manik coklat Lulu dengan cepat menemukan pria dalam setelan hitam bermerk itu.“Selamat malam, Pak GM. Selamat malam, Pak Gilang.” Lulu melirik pada Daril yang ekspresinya tak lagi memperlihatkan kekesalan. Perasaan tegangnya pun sedikit memudar. Daril mendongak, memperhatikan Lulu. Alis hitamnya yang tebal sedikit
Lulu sedikit menundukkan kepala dan berpikir sejenak. Menjadi asisten rumah tangga di rumah atasan Jovan tidaklah begitu buruk. Lulu bisa meminta surat rekomendasi dari pria itu ketika dia sudah berhenti nanti.“Tunggu, Pak Daril. Saya, kan belum menolak tawaran Bapak. Bapak nggak bisa menyimpulkan begitu saja,” ujar Lulu yang akhirnya menghentikan Gilang dari kegiatannya untuk memasang pencarian kerja. Lulu segera menambahkan, “Saya sedikit terkejut mendengar pekerjaan yang Bapak tawarkan. Ekspektasi saya memang tidak begitu tinggi Pak karena saya hanya lulusan SMA. Jadi, tadi saya berharap mendengar Bapak menawarkan saya pekerjaan di hotel ini.”“Begitu rupanya. Kamu butuh ijazah minimal D1 untuk bisa melamar di hotel ini. Tapi, kalau kamu setuju bekerja untuk saya, saya bisa kuliahkan kamu di jurusan yang kamu inginkan. Saat itu saya mungkin memikirkan kembali untuk memberikan kamu kesempatan bekerja di hotel.”Dari bersandar di kursinya. Tangan kanannya terangkat dan jemari telun
Lulu mendengar ketukan pintu dan segera menoleh. Perlahan ia berjalan, tangannya meraih gagang pintu. Matanya membulat ketika melihat dua sosok yang membuatnya terluka. Dua sosok itu tak lain adalah Jovan dan Aini. Mereka berpenampilan segar dan rapi dalam balutan busana kerja. Sama halnya dengan Lulu yang terkejut, Jovan juga memiliki tatapan terperangah di matanya. Lelaki itu tak biasa melihat penampilan Lulu yang lebih modis daripada biasanya.Mulut Jovan terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu. Akan tetapi, Jovan menelan kata-katanya karena sadar ada Aini di sampingnya.“Jovan? Aini? Ada perlu apa sampai kalian repot-repot datang ke kamarku?” tanya Lulu dengan nada datar.Jovan menekuk alis. Terlihat tak senang mendengar nada datar Lulu. “Kamu menjual semua hadiah yang aku berikan supaya bisa menginap di hotel ini?”Sudut bibir Lulu terangkat memperlihatkan seringai mencibir. Lulu memang membawa hadiah ulang tahun dari Jovan—sebuah perhiasan. Lulu sama sekali tak menjual perhia
Hasil medical check up menunjukkan kesehatan Lulu sangat baik. Malam itu juga, Lulu tiba di rumah Daril. Pria yang kini hanya mengenakan kemeja putih dengan satu kancing terlepas dan dasi yang sengaja dilonggarkan, tengah duduk di sofa panjang berwarna hitam. Jarinya yang panjang dan ramping meletakkan sebuah berkas di meja, dan sorot matanya yang datar mengarah pada Lulu.“Itu kontrak kamu dan jumlah gaji kamu juga sudah tertera di sana. Kalau kamu merasa jumlahnya kurang, kita bisa bernegosiasi. Gilang akan menjelaskan lebih detail mengenai pekerjaan kamu.” Daril kemudian menenteng jas di tangan kanannya sambil berlalu ke lantai dua.Lulu membaca kontrak tersebut dengan saksama. Ia tak mau melewatkan detail sekecil apa pun yang bisa merugikan dirinya.“Gajinya beneran segini?” Lulu bertanya pada Gilang. Siapa tahu matanya salah membaca. “Sesuai yang tertera pada kertas itu. Kalau pekerjaan kamu bagus, gaji kamu akan naik dalam satu tahun.”“Di sini tertera, saya harus mengurus dua
“Kamar kamu di sebelah sana,” ucap Daril seraya menunjuk sebuah pintu melalui isyarat mata.Lulu menatap ke arah pintu tersebut lalu berkata sedikit terbata, “Kalau begitu, saya akan merapikan pakaian saya, Pak.”Daril mengangguk santai. “Hm, kamu sudah bisa istirahat. Kalau kamu lapar, di kulkas ada bahan makanan yang bisa kamu masak,” katanya.Pria bertubuh jangkung itu bangkit dari sofa menuju dapur.Sementara Lulu yang beranjak menarik kopernya, memberanikan diri untuk mengintip. Bola matanya yang jernih melihat Daril tengah menuangkan air ke dalam gelas. Tubuh Lulu pun mematung kala Daril meneguk air dalam gelas bening. Entah kenapa perhatian Lulu mengarah pada bibir tipis pria itu.“Ini nggak benar,” gumam Lulu. Segera ia mengalihkan perhatian dan menarik kopernya.Dia baru saja mengalami patah hati karena hubungan yang bertahun-tahun dijalin dengan Jovan kandas dalam semalam. Meskipun perasaan Lulu berubah menjadi rasa kecewa dan benci terhadap Jovan, tapi tak mungkin seorang
Lulu menarik pintu kulkas. Ia mengambil sebotol air mineral. Saat itu dia sadar sebuah tatapan sedang mengawasinya.Lulu memutar wajahnya. Mendapati Daril tengah berdiri, bukannya pergi ke lantai atas.Senyum canggung pun terbentuk di wajah Lulu. “Pak Bos butuh sesuatu?”Daril menjawab setelah melirik ke meja makan. “Saya mau coba itu,” jawabnya.“O, oh, Pak Bos mau saya bikinin telur dadar,” balas Lulu canggung. “Bapak mau nunggu di sini atau saya antar ke atas?”“Di sini saja,” jawabnya sambil berjalan lalu menarik kursi. Sementara Lulu kembali membuka kulkas setelah menaruh botol air mineral di meja makan.Ia merasa sedikit gugup memasak langsung di depan Bos-nya.Biasanya Felia sering mengawasinya memasak dan Lulu sama sekali tak merasa gugup. Meskipun wanita itu berhati busuk, tapi dia juga mengajarkan Lulu cara memasak. Lulu menahan dirinya untuk melirik ke belakang dan fokus membuatkan telur dadar untuk Daril. Selang beberapa menit, Lulu menyajikan telur dadar buatannya pada
Usai menyantap dessert, Lulu pergi ke kamar kecil. Ia memeriksa riasan wajahnya dan perlu memoles bibirnya dengan lip gloss agar tidak kering.Dua karyawan yang membicarakannya tadi tak lain adalah Mela dan Rasti. Mereka sengaja mencari Lulu sampai ke toilet."Sebagus apa pun baju yang kamu pakai. Aura pembantu tetap kelihatan," ucap Mela.Lulu tampak bingung mendengar ucapan wanita itu. Hanya ada mereka bertiga di toilet. Kalau tidak berbicara dengan wanita berambut pendek di sebelahnya, berarti wanita itu sedang berbicara padanya."Pembantu yang ingin naik status dengan mendekati pria mapan," sahut Rasti, wanita berambut pendek.Lulu terdiam lantaran menyadari kalau mereka sedang berbicara dengannya. Ia memutar badannya untuk bertanya pada mereka. "Maaf, kalian berbicara dengan saya?"Mela mengulas senyum mencibir. Wanita itu melirik Lulu melalui cermin di depannya. "Nggak tuh. Kami sedang membicarakan perempuan nggak tahu diri yang menggoda anak majikan dan bersikap kurang ajar sam
Keesokan harinya, Jovan berencana mencari kesempatan untuk berbicara dengan Gilang.Kebetulan, siang ini mereka satu lift. Tampaknya Gilang juga baru selesai makan siang. “Selamat siang, Pak Gilang,” sapa Jovan. “Siang,” sahut Gilang bernada datar.“Para karyawan sedari kemarin membicarakan Anda,” tutur Jovan memulai, “apa Pak Gilang sudah dengar?”Dengan nada dingin Gilang menjawab, “Saya sudah dengar dan saya tidak ingin peduli.”Jovan menelan saliva. Nada dingin Gilang membuatnya menggigil. Seorang tangan kanan saja memiliki aura yang membuatnya ciut, bagaimana jika yang dia ajak berbicara santai itu adalah GM?Tidak. Tidak. Jovan mungkin tidak akan berani membicarakan urusan pribadi Daril.“Ah, begitu ya. Gadis yang dibicarakan dengan Pak Gilang kebetulan adalah orang yang saya kenal. Jadi, saya sedikit penasaran. Bagaimana Anda mengenal Lulu?”Gilang sekilas melirik Jovan yang berdiri di sebelahnya. “Waktu itu saya hampir menabraknya. Karena merasa bersalah, jadi saya antar dia
‘Sangat dekat sampai aku bisa merasakan napasnya.’ Lulu membatin.Begitu pria itu menjauh, Lulu menghirup oksigen dalam-dalam. Barusan ia menahan napas saking gugupnya.Apakah wajar bila jantungnya berdebar kencang?Padahal belum lama ia dikhianati oleh kekasihnya.Lulu tak ingin memikirkan momen tadi. Ia segera mengambil bahan masakan dan mulai memasak. Setiap kali ia melirik kulkas, muncul sebuah khayalan di mana Daril mengungkungnya dengan kedua tangan. Lalu pria itu berbisik di wajah Lulu.Lulu merasakan wajahnya mendadak panas. Rona merah muncul di kedua pipinya. Ia menggeleng kuat-kuat.‘Apa yang aku pikirkan! Ini salah! Sangat salah!’🍀Di kamarnya, Daril memegang segelas minuman. Postur tubuhnya yang tinggi dan ramping sedang menghadap jendela yang sengaja ia buka. Tatapannya jauh ke depan sana. Ia menggoyangkan gelas di tangannya dengan lembut. Sementara pikirannya kembali pada saat ia di taman.Sebelumnya ia mana pernah memedulikan urusan orang lain. Bahkan, urusan Gilang
Pria itu bersandar pada tembok bangunan, tak jauh dari area toilet. Bibirnya yang tipis menyunggingkan seringai. Daril mendengar semua pembicaraan ketiga orang itu. Entah kenapa dia merasa bangga dengan setiap kata yang diucapkan Lulu.Meskipun ada satu kalimat yang mengganggunya. Gadis itu terlalu berani, pikirnya.Daril awalnya mencari Lulu karena gadis itu terlalu lama pergi ke toilet. Sementara Kaivan sengaja pulang lebih dulu membawa Catty dan Lion.Jovan mengejar Lulu yang sudah melangkah. Mencekal tangan Lulu, hingga gadis itu mengernyit kesakitan.“Apalagi yang mau kamu bicarakan, Jovan?” Nada Lulu terdengar marah.“Apa benar kamu meminta uang pembelian rumah dari Mamaku?” Jovan menancapkan tatapan tajam pada Lulu. Di belakangnya, Aini tersentak mendengar pertanyaan Jovan. Wanita itu merasa, Jovan masih merahasiakan sesuatu darinya.“Kenapa? Papaku yang melunasi rumah kalian. Jadi nggak salah kalau aku minta uang itu. Lagipula Tante Felia terlalu ngotot meminta aku mengembali
Kening Jovan mengernyit kala netranya tak sengaja melihat Lulu. Jovan segera turun dari mobilnya dan melangkah mengejar Lulu.“Van, kamu mau ke mana?”Jovan mengabaikan pertanyaan Aini. Wanita itu berjalan cepat untuk mengejar Jovan dengan perasaan kesal.Sepulang kerja, mereka sepakat untuk pergi ke taman untuk bersantai. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.“Van! Kamu nggak dengar aku manggil kamu?” teriak Aini.Jovan menghentikan langkahnya begitu mendengar teriakan Aini. Dia berbalik untuk melihat wajah kesal kekasihnya itu.“Kamu mau ke mana?” tanya Aini sekali lagi seraya menyilangkan tangannya di depan dada.“Tadi aku melihat Lulu,” jawab Jovan.Kening Aini seketika berkerut. “Lulu di sini? Kamu yakin yang kamu lihat itu Lulu?”Jovan menjawab dengan suara pasti, “Aku yakin. Aku mau bicara sama dia.”Aini lekas mencengkram lengan Jovan, kala lelaki itu bersiap untuk mencari Lulu. Tatapan Jovan jatuh pada wajah cantik Aini yang tengah cemberut. Tatapan dan ekspresinya pun mele
Lulu dan Kaivan membawa Catty serta Lion ke taman yang ada sebuah sungai. Belakangan ini Kaivan menyukai fotografi. Dia meminta Lulu untuk menjadi modelnya. Lulu sempat menolak dengan berbagai alasan, tapi akhirnya tak bisa menentang keinginan Kaivan. Sapuan riasan tipis di wajah Lulu tampak segar. Ia terlihat bak remaja yang masih bersekolah. Rambutnya diikat dengan model kuncir kuda, menyisakan layer tipis menjuntai sampai ke dagunya.“Kakak kelihatan cantik banget. Sekarang pangku Catty sambil elus dia,” kata Kaivan. “Jangan lupa senyum, Kak.”“Oke. Masih lama nggak?”“Baru juga mulai.”‘Apanya yang baru mulai?’ gerutu Lulu dalam hati.Bocah itu sibuk memotret dan mengarahkan Lulu untuk berpose. Demi menjaga suasana hati Kaivan, Lulu hanya menurut.‘Tahu begini aku minta gaji dua kali lipat. Bukan cuma jadi asisten rumah, tapi juga jadi nanny.’Ia menggerutu lagi dalam benaknya.‘Semoga dia nggak asal-asalan mengambil gambarku. Aku kan nggak fotogenik.’Lulu meringis. Membayangkan
Wajah Lulu tampak muram. Ia masih belum bisa menghubungi orang tuanya. Bahkan, chat yang ia kirim pun belum mereka baca. ‘Mereka bikin aku khawatir aja.’Dia duduk sendirian di sofa. Sesekali Lulu mendongak ke lantai atas. Suara Kaivan yang bersemangat bermain game dengan Daril, terdengar jelas.Kemudian ia bangkit dan mengetik pesan dikirim pada orang tuanya.Tak lama kemudian, sinar di mata Lulu kembali melihat pesan tersebut sudah dibaca oleh ibunya.Ia menunggu ibunya yang masih mengetik pesan.‘Sayang, Mama dan Papa sangat sibuk di sini. Jangan khawatirkan kami kalau kami nggak bisa dihubungi.’‘Mama berdoa kamu baik-baik saja di sana. Kami akan segera menjemput kamu.’‘Maafkan Mama dan Papa yang belum bisa menjaga kamu.’Tanpa sadar cairan hangat luruh ke pipi Lulu. Ia kembali duduk di sofa dan melanjutkan membaca pesan ibunya setelah mengusap matanya yang berkabut.‘Hari-hari kamu pasti berat karena harus bekerja di rumah orang lain. Jangan sering-sering keluar rumah, apalagi
Lulu mendongak, mata jernihnya menatap pria tinggi di depannya. Wajah tampan Daril terpahat di kedua bola matanya. Aroma parfum yang tiba-tiba familier menguarkan kesegaran di udara.“Saya sedang mencoba menghubungi orang tua saya, Pak Bos,” jawab Lulu sambil menurunkan wajahnya.“Oh.”Daril tak beranjak dari tempatnya berdiri. Begitupun dengan Lulu yang masih berdiri di depan pintu.“Bisa minggir?” tanya Daril. “Saya mau melihat kucing saya,” lanjutnya.Karena panik Lulu jadi bingung harus minggir ke kanan atau ke kiri. Kemudian ia melangkah ke kanan. “Silakan, Pak Bos. Saya baru saja memberikan mereka makan.”“Hm.”Daril mendorong pintu. Kedua kucing itu langsung menghampirinya. Mereka terlihat begitu manja saat Daril mengelus punggung mereka.“Catty, Lion,” ucap Daril bernada lembut, memanggil kedua nama kucing itu.Kadang-kadang Daril acuh tak acuh. Kadang juga sedikit perhatian. Lulu mengamati interaksi Daril dengan kedua kucingnya. Sikapnya menjadi hangat dan lembut.Daril menu
Semua orang yang berada dalam toko, memutar pandangan ke arah Felia dan Lulu. Felia tak segan mengatakan Lulu seorang pencuri, sehingga orang-orang mulai berbisik membicarakan Lulu.“Aku pencuri? Tante ingat dengan betul kalau Jovan ngasih aku kalung itu di hari ulang tahun aku,” balas Lulu membela diri.Ia tahu Felia sengaja menuduh untuk menghancurkan nama baik Lulu. Lulu hanya ingin Felia kelabakan, tapi tak menyangka akan bertemu Felia secepat ini dan membuat dirinya kena tuduhan.“Kalian sudah putus! Jadi kembalikan kalung itu. Kamu nggak berhak untuk menyimpannya. Itu namanya mencuri!”Lulu tertawa pahit. Ternyata sebuah kalung bisa menyebabkan Felia sampai murka di depan banyak orang. Pandangan orang-orang pun berubah. Dari yang tadinya mencemooh Lulu kini berbalik mencebik Felia. “Nyonya, sebaiknya Anda menyelesaikan masalah ini di rumah. Anda mengganggu pelanggan lainnya,” kata staf perempuan itu. Sebagai seorang perempuan ia merasa iba pada Lulu.Felia mendelik ke arah pere