Bab 7

Hasil medical check up menunjukkan kesehatan Lulu sangat baik. Malam itu juga, Lulu tiba di rumah Daril. Pria yang kini hanya mengenakan kemeja putih dengan satu kancing terlepas dan dasi yang sengaja dilonggarkan, tengah duduk di sofa panjang berwarna hitam. Jarinya yang panjang dan ramping meletakkan sebuah berkas di meja, dan sorot matanya yang datar mengarah pada Lulu.

“Itu kontrak kamu dan jumlah gaji kamu juga sudah tertera di sana. Kalau kamu merasa jumlahnya kurang, kita bisa bernegosiasi. Gilang akan menjelaskan lebih detail mengenai pekerjaan kamu.” Daril kemudian menenteng jas di tangan kanannya sambil berlalu ke lantai dua.

Lulu membaca kontrak tersebut dengan saksama. Ia tak mau melewatkan detail sekecil apa pun yang bisa merugikan dirinya.

“Gajinya beneran segini?” Lulu bertanya pada Gilang. Siapa tahu matanya salah membaca.

“Sesuai yang tertera pada kertas itu. Kalau pekerjaan kamu bagus, gaji kamu akan naik dalam satu tahun.”

“Di sini tertera, saya harus mengurus dua kucing Scottish Fold, aquarium di lantai dua dan tanaman hias.”

“Benar. Itu pekerjaan kamu yang paling penting di rumah ini, selain bersih-bersih,” sahut Gilang dengan wajah serius. Memberi isyarat pada Lulu agar mengikutinya. Dia kemudian berkata lagi, “Kamu bisa gunakan alat pembersih otomatis. Rumah ini dilengkapi fitur pintar, kamu cukup menggunakan remote.”

“Untuk apa Pak Daril mempekerjakan ART kalau semuanya otomatis?” Lulu mengekor di belakang Gilang sambil memindai seisi rumah.

“Bermain dengan kucing nggak otomatis kan?” Gilang membuka sebuah pintu yang di dalamnya merupakan kamar untuk kedua kucing Scottish Fold tersebut. “Tugas kamu mengisi mesinnya dengan makanan dan ngasih mereka makan di jam yang sudah ditentukan. Dan tentu saja kamu harus bermain bersama mereka. Jangan sampai mereka kesepian saat Pak Daril bekerja.”

Lulu mengangguk. Matanya memindai kucing-kucing cantik itu. Sementara Gilang menekan sebuah tombol yang mana makanan keluar dari dua mesin tersebut. Kedua kucing itu dengan cepat berlari mengambil posisi mereka.

Kemudian pria itu berjalan mengarah ke teras, di mana memperlihatkan beberapa tanaman hias. “Semua tanaman ini harus kamu rawat. Sirami mereka setiap pagi, dan harus selesai sebelum Pak Daril berangkat kerja. Aquarium ada di lantai dua, di dekat kamar Pak Daril. Besok pagi akan saya tunjukan pada kamu.”

“Dan ada satu hal yang nggak kalah penting,” kata Gilang yang wajahnya berubah semakin serius, sehingga Lulu kembali menebak mungkin kekasih Daril tinggal di sini dan sulit untuk dihadapi. Gilang kembali berbicara sambil berjalan menuju ruang tamu, “sepupu Pak Daril yang berusia 12 tahun akan tinggal di sini selama kurang lebih satu bulan. Namanya Kaivan.”

Lulu mengangguk kecil lalu muncul pertanyaan yang sudah ingin ia lepaskan. “Bagaimana dengan kekasih Pak GM? Apa dia tinggal di sini atau nggak tinggal di sini, tapi sering datang ke sini?”

Sontak pertanyaan Lulu membuat Gilang tertegun sampai ruang tamu menjadi hening ketika mereka tiba. Lulu sedikit menundukkan kepala, menyadari bahwa pertanyaannya kurang sopan.

“Saya tinggal sendiri. Sekarang ditambah kamu. Ada lagi yang kamu tanyakan?”

Lulu menoleh ke asal suara. Sosok ramping Daril berbalut piyama hitam dengan rambut acak-acakan, berjalan menuruni anak tangga sampai langkahnya berhenti di sofa—tepat di depan Lulu. Aroma segar pun memenuhi ruangan itu dan menguar ke dalam rongga hidung Lulu.

Tenangkan dirimu, Lulu. Dia memang tampan dan pesonanya mematikan. Namun, ingat dia adalah Bosmu. Kamu hanya terpana karena ketampanannya, batin Lulu meyakinkan dirinya.

“Apa saya juga harus memasak untuk Pak Bos? Di sini nggak disebutkan kalau saya harus masak.”

Daril menatap lurus pada Lulu. “Saya jarang makan di rumah. Kamu bisa masak untuk diri kamu sendiri dan mungkin nanti untuk Kaivan. Saya harus peringatkan kamu, Kaivan akan membuat kamu sedikit kewalahan. Jadi, persiapkan diri kamu dari sekarang.” Pria itu perlahan mendudukkan diri di sofa.

Jadi, alasan terbesar Daril mencari ART adalah karena sepupunya. Kepala belakang Lulu sontak terasa berat. Namun, melihat gaji yang diberikan Daril, seberapa sulit pun patut untuk dicoba.

“Nggak masalah, Pak Bos. Saya akan menjaga Kaivan untuk Bapak.”

Daril menyandarkan punggung, bibir tipisnya sedikit terangkat di balik punggung tangannya, tatkala dia memiringkan kepala. Lelaki itu terus memindai Lulu yang kini menandatangani kontrak kerja.

“Kamu sudah membaca betul-betul kan? Kontrak kerja kamu dua tahun dan akan diperpanjang kalau kerja kamu bagus,” ujar Daril kala menurunkan tangannya.

Lulu mengangguk yakin. Hanya dua tahun. Ia harus bertahan di rumah ini selama dua tahun. Setelah mengumpulkan uang, ia berencana mendaftar kuliah, atau jika rencana itu gagal, Lulu akan mencari orang tuanya di luar kota. Kemudian menggunakan uang tabungannya untuk membantu orang tuanya membangun bisnis.

Gilang mengambil kontrak tersebut lalu diserahkan pada Daril. Pria itu membubuhkan tanda tangannya lalu memberikan salinan kontrak pada Lulu. “Simpan baik-baik.” Daril melirik pada Gilang sambil menyerahkan berkas itu untuk disimpan. “Kamu boleh pulang setelah menyimpan berkas ini.”

“Baik, Pak Daril.” Gilang beranjak ke lantai atas meninggalkan dua insan itu.

“Sedangkan kamu ….” Daril menjeda ucapannya ketika tatapannya bertabrakan dengan mata jernih Lulu.