Beranda / Rumah Tangga / Satu Malam Bersama Adik Suamiku / Bab 80: Tak Ingin Kehilangan

Share

Bab 80: Tak Ingin Kehilangan

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-11 17:29:48

“Ini bukan hanya tentang keluarga, Bram. Ini lebih kepada kamu yang tidak mau mengakui kesalahanmu sendiri,” ujar Adrian dengan suara yang bergetar penuh emosi. Cahaya lampu ruangan itu menciptakan bayangan pada wajahnya yang tegang. “Aku tahu kamu sudah mengkhianati Ayla sejak lama.”

Bram terdiam, wajahnya berubah seketika menjadi pucat, namun dia tidak membantah kata-kata Adrian. Sebaliknya, ia mendekati adiknya dengan langkah yang berat dan terukur, menatap tajam ke dalam mata Adrian yang penuh dengan kekecewaan.

“Mungkin aku tidak sempurna sebagai suami,” ucap Bram dengan suara rendah namun tegas, “tapi Ayla adalah istriku. Dan kamu tidak punya hak untuk merebutnya dari saya.”

“Ayla bukan barang yang bisa dimiliki, Bram,” Adrian membalas dengan nada yang sama tajamnya. “Dia berhak untuk memilih kebahagiaannya sendiri.”

Pada saat itu, Farida, ibu mereka, bangkit dari kursinya. Raut

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 81: Pilihanku, Cintaku

    “Kamu… memilih aku?” gumamnya lembut, suaranya terdengar ragu, seakan-akan dia sedang berbicara pada dirinya sendiri lebih dari pada orang lain.Adrian mengangguk perlahan, tatapannya mendalam dan tidak bergeming dari wajahnya. “Aku mengerti apa arti keputusan ini,” ucapnya dengan suara yang penuh keyakinan.“Aku sadar ini mungkin membuatku kehilangan keluarga untuk selamanya. Namun, aku tak bisa lagi hidup dalam kepura-puraan. Aku mencintaimu, Ayla. Aku siap menghadapi segala risiko demi kita.”Kata-kata Adrian itu menghantam Ayla bagai ombak besar yang menggulung. Hati kecilnya terasa dipenuhi oleh haru yang mendalam, namun juga dibayangi rasa bersalah yang tak kalah kuatnya. Air mata mulai membasahi pipinya, dan dengan cepat ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan.“Adrian…” suaranya bergetar, tercekat oleh derasnya emosi yang bercampur aduk. “Aku... aku tak tahu harus berkata apa.&rd

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 82: Rasa Sakit yang Menguatkan

    Hujan yang turun tadi malam telah meninggalkan keharuman tanah basah yang memenuhi udara pagi yang sejuk. Di sebuah kafe kecil yang menghadap taman kota yang indah, Adrian dan Ayla duduk bersama di sudut yang nyaman.Di antara mereka, suasana terasa hangat, meski sesekali terselip keheningan yang mendalam. Ayla, dengan kedua tangan menggenggam cangkir tehnya, mencoba menyerap kehangatan yang perlahan-lahan meresap ke dalam tubuhnya.Adrian tampak menatap ke luar jendela, matanya menerawang ke kejauhan. Dia tampak lebih tenang dari malam sebelumnya, namun masih ada sedikit ketegangan yang tersirat di wajahnya.Ayla memperhatikannya dari sisi lain meja, berusaha untuk memahami gelombang kegelisahan yang mungkin sedang menghantui pikiran Adrian."Bagaimana perasaanmu pagi ini?" tanya Ayla, suaranya lembut, memecahkan keheningan yang sempat terasa berat.Adrian menoleh dari jendela, menatap Ayla dengan senyum tipis yang sayup-sayup terlihat. "Aku baik-

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 83: Bayang Masa Lalu Bram

    Malam itu, atmosfer di kamar apartemen Adrian terasa lebih berat dari biasanya. Ia duduk termenung di tepi tempat tidurnya, menyaksikan ponselnya yang tergeletak tak jauh di meja sampingnya. Ponsel itu bergetar lembut, menyampaikan kedatangan sebuah pesan baru yang ia buka dengan hati-hati.Adrian memang selalu berharap agar setiap pesan yang datang bukanlah ancaman atau kabar buruk lainnya. Namun, kali ini, pesan tersebut datang dari sumber yang tak kalah beratnya—ibunya."Pikirkan lagi keputusanmu, Adrian. Ingat, keluarga adalah segalanya. Jika kau tetap memilih jalan ini, jangan pernah kembali."Dengan gerakan lambat, Adrian meletakkan kembali ponselnya. Ia memejamkan mata, mencoba meredam rasa sakit yang menusuk-nusuk hatinya. Meski terasa seperti luka yang tak kunjung sembuh, Adrian enggan membiarkan rasa sakit itu menguasai dirinya.Keputusan sudah diambil, jalannya sudah dipilih, dan ia tahu tak ada lagi jalan untuk kembali.Memandang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 84: Pengakuan Terakhir Bram

    “Tidak,” jawab Bram dengan cepat, matanya terbelalak lebar. “Kamu bukan pelarian, Ayla. Memang, awalnya aku menikahimu karena aku ingin melupakan Sasha, tapi seiring waktu, perasaanku tumbuh. Aku benar-benar mencintaimu, Ayla. Hanya saja, mungkin cara aku mencintai tidak tepat.”Ayla terkekeh kecil, suara tawanya terdengar pahit dan sarat ironi. “Cinta yang salah, begitu? Itulah alasannya kau bersikap dingin? Itulah alasanmu... mengkhianati aku?”Wajah Bram memucat. “Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Aku sadar aku tidak layak memintamu untuk memaafkanku, tapi percayalah, aku tidak pernah bermaksud menyakitimu, Ayla.”“Namun kau tetap melakukannya,” potong Ayla, suaranya bergetar sementara air mata mulai mengalir di pipinya. “Kau tidak pernah benar-benar ada untukku, Bram. Kau selalu lebih memilih pekerjaanmu, selalu lebih terikat dengan kenanganmu tentang Sasha, dan pada akhirnya, kau bahkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 85: Berusaha untuk Merelakan

    Pertanyaan tersebut membuat Bram terdiam untuk beberapa saat yang terasa panjang. Matanya menatap Ayla, dan wajahnya menyimpan cerita yang tak mudah untuk diurai—sebuah perpaduan dari rasa bersalah, kejujuran, dan kelelahan yang mendalam.Setelah sesaat, ia menarik napas dan mengungkapkan isi hatinya.“Aku mencintaimu, Ayla,” ucapnya dengan suara yang berat. “Namun, perasaanku terhadapmu tidak sekuat cintaku pada Sasha.”Ucapan Bram itu menghantam hati Ayla bak gelombang yang menghempas pantai. Meski sebagian dari dirinya telah menduga, tetapi mendengar hal itu langsung dari suaminya terasa menyakitkan. Matanya berkaca-kaca, tapi dengan keras ia menahan air mata yang siap tumpah.“Jadi, selama ini aku hanya pelarian bagimu?” suaranya bergetar, mencoba memahami kenyataan.Bram menggeleng perlahan, ekspresinya menjadi lebih lembut.“Tidak, Ayla. Aku menikahimu dengan harapan bisa memulai lembaran

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 86: Keputusan untuk Lepas

    Pagi itu, cahaya matahari menerobos masuk dengan lembut melalui celah-celah tirai di kamar Ayla, mengirimkan serpihan-serpihan keemasan yang menari di udara. Udara segar dari jendela yang sedikit terbuka membawa aroma tanah yang baru saja basah oleh hujan semalam, mengingatkannya bahwa setiap akhir seringkali diikuti oleh awal yang baru.Duduk di tepi tempat tidurnya, Ayla memainkan cincin kawin yang masih melingkar di jarinya, matanya sesekali tertuju pada cermin di seberang ruangan. Di sana, ia melihat bayangan dirinya yang tampak lebih tenang, walaupun jelas terlihat ada keputusan besar yang sedang dihadapinya.Mengambil napas dalam-dalam, Ayla merasa ada beban besar yang terangkat dari bahunya. Pengakuan Bram semalam, meskipun menyakitkan, telah menutup bab panjang yang telah menghantui hidupnya bertahun-tahun.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 87: Memulai Dari Awal

    Malam itu, Ayla berada di balkon apartemennya yang menghadap ke lampu-lampu kota yang berkedip, menciptakan pemandangan bak permadani bercahaya. Dengan ponsel di tangan, ia merasakan getaran lembut pada jari-jarinya saat mengetik pesan yang berat hati untuk Bram."Terima kasih atas segalanya, Bram. Aku harap kita berdua dapat menemukan kebahagiaan sejati, meskipun kita harus berjalan di jalur yang berbeda." Setelah menekan tombol kirim, Ayla menghela napas panjang, seolah-olah dengan itu, ia menutup satu bab penting dalam hidupnya.Tak lama, ponselnya bergetar. Bram telah membalas, "Aku juga berharap yang terbaik untukmu, Ayla. Maafkan aku atas segalanya." Membaca kata-katanya, Ayla tersenyum tipis; air mata berlinang di kedua pipinya.Meski berat, ada rasa lega dan harapan yang bermunculan dari dalam hatinya. Masa depan mungkin masih terlihat kabur, namun, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa siap menghadapi apapun yang mungkin datang.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 88: Menyongsong Harapan Baru

    Namun, di tengah kesunyian yang mereka cari jauh dari keramaian kota, bayangan masa lalu Ayla dan Adrian masih sesekali muncul, mengusik kedamaian. Suatu malam, saat Ayla sedang merapikan dapur, getaran ponselnya memecah kesunyian. Di layar, terpampang nama Rita."Halo, Rita," sapa Ayla dengan nada yang hangat dan lembut."Ayla!" seru Rita. Suaranya ceria, namun ada semburat kekhawatiran yang terdengar. "Bagaimana kabarmu? Sudah lama sekali kita tidak berbicara."Ayla tersenyum, meski sadar bahwa Rita tidak dapat melihatnya. "Aku baik-baik saja, Rita. Adrian dan aku baru saja pindah ke tempat yang baru. Kami mencoba untuk memulai segalanya dari awal."Sejenak Rita terdiam, kemudian berkata, "Itu sungguh kabar yang menggembirakan, Ayla. Aku benar-benar senang mendengar kamu telah menemukan keberanian untuk melakukannya. Tapi, apakah semuanya benar-benar baik-baik saja di sana?""Ya, semuanya sangat baik," jawab Ayla dengan tulus. "Tempat ini... bena

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15

Bab terbaru

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 176: Cinta yang Terus Hidup

    Siang itu, di antara kehangatan matahari yang lembut, Adrian dan Aruna melangkah memasuki toko bunga. Mereka sepakat untuk menambahkan tanaman baru ke taman kecil di rumah, sebuah tempat yang selalu terasa seperti ruang istimewa untuk keluarga mereka.Rak-rak yang dipenuhi bunga warna-warni menyapa mereka dengan aroma segar dan pemandangan yang memanjakan mata.Saat melewati deretan bunga mawar, langkah Aruna terhenti di depan mawar putih yang tersusun rapi dalam keranjang rotan. Jemarinya dengan hati-hati menyentuh kelopak salah satu bunga, seolah takut merusaknya."Mama suka mawar putih, kan, Pa?" tanyanya sambil menoleh ke arah Adrian, matanya penuh kenangan.Adrian tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan. "Iya. Dia bilang mawar putih itu lambang cinta yang murni. Meja makan kita hampir selalu dihiasi bunga ini."Aruna tersenyum, seolah menemukan jawaban atas kerinduan yang samar. Ia mengambil beberapa tangkai mawar, memeluknya dengan lembut sepe

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 175: Cinta yang Membanggakan

    Sore itu, Adrian dan Aruna duduk di ruang kerja Ayla, sebuah sudut kecil yang seakan menyimpan jiwa pemiliknya. Rak-rak penuh buku berjajar rapi, dihiasi benda-benda kecil yang seolah berbicara tentang kenangan masa lalu.Cahaya matahari sore masuk melalui jendela, memantulkan rona keemasan di dinding ruangan.Aruna, yang sedang menelusuri rak buku, tiba-tiba menemukan sebuah jurnal tua dengan nama Ayla tertulis di sampulnya. Tulisan tangan itu sederhana, tetapi penuh makna.“Ini jurnal Mama?” tanya Aruna dengan nada ingin tahu sambil membuka halaman pertama.Adrian yang duduk di sofa dekat jendela mengangguk perlahan. “Iya. Mama kamu selalu suka menulis. Baginya, itu cara terbaik untuk menyampaikan apa yang tidak sempat diungkapkan dengan kata-kata.”Dengan hati-hati, Aruna mulai membaca halaman demi halaman. Tulisan Ayla mencatat berbagai momen penting dalam hidupnya—dari pertemuan pertamanya dengan Adrian hingga keb

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 174: Mengenang yang Terkasih

    Malam itu, setelah Aruna kembali ke rumahnya sendiri, Adrian duduk sendirian di ruang keluarga. Di hadapannya tergeletak sebuah album foto yang penuh dengan jejak-jejak masa lalu.Jari-jarinya perlahan membuka halaman demi halaman, menghidupkan kembali senyum Ayla yang terbingkai dalam setiap gambar. Setiap potret adalah pengingat akan cinta dan kebahagiaan yang pernah memenuhi hidupnya.Tangannya terhenti pada sebuah foto pernikahan. Ayla tampak memukau dalam balutan gaun putih yang anggun, sementara Adrian di sampingnya terlihat muda, penuh semangat, dan percaya diri. Ia memandang gambar itu lama, seolah ingin menangkap kembali momen kebahagiaan yang tak tergantikan.“Ayla,” bisiknya dengan suara yang serak oleh emosi. “Aku harap kamu tahu... aku selalu mencintai kamu. Setiap hari. Setiap detik.”Ia memejamkan mata, membiarkan arus kenangan membanjiri pikirannya. Meski dadanya terasa sesak oleh rasa rindu yang menusuk, ada kehang

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 173: Warisan Cinta

    Hari-hari setelah kepergian Ayla adalah masa yang sulit bagi Adrian. Kesedihan seperti bayangan yang selalu mengikutinya, tetapi ia tahu, Ayla tidak pernah benar-benar pergi. Setiap sudut rumah mereka menyimpan kenangan; dindingnya seolah berbisik tentang tawa dan percakapan mereka.Setiap bunga yang mekar di taman menjadi peringatan akan cinta yang mereka bangun dengan penuh kasih sayang.Di malam-malam sunyi, Adrian sering duduk di kursi goyang di teras belakang, memandang bintang-bintang yang berkelip di langit gelap. Ada rasa damai sekaligus rindu yang melingkupi hatinya."Aku nggak akan lupa janji kita, Ay," gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam di antara desir angin. "Aku akan terus hidup dengan bahagia, untukmu."Cinta mereka tidak berhenti di situ. Cinta itu tetap hidup, bersemayam dalam setiap kenangan yang mereka ciptakan, dalam napas Aruna—putri kecil mereka yang menjadi buah hati dari kisah cinta yang tak tergantikan.

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 172: Saling Menemani Hingga Akhir

    Hujan turun perlahan, butirannya meliuk-liuk di kaca jendela kamar Ayla dan Adrian, seakan menari dalam kesunyian malam.Udara dingin menembus hingga ke tulang, namun di dalam kamar itu, kehangatan terasa begitu nyata—kehangatan yang berasal dari cinta yang telah mereka rawat bersama selama bertahun-tahun. Ayla terbaring di tempat tidur, tubuh mungilnya dibalut selimut tebal.Wajahnya tampak pucat, tapi sorot matanya tetap memancarkan kelembutan yang menjadi ciri khasnya, kelembutan yang selalu membuat Adrian jatuh cinta.Adrian duduk di kursi kecil di samping tempat tidur, sebuah buku terbuka di tangannya. Suaranya lembut saat ia membacakan cerita, setiap kata meluncur seperti irama yang menenangkan. Ia seolah ingin menjadikan kata-kata itu jubah hangat yang membungkus hati Ayla.“...dan akhirnya, sang putri menemukan kebahagiaan di tempat yang tak pernah ia duga sebelumnya. Sebuah akhir yang mungkin tak sempurna, tapi cukup untuk membuatnya

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 171: Kehidupan Penuh Cinta

    Di meja makan, aroma kopi yang baru diseduh dan roti panggang yang masih hangat memenuhi udara pagi itu. Adrian duduk di seberang Ayla, mengaduk kopinya dengan gerakan pelan, sesekali melirik istrinya yang tengah menikmati sarapannya.Keheningan di antara mereka terasa nyaman, seolah tak perlu ada kata-kata untuk mengisi ruang. Namun tiba-tiba, Adrian membuka suara, suaranya lembut namun cukup jelas memecah kesunyian."Aku ingat," katanya, senyuman tipis menghiasi wajahnya.Ayla mengangkat alis, meletakkan sendoknya dengan hati-hati. Tatapannya penuh rasa ingin tahu. "Ingat apa?" tanyanya lembut.Adrian tersenyum kecil, matanya menatap Ayla dengan sorot yang sulit diartikan. "Waktu pertama kali aku sadar kalau aku jatuh cinta sama kamu," ucapnya pelan, seperti berbicara langsung dari hatinya.Kata-kata itu membuat Ayla tertegun. Dia tidak menduga Adrian akan mengungkit kenangan itu. Sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman, tapi s

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 170: Perpisahan Menguatkan

    Adrian terdiam. Tatapannya mengabur, diselimuti emosi yang terus ia tahan agar tak tumpah. "Ay, aku nggak mau membicarakan itu sekarang," ucapnya pelan, nyaris berbisik."Tapi aku perlu kamu dengar, Din," balas Ayla, suaranya tegas namun tetap lembut, seperti angin sore yang menyentuh kulit tanpa melukai. "Aku tahu kamu mencintaiku. Aku tahu kamu rela melakukan apa saja untukku. Tapi, Din, aku juga ingin kamu tahu… kebahagiaanmu penting buatku. Sama pentingnya."Adrian menatap Ayla lama, seolah-olah sedang mencari sesuatu di dalam matanya—sebuah harapan, mungkin. Matanya, yang biasa penuh dengan ketenangan, kini berkilat, dihiasi air mata yang menunggu untuk jatuh."Aku nggak bisa bayangkan hidup tanpa kamu, Ay," gumamnya akhirnya, suaranya nyaris pecah.Ayla tersenyum, walaupun air mata mulai menitik di pipinya. "Aku nggak akan pernah benar-benar pergi, Din. Aku akan selalu ada di sini." Jemarinya perlahan menyent

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 169: Tantangan Terakhir

    Sesampainya di rumah, Adrian langsung mengantar Ayla ke kamar. Dengan penuh perhatian, ia merapikan bantal dan menyelimuti tubuh istrinya yang tampak kelelahan. Ayla hanya bisa tertawa kecil, senyumnya menghangatkan suasana."Din, aku bukan anak kecil," ucap Ayla lembut, tangannya menyentuh pipi Adrian dengan kehangatan yang membuatnya sejenak terhenti.Adrian mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Tatapannya penuh kasih. "Aku tahu kamu bukan anak kecil. Tapi kamu istriku, Ay, dan aku akan selalu memastikan kamu baik-baik saja."Nada suaranya—tenang namun tegas—membuat Ayla terdiam. Ia meraih tangan Adrian, menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Kamu tahu, Din? Aku nggak pernah merasa seaman ini sebelumnya. Terima kasih karena selalu ada untukku."Adrian tersenyum lembut. Ia membawa tangan Ayla ke bibirnya, mengecupnya dengan perlahan. "Aku nggak akan pernah pergi, Ay. Kita sudah melewati banyak hal bersama. Nggak ada yang bisa mem

  • Satu Malam Bersama Adik Suamiku   Bab 168: Momen dalam Kedamaian

    Hari itu berlalu dalam kehangatan yang sederhana, namun begitu membekas di hati. Setelah sarapan bersama—ritual pagi yang selalu mereka nikmati dengan tawa kecil dan obrolan ringan—Ayla mengusulkan ide untuk mencoba resep baru yang ia temukan di buku masak lamanya.Adrian, yang awalnya ragu, akhirnya setuju untuk ikut terjun ke dapur.“Duh, ini kayaknya kebanyakan gula, deh,” keluh Adrian sambil mengaduk adonan kue dengan raut penuh keraguan.Ayla tertawa kecil, melirik suaminya dengan tatapan geli sembari tangannya cekatan memotong cokelat hitam. “Nggak apa-apa, kalau terlalu manis, kita kasih aja ke anak-anak tetangga. Mereka pasti suka.”Adrian mengangguk pelan, meski garis ragu di keningnya belum juga sirna. Ia mencuri pandang ke arah Ayla, yang tengah sibuk bekerja dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. "Kamu tahu nggak, Ay? Ada satu hal lagi yang bikin aku bangga selain Aruna."Ayla berhenti sejenak, alisn

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status