Share

Sebuah Kejujuran

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
"Clay, aku harus pulang. Pasti Rania menungguku. Aku sudah berjanji akan makan malam bersamanya," ungkap Amar bernada gelisah. Sedari tadi Clayrine mengeluh jika perutnya sakit. Ia tidak mau ditinggalkan oleh Amar.

"Kenapa kamu jadi berubah seperti ini, Sayang? Kamu sudah mulai mencintai istrimu itu?" balas janda beranak satu itu balik bertanya.

Amar terdiam seketika. Akhir-akhir ini ia lebih sering memikirkan Rania. Entah mengapa wanita lebih terlihat seksi dan menggoda semenjak mengenakan pakaian kurang bahan dan bertindak lebih agresif kepadanya.

'Tidak mungkin aku mencintai Rania. Aku menikahinya hanya untuk memanfaatkannya saja.'

Amar berusaha meyakinkan hatinya sendiri. Apakah sekarang mulai goyah? Sungguh lelaki itu tidak paham akan jalan pikirannya sendiri.

Dulu Amar merasa senang saat mengetahui kelemahan Rafka. Adiknya itu mencintai Rania tetapi tidak mampu untuk mengungkapkannya. Hingga saat Rafka menjadi penolong Rania dan masih tetap menyembunyikan identitasnya, Amar meman
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Dekapan Hangat Adik Ipar

    KLINK !KLINK !KLINK !Berderet bunyi pesan masuk di ponsel Rania. Membuat atensi wanita itu kepada Rafka melebur seketika.Rafka mengusap dadanya perlahan. Ia kembali terselamatkan oleh keadaan. Baginya hal itu adalah sebuah keberuntungan. Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya.Rania mengecek ponselnya. Tentu saja Amar yang telah menghubunginya.Sama sekali suaminya itu tidak terlihat khawatir. Bahkan dia pun tidak pulang ke rumah dan langsung berangkat ke kantor.[Ran, kamu sedang apa?][Maaf Sayang, untuk semalam.][Pagi ini Mas langsung berangkat ke kantor. Kamu hati-hati di rumah.]Rania berdiri dari duduknya. Dadanya terasa sesak. Kini ia yakin jika Amar memang selingkuh dan tidak lagi peduli kepadanya."Raf, aku harus pulang."Rania berlari tanpa menunggu jawaban dari adik iparnya. Ia meninggalkan tas dan sepatunya begitu saja."Rania, tunggu!" teriak Rafka kemudian. "Apa yang telah dilakukan Mas Amar sampai Rania kembali bersedih seperti itu?"Rafka sengaja membiarkan Rania p

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Hancur Berkeping-Keping

    "Mas Amar sibuk di kantor, Bu. Dia meminta saya mengantarkan Kak Rania." Kali ini Rafka yang menyahut.Kemudian ia memberikan oleh-oleh yang sudah dibelinya."Ya sudah silahkan duduk. Maaf ya, kalau Rania merepotkan kamu. Ini banyak sekali oleh-olehnya.""Tidak apa-apa, Bu. Saya suka direpotkan." Rafka melirik ke arah Rania yang tampak kesal dengan ucapannya."Oh, ya. Bapak mana Bu? Aluna juga nggak kelihatan," ucap Rania menyahut."Aluna sedang belajar kelompok di rumah temannya. Kalau Bapak, em ... dia ada di sawah bertemu dengan seseorang.""Seseorang? Maksud Ibu?" tanya Rania tidak mengerti.Dewi menggandeng tangan Rania. Mengajaknya ke dapur dengan alasan membuatkan minuman untuk Rafka."Ada Bu, sebenarnya? Tolong kasih tahu Rania."Wanita itu mendadak khawatir. Takut terjadi apa-apa dengan keluarganya."Bapakmu mau menjual sawahnya, Ran. Kita butuh uang untuk biaya sekolah Aluna. Dia 'kan sebentar lagi mau ujian, semua biaya yang belum dibayar harus diselesaikan. Kalau tidak, Alu

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Perlu Mas Mandiin?

    Malam itu Rafka tengah disibukkan dengan berbagai berkas penting. Ia juga harus meninjau kembali hasil laporan audit tempo hari.Setelah menandatangani semua berkas yang ditandatangani, Rafka mulai sibuk mengetik di depan laptop. Sesekali ia berkirim pesan kepada Fariz untuk memastikan semuanya baik-baik saja selama ia tidak di kantor.Sementara Rania tengah dikejutkan dengan sebuah amplop yang berisi bukti-bukti perselingkuhan suaminya."Apa ini?" Rania merasa syok. Kakinya mendadak lemas di tempat.Mulai dari foto, video, struk belanja, dan tempat-tempat di mana Amar bersama Clayrine check in.Cukup jelas jika Amar melakukan hal itu sudah sejak lama. Tepatnya saat dia selalu pulang terlambat dan tak lagi menyentuh Rania."Mas Amar! Jadi kamu benar-benar selinhkuh?" Rania terisak. Ia meratapi nasibnya sendiri."Tidak. Aku tidak boleh lemah. Rafka bilang aku harus menjadi wanita yang tangguh."Rania segera memasukkan kembali bukti-bukti yang ada di tangannya. Kemudian ia masukkan ke d

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Tanpa Busana

    "Em, tidak perlu, Mas. Rania bisa sendiri kok." Wanita itu segera berjalan cepat menuju kamar mandi. Ia benar-benar takut jika Amar curiga ataupun berniat mengulangi lagi di kamar mandi.Amar memegangi kepalanya yang masih terasa berat. Tidak biasanya ia mengalami hal seperti itu."Kenapa rasanya masih ingin tidur lagi. Apa yang terjadi padaku?"Lelaki tampan itu memilih untuk mandi di dekat dapur. Ia tidak ingin nanti Rania menunggunya terlalu lama.***"Mas, semangat banget sih? Memangnya kita mau ke mana? Mas nggak berangkat ke kantor?" tanya Rania setelah mereka selesai sarapan pagi di sebuah rumah makan."Aku yakin kamu pasti menyukainya nanti. Mas sudah ijin buat cuti.""Berapa hari, Mas?" Rania sengaja mengetes. Apakah mungkin suaminya bisa jauh-jauh dari selingkuhannya."Sayangnya cuma boleh libur satu hari saja, Sayang. Tapi Mas janji. Satu hari ini full time untuk kamu."Amar meraih tangan Rania. Kemudian ia kecup cukup lama.'Dasar, pengkhianat! Masih bisa-bisanya Mas bersi

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Mengulangi Malam Panas

    "Sentuh aku, Raf. Jadilah kekasihku."Rania berbicara tanpa menatap wajah adik iparnya. Harga dirinya seolah lenyap begitu saja. Wanita itu telah lepas kendali. Ia tidak peduli lagi akan statusnya.Rafka melepaskan jaketnya dan ia pakaikan di tubuh kakak iparnya. Lelaki itu tidak mau dianggap sebagai lelaki mes*m."Aku tidak mungkin melakukannya, Ran." Rafka merangkul tubuh Rania lalu mengajaknya duduk di tepi ranjang.Lelaki tampan itu menarik nafas dalam-dalam. "Aku mau jadi kekasihmu. Tapi kita tidak boleh melewati batas."Rania mengangguk pasrah. Hatinya benar-benar merindukan akan sentuhan seorang lelaki. Dan hanya Rafka yang bisa melakukannya."Biar aku ambilkan minum untukmu." Rafka hendak beranjak, namun tangannya ditarik oleh Rania."Jangan pergi, Raf." Rania mendekatkan wajahnya. Bibir itu segera mencium bibir Rafka dengan sangat liar.Rafka tidak pernah menyangka sama sekali jika Rania akan bertindak seberani itu kepadanya. Padahal dirinya sudah mati-matian membunuh hasrat

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Semakin Dalam

    "Tadi malam kita sudah empat ronde, Raf!" protes Rania kemudian.Kedua mata wanita itu melotot seketika. Ia mengangkat tubuhnya dan kembali duduk di sebelah Rafka.Rafka tertawa terbahak-bahak. "Aku hanya bercanda, Ran. Kamu semakin menggemaskan saat merajuk seperti itu.""Rafkaaa...!!!" Rania berteriak tidak terima. Kata-kata Rafka selalu membuatnya bisa terbang melayang. Begitu manis meski hanya sebuah kalimat sederhana."Maaf, Sayang."Hanya dua kata itu yang keluar dari mulut Rafka. Setelahnya giliran Rania yang menyuapi Rafka dengan makanan yang ada di piringnya tadi."Kamu juga harus makan, Raf. Bukan aku saja."Setelah selesai sarapan, Rafka keluar sebentar untuk membelikan pakaian buat Rania. Sementara wanita itu membereskan area dapur dan mencuci piring yang kotor.Rania baru teringat akan sesuatu. "Mana ponselku? Pasti tertinggal di kamar Rafka."Rania kembali masuk ke dalam kamar setelah menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Ia mencari keberadaan handphonenya.Namun tiba-tib

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Tak Bertenaga

    Lelaki itu melangkah cepat menghampiri Rafka. Lau menarik kerah baju adiknya dan langsung memukulinya habis-habisan hingga babak belur."Biadab kamu, Raf! Berani sekali menggoda kakak iparmu sendiri." Amar masih berusaha memukuli adiknya. Sedangkan Rafka hanya diam tanpa membalas sekalipun."Mas Amar cukup! Hentikan!" Rania berteriak dengan kencang. Ia tidak tega melihat Rafka dipukuli seperti itu.Wanita itu berusaha untuk melerai, tetapi justru wajahnya yang tak sengaja terkena pukulan Amar."Augh!" rintih Rania kesakitan."Rania!" teriak Rafka tidak terima. Ia bangkit dan mendorong tubuh Amar hingga jatuh terduduk di lantai."Cukup, kalian! Jangan bertengkar lagi." Rania menangis pilu. "Jadi benar kata Tisa. Kamu memiliki hubungan gelap dengan Rafka!" Amar akhirnya mempercayai ucapan dari sahabat Rania.Rania terkesiap. Ia merasa heran. Tidak menyangka jika Tisa menceritakan hal itu kepada suaminya. "Sejak kapan Mas punya hubungan dengan Tisa, Mas?" tanya Rania."Kamu tidak perlu

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Berada Di Bawahnya

    "Raf, kamu baik-baik saja 'kan? Ada yang sakit?" Rania meletakkan tangan kanannya pada pipi Rafka."Ada, Ran. Di sini yang sakit." Rafka meraih tangan Rania dan ia letakkan di dadanya. Berharap wanita itu bisa tahu bahwa hatinya yang merasa kesakitan.Rania memandangi wajah Rafka dengan penuh kasih. Semua yang terjadi adalah kesalahan dia. Ia paham akan hal itu."Aku minta maaf, Raf. Aku akan mengobatimu."Rania mencari kotak P3K. Lalu segera membawanya kembali kepada Rafka.Wanita itu membuka baju Rafka. Hingga nampaklah tubuh kekarnya. Tak sengaja netra Rania tertuju pada sebuah tanda di perut sebelah kiri milik Rafka."Raf, ini apa? Jangan bilang kamu—"Wanita itu tidak mampu untuk berkata-kata lagi. Kini Rania tahu bahwa selama ini Amar telah membohonginya. Kejadian waktu itu masih sangat jelas terlintas di pikirannya.Seorang lelaki menyelamatkannya hingga tertusuk sebuah pisau. Ternyata dia adalah Rafka. Seseorang lelaki yang ia benci karena selalu usil kepadanya saat masih sekol

Latest chapter

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Kejutan Untuk Rania)

    Malam itu langit di atas rumah megah Rania dan Rafka penuh dengan bintang-bintang. Udara segar musim semi membawa aroma bunga yang mekar di taman mereka. Di dalam rumah suasana begitu tenang. Setelah anak bungsu mereka—Rafael berangkat kuliah ke luar negeri, rumah terasa lebih sepi. Namun kebersamaan mereka tetap hangat. Rania duduk di ruang keluarga. Ia sedang membaca buku favoritnya di bawah cahaya lampu yang lembut. Rafka yang baru saja pulang dari kantor, berjalan masuk dengan senyum lelah namun penuh cinta di wajahnya. Melihat istrinya yang tenang ia merasa bahagia meski suasana rumah kini lebih sunyi. “Rania, aku sudah pulang,” ucap Rafka lembut sambil meletakkan tas kerjanya di meja. Rania mengangkat wajahnya dari buku dan tersenyum hangat. “Selamat datang, Sayang. Bagaimana hari ini?” tanya Rania sambil menutup bukunya dan berdiri untuk menyambut suaminya. Rafka merangkul Rania dengan lembut. Lalu mencium keningnya dengan penuh kasih. “Hari yang panjang, tapi semua

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Alsha Melahirkan)

    Di pagi yang cerah. Sinar matahari menyusup lembut melalui jendela rumah sakit, menciptakan nuansa hangat dan damai di ruangan bersalin. Di luar burung-burung berkicau riang menyambut datangnya hari baru. Namun di dalam ruangan itu, suasana penuh dengan ketegangan dan harapan. Alsha dengan wajah yang berpeluh tengah berjuang melahirkan buah hati yang dinantikan. Dito berdiri di samping Alsha. Ia menggenggam erat tangan sang istri. Lelaki tampan itu memberikan dukungan tanpa henti. Wajah Dito tampak cemas. Namun ia merasakan kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan. “Kamu bisa, Alsha. Aku ada di sini bersamamu,” bisiknya dengan suara lembut dan penuh kasih. Dengan napas yang terengah-engah, Alsha menguatkan diri. Setiap kontraksi membawa rasa sakit yang luar biasa, namun juga mendekatkannya pada momen yang paling dinantikan dalam hidupnya. Wajahnya menegang, tetapi ada kilauan tekad di matanya. “Sedikit lagi, Bu Alsha. Sedikit lagi,” ucap dokter dengan nada tenang dan men

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Alma Hamil)

    Pagi itu matahari baru saja terbit dan sinarnya yang lembut menembus jendela kamar Alma dan Marco. Suara burung berkicau di luar rumah memberikan kesan damai dan menenangkan. Namun pagi itu terasa berbeda bagi Alma. Dia terbangun dengan perasaan yang aneh. Sesuatu yang tidak biasa. Alma mencoba mengabaikannya, tapi gejala-gejala yang dia rasakan semakin nyata. Alma duduk di tepi ranjang, memegang perutnya yang terasa aneh. Pusing, mual, dan perasaan lelah yang luar biasa menyelimuti dirinya. Ia mengingat kembali beberapa hari terakhir, mencoba mencari penjelasan. “Mungkinkah?” pikir Alma, hatinya berdebar-debar dengan harapan sekaligus kecemasan. Marco yang berada di dapur, sedang menyiapkan sarapan. Dia memperhatikan Alma yang keluar dari kamar dengan wajah pucat. “Kamu baik-baik saja, Alma?” tanya Marco dengan nada khawatir. Alma mencoba tersenyum. “Aku merasa sedikit tidak enak badan. Mungkin aku butuh istirahat lebih,” jawabnya sambil mencoba menyembunyikan kekhawati

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 222. TAMAT

    Beberapa hari telah berlalu. Alsha memilih menyendiri di sebuah hotel kecil yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota. Ia membutuhkan waktu untuk merenung dan menenangkan hatinya yang kacau. Kamar hotel itu sederhana, tapi cukup nyaman untuk menjadi tempat perlindungan sementara. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela memberikan sedikit kehangatan di dalam ruangan yang sunyi itu. Di tepi ranjang Alsha duduk dengan tatapan kosong. Ia merenungkan semua yang telah terjadi. Di dalam hatinya ada campuran antara rasa sakit, kebingungan, dan ketidakpastian. Gadis itu mengelus perutnya yang masih rata. Membayangkan bayi yang sedang tumbuh di dalamnya. Bayangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian membuatnya merasa sendirian. Ketukan lembut di pintu mengagetkannya dari lamunan. Dengan perlahan dan hati-hati Alsha bangkit lalu membuka pintu. Di sana berdiri seorang lelaki suruhan papanya yang akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian Alsha setelah berhari

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 221. Alsha Hamil?

    Hari pernikahan yang dinanti-nanti pun tiba. Karena sebuah kesepakatan akhirnya pernikahan dilaksanakan di rumah Rania dan Rafka. Taman rumah yang luas telah disulap menjadi tempat pernikahan yang megah, dipenuhi dengan hiasan bunga-bunga berwarna pastel dan lilin-lilin yang memberikan cahaya hangat. Sebuah tenda besar dihiasi kain putih dan pita emas menjulang di tengah-tengah taman. Menambah kesan elegan dan mewah. Marco, Alma, dan Dito sudah berkumpul bersama keluarga dan tamu undangan. Semuanya terlihat anggun dalam balutan busana pernikahan yang memukau. Pak penghulu telah datang dan bersiap untuk memulai prosesi ijab kabul. Namun di antara keramaian dan kegembiraan itu ada satu hal yang mengganjal. “Ke mana Alsha?” tanya Rania dengan cemas. Ia memandang sekeliling mencari putrinya. “Tadi katanya ke toilet sebentar,” jawab Alma dengan sedikit gugup. Gadis itu mencoba menenangkan ibunya. Marco mulai merasa cemas. “Aku akan mencarinya,” ucapnya seraya bergegas menuju

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 220. Menjadi Kenyataan

    Tanpa terasa hari pernikahan semakin dekat. Segala persiapan sudah selesai. Malam sebelum pernikahan, Alsha duduk sendirian di balkon apartemen. Ia merenung tentang semua yang telah terjadi. Angin malam yang sejuk mengusap wajahnya, membawa kedamaian yang sementara. Tiba-tiba pintu balkon terbuka dan Alma ke luar. “Hei!” Alma menyapa sambil mendekati Alsha. “Kenapa kamu di sini sendirian?” “Alsha hanya merenung, Kak. Besok adalah hari besar kita,” jawab Alsha dengan senyum tipis. “Iya, besok kita akan memulai babak baru dalam hidup kita. Kamu sudah siap?” tanya Alma dengan lembut. “Sejujurnya, Alsha sedikit gugup. Tapi Alsha yakin ini adalah langkah yang benar,” jawab Alsha kemudian. “Semua akan baik-baik saja, Alsha!” Alma berbicara dengan yakin sambil merangkul kembarannya itu. Mereka duduk bersama dalam keheningan sejenak. Menikmati kebersamaan yang tenang di malam yang penuh bintang. Suara kota yang jauh terdengar seperti bisikan lembut, memberikan latar belakang yang m

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 219. Malam Bersama

    “Ngapain di sini sendirian, Alsha?” Suara itu milik Marco yang tampak khawatir melihatnya. Alsha menghela napas lega meskipun masih ada sedikit rasa takut yang tertinggal. “Kok kamu tahu aku di sini, Marco?” tanyanya dengan suara yang masih bergetar. Marco tersenyum tipis. Ia mencoba menenangkan Alsha. “Aku khawatir padamu. Saat aku ke apartemen dan tidak menemukanmu, aku memutuskan untuk mencarimu. Aku ingat kamu pernah bercerita tentang tempat ini, jadi aku datang ke sini.” Alsha mengangguk, merasa sedikit tenang dengan kehadiran Marco. “Aku hanya butuh waktu sendirian untuk berpikir. Tapi aku takut Marco. Aku merasa tadi ada yang mengikutiku.” “Apakah kamu yakin?” Marco segera membawa tubuh Alsha ke dalam dekapannya. “Kamu tidak perlu takut. Ada aku di sini untukmu.” Alsha tak menolak meski ia tidak membalas pelukan Marco. Hatinya masih belum bisa sepenuhnya menerima Marco. “Terima kasih, Marco. Aku hanya merasa gugup menjelang pernikahan kita.” Marco mengangguk mengerti. “

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 218. Seseorang Yang Dikenal

    “Tidak. Aku tidak peduli.” Alsha berusaha untuk mengabaikan pesan tersebut. Ia juga memblokir nomor baru yang masuk. Berapapun banyaknya nomor itu Alsha tidak akan peduli. Setelah merasa cukup tenang, Alsha segera memejamkan kedua matanya. Pagi harinya Alsha menjalani kehidupan seperti biasanya. Ia mencoba menghilangkan segala kegelisahan hati dengan rajin memasak. Gadis itu juga memilih untuk bekerja online dari ponselnya. Sebenarnya Marco tidak melarang jika setelah menikah nanti Alsha akan bekerja, tetapi lelaki itu akan sangat bahagia jika Alsha lebih fokus melayani sang suami saja. Tanpa terasa hari-hari berlalu dengan cepat. Persiapan pernikahan berjalan lancar. Namun, sebuah pertemuan tak terduga terjadi beberapa hari sebelum pernikahan. Alsha sedang berada di kafe dekat apartemen, menunggu Alma yang sedang membeli beberapa keperluan. Ketika ia sedang menikmati kopi, seseorang mendekatinya. “Alsha?” Suara yang familiar itu membuatnya mendongak. Di hadapannya berdiri Dito

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 217. Berdebar Kencang

    Pagi itu Alsha bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasa lega bisa berkumpul kembali bersama orang tuanya setelah sekian lama. Aroma harum dari dapur menyambutnya saat dia keluar dari kamar. Saat memasuki ruang makan, dia melihat Rania, Rafka, dan adik laki-lakinya—Rafael sudah duduk di meja. “Selamat pagi Sayang,” sapa Rania sambil tersenyum hangat. “Sarapan sudah siap. Duduklah, kita sarapan bersama.” Alsha duduk di kursinya dan merasa nostalgia yang mendalam. Sudah lama sejak terakhir kali mereka semua berkumpul untuk sarapan seperti ini. Meja penuh dengan makanan favoritnya. Nasi goreng, telur dadar, dan berbagai macam lauk pauk. “Selamat pagi, Kak Alsha,” sapa Rafael yang duduk di sebelahnya. “Akhirnya kita bisa sarapan bareng.” Alsha tersenyum dan merangkul adik laki-lakinya. “Selamat pagi, Rafa. Bagaimana sekolahmu?” “Baik, Kak. Sedikit sibuk dengan tugas-tugas, tapi semuanya lancar,” balas Rafael sambil mengambil sepotong roti. Rafka tersenyum bangga. “Rafa i

DMCA.com Protection Status