Antara Setia dan DustaBab 11 POV ShanumAku tersentak saat Zian tiba-tiba memelukku. Hanya memeluk tanpa berkata-kata. Mungkin niatnya ingin menguatkanku. Sekuat tenaga kutahan desakan air mata agar tidak sampai merembes keluar.Hanya Zian yang tahu soal ini, karena aku juga berniat meminta bantuannya. Saat awal diberitahu Zian sangat murka bahkan dia berniat menemui mas Dirga, sudah pasti suamiku itu akan langsung dipukuli tapi aku menahannya. Jangan sampai semua rencanaku gagal.Rencana jahat? Tentu saja bukan.Kejahatan yang dibalas kejahatan itu sangat rendahan. Dan jika aku melakukannya bukankah jatuhnya aku sama saja dengan mereka?Semua ini kulakukan karena tidak melihat niat baik dari mas Dirga untuk memperbaiki semuanya. Dia bahkan masih mengejar wanita itu bahkan sampai berniat menikahinya. Soal ini aku tahu dari Zian yang turun tangan mencari informasi. Entah bagaimana caranya aku pun tidak tahu. Karena yang terpenting adalah infonya bukan caranya mendapatkan info."Ingat
POV DirgaRaisa, gadis berparas cantik dengan senyum manis yang selalu sukses membuat jantungku berdebar. Pertama kali melihatnya aku sudah jatuh hati, tidak ingat jika di rumah ada anak dan istri. Pesona Raisa benar-benar tidak bisa ditolak.Di toko tempatnya bekerja, pertama kali kami bertemu hingga melakukan perkenalan singkat. Selain parasnya yang cantik dia juga begitu lembut, pengertian dan selalu membuatku nyaman berada di dekatnya. Apa yang tidak kudapatkan dari Shanum, aku mendapatkannya dari Raisa.Saat ada masalah pun aku bercerita padanya, dia memang tidak memberikan solusi tapi bisa menjadi pendengar yang baik. Sedangkan pada Shanum, aku selalu berpikir berkali-kali untuk menceritakan masalahku karena dia pun selalu berkutat dengan kesibukannya sendiri.Aku seperti lahir kembali karena Raisa, merasakan hidup baru yang beberapa tahun belakangan ini sangat monoton dan membosankan. Kuakui jika dilihat sekilas Shanum istriku tidak memiliki kekurangan, wajahnya juga cantik dan
POV ShanumTidak percaya jika mas Dirga mengakui semuanya bahkan sebelum aku mendesaknya. Entah apa yang terjadi hingga dia melakukan ini. Bahkan ini semua tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya.Apa ini jawaban doaku? Secepat ini? Aku hanya berdoa minta diberikan yang terbaik. Apa memang aku harus berdamai dan melupakan semua yang sudah terjadi.Tidak. Tidak semudah itu. Aku bukan orang yang akan mudah memaafkan tapi bukan pendendam juga. Luka fisik saja butuh waktu untuk sembuh apalagi luka hati.“Ma ….”Lamunanku buyar. Kutatap matanya, menyelami mencari kebohongan disana tapi nihil. Apa benar mas Dirga sudah menyesali semuanya? Tapi kenapa penyesalannya datang setelah bertahun-tahun dia mendustaiku.Kutarik nafas dalam-dalam, menahan air mata yang bisa langsung menyeruak saat aku berkedip.“Maaf.” Dia kembali berucap sambil menunduk seolah enggan menatapku.“Gampang sekali ya … minta maaf setelah berkhianat. Tidakkah kamu merasa bersalah saat memulainya?” tanyaku dengan tangan
POV ShanumMata mas Dirga membulat melihat foto-foto Raisa saat keluar dan masuk klinik kandungan. Bahkan kertas hasil tes pun dilihatnya. Ini yang tadi pagi Zian berikan padaku hingga membuatku tak bisa tenang lagi.Sekarang, keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat. Aku tidak akan bisa lagi bertahan, semuanya sudah selesai. Meski berat, aku akan bicara pada orang tuaku jika hubunganku dan mas Dirga tidak bisa lagi dilanjutkan."Ceraikan aku dan nikahi wanita itu."Mas Dirga langsung mengalihkan perhatiannya padaku. Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak akan menceraikanmu! Aku menyesali semuanya dan ingin menebus kesalahanku."Seringai tercetak di bibirku. "Jadi. Kamu benar-benar akan melepaskan wanita yang mengandung anakmu demi aku yang mandul ini?""Jangan sentuh aku!" Aku langsung mundur saat dia mendekat dan berniat menyentuhku."Sayang ….""Kamu harus tanggung jawab dengan apa yang sudah kamu lakukan. Kamu menikahi wanita itu atau tidak, semua tidak akan mengubah kep
POV DirgaRaisa hamil dan dia tidak mengatakannya padaku?Antara percaya dan tidak saat Shanum memperlihatkan foto-foto Raisa bahkan hasil tesnya juga. Aku tidak ingin percaya sebelum memastikannya langsung. Aku harus menemui Raisa.Untuk saat ini aku membiarkan Shanum menenangkan dirinya, dia bukan wanita nekat yang akan menyakiti diri sendiri. Dikejar pun akan percuma karena Shanum tidak akan mau mendengarkan aku bicara. Setidaknya aku bisa tahu dimana dia berada.Aku mendatangi rumah kontrakannya yang dulu, berharap ada informasi tentang Raisa tapi nihil. Aku pun mencoba untuk mendatangi toko tempat Raisa bekerja, untung saja belum tutup.“Raisa sudah mengundurkan diri.”“Dimana tempat tinggalnya?”“Tidak tahu. Setelah pindah aku belum lagi menemuinya.”“Tolong jangan sembunyikan dia. Aku menemuinya hanya untuk memastikan sesuatu.” Aku masih belum percaya.“Terserah kalau tidak percaya. Nomorku saja diblokirnya.” Nina bahkan sampai memperlihatkan nomornya yang diblokir oleh Raisa.
POV DirgaTinggal di rumah penuh kenangan sungguh sangat menyiksa, aku memutuskan untuk tinggal di apartemen. Biarlah nanti Shanum dan Mika kembali tinggal di sini jika mereka bersedia. Namun jika tidak, sudah pasti rumah ini akan dijual. Meski Shanum tidak menuntut harta gono gini namun aku akan tetap memenuhi kebutuhan mereka selama proses perceraian ini. Aku pun tidak akan lepas tanggung jawab menafkahi Mika.Tidak pernah ada dalam bayanganku jika hidupku akan seperti ini. Wanita yang kupikir akan menemani sampai sisa hidupku kini mundur dan memilih pergi. Tidak akan ada yang sanggup memang jika berada di posisi Shanum, aku sampai tidak berani bertemu dengannya saking malunya dengan perbuatanku sendiri.Di usiaku yang sudah tidak muda ini, aku mungkin akan menghabiskan sisa waktu seorang diri tanpa didampingi istri.Aku sudah bertemu dengan mertuaku, mereka memang tidak banyak berkata namun dari sorot matanya bisa kulihat luka dan kekecewaan.“Anak yang selama ini aku jaga, aku raw
POV Dirga“Jangan berharap lebih. Shanum tidak akan mau padamu, Reno. Kau itu hanya teman saja baginya, dia juga akan berpikir untuk menikah lagi.”“Percaya diri sekali kau ini. Bagaimana jika Shanum jatuh hati padaku, tidak akan sulit bagiku melakukan itu.”“Lebih baik kau mundur!” Aku bicara dengan penuh penekanan.“Tenang saja, aku akan menggantikanmu se–”Bugh!Kulayangkan bogem ke arah wajahnya membuat Reno langsung tersungkur. Kesabaranku sudah habis, aku tidak suka situasi seperti ini.Dia malah tertawa seperti mengejekku sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Sikapnya membuat emosiku makin tersulut dan semakin gatal untuk kembali menghantam wajahnya.Suasana menjadi gaduh seketika tapi aku tidak peduli karena belum puas menghajar Reno meski wajahnya sudah bonyok, dia bahkan seperti tidak berniat melawanku.“Mas, kamu apa-apaan!” Suara Shanum menghentikan aksiku.Dia memaksa menarikku menjauh dari tubuh Reno yang sudah tersungkur.Bangsat! Dia masih bisa tersenyum dan ca
POV Dirga"Silahkan, Pak." Suara itu membuat lamunanku buyar.Raisa sudah tidak terlihat lagi. Ingatanku terbang pada saat Shanum mengatakan Raisa hamil. Aku sampai sekarang bahkan tidak tahu apakah Raisa benar-benar hamil atau tidak.Jika memang hamil, apakah tadi itu anakku? Apa Raisa terpaksa menikah dengan lelaki lain untuk menutupi kehamilannya?Semua pertanyaan itu berkecamuk di dalam benakku. Sungguh, aku tidak akan bisa tenang setelah ini. Aku harus mencari keberadaan Raisa lagi dan memastikan fakta yang ada. Jangan sampai dia mengandung anakku dan aku diam saja.Setelah selesai memilih kalung untuk Mika. Aku bergegas untuk pulang, bersiap setelah itu pergi ke tempat yang sudah dijanjikan. Seharusnya malam ini aku senang karena bisa berkumpul kembali namun pertemuanku dengan Raisa yang tak disengaja itu membuat hati berkecamuk.Kuhela nafas panjang, mencoba untuk sejenak menyingkirkan tentang Raisa. Setidaknya saat aku sedang bersama dengan Shanum dan Mika.Mobil yang kukendar
“Gue tahu lo kecewa sama Mama. Lo beneran nggak mau nemuin Mama?” tanya Bisma.“Daripada gue marah-marah ke Mama mending nggak dulu.” Bian masih merasakan kekecewaan yang mendalam.“Sekarang Mama nggak pura-pura lagi, gue sendiri yang nemuin dokternya. Mama bener-bener kena stroke.”Bukan Bian yang kaget tapi Aini yang membuka mulutnya dengan lebar saking kagetnya mendengar kabar soal ibu mertuanya. Kemarin mereka menganggap Bu Liana itu pura-pura tapi nyatanya memang terkena serangan jantung hingga membuatnya terkena stroke.Bukan hanya tidak bisa berjalan, Bu Liana juga tidak bisa bicara sama sekali.“Mas, kita lihat Mama ya,” pinta Aini, ia masih memiliki hati.“Sayang ....”“Mas, aku nggak mau kamu terus menjauhi Mama. Mungkin dengan kejadian ini Mama menyadari apa yang pernah diperbuatnya itu sebuah kesalahan. Aku nggak mau kamu jadi anak durhaka, Mas.” Aini menatap sang suami dengan mata berkaca-kaca.Aini sudah menganggap Bu Liana sebagai ibunya meski perlakuan Bu Liana jauh da
“Mama kok bisa di sini?” Aini langsung berdiri menghampiri ibu mertuanya yang ada di ambang pintu, duduk di kursi roda.“Mama sudah keluar dari rumah sakit dan mau melihat Lyla,” ujar Bu Liana tapi pandangan matanya menghunus pada Nella yang tidak kalah tajam menatap Bu Liana.“Bukannya dokter bilang kalau Mama-”“Mama nggak tenang kalau ada di rumah sakit takutnya kamu didatangi orang bermuka dua ini,” potong Bu Liana tanpa mengalihkan pandangan dari Nella.Nella menyeringai, ia tahu Bu Liana kini mulai melakukan permainannya. Nella tidak akan langsung masuk tapi mengambil ancang-ancang.“Mbak Ai, kalau begitu aku permisi dulu ya. Lain kali aku main lagi,” pamit Nella.“Loh, kenapa?”“Bawaannya panas di sini. Ada yang terbakar tapi bukan api,” ucap Nella dengan senyum penuh arti, ia beralih pada Lyla yang sibuk dengan mainannya, “Lyla, Tante pulang dulu ya. Nanti main lagi ke sini.”“Tante, Lyla masih mau main
"Mas, ayo kita lihat Mama.""Kamu di sini aja, biar Mas yang kesana." Bian menahan Aini untuk tidak ikut."Tapi, Mas-""Nurut ya. Besok baru kamu boleh nengokin Mama. Aku juga sekalian ke pasar habis dari rumah sakit jadi kami mending nggak usah ikut.""Ya udah, semoga Mama nggak kenapa-kenapa."Aini merasa khawatir pada ibu mertuanya. Meskipun Bu Liana sering berbuat jahat tapi Aini tidak sampai hati jika harus senang atas berita yang didengarnya. Ia tetap menghormati Bu Liana sebagai ibu mertua."Mas berangkat ya." Bian langsung pergi setelah taksi online yang dipesannya datang.Alamat rumah sakit sudah dikirimkan oleh art Bu Liana. Bian mengubah tujuan langsung ke rumah sakit, terpaksa ia harus memesan mobil itu sampai nanti pulang lagi karena tidak ingin ribet apalagi harus menunggu lagi. Bian pun tidak akan lama di rumah sakit, hanya melihat kondisi ibunya setelah itu pulang."Nyonya di dalam, dari tadi men
POV Author“Aish! Kenapa juga aku harus memohon kayak gini, macam nggak ada cowok lain.” Nella melemparkan ponselnya sembarang arah lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ia baru saja membaca ulang pesan yang kemarin malam dikirim pada Bian.Menjatuhkan harga diri, pikir Nella.Nella bukan wanita yang haus akan cinta, ia memang marah dan kecewa saat tahu ternyata ibu mertuanya itu menipunya metah-mentah. Mengatakan jika Bian tidak pernah menikah padahal nyatanya sudah menikah bahkan memiliki anak dari Aini.Tidak hanya marah pada Bu Liana tapi pada Bian dan juga Aini karena merasa dibohongi, ia merasa seperti orang bodoh karena hanya ia sendiri yang tidak tahu soal fakta besar ini.Setelah tahu fakta, Nella menurunkan orang kepercayaannya untuk mencari tahu soal apa yang terjadi sebenarnya, apakah memang kesengajaan. Nella tidak mau salah membenci orang.Tidak bisa dipungkiri jika ia merasa nyaman bersama dengan Bian tapi bicara
“Tadi pas aku lewat denger suara orang nangis, aku kira Lyla yang nyariin Mbak Ai ternyata aku salah,” jawab Mas Bian sambil tertawa.Aku pikir dia akan membongkar semuanya.“Salahnya apa?”“Ternyata Mbak Ai yang nangis.”Ya ampun, kenapa Mas Bian malah mengatakan itu.“Terus kamu nyelonong saja begitu? Ih, nggak sopan banget sih. Mbak Ai pasti marah.”“Tadi saja aku langsung diusir, aku hanya khawatir Lyla kenapa-napa.”“Syukurlah kalau Lyla nggak apa-apa. Tapi kamu itu bikin malu, Mas. Main masuk ke kamar orang saja.”Sekarang bisa bernapas lega saat mendengar suara langkah kaki mereka menjauh. Salahku memang karena lupa mengunci pintu kamar, besok malam aku harus mengunci pintu agar Mas Bian tidak main masuk ke dalam kamar dan kepergok seperti tadi, untung saja Bu Nella percaya kalau tidak akan semakin bahaya.Aku bangun lebih pagi berniat membersihkan halaman belakang setelah selesai memasukkan semu
“Sayang.”aku berjengit mendengar suara Mas Bian. Menoleh menatapnya menyembulkan kepala di celah pintu kamar mandi.“Kenapa, Mas?”“Kalau mau pesan makan sekalian kopi ya.”“Ya ampun, kamu cuman mau bilang itu doang keluar kamar mandi?” Aku geleng-geleng kepala dengan tingkah Mas Bian.“Iya.” Dia menjawab sambil tersenyum lebar lalu masuk lagi ke dalam kamar mandi.Dia tidak menyadari raut wajahku jadi tidak khawatir. Biarkan nanti Mas Bian membaca sendiri pesan dari Bu Nella. Aku jadi penasaran bagaimana reaksi Mas Bian nanti. Apa dia akan mengikuti keinginan Bu Nella atau tetap dengan pendiriannya untuk tidak ikut campur lagi dengan urusan ibu mertua.Tapi mendengar sampai membawa-bawa hukum, ngeri juga sebenarnya. Tapi jika memang Bu Nella dan keluarganya merasa tertipu itu hal wajar, aku saja marah saat Mas Bian diberitahu kalau aku sudah meningga
POV AiniTangisku pecah saat Mas Bian menarikku ke dalam pelukannya.Mas Bian percaya ini aku, istrinya. Buku nikah dan kalung ini yang memperkuat. Meski tanpa dua hal itu Mas Bian seharusnya merasakan kehadiranku, aku saja masih bisa mengingat suaranya meski bertahun-tahun tidak berjumpa seharusnya ia pun sama.“Aini ... Aini ....” Dia terus memanggil namaku dengan suara yang bergetar.“Iya, Mas. Ini Aini, istri Mas Bian.” Tanganku melingkar dengan erat di punggungnya. Menyalurkan kerinduan yang bertahun-tahun ditahan.“Maafin Mas, Aini. Dalam kondisi Mas yang seperti ini Mas susah sekali percaya pada orang.”Mas Bian menceritakan soal kenapa dia menganggapku sudah meninggal. Sudah pasti ibu mertuaku dalangnya, tega sekali beliau melakukan itu. Menghancurkan kehidupan anaknya sendiri hanya karena ego.Dengan kondisi Mas Bian seperti ini wajar Mas Bian mudah percaya apalagi bagi dia pasti tidak mungkin ibunya berbohong apalagi soal hal sebesar ini tapi siapa yang menyangka jika ibu me
POV Bian“Aini meninggal, Bi.”Deg!Jantungku seperti berhenti berdetak, hatiku remuk, dunia seolah runtuh di atas kepala. Belum selesai masalahku dengan penyakit ini sekarang malah mendengar kabar yang begitu menyayat hati.“Nggak mungkin, Ma. Aini baik-baik saja, dia nunggu aku pulang pasti.”“Tolong jangan gini, Bi. Kamu harus terima, Mama tahu semua ini berat buat kamu. Ikhlaskan biar Aini tenang di sana.”Dadaku sesak, air mata tak sanggup kutahan. Ditinggalkan orang yang dicintai itu begitu menyakitkan, saat aku berjuang untuk sembuh di sini. Aini malah pergi meninggalkan luka yang begitu dalam. Aku belum sempat membahagiakannya.Mama mengatakan Aini meninggal saat aku masih koma, meninggal bersama dengan anak yang sedang dikandungnya. Sakitnya berkali lipat, anak yang belum sempat kulihat rupanya juga pergi dibawa oleh Aini.Tuhan. Kenapa seberat ini cobaan yang Engkau berikan?Kepergian Aini membuatku tak ada lagi semangat untuk bisa sembuh, tidak ada lagi wajah cantiknya yang
“Bu Nella, seb-”“Argh!” Ibu mertuaku langsung menjerit sambil memegangi dadanya.“Mama kenapa?” Mas Bian dan Bu Nella langsung panik sedangkan aku sendiri masih berdiri mematung.“Sa-kit, mungkin penyakit jantung Mama kambuh,” ujarnya dengan suara lirih.Keningku berkerut. Sejak kapan ibu mertuaku memiliki penyakit jantung, setahuku tidak punya. Beliau bahkan tidak memiliki riwayat penyakit apapun.“Mungkin asam lambung Mama naik.” Mas Bian langsung buka suara.“Sakit sekali, ayo bawa Mama ke dokter.”“Mbak Ai, ambilkan kunci mobil di nakas kamar,” pinta Bu Nella.Aku pun bergegas mengambilkannya. Tidak tahu ibu mertuaku ini pura-pura atau memang sakit, takutnya jika memang sakit nanti aku yang disalahkan jika menahan dan berniat membongkar semuanya sekarang.Mereka pergi ke rumah sakit, tinggal aku dan Lyla berdua di rumah.Sekarang aku makin yakin jika ibu mertuaku memang takut aku membongkar semuanya pada Bu Nella. Lucu juga membuat ibu mertuaku ketakutan seperti ini, kalau memang