Tidak salah jika mengatakan telur naga berukuran raksasa, tapi tidak salah pula jika menganggap telur naga berukuran sebesar ibu jari…Roh Suci kembali menjelaskan.Kemungkinan besar, naga tersebut mati pada saat proses pembentukan telur, atau mungkin mati setelah selesai kawin.Telur tidak keluar dari dalam perutnya, karena telur itu sebenarnya masih berukuran kecil, dan belum layak untuk keluar.Namun kemungkinan, sang naga menggunakan seluruh kekuatan misiknya, untuk melindungi telur yang belum ‘matang’ sebelum kematiannya.Kala induk naga mati, telur masih tetap aman, sampai akhirnya seluruh tubuh induk naga hancur dimakan waktu.Telur naga kecil ini masih utuk karena lindungan energi mistik yang dimilikinya, sampai kemudian entah apa yang terjadi, akar sulur melindungi telur ini dari bahaya.Mengenai ular raksasa itu, kemungkinan pula sudah tahu jika telur ini adalah telur naga. Jadi dia sengaja tinggal di tempat itu, untuk menunggunya meletas, meski sebenarnya kecil harapan telur
Selain Rawai Tingkis, tidak ada satupun peserta yang membawa buruannya seolah pengawalnya. Semua buruan terluka parah, hanya saja tidak mati.Namun Rawai Tingkis malah diberi makan oleh hewan yang akan diburu oleh dirinya.Dari babak pertama ini, 50% orang telah gagal mengikuti sayembara, dan hampir 20 orang peserta yang baru kembali setelah dijemput oleh beberapa petugas sayembara.Namun beberapa petugas merasa heran dengan lingkungan Tandus Kematian setelah turun hujan. Mulai banyak tanaman paku tumbuh di tempat tersebut.“Apa yang terjadi dengan tempat ini sebenarnya?”Setelah beberapa waktu kemudian, senopati utama yang bertugas sebagai pemimpin sayembara ini, mengumumkan babak ke dua.Ini adalah babak yang ditunggu-tunggu oleh sebagai orang yang suka dengan pertarungan, termasuk Rawas Kalat dan Pangeran Gadang Saba.“Apa yang terjadi dengamu?” tanya Danur Jaya, “saat terjadi hujan deras, apa hujan ini karena ulahmu.”“Kau pikir aku bisa melakukan hal seperti itu?” tanya Rawai Tin
Sementara para peserta sedang bertarung, Pangeran Gadang Saba menemani Rawai Tingkis mencari makanan.Namun karena kebanyakan orang menonton jalannya sayembara tersebut, hampir tidak ada kedai makanan yang buka hari ini.Gadang Saba lalu mengajak Rawai Tingkis untuk mengambil beberapa makanan di dalam istana.Setelah mendapatkan beberapa potong roti dan daging, mereka berdua kembali menuju arena pertandingan, tapi di perjalanan, Gadang Saba menghentikan langkah kaki Rawai Tingkis.Gadang Saba kemudian menunjukan sesuatu kepada Rawai Tingkis, “ini adalah mutiara emas, aku ingin membaginya kepadamu …”“Untuku?” Rawai Tingkis menggaruk kepalanya beberapa kali, “Tidak, tidak …aku tidak ingin menggunakan sumber daya seperti ini.”“Tujuan ayah mengadakan pertandingan ini untuk menunjukan kekuatan dari pengguna mutiara emas, aku ingin kau menggunakannya agar kita bisa bertarung imbang di akhir sayembara!”Gadang Saba merasa Rawai Tingkis memiliki banyak nilai lebih, dan dia begitu penasaran
Setelah menyerang lawannya, dan memastikan sang lawan kalah, Rawai Tingkis tanpa peduli menatap semua peserta di arena pertandingan. Wajah mereka lebih banyak yang tegang karena tindakan Rawai Tingkis.Seolah mereka melihat anak singa baru saja melahap seekor gajah saat ini.Rawas Kalat yang awalnya merasa cukup pantas melawan Rawai Tingkis, kini berpikir sebaliknya.Bahkan dia dengan tinju orang mabuk saat mabuk sekalipun tampaknya tidak bisa mejatuhkan lawan seperti yang dilakukan oleh Rawai Tingkis.Raja dari Negri Bukit Batu yang menjadi tuan rumah juga tercengang melihatnya. Rawai Tingkis baru saja menumbangkan kebanggaan yang dimiliki oleh raja itu.“Apa dia seorang satria?” Pertanyaan itu tertuju kepada Prabu Dera yang duduk tenang dengan senyum penuh arti. “Kenapa kau tidak bilang, jika dia seorang satria.”“Sayang sekali, dia berbeda dari dugaanmu …” timpal Prabu Dera, “Jelas dia tidak menggunakan mutiara emas.”“Jadi dari mana kekuatan remaja itu, jika bukan dari mutiara ema
Rawai Tingkis tersenyum melihat gerakan pemuda itu, dia sendiri malah menggelengkan kepala.Jika diperhatikan, Gadang Saba seperti Ronggo dalam sisi yang baik.Dan benar saja, serangan pemuda tersebut dapat ditahan dengan dua jari tangan saja.Gadang Saba tidak menggunakan pedangnya untuk menahan mata tombak, tentu saja membuat semua orang yang ada di tempat itu selain Raja Bukit Batu menjadi tercengang bukan main.Mata mereka terbelalak, seolah akan keluar dari kelopaknya.Rawai Tingkis tersenyum penuh arti, sementara Senopati Danur Jaya langsung paham dengan sumber kekuatan Pangeran Gadang Saba.“Jadi dia adalah Satria Suci?” gumam Danur Jaya. “Tidak mustahil jika dia ditempatkan setara dengan Rawai Tingkis.”Setelah dua detik setelah menahan mata tombak lawannya, Pangeran Gadang Saba memelintir dua jarinya, lalu mata tombak lansung berubah menjadi kepingan kecil.“Sekarang giliranku!” ucap Pangeran Gadang Saba, tanpa menunggu lawannya melakukan pertahanan, Pangeran Gadang Saba mend
Dalam beberapa waktu kemudian, Rawas Kalat mendominasi pertarungan di atas arena.Tidak ada satupun peserta yang bisa bertahan dari pukulan remaja tersebut, tidak ada!Hampir semua peserta yang menantang dirinya, kalah dalam 7 kali pukulan, bahkan Rawas Kalat tidak memberikan kesempatan kepada lawannya untuk memberi satupun serangan.Kebanggaan jelas terlihat di wajah Kakek Tua sebagai Ketua Partai Tuak. Dia mengeluas dagunya beberapa kali, saat Rawas Kalat berhasil menumbangkan lawan-lawannya.Menurut Ketua Partai Tuak, Rawas Kalat belum mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Semua serangan itu hanyalah dasar dari teknik orang mabuk.Ini artinya, sejak tadi Rawas Kalat belum mengeluarkan jurus terkuat yang ada pada teknik tersebut. Dia masih menahan diri, karena khawatir akan membuat lawan-lawannya meregang nyawa.Belum lagi jika dia menegak seteguk tuak, maka pukulan Rawas Kalat akan menjadi lebih kuat dua kali lipat dari saat ini.Semua orang bertanya-tanya bagaimana Rawas
Rawas Kalat masih mencoba menghindari serangan tersebut dengan sebaik mungkin, tapi anak panah yang terlalu kuat dan cepat akhirnya sekali lagi menggores tubuh Rawas Kalat.Luka kali lumayan besar, sampai Rawas Kalat meringis karena perihnya anak panah tersebut.Beruntung tidak menancap dan hanya menggores.“Senopati memang hebat,” ucap Rawas Kalat, “Tapi jika hanya melepaskan anak panah saja, bagiku terlalu biasa. Apa kau bisa menghadapiku dengan ini …”Rawas Kalat mengeluarkan satu kendi labu berukuran kecil. Di dalam kendi itu, ada minuman keras yang tidak lain adalah tuak terbaik di Partai Tuak.“Rawas Kalat! Apa yang ingin kau lakukan?” tanya Ketua Partai Tuak, kala melihat tindakan cucunya.Namun Rawas Kalat tidak peduli dengan ucapan Sang Kakek, dia tetap meneguk tuak terbaiknya.Beberapa saat kemudian, belum ada tanda-tanda berbeda dari Rawas Kalat, atau efek dari penggunaan tuak itu, tapi setelah dua atau tiga tarikan nafas panjang, kini tubuh Rawas Kalat mulai memerah.Wajah
Rawas Kalat masih sangat kuat, sampai masih bisa memberikan pukulan kepada Danur Jaya.Namun, tiga kali pukulannya terakhir mulai melemah. Beberapa orang mungkin tidak menyadari hal ini, karena prilaku Rawas Kalat tidak berbeda. Masih terhuyung-huyung sebagaimana orang yang sedang mabuk.Hanya saja, Rawai Tingkis dan Ketua Partai Tuak menyadari situasi yang dialami Rawas Kalat.“Apa yang terjadi dengan Rawas Kalat?” Ketua Partai Tuak bergumam kecil, suaranya tidak terlalu terdengar oleh orang lain, apa lagi oleh Raja Bukit Batu yang berharap terhadap potensi Rawas Kalat.Sementara itu, Rawai Tingkis malah tersenyum penuh arti. Bukan sehari dua hari dia bertemu dengan Danur Jaya, jadi sudah cukup paham dengan teknik yang dimiliki panglima pemanah tersebut.Memang sangat amat sulit bagi petarung dengan seni memanah menghadapi petarung jarak dekat seperti Rawas Kalat.Sayangnya, Danur Jaya memiliki banyak cara untuk menjatuhkan lawannya, dan racun adalah salah satu dari sedikit cara yan