Dia adalah Rawas Kalat, cucu dari Pimpinan Partai Tuak. Sebagai orang pinggiran, Rawas Kalat sangat tidak suka jika prajurit di negara manapun memperlakukan orang lain dengan sewenang-wenang.Sebagai orang kasta rendahan, Rawas Kalat memiliki banyak pengalaman buruk dengan para prajurit.Dulunya, dia memiliki kedua orang tua sebelum Pimpinan Partai Tuak mengadopsinya sebagi cucu.Namun, orang tua Rawas Kalat terbunuh oleh salah satu prajurit, dan sialnya, prajurit itu tidak dijatuhi hukuman saat itu.“Cucu dari Partai Tuak, kau tahu apa yang sedang kau katakana?”“Kenapa? Kalian tidak suka? Masuklah ke dalam sayembara, aku akan melawan kalian semua!” ucap Rawas Kalat.Ucapan itu membuat para prajurit mengangkat alisnya, tapi kemudian Rawas Kalat kembali melemparkan kalimat yang membuat mereka terdiam, “atau, kalian ingin bertarung denganku saat ini juga?”Senyum datar muncul di bibir Rawas Kalat, dan dia kini berharap ada salah satu dari prajurit yang menerima tantangannya, tapi tidak
Beberapa orang bertanya kenapa mereka dikumpulkan saat ini, padahal matahari belum nampak di ufuk timur.Namun seorang pria yang ditunjuk sebagai salah satu petugas pelaksana sayembara itu menjelaskan, jika mereka harus pergi menuju sebuah wilayah yang telah ditentukan.Butuh waktu satu jam untuk pergi ke tempat tersebut, dan sayangnya, dia tidak memberi tahu dimana tempat itu berada.“Siapa yang tiba di tempat itu, maka dia berhak mengikuti sayembara ini,” ucap petugas tersebut.“Eh, bukankah itu artinya sayembara sudah dimulai?” timpal salah satu peserta yang lain.“Semua orang bebas mengikuti sayembara ini, tapi tidak semua orang layak mengikutinya. Tiket untuk mengikuti sayembara, telah ditentukan. Temukan tempat itu, dan kalian bisa mengikutinya!”Dalam hal seperti ini, orang yang paling pusing; Rawai Tingkis. Dia tidak bisa membaca peta, tidak tahu arah, apa lagi tanpa pedoman matahari.Jika sebuah tempat yang sudah ditentukan saja tidak bisa dia temukan, lalu bagaimana dengan t
Danur Jaya akhirnya tiba di lokasi yang telah ditentukan, tapi dia merasa jengkel karena mengetahui Rawai Tingkis adalah orang pertama yang tiba di tempat tersebut.Rasanya ingin sekali dia memukul kepala Rawai Tingkis.“Aku mencarimu kemana-mana, dasar sialan!” gerutu Danur Jaya.“Ah, aku juga memikirkan hal yang sama, apa kau tersesat?”“Kau-“ Danur Jaya menghela nafas panjang, tidak ingin melanjutkan perdebatan yang tentu saja hanya akan membuat dirinya merasa kesal.Tempat ini dinamakan Tandus Kematian, karena tidak ada manusia yang tinggal di tempat ini. Sejarah mengatakan, tempat ini dulunya adalah panggung eksekusi bagi manusia yang berniat mengambil alih Bukit Batu dari tangan bangsawan kerajaan.Setelah kejadian itu, Tandus Kematian tidak lagi dihuni oleh manusia.Hingga hari ini, tempat ini akhirnya dijadikan sebagai panggsung sayembara bagi seluruh peserta.“Sangat jarang ada mahluk hidup di sini,” ucap salah satu petugas sayembara, “tapi kami telah melepaskan beberapa bina
Setelah beberapa saat kemudian, ular sanca yang dikatakan oleh Rawai Tingkis akhirnya menunjukan wujudnya.Besar ular sanca tidak kurang dengan pohon kelapa, menggeliat saat dua manusia itu datang mendekati kediamannya.Danur Jaya berpikir, Bukit Batu bukan menyelenggarakan sayembara tapi menyelenggarakan kematian bagi para peserta.Masih mending berhadapan dengan serigala atau harimau, tapi ular sanca ini jelas binatang yang sulit untuk diatasi. Anak panah tidak terlalu berguna bagi ular sebesar ini.“Apa yang akan kita lakukan?” tanya Danur Jaya, suaranya bergetar saat ini, sementara Rawai Tingkis masih bisa tersenyum melihat kemunculan mahluk tersebut.“Ini akan sedikit merepotkan karena kita tidak boleh membunuhnya,” ucap Rawai Tingkis, remaja itu menyarankan agar Danur Jaya bersembunyi di celah batu yang ada di belakangnya, sementara Rawai Tingkis sendiri yang akan menghadapi mahluk tersebut.Suah.Ular menyerang Rawai Tingkis, remaja itu harus melompat ke kiri untuk menghindari
“Ular ini milik Senopati Danur Jaya …” Rawai Tingkis langsung memotong ucapan dua senopati yang kini sedang berdebat masalah ular ini. “Aku hanya membantu Senopati Danur Jaya untuk menangkapnya.”“Rawai Tingkis?”“Tenanglah!” Rawai Tingkis menepuk pundak Danur Jaya, kemudian dia menatap wajah senopati dari Bukit Batu, lalu berkata, “Buruan ini milik Senopati Danur Jaya, catat namany!”“Catat Namanya!” teriak senopati itu.Setelah berhasil mendapatkan buruan, lebih lagi buruan yang begitu besar, Danur Jaya akhirnya telah lulus babak pertama sayembara yang diadakan oleh Istana Bukit Batu.Sekarang pemuda itu dibawa oleh beberapa petugas menuju sebuah tenda yang telah disiapkan.Senopati Bukit Batu kemudian masuk ke dalam tenda tersebut, lalu dia tersenyum penuh arti dan berkata, “aku tidak tahu bagaimana kau menangkapnya, karena ular ini sangat kuat. Namun, karena kau Senopati, aku tidak terlalu terkejut …Setiap Senopati memiliki otak yang cerdas …”Setelah berkata seperti itu, Senopati
Rawai Tingkis berjalan cepat ke suatu arah. Dimalam yang dingin ini, tampaknya Sayembara belum juga selesai dilaksanakan, karena banyak peserta yang belum membawa hewan buruan mereka. Ini termasuk Rawas Kalat.Rawas Kalat bukannya tidak berhasil mendapatkan hewan buruan, tapi dari lima hewan buruan, hanya satu saja yang berhasil hidup, sementara empat yang lain terlanjur dibunuh oleh remaja tersebut.Satu hewan itu,kemudian diberikan kepada rekannya, dan kini hanya Rawas Kalat sendiri dari perwakilan Partai Tuak.Sementara itu, Pangeran Gadang Saba telah berhasil membawa hewan buruannya, dan kini tinggal menunggu sayembera selanjutnya di tenda yang telah disiapkan oleh peserta.Sampai menjelang tengah malam, Rawas Kalat berada di puncak bukit batu yang seakan menyentuh tingginya langit.Dari sini, dia memandang jauh ke segala arah, melihat ada banyak obor di tengah tandus kematian.Barang kali, obor-obor itu milik para peserta yang masih berkeliaran mencari hewan buruannya.Ah, mungki
Pertarungan sengi tantara Rawai Tingkis melawan ular berusia ratusan tahun tidak dapat dihindari lagi.Mahluk itu menyerang Rawai Tingkis dengan begitu buas, memanfaatkan racun di mulutnya untuk melumpuhkan remaja tersebut.Bukan hanya itu, senjata lain yang tidak kala kuat adalah ekornya yang mampu menghancurkan benda apapun menjadi serpihan kecil.Itu juga batu besar yang baru saja terkena sabetan ekor besar mahluk tersebut.Rawai Tingkis harus bekerja keras, dan mengandalkan insting bertarung melawan mahluk tanpa akal ini.Sudah kepalang tanggung, Rawai Tingkis tidak mungkin keluar dari Ngarai ini sebelum membunuh ular tersebut.Jika dia melarikan diri, ular ini bisa saja mengejar Rawai Tingkis, lalu semua orang akan dalam bahaya.Membunuh ular itu adalah keharusan saat ini.Semua pikiran mengenai sayembara harus ditepis untuk saat ini, konsetrasi penuh dan ketenangan sangat dibutuhkan sekarang.Kala Rawai Tingkis menggunakan salah satu jurusnya, tebasan pedang yang dia gunakan sam
Setelah mendapatkan tanduk naga, Rawai Tingkis kini akhirnya dapat melawan ular raksasa tersebut.Tidak ada satupun dari serangan Rawai Tingkis yang kini tidak menciptakan luka pada ular itu.Tebasan dan tusukan, atau juga pukulan yang dilakukan Rawai Tingkis membuat ular berdarah-darah.Mahluk tersebut menggelepar keras, karena kesakitan, tapi Rawai Tingkis tidak menghentikan serangannya.Remaja itu tahu, serangannya tidaklah berarti bagi ular ini, karena ukurannya yang besar, tapi luka banyak yang dihasilkan dari tebasan Rawai Tingkis, pada akhirnya akan melemahkan mahluk tersebut.Huar.Mahluk itu melepaskan semburan racun yang begitu banyak ke arah Rawai Tingkis, nyaris melumuri wajah remaja tersebut.Pakaian Rawai Tingkis telah dipenuhi oleh racun, dan kini pakaian tersebut mengeluarkan asap tebal. Terbakar oleh racun.Bersegera Rawai Tingkis menanggalkan pakainnya, dan kini hanya menyisakan celana pendek.Jika sedetik saja dia terlambat, kemungkinan besar seluruh pakaiannya akan
Di saat bersamaan, Rawai Tingkis menyernag Kelelawar Hitam dengan seluruh energi mistik yang dimilikinya.Kecepatannya masih tetap sama, tapi daya hancurnya menjadi sedikit berkurang, dan ini karena tubuhnya terlalu dibebani oleh teknik baru yang dimilikinya saat ini.Lima orang Manusia Murni mencoba melakukan sesuatu atas perintah Ki Langit Hitam untuk mengakhiri nyawa Kelelawar Hitam, tapi mereka bahkan tidak dapat mendekati pria jahat itu.Sekarang mereka tahu kekuatan Rawai Tingkis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka semua.Kesombongan mereka selama ini, akhirnya dijatuhkan oleh kenyataan yang memalukan.Bukan hanya lima orang itu, Putri Intan Kumala sendiri juga tidak mampu berhadapan langsung dengan Kelelawar Hitam.“Apa sekarang kalian menyadarinya?” tanya Ki Sundur Langit. “Rawai Tingkis mungkin tidak membutuhkan pengakuan dari orang lain, tapi aku yakin, sekarang kalian mengakui kekuatannya!”Kelimanya langsung terdiam, tidak lagi menjawab ataupun berbuat sesuatu unt
Kedatangan Camar Putih membuat perubahan pada jalannya pertempuran antara Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam.Kedatangannya sama seperti kedatangan Ki Sundur Langit dan Ki Langit Hitam untuk membantu para Manusia Murni dalam mengalahkan Beruang Salju.Dua Satria Roh Suci kini menghadapi serangan demi serangan dari pihak Rawai Tingkis.Berkat kedatangan Camar Putih pula, Kelelawar Hitam untuk pertama kalinya setelah menggunakan Ulat Dari Neraka, terkena tebasan Rawai Tingkis.“Aku akan melindungimu!” ucap Camar Putih.“Baiklah, aku mengerti!” Rawai Tingkis melaju cepat ke arah Kelelawar Hitam, sementara Camar Putih bertugas menahan semua serangan bola mistik yang dilempar musuhnya.“Aku tidak akan membiarkan dirimu menguasai Benua ini,” ucap Camar Putih, sembari melepaskan beberapa serangan berbentuk sayap putih yang berputar seperti gasing.Boom.Setiap bola mistik diledakan sebelum menyentuh tubuh Rawai Tingkis dengan sayap-sayap putih tersebut.“Camar Putih, kau selalu menghalangi re
Ki Langit Hitam dan Ki Sundur Langit, memasang kuda-kuda sebelum kemudian mulai menyerang Beruang Salju.Dua larik cahaya keluar dari telapak tangan dua pria tua tersebut, melesat cepat ke arah Beruang Salju.Mendapati serangan itu, Beruang Salju terpaksa menangkis serangan lawan dengan teknik pertahanan dinding es miliknya.Boom.Ledakan kecil terjadi di atas istana es, menggetarkan bagian puncak dari bangunan es tersebut.Saat Beruang Salju berniat melakukan perlawanan, dua petinggi Padepokan Surya telah berada di depannya, dan melancarkan serangan pisik.Suah.Beruang Salju melesat ke samping, menghindari pukulan Ki Langit Hitam, di saat yang sama, Ki Sundur Langit menyapukan tendangan cepat ke arah wajah Petinggi Penjaga Dunia tersebut.Boom.Tubuh Beruang Salju melesat cepat, meninggalkan Istana Es, dan jatuh terhempas di permukaan tanah yang gersang.Dia bangkit, lalu melepaskan dua bole energi ke arah lawannya. Sayangnya, dua serangan itu dapat dihindari oleh Ki Sundur Langit d
Serangan besar yang dilakukan oleh Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam, telah menyebabkan banyak kerusakan di sekitar mereka berdua.Namun dua orang itu, masih menolak untuk menyerah, meskipun salah satunya mengalami luka yang cukup serius, yaitu Kelelawar Hitam.Kelelawar Hitam memiliki energi mistik yang berlimpah, membuat dia percaya dapat mengalahkan Rawai Tingkis dalam segala kondisi yang dialaminya saat ini.Andaipun hanya memiliki satu tangan dan satu mata saja, Kelelawar Hitam masih percaya dapat menumbangkan Rawai Tingkis.Di sisi lain, Rawai Tingkis memiliki pertahanan pisik yang lebih baik, berkat pengobatan yang dilakukan oleh Naga Kecil.Namun demikian, energi mistik yang dimiliki pemuda itu berada jauh di bawah Kelelawar Hitam.Dua Roh Suci yang ada pada tubuh Rawai Tingkis, terbilang berusia muda, apa lagi Naga Kecil yang baru saja lahir beberapa waktu yang lalu. Energi mistik ke dua Roh Suci ini masih digolongkan kelas menengah, dan tidak dapat disandingkan oleh Energi M
Tidak pernah dirasakan oleh Kelelawar Hitam sensasi dan juga pengalaman seperti ini saat menghadapi musuh-musuhnya, kecuali hari ini.Dia tidak pernah takut, tapi hari ini dia melihat siapa yang kuat, dan siapa yang menjadi penguasa dari kalangan Roh Suci.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia tidak ingin jatuh dalam perangkap Rawai Tingkis.Kelelawar Hitam mengira, ini hanyalah permainan ilusi saja, mungkin ada kekuatan lain yang dimiliki oleh Rawai Tingkis, untuk mengendalikan pikirannya.Namun sayangnya, dia memang melihat sisi lain dari Rawai Tingkis.Sementara itu, Beruang Salju merasakan gejolak kekuatan Rawai Tingkis, dan tidak bisa tinggal diam saat ini.“Ini akan gawat, aku harus membantunya,” ucap Beruang Salju.Pria itu menaikan satu telunjuknya ke langit, lalu energi dingin menggumpal di ujung telunjuknya.Tidak selang beberapa lama, sesuatu yang sangat menakjubkan muncul di langit.Putri Intan Kumala menatap ke langit, dan untuk sesaat wajahnya menjadi tegang, meskipu
Beruang Salju masih berusaha untuk menumbangkan Putri Intan Kumala, meskipun tadinya dia penuh dengan kepercayaan diri dapat mengalahkan Kumala, tapi kenyataanya dia butuh waktu lama untuk menjatuhkan gadis tersebut. Beruang Salju telah menggunakan segagala cara untuk menjatuhkan boneka gurita raksasa yang dikendalikan oleh Putri Intan Kumala, tapi sialnya dia tidak mampu melakukan itu. Setiap kali dia brhasil memotong satu bagian tangan gurita itu, maka ditempat yang sama, tangan lain akan tumbuh. Menghadapi persoalan semacam ini, membuat kepala Beruang Salju serasa akan pecah. Sejauh ini, dia telah menemukan banyak ide, dan menerapkannya, bahkan ide paling licik sekalipun telah dia gunakan. “Jika aku tahu sebelumnya kekuatan gadis ini, aku tidak akan memilih padang tandus sebagai lokasi pertemuan,” ucap Beruang Salju. Baru kini dia menyadari kesalahannya, dan keunggulan Putri Intan Kuamala. Dengan semua batu yang ada di padang tandus, menjadikan Putri Intan Kumala memiliki pa
Bola-bola energi yang dilempar dengan mudah oleh Kelelawar Hitam, tapi menghasilkan dampak yang sangat mengrikan.Dari sini, terlihat betapa hebatnya Kelelawar Hitam sebenarnya, dan dari sini pula terlihat betapa kuatnya Roh Suci pada saat itu.Kekuatan sebesar Kelelawar Hitam bahkan tidak mampu menaklukan Roh Suci tanpa bantuan Satria Roh Suci dan Manusia Murni di jamannya.“Akan kuundang binatang kegelapan,” ucap Kelelawar Hitam.Dia melakukan sebuah gerakan, yang tidak jelas, tapi di ujung gerakan itu, dia mengarahkan telapak tangannya ke atas.Sedetik kemudian, kepulan asap muncul dari telapak tangan itu, lalu tepat di atas kepalanya, sekitar dua atau tiga depa tingginya, asap itu membentuk lingkaran besar.Belum tahu apa yang terjadi atau apa yang akan dilakukan oleh Kelelawar Hitam itu, tapi auranya sudah menyebar ke segala arah, dan berhasil menekan mental Rawas Kalat dan Danur Jaya.“Kalian akan menjadi santapan siang ini!”Dan, tiba-tiba.Goar… mahluk hitam besar muncul dari
Sementara itu, Rawas Kalat dan Danur Jaya masih berjibaku sengit melawan Kelelawar Hitam yang mencoba menemukan keberadaan Rawi Tingkis.Dua pemuda mati-matian menahan Kelelawar Hitam, mencoba melakukan yang terbaik meski kerap mendapatkan luka pada bagian tubuh mereka.Sesekali akan terlihat debu jamur raksasa menghiasi udara siang ini, ketika salah satu dari mereka dihempas kasar ke permukaan tanah.Jangan bertanya berapa banyak darah yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sebab luka yang diterima ke dua pemuda itu tiada terhitung jumlahnya.Menghadai manusia yang memiliki energi mistik dalam jumlah besar, memang sangat menyulitkan.Bahkan, nyawa mereka kini seolah berada di ujung tanduk, hanya menunggu kematian saja.Sayangnya, tekad dan semangat juang ke dua pemuda itu tidak dapat dianggap remeh.Jatuh bangun hal biasa, kini keduanya mulai bersahabat dengan luka-luka.Setelah kehabisan anak panah, Danur Jaya terpaksa menggunakan busur panah untuk bertarung. Busur itu dijadikan sema
Kelelawar Hitam menepis seluruh api yang menyelimuti dirinya dengan asap hitam, lalu berdiri setelah jatuh di atas tumpukan kerikil. Dia memandang Rawas Kalat dengan penuh emosi.“Kalian juga bagian dari pencurian Seruling Emas-““Memangnya kenapa?” timpal Rawas Kalat.Mendengar jawaban itu, wajah Kelelawar Hitam menjadi padam, dia menahan nafasnya dengn rahang yang mengeras, lalu dia berkata, “kalau begitu, kau juga harus mati!”Kelelawar Hitam langsung berubah menjadi asap dan menggempur Rawas Kalat dari segala sisi.Asap hitam secara alami mungkin tidak dapat menghantam tubuh manusia, tapi tidak dengan asap hitam milik Kelelawar Hitam.Asap itu terasa sangat keras sehingga membuat Rawas Kalat begitu kesulitan untuk menahan semua serangan Kelelawar Hitam.Dalam sebuah momen, Rawas Kalat mencoba memukul asap tersebut, tapi tangannya malah terjebak oleh asap itu.Dia tidak bisa menarik tangannya, seolah melekat kuat dalam kepulan asap.Di saat yang sama pula, muncul asap menyerupai ma