Mendengar Joseph baru saja menyinggung soal Emma, Louis pun meminta Joseph membukakan pintu sekarang juga. Joseph yang merasa tertekan akhirnya melakukan itu dan Louis pun meluncur keluar meninggalkan mobilnya dan berusaha menerobos keramaian. Ia mendorong beberapa pasang orang membuat mereka berdecak kesal dan beberapa justru mengumpatinya. Namun, Louis tak peduli dan tetap berlari. Ia selalu pandai menerobos keramaian. Itu salah satu kelebihannya.
Keadaan di Newcastle belum sepenuhnya normal. Namun, enam hari terakhir ini, Jasper Stefar mencoba menepati janjinya dengan memberikan uang pesangon kepada para mantan pekerjanya sehingga jalanan sedikit longgar tanpa massa. Trotoar di sepanjang Mosley Street bahkan tampak sangat longgar sedangkan Corsley semakin padat pada hari libur seperti ini. Para pekerja pabrik kembali menghabiskan hari libur mereka untuk berbincang di Corsley setelah beberapa hari libur mereka direnggut Revolusi Stefar. Nyonya Kennedy tampak secerah matahari melihat kembalinya nuansa ramai kedai Kennedy, meskipun Pete tidak. Ia berharap kedainya cukup sepi hari ini supaya ia bisa meninggalkan kedai lebih awal untuk bersenang-senang. Beruntung teman-temannya selalu setia menunggu kesibukan Pete berakhir sehingga ia tak perlu khawatir melewatkan momen kebersamaan yang akan usai tak lama lagi.Di kursi paling sudut Corsley, Dan dan Louis mendidihkan otak mereka untuk mengalahkan satu sama lain dalam permainan dam.
"Bagaimana dengan kalian?" tanya Dan setelahnya dan momen saling tatap antara Ian dan Pete pun tercipta. Saat itulah Dan merasa persahabatan mereka akan diuji. Mungkin saja saat itu terjadi sekarang.Kenyataannya tak seburuk itu ketika Pete enggan menampakkan air muka ternodai murka."Mungkin kami akan ke Teahouse saja. Bagaimana menurutmu, Pete?" Pete pun akhirnya mengangguk menyetujui pendapat Ian. "Dan untuk besok, aku tertarik pergi ke perkebunan, Louie," tambah Pete sebelum Louis dan Dan pergi."Bagus," ucap Louis. "Kami akan rapihkan damnya terlebih dulu lalu ..." Louis terdiam sekilas ketika Dan mulai merapihkan bidak-bidak damnya. "Hey, kalian keberatan membawa dam ku bersama kalian?"Ian menggeleng cepat. "Biar kami bawa. Itu akan menyenangkan dimainkan di Teahouse karena aku mulai bosan dengan teka-teki silang di sana.""Sempurna," ucap Dan lalu mengangkat set permainan dam Louis untuk diberikan kepada Ian. "Bawa ini besok juga dan sebaiknya kita berkumpul di Grey Street pad
Pasca ketenangan Emma rasakan di balik genggaman tangan Louis, jelajah itu dimulai. Beberapa langkah kemudian melambat dan akhirnya berhenti di hadapan sebuah batu nisan tua dengan lumut di setiap ujungnya. Rerumputan yang tinggi mengaburkan nama yang tertulis di wajah batu nisan setua waktu itu sehingga Louis dengan sekuat tenaga mencabutinya dan menyingkirkannya agak ke ujung.Louis kembali berdiri di samping Emma setelah mengusap batu nisan itu lalu berdoa di hadapannya—mendoakan seseorang (atau lebih) yang ada di bawah kakinya. Emma pun melakukan hal serupa sehingga keheningan tiba untuk beberapa saat.Setelah Louis selesai dengan doanya, ia berkata, "Aku senang bisa membawamu kemari karena aku yakin, dia ingin melihat orang yang memiliki semangat dan keberanian serupa," ucap Louis seraya menunjuk satu batu nisan di hadapannya. "Dan mereka pula," tambahnya sekarang menuju beberapa batu nisan di kanan kirinya.Alis Emma hampir menyatu karena ucapan Louis yang hampir tak bisa Emma p
Perbincangan angin pagi itu terdengar cukup keras meskipun demikian, bukan berarti orang-orang diperbolehkan menguping perbincangan dalam dewan mereka karena nyatanya tak satu pun mampu; mencuri kata yang mereka lontarkan dalam hembusan. Lantunan musik dari katedral sudah tak lagi terdengar, setidaknya pertemuan dewan para anginlah yang ada untuk menemani pembicaraan dalam suatu aliansi. Quayside terlewati, Ouseburn mungkin lain kali, maka Dukes Moor memikat hati, sehingga mereka melewati tanda bertuliskan Perkebunan dan Peternakan Grage Hoard untuk berpiknik di halamannya.Selembar karpet tak terlalu panjang menutupi beberapa wajah rumput yang rapih di bawah pohon sedangkan empat pria terduduk di atasnya saling bertumpuk tangan dan menutup mata. Ketika suasana pagi musim gugur ini terasa sangat cerah tak seperti kemarin Sabtu, Pete mendeklarasikan kalimat yang mengikat aliansi mereka. Ia berkata, "Dipertemukannya lagi persaudaraan ini merupakan bukti terwujudnya salah satu mimpi yang
Sendu matahari menundukkan kepalanya, menarik sedikit selimutnya, menyembunyikan sedikit cahayanya. Saat itu nyali Louis meringkuk di hadapan gagahnya gerbang Wistletone's School yang ujungnya hampir menusuk selimut matahari di atas. Motivasi yang telah dikumpulkannya meluruh huruf demi huruf hingga kata-kata itu pun sirna tanpa sisa. Alangkah indahnya jika hukuman itu tak pernah nyata kali ini karena ada rasa yang terus meronta ingin bebas dari belenggunya. Alangkah baiknya apabila ia bisa melangkah ke depan seperti biasanya tanpa ada halangan dan alasan untuk ditemukan. Realita menampar semua alangkah yang menghibur Louis sementara. Realita menyumbangkan motivasi baru untuknya melakukan tindakan kriminal yang tak begitu parah kali ini. Sepedanya berbelok tak sanggup meruntuhkan gerbang itu dan memilih bersembunyi di balik semak di dekat pintu belakang jalur jual-beli Wistletone's untuk menyongsong kehidupan penghuninya.Pintunya tak bisa di tarik maupun di dorong. Louis sedikit kece
Cakrawala masih cukup jauh untuk menelan surya sedangkan angin berhembus lembut menyentil setiap ujung dedaunan membuat kawanan itu bergetar. Arus sungai kali ini mengalir seirama dengan desis angin, dan burung-burung gereja pun mulai menghiasi lengan jembatan kecil menuju jantung Jesmond Dene.Awan, begitulah mereka kelihatannya sore ini. Tak ingin menutup jalan cahaya matahari, tetapi berseri menemani. Hamparan langit dengan guratan-guratan warnanya yang beragam, sedikit memberi peringatan bahwa siang hampir digantikan. Namun, tempat itu tampak semakin padat pengunjung yang mendedikasikan sore mereka untuk berolahraga, bertukar cerita, bertegur sapa, atau hanya untuk berkata, "Lihatlah di atas! Mereka seperti bagian seni yang berada sebelum angkasa!" Jesmond Dene sangat berseri. Melebihi perasaan Louis sore ini.Pria yang mengenakan jumper vest cokelat beserta dalamannya yang bewarna putih dipadupadankan dengan celana kain senada begitu pula sepatunya, bergumam berulang kali mencoba
Louis mempercepat langkah kekesalannya tak memedulikan tubuhnya yang basah kuyup. Lagi pula, ia sudah terbiasa seperti ini. Bahkan menempuh pendidikan empat tahun lamanya, terasa lebih menyusahkan daripada sekarang. Ia tak memutar lehernya untuk menyaksikan apa yang terjadi kepada Emma saat ini, meskipun air mata serupa dengan awan kini singgah di pelupuknya.Louis menenggelamkan kedua tangannya ke dalam saku celana kain yang telah basah. Untuk kembali ke rumahnya, akan memakan waktu yang tak singkat apabila berjalan kaki dan dirasa ia tak ingin pulang membawa kesedihan bersamanya. Sebuah usulan di dalam otaknya membuatnya berlari untuk segera tiba ke tujuan lainnya. Louis yang basah kuyup tak peduli dengan tangisan awan.Halaman rumah seseorang yang cukup luas dengan bunga yang lusuh karena guyuran hujan, menjadi tempat pemberhentiannya. Ia berdiri di depan pagar kayu dengan kotak surat bertuliskan Millepied di sana. Mungkin mengetuk pintu adalah keputusan buruk jadi ia memutuskan un
Air mata awan pun akhirnya berhenti. Louis segera pergi dari sana ketika ia berkata telah menemukan hadiah yang sesuai. Ia kembali melewati jendela kamar Ian di lantai dua, sebelum berlari menuju rumahnya untuk mengambil beberapa barang.Louis sengaja tak masuk lewat pintu depan karena itu akan menarik perhatian orang-orang dan ia akan dihentikan dengan beberapa pertanyaan. Louis masuk melalui pintu belakang rumahnya setelah tak menemukan jendela yang terbuka untuk dilewati. Ia menyusuri lorong dengan berbagai macam lukisan di dindingnya untuk tiba di perpustakaan rumahnya. Setibanya, ia langsung menemukan barang yang sudah mendiami pikirannya sejak tadi. Lalu ia menarik beberapa lembar kertas dan pulpen yang ada di sana pula. Masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil ransel, kemudian pergi dari sana secara diam-diam setelah mengambil sebuah kunci mobil.Dipikir semua itu akan berjalan mulus, rupanya Anthony menyadari kepulangan Louis. Sebelum Anthony membuat beberapa orang menyadarinya
Dua bulan semenjak pertemuannya dengan Dan Nordstrom, dia masih belum menemukan jawaban. Sebuah kotak—sama persis dengan milik Louis Wistletone ketika ia masih menjadi kepala sekolah di sana—berdiri di sudut meja yang sama. Kebenaran dan kebohongan ada di dalamnya. Apabila Pete mencoba memilih mana yang harus dikatakan lebih dulu, ia tak tahu. Keduanya harus dikatakan bersamaan. Sehingga sore ini ia memilih untuk pulang, kendati tinggal di asrama Wistletone’s School seperti beberapa hari sebelumnya.Jikalau kotak itu milik Louis yang diwariskan untuknya, maka ia memiliki benda untuk diwariskan pula nantinya; sebuah jurnal. Mungkin terdengar tak menyenangkan, tapi sama seperti kotak Louis dengan rahasia di dalamnya, ia juga memiliki beberapa di dalam jurnal itu. Yang Pete butuhkan hanyalah seseorang untuk dipercaya menjaga rahasia dalam jurnal dia.Ia baru saja menuruni beberapa anak tangga ketika kotak itu nyaris lolos dari dekapannya sebab sepasang anak laki-laki berumur 14 tahunan b
The Teahouse tampak berbeda di abad kedua puluh satu. Tidak, bukan karena pelayannya telah digantikan robot semenjak Nyonya Bache pergi. Tidak juga karena interior antiknya berubah mengusung gaya Inggris modern. Mereka tetap serupa, tapi di bawah naungan atmosfer yang berbeda. Bahkan tempat ini sekarang menyajikan kopi semenjak kebudayaan mengonsumsi kopi tak lagi asing di lidah masyarakat Inggris. Tempat ini pun memiliki tambahan & Cafè setelah kata Teahouse dan mereka menghapus awalan The. Meskipun demikian, pria dengan koper persegi panjang di lantai tak pernah mengubah selera tehnya meski kopi mulai menjajaki daftar terfavorit.Pria itu kini memandang beberapa lembar kertas di dalam sebuah stopmap selagi menanti teh pesanannya tiba untuk dicicipi. Ketika ia selesai menumpuk rapi semua kertas dan memasukkannya kembali ke dalam koper, sebuah jurnal dari dalam sana mengganti posisi si stopmap. Tangan menarikan pena itu untuk menulis 28 April 2010. Tak ada perubahan. Masih aku. Masih
Ketika halaman Wistletone's School tampak senyap sebab semua orang disibukkan dengan pembelajaran, sepasang anak laki-laki justru mengendap-endap menuju sisi lain lapangan utama Wistletone's untuk sebuah aksi. Salah satu dari mereka tampak ketakutan dan hampir mengurungkan aksi yang terencana, tapi satunya lagi justru tampak bersemangat dan berkata, "Jangan khawatir, Alexis. Ini akan menyenangkan! Aku berani jamin!" Ia pun mendorong diri lebih jauh menuju objek incarannya."Tapi kita bisa terlibat masalah, Knox! Aku tak ingin dimarahi ayah lagi."Teman sebayanya pun segera melambaikan tangan di udara. "Jangan pedulikan. Ikuti saja perintahku untuk lari setelah ini, maka kau akan selamat dari kejaran bapa."Meski Alexis tampak ingin melontarkan patah kata lainnya, si anak bernama Knox sudah dulu memegangi sebuah tali yang cukup tebal.Kini, Alexis pun terpaksa menggenggam tali itu dan keduanya menghitung dengan cekikikan—atau justru hanya Knox yang tampak bersemangat. "Satu, dua, tiga!
Semalam, awan menangis hebat untuk alasan yang tak pasti. Sehingga pagi ini, dedaunan masih berkeringat dingin menanti sang surya membasuh peluh itu. Atmosfer pun mendingin meski sinar surya berhasil menembus kumpulan awan tipis yang menjulurkan leher mereka untuk mengintip kehidupan di Newcastle pada awal musim gugur, tepatnya pada tanggal sembilan september seribu sembilan ratus delapah puluh sembilan.Seorang pria yang telah mengenakan kemeja dengan balutan vest pun masih berdiri di hadapan kaca selagi gigi saling bergulat menghancurkan secuil roti di dalam mulut. Ia menarik sebuah sisir dari tempatnya untuk merapikan tatanan rambut yang sudah sempurna. Bahkan pagi ini, ia baru saja membersihkan kumis dan berewok seolah sungguh bersiap untuk sebuah pertemuan istimewa.Begitu suara ketukan pintu terdengar, ia segera meletakkan sisirnya dan meneguk habis teh dalam cangkir. Ditariklah gagang pintu itu menampakkan seorang pria dengan sebuket bunga besar yang tampak segar. Ia pun puas m
Sang surya terus didorong rotasi bumi menuju cakrawala yang masih jauh di seberang sana. Sementara itu, Ruenna sendiri baru saja melambaikan tangan setelah mengucapkan terima kasih sehingga Anthony bisa melanjutkan perjalanannya menuju Grainger Town yang diramaikan beberapa pelayat pula untuk jamuan.Puluhan topik melilit percakapan antara dua orang bahkan lebih ketika Louis mendorong diri mengisi salah satu ruang di ruang tamunya. Beberapa hidangan pun tampak mulai dicicipi lidah-lidah para pelayat yang sempat menunjukkan simpati mereka kepada Louis. Pria itu hanya mengangguk, tapi tak tertarik untuk melibatkan diri pada topik yang mereka tawarkan. Sebagai gantinya, ia mencoba menemukan Sylvia yang masih bersama Virginia di perpustakaan sejak ia menuju Jesmond.Ia menyadari bahwa Judith Hope baru saja mendorong diri meninggalkan perpustakaan dengan nampan di tangan. Ketika ia mencoba mengacuhkan wanita itu, ia justru mengelus bahu Louis sekilas selagi netra mencoba memberikan kekuata
Ketika para pelayat mulai berdatangan dan ibadah penghiburan terlalui sudah, peti Emma kembali mengisi ruang di perut ambulan menuju tempat di mana jutaan kisah tinggal. Kali ini Louis ada di sisinya tanpa Sylvia yang kemungkinan berada di bawah asuhan Virginia. Sementara seberhenti ambulan itu tepat di hadapan gerbang berkarat setinggi perut milik pemakaman Jesmond, beberapa orang sudah mendahului Louis mengisi ruang di beberapa sisi lubang galian untuk peti Emma.Pintu ambulan yang terbuka membuat Richard bertatapan dengan emosi Louis yang baru saja menetes tanpa disadari. Pria itu pun menarik napas perlahan sebelum melarikan tangan untuk menggenggam tangan putranya. ❝Whose heart plowing an ungainly perpetually, will never find an undaunted space.❞Namun, ucapan itu membuat Louis menggelengkan kepala sehingga tetesan emosi lainnya luruh sudah. "Jangan memberiku nasihat yang tak bisa dipraktikan, Pap. Aku sudah menyinggung soal kehidupan kita yang berbeda. Semua ini tak akan mudah un
Ketika rembulan belum bersedia ditelan cakrawala, tak ada satu hal pun yang mampu menyelamatkannya dari duka. Bahkan memori kebohongan semalam pun sempat terganti begitu beberapa orang melenggang masuk ke dalam kamarnya hanya untuk membawa Emma pergi dari belenggu kehidupan yang ingin ditinggalkan.Orang-orang dari rumah sakit segera mengevakuasi tubuh tak tersentuh kehidupan itu beberapa jam setelah semua sandiwara Louis terlaksana. Hal itu pula yang menyebabkan beberapa orang dari rumah sakit tak menyimpan banyak tanda tanya di kepala begitu melihat wajah Colin Marlowe.Tampaknya skenario kebohongan Louis yang terencana disetujui oleh Tuhan seolah Tuhan pun ingin menyelamatkan nasib Louis kali ini yang terikat nama keluarga dan latar belakang Sylvia—Joan Creveld. Namun, semua skenario yang telah ditulis tak sama sekali membantu Louis menerima takdir ketika kakinya menginjak lantai rumah sakit untuk menyaksikan betapa kering tubuh Emma seperti harapan si wanita. Ia merasa bersalah se
Sepasang iris Louis berdetak menyaksikan seseorang tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia pun mendorong kaki itu cepat menuju seorang wanita yang terbaring lemah di atas ubin yang sangat terawat. Begitu si wanita sudah dalam jangkauan, diangkatlah kepala itu mencoba membawanya kembali ke kehidupan. Tubuh pun sempat diguncang berkali-kali sementara jantung Louis sudah diramaikan ketakutan."Emma!" pekiknya cukup keras selagi tangan menampar pelan pipinya. Namun, wanita itu tak membuka netra. Tubuhnya pun tampak tak bergerak sama sekali. Meski itu gerakan alamiah untuk menunjukkan bekerjanya pernapasan pun, hal itu tak mampu Louis lihat. Sementara sepanjang pipi hingga dagu menampakkan jejak tangisan yang kentara sekali belum sempat dihapus.Ketika Louis mendorong telunjuk mencoba menemukan deru napas meluncur dari lubang hidungnya, hal itu tak dapat dirasakan. Digeletakkan lagi wanita itu di atas ubin, denyut nadi maupun jantung tak lagi bergejolak seolah tubuh itu sudah kehilangan segala
Beberapa momen tercipta sangatlah serupa dengan ekspetasi. Beberapa lagi tercipta lebih baik dari garis rata-rata ekspetasi. Namun, kali ini, momen tak begitu menyenangkan kembali menghampiri akibat waktu yang selalu merespons layaknya gazelle di balik semak-semak. Mereka berlarian begitu cepat untuk mengubah jam menjadi hari. Akibat ulah si waktu yang kelewat cepat untuk sebuah hal fana, sepasang kekasih yang telah mencicipi berbagai rasa kehidupan kembali disaksikan stasiun serupa.Mungkin beberapa hal tampak sama di netra Louis. Namun, selalu ada hal berbeda yang disuguhkan untuknya setiap kali kata perpisahan mengantarkan ke area stasiun bersama setelan jasnya. Bibir masih terkatup ketika tangan itu bertengger di sisi wajah Emma sementara Sylvia ada di gendongan Alma. Gigi gerahamnya bertemu menciptakan bunyi ting yang sangatlah pelan guna menghapus keraguan."Aku tak akan pergi untuk selamanya. Jangan berikan aku kejutan, Emma. Ketika aku pulang, tak ada lagi kesengsaraan yang ka