Sebelum pindah ke tempat tinggal baru, di desa Pagat, tak jauh dari ibukota kabupaten yang terkenal dengan kue apemnya, Barabai. Aku dan Mas Adry menginap di rumah orang tua Mas Adry yang ada di kota Pelaihari.
Mas Adry hanya dua bersaudara, ia anak tertua. Sedangkan adiknya bernama Dara. Ia baru kelas tiga di sekolah menengah atas.
Bapak mertua adalah guru SD negeri, sedangkan ibu mertua bekerja sebagai staf tata usaha di SMP. Walaupun kedua mertuaku berstatus PNS, mereka tak mempermasalahkan aku yang hanya lulusan SMA saja.
"Bukan pangkat maupun harta yang membedakan manusia, tetapi akhlak," ujar ibu mertua membesarkan hatiku.
Malam itu, malam terakhir kami berada di rumah orang tua Mas Adry. Keluarga ini begitu hangat, walaupun baru saja menjadi bagian keluarga ini, aku tak merasa canggung. Ayah, Ibu dan memperlakukanku seperti anak mereka sendiri. Juga Dara, ia seperti adik yang sudah lama ku idam-idamkan. Maklum, aku adalah anak tunggal.
Di ruang tengah, seluruh keluarga berkumpul. Berbincang-bincang sambil nonton televisi.
"Oh ya Dev, walaupun tak tertulis. Di rumah ini, ada peraturan saat berkumpul di ruangan ini tak boleh main hp," tutur ibu menjelaskan.
Setelah shalat Isya, keluarga ini memiliki kebiasaan berbincang. Bercerita kegiatan tadi siang. Atau mengulang kembali cerita saat mereka muda.
"Soalnya adab berbicara dengan orang lain adalah memperhatikan lawan bicaranya," ujar Ayah mertua menimpali.
Aku begitu kagum dengan keluarga Mas Adry. Karena di rumah aku sering demikian, main ponsel saat Emak dan Bapak mengajak ngobrol.
Astaghfirullah!
Kami berlima menonton acara berita di TV. Sambil ngobrol ringan Setelah acara berita usai. Dara memindahkan chanel ke stasiun televisi yang menampilkan hal-hal yang sedang viral.
Saat tengah asyik menonton, kami berlima dikejutkan dengan satu video.
Di layar kaca televisi, ada aku, Mas Adry dan juga wanita yang kemarin pingsan saat acara resepsi. Di video itu sang Narator mengatakan tentang kisah seorang gadis yang datang ke resepsi bekas pacarnya selama lima tahun.
Astaghfirullah!
"Kamu ngundang Audi ya, Ka?" tanya Ibu ke Mas Adry.
Saat kejadian itu keluargaku dan keluarga mas Adry sedang beristirahat. Mas Adry juga mewanti-wanti agar tak ada yang memberi tahu perihal kedatangan Audi.
"Drama banget ya, si Audi itu," umpat Dara.
Sedangkan Ayah mertua tak memberi komentar apa-apa.
Aku menatap Mas Adry yang belum menjawab pertanyaan ibu.
"Aku gak ada ngundang Audi, Bu." Akhirnya Mas Adry menjawabnya setelah beberapa saat.
"Kok dia bisa datang?" tanya Ibu lagi.
"Paling dia mau minta duit lagi ke Kak Adry. Dasar cewek matre gak punya malu," umpat Dara.
Ternyata benar dugaanku. Wanita itu adalah mantan pacar Pratu Adryan Saputra.
***
"Kok, Mas bilang dia hanya teman?"
"Mas kan sudah putus dengan Audi. Kami hanya berteman," kilahnya.
"Mas masih mencintai Audi, kan?"
"Mas ngantuk, mau tidur!"
Mas Adry mengalihkan pembicaraan. Lelaki itu lalu berbaring di ranjang memunggungiku.
"Mas belum jawab pertanyaanku."
"Besok kita akan melakukan perjalanan jauh, sebaiknya kamu cepat tidur!" kata Mas Adry dengan posisi masih memunggungi. Ia berbicara tanpa menatapku.
Kami berdua kemudian tidur dengan posisi saling memunggungi.
***
Usai shalat subuh. Aku membantu ibu di dapur, memasak untuk sarapan.
"Nak Devi, sebaiknya jangan terlalu mempermasalahkan Audi. Dia hanya bagian dari masa lalu Adry. Nak Devi dulu juga punya pacar, kan?"
Aku mengangguk. Mungkinkah ibu mas Adry tahu, aku bekas pacar sahabat putranya?
"Sekarang kalian berdua harus melupakan masa lalu. Kalian harus menatap ke depan. Seperti seorang sopir yang sedang mengemudi. Jika ingin terus maju, harus menatap kedepan atau kebelakang?"
"Kedepan."
"Nah, begitu pula dengan kalian."
Nasihat dari ibu mertua akan selalu kuingat. Audi dan Mas Brian hanyalah sebuah kisah di masa lalu kami berdua.
***
Usai sarapan bersama. Terdengar ketukan pintu yang diiringi ucapan salam.
Ayah mertua yang baru saja menyelesaikan makan paginya segera bangkit berdiri. Sepertinya itu tamu ayah mertua.
"Deviiii Adryyyyy!" Terdengar suara ayah mertua memanggil.
Aku yang sedang membereskan peralatan makan bekas sarapan langsung disuruh ibu mertua menuju ruang depan.
"Ada apa, Yah?" tanya Mas Adry.
"Tuh lihat, kado buat pernikahan kalian. Suka tidak?"
Bersambung
Sebuah mobil hatchback telah terparkir di halaman rumah."Itu buat menantu kesayangan Ayah," ujar lelaki paruh baya itu.Ayah memberikan kunci mobil padaku."Terimakasih ya, Yah. Devi jadi gak enak karena belum bisa jadi mantu yang berbakti, tapi udah dikasih hadiah," ujarku sungkan."Katanya hadiah pernikahan, kok cuman mantu ayah yang dapat. Buatku mana?" gerutu Mas Adry."Ada dalam mobil!"Mas Adry bergegas menuju mobil, mengambil hadiahnya."Buka di kamar saja!" perintah Ayah mertua.Aku mengikuti Mas Adry ke kamar. Penasaran dengan hadiah yang diberikan Ayah.Mas Adry segera membuka kado yang terbungkus rapi itu. Setelah merobek kertas kadonya dan kardus pembungkus, rupanya masih ada lagi pembungkusnya. Sudah mirip beli barang di applikasi belanja online."Ayah jualan onlin
"Mas, tolong putar balik mobilnya!" pintaku pada Mas Adry."Kenapa?""Aku tak mau tinggal bersama laki-laki yang masih mencintai wanita lain!""Terus?""Aku akan tinggal di rumah orang tuaku.""Kamu akan tinggal bersama Mas!" tegasnya."Mas!""Pernikahan kita bahkan belum genap seminggu, kamu sudah ingin menunjukkan pada dunia bahwa pernikahan kita sudah bermasalah?""Mas yang menciptakan masalahnya."Mas Adry diam. Ada jeda beberapa saat sebelum ia kembali bersuara."Mas hanya jujur.""Lalu mengapa Mas menikahiku?""Karena kau wanita yang baik.""Tapi kau tak mencintaiku, Mas."Mas Adry menghentikan mobil. Ia memandangiku dengan raut wajah yang sukar dijelaskan. Tatapannya
Walaupun dilahirkan dari keluarga kekurangan, tak terpandang juga tak disegani banyak orang. Emak dan bapak tak pernah mendidikku menjadi orang yang senang menadahkan tangan di bawah.Apa yang ada dalam benak mas Adry akan memberikan kompensasi atas status janda yang nanti akan kuterima. Pasca bercerai dengannya nanti. Bukan karena hartanya yang membuatku menerima pinangannya. Aku tahu dia kaya, banyak uang. Walaupun ia memulai karir sebagai prajurit strata paling rendah, hanya berpangkat prada, prajurit dua. Ia menghasilkan banyak uang dari menjual ketrampilannya membuat font juga desain logo. Hobi yang menghasilkan pundi-pundi itu ia kerjakan disela kesibukannya sebagai prajurit."Mas, walaupun Mas Brian jauh lebih tampan dibanding Mas. Sejak mas melamarku, aku telah mengubur kenangan bersama Mas Brian dan menyerahkan hatiku hanya untuk Mas."Aku menyeka air mata yang terus mengalir.&n
"Apakah kau siap berbagi suami?" tanya wanita berpostur tinggi semampai dan berkulit kuning langsat itu saat kami melakukan pengajuan pernikahan ke kesatuan Mas Adry. Dia istri komandan Mas Adry."Mohon ijin, tidak siap, Bu!" jawabku.Ibu komandan menghela napas seraya tersenyum tipis."Menjadi istri tentara harus siap berbagi suami dengan negara. Karena istri pertama seorang prajurit adalah negaranya. Kamu siap dinomor duakan?" Wanita bermata sipit itu menjelaskan."Siap, Bu!""Yakin, kamu siap?" ulangnya."Siap yakin, Bu!" tegasku.Sebelum ijab kabul terucap, aku memantapkan hati bahwa aku bukanlah prioritas. Seperti istri pada umumnya.Aku telah siap hakku sebagai seorang istri tak sepenuhnya kudapatkan. Aku harus siap ditinggal tugas meski saat sekarat, harus siap ditinggal meskipun sedang hamil.&nbs
"Bagaimana kronologinya, Bu?" tanya bripka Dirgantara Pratama."Awalnya ada seorang pelaku yang mengecoh perhatian saya dengan pura-pura menyeberang mendadak. Kemudian datang komplotan lainnya menodongkan senjata."Aku memberikan informasi kepada polisi ganteng mirip kapten Yo di drama Descendant of the Sun itu. Dia polisi yang sedang menangani kasus perampokan uang yang menimpaku.Saat tengah memberikan keterangan, Mas Adry datang."Dek, gimana keadaanmu? Katanya rampoknya pakai sajam. Apa kamu terluka?" tanya mas Adry cemas."Aku tak apa-apa kok, Mas.""Tapi uangnya berhasil di bawa kabur," lanjutku. Aku menitikkan air mata mengingat banyaknya uang yang menjadi tanggung jawabku itu."Dek, yang penting kamu selamat. Uang bisa kita cari, nyawamu jauh lebih berharga.""Suami ibu tentar
Sekitar jam dua siang, aku selesai menyetor uang ke bank. Lebih lama dari hari-hari sebelumnya. Biasanya aku selesai sebelum jam istirahat para karyawan bank.Mas Brian masih menunggu di mobil."Maaf, ya mas. Tadi antriannya panjang. Lama ya?" ujarku setelah memasuki mobil."Tak masalah," balasnya santai. "Kamu belum makan siang, kan. Kita cari rumah makan dulu. Nanti magh kamu kambuh kalo telat makan."Walau tanpa persetujuanku, Mas Brian langsung melajukan mobil mencari tempat yang nyaman untuk mengisi perut. Ia memang seringkali melakukan hal demikian kala kami masih menjalin hubungan.Yang menggelitik hatiku ketika ia masih mengingat penyakit maghku. Aku bahkan pernah diopname seminggu di rumah sakit karena magh akut.Aku menatap wajah lelaki yang memang kuakui lebih tampan dari suamiku. Sejenak aku terlena dengan perhatiannya.
Usai shalat Isya, sebuah pesan teks dari nomor tak dikenal masuk ke ponselku.[Dev, suamimu bersama wanita lain]Deg!Jantungku berdetak lebih keras detik itu juga.Apakah itu Audi?Selagi batinku masih bertanya-tanya siapa sosok perempuan yang membuat Mas Adry tergesa-gesa menuntaskan makan malamnya. Sebuah video masuk dari nomor yang sama.Ternyata benar, wanita itu adalah wanita yang Mas Adry belum bisa melupakannya.Walaupun sejak jauh hari, beberapa hari usai acara resepsi. Mas Adry telah jujur bahwa ia masih mencintai wanita lain. Nyatanya mendapati kabar demikian, tak pelak membuat hatiku seperti dihantam sebuah batu besar. Sakit.Apakah aku punya hak untuk melabrak? Seperti di video yang selalu menjadi viral ketika seorang istri sah mendatangi suaminya tengah berkencan dengan wanita lain.
Aku menyambut kedatangan keluarga mas Adry dengan mencium takzim tangan kedua mertuaku. Kupeluk ibu mertua erat. Tak terasa cairan hangat mengalir."Devi kangen ibu," ucapku sambil terisak. Menumpahkan kesedihan dalam pelukan wanita yang sudah kuanggap ibu kandungku sendiri itu.Ibu, Ayah dan juga Dara takkan curiga air mata ini adalah air mata karena ucapan Mas Adry barusan.Ibu menyeka air mataku, "Duh, mantu kesayangan Ibu. Kami juga kangen sama Nak Devi."Aku mempersilakan keluarga Mas Adry duduk di ruang tamu."Devi bikinin minum dulu ya, Bu!"Dara mengikutiku, lalu sekonyong-konyong ia memasuki kamar Mas Adry tanpa izin dari yang punya kamar.Dugaanku tepat. Untunglah foto-foto terlarang itu telah dibereskan sehingga aku dan mas Adry bisa bernapas lega.***
"Mungkin Mas harus berangkat tugas sebelum anak kita lahir!" Lirih Mas Adry, lalu menatapku lekat."Berangkatlah Mas, Aku dan anak kita akan selalu menunggumu disini." Aku membesarkan hati Mas Adry. Sekiranya boleh ikut menemaninya ke wilayah Republik Indonesia bagian paling timur itu, niscaya aku akan turut menemaninya. Walaupun harus ikut merasakan bagaimana tinggal di wilayah yang di anak tirikan pemerintah itu. Juga daerah yang sering terjadi konflik dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka).Akhirnya istri pertama Mas Adry benar-benar menunjukkan kuasanya. Ya, seperti yang dikatakan istri komandan batalyon Mas Adry saat kami pengajuan nikah dahulu. Negara adalah istri pertama prajurit. Tentu saja ia juga yang utama. Kapanpun istri pertamanya memanggil, mereka harus selalu siap. Walaupun harus meninggalkan keluarga. Tak terkecuali istrinya yang tengah mengandung.Tak ingin merusak suasana ulang tahunku, rasa sedih ini ma
"Dede Utun bobo juga ya! Papa Mama mau bobo ya, De!"Untuk pertama kalinya, aku merasa memiliki mas Adry seutuhnya. Walaupun demikian, untuk beberapa hal, masih terasa ada yang mengganjal."Mas, gak ngerasa rugi milih aku dibanding Audi? Mas udah keluar jutaan membiayai Audi.""Awalnya mas juga merasa demikian. Setelah mas pikir lagi justru kalo Mas pilih Audi malah rugi.""Kok?""Pilih Adek mas malah untung, dapat bonus Dede Utun!" Mas Adry mengusap pucuk kepalaku. "Maafin kesalahan Mas ya Dek. Dah bikin Adek menderita!""Devi dah maafin Mas bahkan sebelum Mas minta maaf.""Kadang Mas berpikir, Mas seperti Hammurabi. Adek tau kenapa Mas memilih Adek untuk jadi istri Mas?""Kata Mas kan karena aku orang baik?""Sebenarnya, dulu Audi selingkuh dengan Brian saat mas sekarat karena kecelakaan i
Dek, apa kamu selingkuh dengan laki-laki lain?" tuding Mas Adry."Mas, aku tak pernah selingkuh dengan siapapun. Aku berani bersumpah!""Maaf Bu Devi, Pak Adryan. Apa kalian pernah melakukan foreplay?""Tidak pernah, Bu," sahut kami serempak."Walaupun jarang terjadi, kasus ini sebelumnya pernah saya temui pada sepasang remaja yang berpacaran melakukan foreplay saja. Tapi si cewe akhirnya hamil walaupun selaput daranya masih utuh," jelas Bu Dokter.Mendengar penjelasan ibu dokter tentang muda-mudi itu tetiba, aku merasa miris. Aku juga pernah pacaran. Untungnya tak pernah melakukan hubungan itu. Ternyata memang benar apa kata Kak Rose. Sebaiknya jangan pacaran.Atas saran dokter, akhirnya aku setuju untuk melakukan pemeriksaan selaput dara.Beginikah rasanya tidak dipercayai. Sama seperti Mas Adry yang telah bersumpah ba
Adek ingin bukti yang bagaimana?" Pertanyaan dari mas Adry membuyarkan lamunanku. Astaghfirullah! Bisa-bisanya pikiranku malah berpikir yang enak-enak dengan mas Adry. Apakah aku perlu di ruqyah. "Adek mau bukti yang bagaimana?" tanya Mas Adry lagi dari jarak yang beberapa langkah dariku. Aku menepis semua pikiran tentang yang enak-enak. Untung saja Mas Adry tak tahu aku sedang membayangkan tentang ... Untung saja Mas Adry telah merugikanku hanya dalam khayalanku saja. Harusnya aku lega. "Bolehkah ..." "TIdak boleh, tidak boleh!" potongku segera. Takut Mas Adry menginginkan hal yang enak. "Mas belum selesai ngomong," protesnya. "Mas ingin minta bantuanmu untuk menghubungi dokter kandungan!" "Buat apa?" tanyaku. "Untuk membuktikan bahwa Mas gak pernah mengha
Malam itu selepas shalat isya, iseng kubuka pc Mas Adry. Melihat-lihat desain font yang ia pasarkan melalui kreatif market. Hobi yang bisa menghasilkan rupiah bahkan lebih banyak dari gajinya sebagai prajurit.Devi Nirmala, namaku ia tulis menggunakan beberapa font karyanya. Entah mengapa ia menggunakan namaku. Namun, ternyata bukan hanya namaku. Ada nama wanita lain juga disana. Siapa lagi kalau bukan Audi.Sofia Audi.Dadaku kembali bergemuruh, karena teringat kembali kata-kata wanita itu.Masih terngiang-ngiang ditelinga ketika Audi mengintimidasi dengan ucapannya saat kejadian di kafe."Mbak Devi percaya, aku dan bang Adry gak pernah ngapa-ngapain. Padahal dialah yang telah membiayai semua biaya kuliahku?" ujar wanita yang mengenakan pakaian branded itu. Dari penampilannya, tak akan ada yang menduga tentang keadaan ekonomi keluarganya.W
Keesokan harinya, Mas Adry bersama prajurit lainnya pergi UST (uji satuan tempur) ke hutan.Ia pamit hanya dari balik pintu. Suaranya terdengar pelan, tetapi masih bisa kudengar. Sebelum subuh, ia sudah meninggalkan rumah. Mungkin ia berpikir, saat ia berangkat, aku masih terlelap. Padahal, semalaman itu. Aku terus memikirkan kehamilan Audi.Apakah itu benar? Jika itu benar, apakah itu anak Mas Adry? Jika itu anak Mas Adry, kapan mereka melakukan hal yang dilarang agama itu? Bagaimana ia akan bertanggung jawab nanti, sedangkan seorang prajurit tak boleh mempunyai istri sah lebih dari satu? Apakah aku harus merelakan Mas Adry demi anak yang ada di kandungan Audi.Pertanyaan itu terus berputar-putar dikepalaku sehingga mataku enggan menutup. Alih-alih menutup, ia hanya mengeluarkan butiran air mata. Hingga saat menatap diri dari pantulan kaca, mataku terlihat sembab.Mas Adry akan menghabiskan wa
Akhirnya pagi itu Mas Adry telah melanggar janjinya. Tak akan merugikanku.Walaupun hanya kesucian bibirku yang telah ia nikmati. Aku merasa tak dirugikan sama sekali. Bagiku, ini berarti aku bukan hanya teman baginya. Mungkin namaku sudah bisa sedikit menggeser nama Audi dihatinya."Mas, bisakah aku jadi istri Mas sepenuhnya?" pintaku pada Mas Adry. Sesaat setelah pria itu menggeser posisi duduknya. Ia tampak merasa bersalah karena telah melanggar janjinya."Dek, maafin Mas! Mas khilaf," jawabnya. Lelaki itu menekuk wajah seakan telah berbuat salah."Mas ingat saat hari pernikahan kita, di depan penghulu mas berjanji akan memberikan nafkah, bukan hanya nafkah lahir. Namun juga nafkah batin."Lelaki itu lalu memijit keningnya."Mas, bahkan kau berhak mendatangi kamarku kapanpun kau mau. Selagi itu tak menyalahi syari'at," ujarku lagi.
"Terimakasih, Mas!" ujarku singkat tanpa menatapnya. Lalu segera berlalu dari pandangan Mas Brian. Karena mobil telah sampai di halaman bank.Aku harus menjaga jarak dengannya. Agar tak terjadi hal yang bisa membuatku mengkhianati Mas Adry.Setelah selesai penyetoran, pihak bank mengajak untuk kerjasama. Mereka bersedia menjemput setoran ke kantor. Sehingga aku tak perlu lagi dikawal oleh pria yang seolah hendak menebar kembali benih cinta yang pernah ia hancurkan.Boss pun pasti akan senang dengan tawaran pihak bank. Karena ia tak perlu lagi menggelontorkan anggaran untuk pengawalan.***Sore itu, Mas Adry baru pulang dari pengawalan alat berat. Aku langsung menyambutnya dengan senyuman hangat. Kucium takzim punggung tangannya."Mas mau mandi dulu apa istirahat dulu?""Mas mau istirahat aja, Dek!""Mau ma
Ditengah kekikukan ini, Mas Adry melingkarkan tangannya di pinggangku. Seakan akulah wanita satu-satunya yang dicintainya."Nah, gitu dong Dry." Ayah mertua mengacungkan jempol.Setelah berswafoto, keluarga mas Adry bersiap berendam di air panas yang suhunya mencapai 42 derajat celcius itu. Sedangkan Mas Adry, menghilang entah kemana."Ayo, Dev, airnya hangat lho. Berasa mandi di hotel," ajak ibu yang tengah menikmati hangatnya air panas desa Tanuhi."Gak, Bu. Devi takut, kan Devi gak bisa berenang.""Pasti karena gak ada Kak Adry. Gak bisa berenang, tapi berani naik lanting," sindir Dara. Gadis berambut sebahu itu lalu terkekeh.Aku hanya tersenyum tipis menanggapi sindiran adik iparku itu. Ia tak tahu, kakaknya lah yang memaksaku menaikinya. Namun, kuakui aku menyenangi keterpaksaan itu. Seandainya Mas Adry kembali menggendongku ke pemandian air