David mengerjap, ia mencoba membuka mata sambil meraba Bianca yang tengah di samping. Menyadari jika wanita yang dicarinya tidak ada, ia segera membuka mata dengan paksa.Pergerakan matanya menyapu bersih seluruh area kamar. Ia bangun dan melihat beberapa barang bergeser. Ia segera beranjak dari tempat tidur dan memeriksa laci tempat dia menyimpan flashdisk, dan ternyata sudah tidak ada di sana. Dia tahu bahwa Bianca pasti yang mengambilnya.“Renata, kau–” David bermonolog sendiri, sesaat senyum tipis terbit di bibirnya. “Sepertinya kau ingin bermain-main denganku,” monolognya.Suara tawa kemudian menggema. Dia sama sekali tidak khawatir jika Bianca mengambil flashdisk itu. Walaupun wanita itu menghilangkan bukti mengenai pembunuhannya, tapi dia adalah saksi kejadian.David tersenyum ketika dia memikirkan Bianca. Dia tahu jika hal seperti ini akan terjadi.Sedangkan Bianca yang tengah berada di dalam pesawat memeriksa isi flashdisk, memastikan jika flashdisk tersebut benar. Tangannya b
Renata baru saja kembali, ia menarik koper masuk ke dalam rumah. Bertepatan dengan itu pula Langit baru saja akan berangkat ke kantor. Melihat Renata baru saja kembali, membuatnya segera memeluk sang wanita."Aku sangat merindukanmu," seru Langit."Aku juga merindukanmu," kata Renata.“Kenapa kau tidak menghubungiku? Aku bisa menjemputmu di airport.”Mereka berdua saling berpelukan erat, menikmati hangatnya tubuh masing-masing. “Aku ingin membuat kejutan untukmu,” ucap Bianca.Dari lantai atas, Danas melihat adegan itu. Danas menghela napas. Dia sudah menikah dengan Langit selama beberapa bulan, tetapi dia tidak pernah mendapatkan cinta dari pria itu. Langit selalu memberikan cintanya pada Renata, perhatian pria itu hanya karena dia tengah hamil.Renata pun melihat Danas. Dia tersenyum seakan mengejek Danas.Renata tahu bahwa Danas sedang cemburu, tetapi dia tidak peduli. Dia hanya senang bisa kembali bersama Langit, pria yang dicintainya.Danas merasa sakit hati melihat Renata tersen
Jagad melihat Danas pergi sambil membanting pintu kamar. Terlihat jelas jika Danas benar-benar kesal.Raut wajah Jagad berubah sedetik kemudian, melihat ke arah Langit. “Kau benar-benar keterlaluan, Langit.”“Keterlaluan? Apa kau membela wanita itu?”“Dia istrimu, bukan wanita itu,” bantah Jagad sambil melangkah keluar.“Apa kau menyukai istriku?” tanya Langit membuat langkah jagad terhenti, terdengar suara kekehan pelan berasal dari Jagad, ia tersenyum kemudian keluar kamar tanpa menjawab pertanyaan Langit.Senyuman Jagad yang seperti itu membuat perasaan Langit tidak karuan. Pikirannya mendadak ingat dengan apa yang dikatakan sang mama beberapa waktu lalu.Jagad yang keluar mencari keberadaan Danas. Tempat yang dituju adalah taman, dia tahu jika Danas akan berada di sana.“Apa itu tadi?” Sebuah suara mengejutkan Danas.“Kak Jagad.”“Tidak seperti biasanya.”Danas menghela napas kasar. “Dia mengejekku,” gerutu Danas sambil menggembungkan pipi membuat Jagad tidak bisa tidak mengusap p
Danas dan Davina berlari keluar rumah dengan perasaan gugup.“Huh, lama-lama aku mati muda jika melihat wajah Kak Langit seperti itu,” gerutu Davina masuk ke dalam mobil. Danas segera menyandarkan tubuhnya di kursi mobil dengan kasar. “Pakai seatbelt-mu,” seru Davina menghidupkan mobil. “Untung saja dia mengizinkan kau keluar,” seru Davina kemudian menjalankan mobil. Saat berhadapan dengan Langit, tubuhnya sedikit gemetar mengingat perkataan Danas jika suasana hati Langit sedang buruk karena Renata yang jatuh pingsan. “Aku gugup minta izin tadi,” gerutu Davina.“Tidak ditanya kita akan pergi ke mana?”Davina menggelengkan kepala. “Tenang saja, jika aku yang ajak Kak Langit tidak akan menanyakan itu, paling dia tahu jika kita akan pergi ke taman jajan cilok dan main-main doang.”Laju mobil dipercepat, Davina mulai fokus pada kemudinya. “Kak Jagad sudah menunggu kita dengan temannya.”“Teman?” Danas melirik ke arah Davina.“Em. Teman detektifnya, Kakak punya teman yang bekerja sebagai
Renata begitu gemetar melihat foto yang dikirimkan David padanya. Foto memperlihatkan Danas dan Davina tengah bersama dua orang pria. Pesan pertama David membuat Renata ketakutan, disusul dengan sebuah pesan yang membuat tubuhnya semakin bergetar. Dia seketika tahu jika David saat ini berada di Indonesia, pria itu pasti telah mengetahui jika dia telah mengambil rekaman video.“Kau pikir mengambil video itu akan mengubah fakta jika kau pelakunya?”“Tsk, kau sekarang mungkin lagi bersenang-senang dengan pria yang telah kau bunuh adiknya tapi kau pikir akan bertahan lama, Renata? Tidak. Mantan sahabatmu sedang membahas bagaimana kematian Amaira terungkap, kau tau itu ‘kan?”Langit yang saat ini bersama dengan Renata melihat ekspresi yang begitu pucat itu bertanya. “Are you okay, babe?” Langit bertanya tapi tidak ada jawaban dari wanita yang ditanyai. “Babe?” Langit kembali memanggil Renata hingga sang kekasih itu sadar tengah dipanggil.“Iya, kenapa?” tanya Renata dengan suara bergetar
Perdebatan antara Aleta dan sahabatnya membuat Danas sedikit ketakutan. Pertanyaan Davina saat pulang pada ibu mertuanya benar-benar berani. Namun, dia pun senang karena memiliki Davina yang membelanya.Danas baru saja akan berbaring di tempat tidurnya, mencoba untuk beristirahat setelah perdebatan ibu mertuanya dan Davina yang melelahkan. Dia baru saja akan tertidur ketika dia mendengar pintu kamarnya terbuka. Padahal baru saja berbaring di ranjang, siap untuk beristirahat dari segala drama yang terjadi. Namun, ketenangannya terusik oleh kedatangan mendadak Renata yang langsung menyerbu masuk ke kamarnya.“Danas?" Suara Renata terdengar saat wanita itu masuk dengan terburu-buru. Danas membuka matanya dan melihat Renata berdiri di ambang pintu. Renata yang baru saja sampai dan langsung menuju kamar Danas itu, sedang berada di perasaan kalut. DIa baru saja berdebat dengan David, ditambah dengan ancaman David padanya. Rekaman yang dicurinya, hanyalah salah satu dari rekaman salin
Renata sedang berada di mall untuk memeriksa butik miliknya. Dia sedang sibuk menghitung stok barang dan memastikan semuanya rapi saat ponselnya berdering. Dia melihat layar dan melihat bahwa itu adalah David. Saat ini tengah sibuk membuatnya mengabaikan panggilan dari David tapi ponselnya terus saja berdering. Mau tidak mau dia harus mengangkat panggilan itu agar David tidak terus menghubunginya. “Apa kau mengabaikan panggilanku Ren?” Sebuah suara menggema di seberang telpon, terdengar kesal saat panggilan diangkat Renata.Helaan napas kasar dan pendek terdengar dari mulut Renata. “Aku sedang sibuk di butik hari ini!” bantah Renata mengenai tuduhan David padanya. Walaupun tidak sepenuhnya benar jika dia sibuk.“Ayo bertemu!”“Bisakah lain hari saja?”“Renata! Kau menolakku?” bentak David dari ujung telpon.“Huh. Baiklah, di mana? Setelah dari butik aku akan menemuimu,” ucap Renata sambil memijat dahinya.Mereka baru saja berdebat beberapa hari lalu sekarang pria itu menghubunginya
“Mommy Aleta–” Suara Renata tercekat melihat Aleta berada di ruang privat dipesannya bersama David. Lebih gila lagi, percakapan mereka tengah didengarkan oleh Aleta.Renata kembali karena dia harus mengambil kunci mobil yang ketinggalan tapi harus menerima kenyataan melihat Aleta di ruangan itu lebih gila lagi telah mengetahui jika dia pembunuh Amaira.Mata Aleta memerah, menatap tajam ke arah Renata yang tengah berada di ambang pintu. Tatapan penuh kebencian sangat jelas tergambar dari raut wajah wanita paruh baya di hadapannya itu. “A-apa yang–”Renata tidak bisa melanjutkan pertanyaannya sebab dia mendengar rekamannya sendiri, itu suaranya saat mengobrol dengan David tadi. Dia benar-benar tidak menyangka jika Aleta mengikutinya. Rasa ketakutan menjalar di sekujur tubuh Renata saat itu juga. Wajahnya pucat, keringat dingin mulai muncul. Aleta melangkah mendekat ke arah Renata dengan tatapan penuh kebencian.“M-mo–Arrrggh!” Suara pekikan Renata saat itu terdengar. Aleta menarik ramb