Bella masuk apartemen dengan santai. Berusaha biasa-biasa saja, meskipun dalam hati batin. Wanita itu langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, tak butuh waktu lama, suara tangisan langsung terdengar dari bibir pucat itu.Divonis memiliki penyakit serius membuat Bella benar-benar putus asa. Semua impiannya belum terwujud, tapi hidupnya hampir berakhir. Apa ia akan ikhlas meninggalkan dunia ini? Ikhlas tak ikhlas ia tetap saja harus menerima kenyataan.Ia membocorkan kembali kertas yang diberikan dokter tadi siang, kembali ia merasa sedih saat mengingat hidupnya yang akan berakhir. Bella melipat kertas itu, ia harus menyembunyikannya agar tidak dilihat oleh suaminya. Jika Ferdi menemukan ia tidak tahu akan menjelaskan apa, dan dia juga tidak yakin Ferdi mau bertahan hidup dengan wanita penyakitan sepertinya ini.*****Zaki masuk ke dalam kamar rawat istrinya, pria itu hampir saja berteriak melihat Intan sudah membukakan mata. Zaki berlari menghampiri Intan yang terlihat melamun
Awan-awan gelap menutupi seluruh angkasa, menyelimuti malam ini membuat semakin gelap gulita. Suara Guntur berbunyi samar yang diiringi suara petir yang saling bersahutan. Membuat siapa saja yang mendengarnya pasti akan merasa ketakutan.Angin malam yang bercampur dengan air hujan membuat udara semakin dingin. Melalui celah-celah jendela masuk untuk membekukan wanita yang masih duduk terdiam di dalam kegelapan itu. Tak peduli sedingin apa angin malam, nyatanya hati lebih membeku dari ini.Sesekali suara helaan nafas terdengar, seiring dengan suara Isak kecil yang keluar dari bibir pucat wanita itu. Rasa sakit dan rasa sesal dihatinya membuat ia terpuruk begitu dalam. Ia benci bersikap begitu lemah, tapi kegagalan kali ini benar-benar membuat ia menjadi yang terlemah sepanjang hidupnya.Terdengar suara derap langkah yang mulai mendekati kamarnya, Intan memilih tak peduli atau pun berpindah dari lantai dingin yang ia duduki. Baginya ini pantas menghukum dirinya sendiri yang gagal menja
Zaki menemukan keberadaan Najwa yang lari ke Singapura. Gadis itu telah dihubungi dan juga kedua orang tuanya juga diberi tahukan kelakuan buruk Najwa. Bibi Lia yang mendengar kelakuan buruk anak gadisnya itu hanya diam saja. Ia terlihat tak tertarik untuk meminta maaf ataupun memarahi sang putri. Bunda Tika bahkan mencoba mendesak adik sepupunya itu untuk segera menyuruh Najwa pulang dengan paksa.“Lia, apa kamu tidak bisa memaksa Najwa pulang? Bagaimanapun dia harus ada disini untuk mempertanggung jawab pada keluarga besan ku,” Ibu Zaki berucap dengan kecewa. “Aku tidak bisa, kak. Kamu kan tahu bagaimana keras kepalanya gadis itu.” Bibi Lia berkilah, “lagi pula ini bukan kesalahannya,”“Apa maksudmu Lia! Apa kamu masih berusaha untuk membela anak yang tidak tahu terima kasih itu!” Herman ikut angkat bicara. “Atau ini semua memang sudah kalian rencanakan?!”“Jangan menuduhku, mas Hendra. Bukankah semua ini kalianlah yang seharusnya bertanggung jawab? Kalian menolak begitu saja lama
Perpisahan adalah suatu hal yang tidak pernah Zaki pikirkan selam ini. Bagaimana pun Intan meminta, ia tidak akan pernah mengabulkannya. Ia tahu sekarang Istrinya itu sedang dilanda amarah, tapi ia yakin hari esoknya lagi mereka akan menjadi pasangan yang baik lagi.“Seharusnya kamu tidak mengatakan itu, dek. Bagaimana pun kita sama-sama merasakan kehilangan, aku juga sedih gak hanya kamu saja.” “Tapi ... Kamu mencintai orang lain, mas. Aku rela, aku akan melepaskan mu dengan orang yang bisa membuat mu bahagia,” “Siapa yang bilang aku mencintai orang lain! Aku hanya mencintai mu, istriku! Kenapa kamu selalu mengulangi perkataan yang tidak benar itu?!” Zaki sangat marah, ia benci dengan tuduhan yang tidak benar itu.Intan tidak ingin mendengarkan pengakuan ini semua, hatinya masih sakit. Rasa sakit yang menyebar ke seluruh tubuh tak kan mungkin bisa hilang begitu saja. Ia mencoba mencari kejujuran dari mata hitam itu, tapi disana ia tidak menemukan sedikit pun kebohongan. Sekarang i
Embusan nafas lembut terasa di wajah Zaki, membuat ia berlahan membuka matanya. Dia langsung tahu malam ini ia kembali tidur dengan nyenyak, setelah beberapa hari ini dirinya tak bisa tidur dengan baik.Ketika ia berhasil membuka mata, wajah istrinya lah yang pertama kali ia lihat, membuat ia serasa bagikan mimpi. Ia ingat, tadi malam ia memutuskan untuk tidur di rumah mertuanya karena tak ingin berpisah dengan sang istri, tidak ia sangka paginya akan sebaik ini karena bisa kembali memeluk tubuh yang sangat ia rindukan ini.Ya Tuhan...Bertapa rindu dirinya saat-saat seperti ini. Hanya ini yang ia minta sepanjang perpisahan mereka. Hanya ini, kembali bersama istrinya.“Mas, kamu sudah bangun?” Intan menggeliat membuat pelukan mereka sedikit merenggang. Zaki kembali menarik tubuh wanita itu agar kembali merapat padanya.“Nanti saja bangunannya. Aku Cuma mau begini sebentar, sayang. Jangan ganggu ya.” Zaki berucap sembari menatap wajah cantik Istrinya tak jemu.Intan terkekeh geli, “bai
Bella tertunduk sedih. Ia sudah begitu banyak berjuang tapi tetap saja tak bisa menandingi wanita beruntung ini.“Terima kasih. Kamu juga pasangan yang serasi bersama Kak Ferdi,” Intan membalas ucapan Bella. Ia menatap Ferdi yang terlihat canggung karena ia sempat terpergok sedang menatapnya. Intan berbalik menatap Zaki. Ingin sekali ia memarahi suaminya itu yang sudah mendorongnya masuk kedalam situasi seperti ini. Tapi ia juga tak bisa melakukannya.Sedangkan Ferdi mulai merasa aneh dengan interaksi Bella dan juga Ferdi. Sepertinya mereka saling mengenal, tapi pernah bertemu dimana? “Kalian saling mengenal? Maksudku, Bella kamu kenal dengan suaminya Intan?”Bella hampir saja menyembur air yang sedang diminumnya. Ia melupakan masalah itu, jika pria ini sampai memberi tahu pertemuan mereka dimana apa yang akan terjadi?“Kami pernah sekali bertemu di rumah sakit, bukan begitu nona Bella?”Dor!Bagaikan diterpa badai, Bella merasa akan ada bencana. Ia mendapatkan tatapan tajam Suaminy
Pada titik dimana kamu akan berhenti berharap pada masa lalu, dan memfokuskan pada masa depan. Tapi kenyataan malah kembali menamparmu dengan kebenaran. Rasanya memang sakit, tapi bukankah ia harus tetap bertahan demi sebuah kesetiaan?“Bagaimana dok? Apa kondisi istri saya akan membaik?” Ferdi bertanya pada sang dokter dengan kawatir.Bella baru saja diperiksa secara menyeluruh. Dan dari raut wajah sang dokter, Ferdi tahu ini tidak sesederhana yang mereka pikirkan. Apakah kali ini ia akan kembali kehilangan?Kenapa setiap ia sudah mulai mencintai milikinya, dan kembali harus dipisahkan karena sebuah takdir.“Ini sangat buruk. Terakhir kali dia melakukan pemeriksaan, kesehatannya masih cukup baik. Tapi sekarang kanker yang dideritanya semakin ganas.”Ferdi mulai gelisah. Rasanya ia tak siap mendengarkan kebenaran ini sekarang.“Apa masih bisa di obati, dok?”“Nona Bella sejak lama sudah kami anjurkan untuk melakukan operasi, tapi dia selalu menolak. Dana sekarang keadaannya semakin m
Ia tak tahu harus melakukan apa lagi, semua yang dia pikirkan tak sesuai dengan kenyataan. Ia berpikir akan dengan mudah akan melepaskan Ferdi, dan dia bisa hidup sendiri tanpa menyulitkan orang-orang yang dicintainya.Tapi sekarang kenapa pria itu tiba-tiba saja berubah? Kenapa dia terlihat seperti sangat menghawatirkannya? Boleh dirinya senang, tapi ia juga takut jika itu hannyalah rasa kasihan saja. Mana mungkin hati yang sudah begitu keras bisa mencair sekarang, mungkin itu hanya rasa kasihan saja yang ia berikan pada wanita yang sekarat ini.Ferdi yang tadi pergi dengan marah, sampai sekarang belum kembali. Hari sudah malam, ia jadi menghawatirkan suaminya itu. Dia pergi dalam keadaan marah, Bella tak ingin terjadi sesuatu pada pria itu.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Bella dari ponselnya. Ia bernafas lega melihat Ferdi telah kembali. Saat ia berdiri ingin menyambut kepulangan suaminya, entah mengapa ia merasa kepalanya pusing. “Mas,” Bella mendekati sang suami, “kamu
“Akhirnya, hubungan mereka menjadi sangat baik,” gumam Naila. Naila turut merasa senang melihat kebahagiaan kakak dan kakak iparnya. Meskipun pada akhirnya ia sendiri mendapatkan luka ini, tapi ia tetap saja merasa bahagia. Dengan mereka yang berhasil menyingkirkan Najwa, akhirnya keluarga baru kakaknya bisa kembali damai dan menjalani hidup dengan normal kembali.“Kamu kenapa senyum-senyum?” Tanya Bima yang muncul dari belakang Naila.“Lagi bahagia lihat mereka ... Serasi bangat kan?”Bima menganggukkan kepalanya. Ia juga merasa bahagia melihat adik perempuan satu-satunya itu bahagia. Tapi ia hanya sedikit merasa heran, tidakkah gadis ini merasa sedikit marah pada Intan?“Apa sekarang kamu membenci adikku?”Naila menarik perhatiannya dari dua sejoli itu, kembali ia menatap heran Bima.“Maksud mas Bima bagaimana?”Bima mengangkat bahunya, “barang kali aja ... Kan adikku sudah membuat mu sakit seperti sekarang ini. Jika kamu marah pun itu hal yang wajar,” Naila tersenyum mendengar pe
Hah?Intan mengernyit tak mengerti. “Penjara? Kenapa sepenjara?” Intan semakin kesal. Suaminya pasti mencoba mengalihkan pembicaraan. “Karena sekarang mas sudah memenjarakan Najwa. Demi kamu Dan demi keluarga kita. Dia tidak akan mengganggu kita lagi.” ucap Zaki meyakinkan.Intan terkejut tak percaya. Tidak mungkin, tidak mungkin seorang Zaki akan memenjarakan sepupu kesayangannya itu kan? Intan menolak untuk percaya dengan itu.“Kamu pasti berbohong. Gak mungkin kamu tega, mas.” Intan menggeleng tak percaya.“Kalau kamu gak percaya, ayo kita ke kantor polisi sekarang.” Zaki sungguh-sungguh mengatakannya, “sudah seperti ini, tapi kamu masih tidak mempercayai suamimu?” Antara percaya dan tak percaya. Sekarang intan jadi takut, apa benar gadis itu dipenjara karenanya? Jika ia sekarang musuhnya akan bertambah banyak. Intan tak senang, meskipun gadis itu sudah banyak melakukan hal buruk padanya, tapi entah kenapa ia merasa kasian. “Aku ... Aku,” tak tahu lagi. Sekarang intan merasa bin
“Bunda ... Bagaimana keadaan Naila?” Intan baru saja kembali lagi ke rumah sakit setelah ia sempat pulang untuk beristirahat sebentar. Itu mertuanya yang suruh, jika tidak mungkin dirinya tak akan beranjak sedikit pun dari buangan Naila.Tika menarik nafas panjang, dengan suara bergetar ia berkata “Naila sudah sadar, nak. Tapi ...,”“Tapi kenapa?” “Kata dokter ... Untuk sementara waktu mungkin Naila gak bisa jalan, Tan.” Tangis yang ia coba tahan akhirnya pecah juga. Melihat anaknya terbaring lemah tak berdaya hati ibu mana yang tidak terluka. Dirinya tidak ingin ini semua terjadi, tapi ia juga tak bisa menyalahkan siapapun atas takdir ini.Intan segera berlari memeluk tubuh yang terguncang hebat itu. Ia tak tega melihat ibu mertuanya menangis seperti ini. Seharusnya dirinya yang ditabrak dan terluka, mungkin tidak akan membuat orang-orang akan merasa sedih seperti sekarang ini.“Bun, maaf. Jangan menangis lagi. Ini semua salah Intan, semua gak akan jadi begini jika saj...,” Tika la
Lima belas menit berlalu, Zaki menunggu seseorang dengan tak sabaran. Tak lama Najwa muncul dari balik pintu depan tangan terikat dan dijaga oleh dua orang bodyguard berbadan kekar. Bukanya merasa bersalah, Najwa malah tersenyum senang melihat Zaki yang ada didepannya.Zaki memerintahkan anak buahnya untuk segera melepaskan ikatan tangan gadis itu agar bisa berbicara leluasa.“Masih berani tersenyum?” Zaki mengaku takjub dengan keberanian gadis ini. Entah berani atau sudah gila, Zaki sendiri tak tau apa yang dialami sepupunya ini.“Tentu saja. Sepertinya aku berhasil membuat mu tertarik untuk menemui ku,” ucap Najwa penuh percaya diri.Zaki tak percaya apa yang didengarnya. Kenapa gadis masih begitu tenang? Tapi ia yakin dibalik keterangan yang dia sembunyikan ada rasa cemas yang menghantui.“Baiklah. Setelah ini dipastikan kamu tidak akan berani untuk tertawa, bahkan bibir mu tak aku biarkan sedikit pun tersenyum! Bagaimana?!”Kali ini Najwa langsung kehilangan senyumnya. Ia menatap
Suara tabrakan membuat semua orang yang melihatnya terkejut. Intan menyentuh lutut dan kepalanya yang terasa sakit karena terbentur di jalan aspal. Saat ia mencoba bangkit dan menoleh ke belakang, ia sungguh terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajah wanita itu berubah menjadi pucat pasi melihat Naila terbaring di tengah aspal sana dengan berlumuran darah.“Naila!” Ia berteriak keras. Intan segera berdiri dan berlari ke tubuh Naila yang sudah mengeluarkan darah cukup banyak. “Ya Tuhan ... Kenapa jadi begini,” Intan menangis sambil memangku tubuh Naila. Melihat orang-orang yang hanya sibuk menonton dan tak ada niat untuk membantu, Intan berteriak keras meminta pertolongan.“Pak, tolong adik saya. Tolong bawa ke rumah sakit.” Intan memohon pada orang-orang yang melihat kecelakaan itu. Mereka segera menghubungi ambulance, dan setelah itu ia tak ingat apapun karena ia hanya sibuk memperhatikan adik iparnya itu.Setelah ambulance datang tubuh Naila segera di angkat masuk, Intan ikut menema
Intan mengungkapkan kepergian suaminya ke kantor ini disertai sedikit pengalaman. Sekali lagi pria itu tak ingin mengantarnya untuk memeriksa di rumah sakit, meskipun begitu berharap untuk ditemani suaminya. Sudah dua minggu berlalu, tapi Zaki masih bersiap-siap dingin pada Intan. Seperti pria itu sangat marah sekarang. Dan lagi, Intan tahu jika suaminya telah mendengar setiap kutipannya pada Ferdi kemarin itu. Pantas saja suaminya sangat marah. “Kak,” Intan terkejut melihat sang adik ipar yang sudah masuk ke dalam kamarnya, dengan cepat menguapkan sisa air matanya. “iya… Kenapa Nai?” “Kakak habis nangis ya?” “Gak kok… Oh ya, kenapa cari kakak?”Naila terlihat bingung untuk mengatakannya, “itu ... Kakak Intan mau ke rumah sakit ya? Hari ini jadwal kakak periksakan?” “Iya”, Intan masih membukanya dengan Zaki, jadi ia tak pernah mendengar inspirasi dari Naila. “Aku aja ya kak, nemenin ke rumah sakit?” Intan tersenyum, lalu mengangguk lemah. “Gak usah Nai, kakak bisa sendiri kok.
Mereka terdiam sepanjang perjalanan menuju rumah. Tak ada seorang pun yang mau terlebih dahulu untuk memulai pembicaraan, apalagi Intan. Melihat wajah marah suaminya saja ia sudah merinding. Ya, seseram itu wajah suaminya sekarang di mata Intan.Saat sampai di depan rumah, Zaki keluar dengan membanting pintu dengan keras. Intan yang masih berada di dalam mobil tak bisa lagi menahan air matanya mengalir. Apa salahnya kali ini?Selalu saja seperti ini. Marah tanpa sebab, lalu ada akhirnya hanya meminta maaf. Tapi bodohnya dia selalu saja melunak jika suaminya telah meminta maaf dengan lembut.Dan setelah merasa ia bisa menyadari dirinya, intan segera menyusul sang suami. Ia tidak ingin terlihat menyediakan di depan mertuanya, jika tidak mungkin mereka sampai tahu kecil seperti ini. Melihat rumah yang masih sepi, napas lega, segera menuju kamar dirinya dan Zaki berada. Intan membuka pintu kamar belahan, saat ia masuk saat mereka bertemu. Intan mengontrol degup jantungnya yang menggila,
“Kak Ferdi?” Intan sedikit tercengang, “aku habis Check up. Kak Ferdi kenapa ada disini?” ucap Intan basa-basi. Sejujurnya ia agak segan jika dalam situasi canggung begini.Ferdi menghampirinya, lalu tanpa permisi ia langsung duduk di bangku sebelah Intan. Sedikit agak jauh, karena memang bangku-bangku kayu itu cukup panjang.“Lagi nunggu Bella.” Jawab Ferdi. “kamu kenapa sampai begitu sering Check up? Apa sakitnya serius?”“Gak kok, Cuma periksa biasa aja.” Intan berbohong, ia tak ingin orang lain tahu kekurangannya. “Oh, ya. Bella bagaimana? Apa dia lebih baik?”Terlihat Ferdi sedikit menarik bibirnya ke atas, sepertinya pria itu sedang bahagia jikala mendengar nama Wanitanya itu. Terlihat seperti pria yang baru merasakan cinta. Apa mereka sudah bisa saling menerima?“Sudah lebih baik,”“Baguslah,” Intan memandang wajah Ferdi yang terlihat masih saja tampan di matanya. Dia tidak bohong, mantannya ini memang bisa dibilang sangat tampan, tapi sayang dia bukan miliknya. “Kenapa?” Ferd
Satu Minggu setelah kedatangan Najwa. Gadis itu tak lagi datang menemui Intan. Mungkin dia sudah tau jika sekarang intan tak lagi bisa ia gapai. Intan cukup senang, semakin gadis itu tak ada berkeliaran di sekitarnya akan lebih baik hidupnya. Meskipun intan sedikit kecewa melihat Zaki bersikap begitu cuek setelah tahu Najwa pulang. Apa tidak ada inisiatif pria itu untuk memberi gadis itu sedikit pelajaran, atau setidaknya memaksa meminta maaf pada dirinya ini.“Mas, besok aku mau ke Rumah sakit. Kamu temani ya?” Zaki menoleh saat Intan mengajaknya mengobrol.“Sendiri aja, ya. Mas besok ada meeting penting,” “Gak bisa ditunda gitu? Kan aku sudah dua Minggu gak cek kesehatan ku. Temani ya?” Zaki mengeluh pelan, “benar gak bisa, dek. Atau kita undur aja, lusa saja periksa, bagaimana?”Intan cemberut, ia pikir tadi suaminya tak akan menolak. Tapi sekarang ia kecewa, padahal Minggu kemarin ia juga tak pergi karena Zaki tak bisa menemaninya.“Baiklah, aku akan pergi sendiri.” Intan ingi