Rasa terkejut Naila tak bisa ia tahan. Melihat keberadaan Najwa didalam rumah kakaknya membuat gadis itu menatap marah. Gadis itu langsung menarik temannya itu untuk berbicara berdua diluar.“Kenapa kamu bisa disini Naj?” Tanpa basa basi Naila langsung bertanya.Najwa terlihat sedikit takut, gadis itu terlihat sedikit memucat. Ia tidak pernah tahu jika Naila akan datang kesini, jika begini ia akan tersudut dan tak tahu harus memberi alasan apa. Tadi pagi ia sudah terusir oleh pemilik rumah, dan sekarang ada lagi penghalangnya untuk mendekati Kak Zaki, kenapa jalannya begitu dipersulit.“Aku ... Kak Zaki yang membawaku kesini.” Tak tahu harus menjawab apa, dia malah salah berkata.“Kak Zaki? Kenapa dia sampai membawamu kesini?” Naila memandang wajah Najwa dengan tajam. Mereka berdua bukan hanya kenal sehari, jadi bagi ia tak mungkin mempercayai gadis ini begitu saja. Ia tahu siapa kakaknya, pasti Najwa sudah melakukannya sesuatu sehingga menarik perhatian kakak laki-lakinya itu.“Aku s
Jalan-jalan yang mereka lakukan sungguh membuat dua manusia berjenis kelamin perempuan itu sungguh bahagia. Kesana-kemari bak dua remaja, tidak ada yang akan menyangka jika mereka adalah saudara ipar. Bahkan tadi ada laki-laki yang datang menggoda mereka. Saat Intan mengatakan ia sudah menikah, mereka terlihat tak percaya. Tapi itu berhasil membuat mereka pergi dan tidak mengganggu lagi.“Kakak ingin beli sesuatu?” Naila bertanya sebelum mereka memutuskan untuk pulang.“Tidak. Kita harus pulang, Nai. Bisa marah kakakmu nanti jika kita pulang kesorean.” Ujar Intan sedikit kawatir. Mereka sudah terlalu lama diluar, tubuhnya juga sudah merasa lelah karena seharian kecapean.“Jangan kawatir, jika dia marah nanti biar aku adukan pada bunda. Biar dia dimarahi,” ujar Naila. Intan terkekeh geli, adik iparnya ini selain berhasil membuat ia tertawa dari tadi. Sepertinya mereka sangat cocok jika berjalan berdua.*****“Waw, sepertinya jalan-jalan kalian sangat menyenangkan.” Suara seseorang me
Sikap dingin Zaki benar-benar membuat Intan semakin terluka. Naila juga geram dengan sikap kakaknya yang masih saja membela Najwa. Kadang-kadang ia berpikir, ‘apa mungkin kak Zaki benar-benar telah jatuh cinta pada Najwa?' Tapi kenapa sekarang, kenapa tidak dari dulu saja?Mereka yang berumah tangga, entah kenapa dirinya pula yang pusing. Naila pernah mencoba untuk menasihati Najwa sebagai seorang teman, tapi pada akhirnya mereka malah bertengkar hebat.“Mas, kamu akan berangkat?” “Mm,” Zaki tak menjawab, tapi hanya berdeham dingin, “ayo Najwa, kita harus berangkat kerja.” Intan yang sudah berdiri ingin mengantar Zaki sampai depan rumah kembali terduduk dengan linglung. Pada akhirnya ia hanya bisa tersenyum menahan tangis. Bersikap dingin pada dirinya, tapi begitu lembut pada wanita lain, kenapa Zaki begitu tak peduli padanya?Zaki dan Najwa berlalu tanpa menoleh lagi, bahkan tak memperdulikan tatapan marah seseorang disana.Naila bangkit dari duduknya menghampiri kakak iparnya, “ka
Telepon dari sang adik benar-benar membuat Zaki serasa nyawanya melayang. Apa ia tak salah dengar? Apa dirinya sedang bermimpi buruk?Baru tadi pagi ia bertengkar dengan istrinya, tapi kenapa kabar buruk ini datang sekarang. Ia pasti salah dengar!“Dek, bicara yang jelas ... Intan kenapa?!” Pertanyaan bercampur bentakan itu membuat orang lain yang masih ada di ruangan itu ikut terkaget.“Jangan banyak tanya kak! Aku sudah bilang, kakak ipar jatuh dan dia mengeluarkan banyak darah.” Balas Gadis disebrang sana tak kalah kencang.Zaki langsung menyambar kunci mobilnya, mengabaikan pertanyaan dari orang-orang. Pria itu berlari, memacu mobil dengan kencang menuju rumah sakit yang disebut adiknya. Pria itu bahkan lupa mematikan ponselnya terlebih dahulu. Rasa takut dan juga rasa bersalah membuat pria itu sekarang kehilangan akal.Zaki kacau, ia takut terjadi sesuatu dengan istrinya. Ia mengingatkan kejadian tadi pagi saat ia kembali membentak Intan, apa ada hubungannya dengan ini semua?Jal
Zaki mengungkapkan sendu wajah pucat yang terbaring lemah itu, ia ikut merasakan apa yang dirasakan istrinya sekarang. Kehilangan benar-benar menjadi pukulan telak bagi dirinya.Operasi baru selesai dilakukan. Pengeluaran janin yang masih berbentuk segumpal darah itu benar-benar menguras emosi Zaki saat melihatnya. Calon anaknya yang belum berbentuk harus berpulang tanpa dapat ia lihat.Suara pintu terbuka membuat Zaki perhatian dari wajah sang istri.“Bunda?” Zaki sedikit terkejut dengan kedatangan bundanya yang begitu cepat. Ia bangkit untuk menyalami wanita kesayangannya itu.Belum sampai ia menyentuh sang bunda, tangan yang mulai keriput itu sudah lebih dulu mendarat di pipinya.“Dasar pria bodoh! Bagaimana Anda bisa melakukan ini pada istrimu!” wanita tak sabar mengeluarkan amarahnya, ia bahkan berteriak keras saat masih dikamar rawat menantu yang masih bermasalah tak sadarkan diri.Zaki hanya bisa terdiam menerima tamparan sang bunda. Belum pernah ditampar seperti ini, pertama k
Bella masuk apartemen dengan santai. Berusaha biasa-biasa saja, meskipun dalam hati batin. Wanita itu langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, tak butuh waktu lama, suara tangisan langsung terdengar dari bibir pucat itu.Divonis memiliki penyakit serius membuat Bella benar-benar putus asa. Semua impiannya belum terwujud, tapi hidupnya hampir berakhir. Apa ia akan ikhlas meninggalkan dunia ini? Ikhlas tak ikhlas ia tetap saja harus menerima kenyataan.Ia membocorkan kembali kertas yang diberikan dokter tadi siang, kembali ia merasa sedih saat mengingat hidupnya yang akan berakhir. Bella melipat kertas itu, ia harus menyembunyikannya agar tidak dilihat oleh suaminya. Jika Ferdi menemukan ia tidak tahu akan menjelaskan apa, dan dia juga tidak yakin Ferdi mau bertahan hidup dengan wanita penyakitan sepertinya ini.*****Zaki masuk ke dalam kamar rawat istrinya, pria itu hampir saja berteriak melihat Intan sudah membukakan mata. Zaki berlari menghampiri Intan yang terlihat melamun
Awan-awan gelap menutupi seluruh angkasa, menyelimuti malam ini membuat semakin gelap gulita. Suara Guntur berbunyi samar yang diiringi suara petir yang saling bersahutan. Membuat siapa saja yang mendengarnya pasti akan merasa ketakutan.Angin malam yang bercampur dengan air hujan membuat udara semakin dingin. Melalui celah-celah jendela masuk untuk membekukan wanita yang masih duduk terdiam di dalam kegelapan itu. Tak peduli sedingin apa angin malam, nyatanya hati lebih membeku dari ini.Sesekali suara helaan nafas terdengar, seiring dengan suara Isak kecil yang keluar dari bibir pucat wanita itu. Rasa sakit dan rasa sesal dihatinya membuat ia terpuruk begitu dalam. Ia benci bersikap begitu lemah, tapi kegagalan kali ini benar-benar membuat ia menjadi yang terlemah sepanjang hidupnya.Terdengar suara derap langkah yang mulai mendekati kamarnya, Intan memilih tak peduli atau pun berpindah dari lantai dingin yang ia duduki. Baginya ini pantas menghukum dirinya sendiri yang gagal menja
Zaki menemukan keberadaan Najwa yang lari ke Singapura. Gadis itu telah dihubungi dan juga kedua orang tuanya juga diberi tahukan kelakuan buruk Najwa. Bibi Lia yang mendengar kelakuan buruk anak gadisnya itu hanya diam saja. Ia terlihat tak tertarik untuk meminta maaf ataupun memarahi sang putri. Bunda Tika bahkan mencoba mendesak adik sepupunya itu untuk segera menyuruh Najwa pulang dengan paksa.“Lia, apa kamu tidak bisa memaksa Najwa pulang? Bagaimanapun dia harus ada disini untuk mempertanggung jawab pada keluarga besan ku,” Ibu Zaki berucap dengan kecewa. “Aku tidak bisa, kak. Kamu kan tahu bagaimana keras kepalanya gadis itu.” Bibi Lia berkilah, “lagi pula ini bukan kesalahannya,”“Apa maksudmu Lia! Apa kamu masih berusaha untuk membela anak yang tidak tahu terima kasih itu!” Herman ikut angkat bicara. “Atau ini semua memang sudah kalian rencanakan?!”“Jangan menuduhku, mas Hendra. Bukankah semua ini kalianlah yang seharusnya bertanggung jawab? Kalian menolak begitu saja lama