Dengan baju kebaya putih dan sanggul yang tertata rapi, disertai dengan hiasan yang begitu memukau membuat Intan bertambah cantik saja. Hari ini ia menjadi pengantin, tak disangkanya hari berdebar ini datang begitu cepat padanya.
Sura lantunan merdu terdengar diruang tamu. Zaki sedang membaca surat Al-rahman salah satu mahar yang ia berikan untuk Intan dari jumlah mahar yang lainnya. Intan meneteskan air matanya saat Zaki selesai membaca ayat suci alquran itu dengan sangat baik. Ia juga mendengar suara tepuk tangan dari para tamu yang datang.
Sebenarnya Intan tak meminta apa-apa pada Zaki, tapi pria yang menyiapkan semua mahar untuk sang calon istri. Sekarang intan menyesal telah mengatakan Zaki pria yang tak romantis, padahal pria ini sangat-sangat romantis dengan caranya sendiri.
“Suami kamu hebat ya, dek. Abang juga mau seperti itu nanti sama calon istri abang, biar dia juga bahagia seperti kamu.” Bima terharu mendengar sua
Intan menggeliat dalam tidurnya, tak lama mata gadis itu mulai terbuka belahan. Sesaat ia terdiam merasakan seseorang memeluk tubuhnya dari belakang, setelah ia menyadari jika itu tangan suami barunya ia bernafas lega.Tak ingin mengganggu tidur Zaki, intan memilih diam-diam turun untuk ke kamar mandi. Tapi pelukan di pinggangnya semakin erat membuat ia tak bisa pergi sedikit pun dari dekapan sang suami.Embusan nafas Zaki dipuncak kepalanya membuat intan merasa geli, tapi ia tak mengubah posisinya, seolah tak ingin kehilangan kehangatan yang membuat ia nyaman sepanjang malam ini. Sebenarnya ia merasa sedikit gerah karena masih memakai pakaian kemarin, tapi tidak apa, karena tadi malam ia sangat capek sampai tak tahu sejak kapan ketiduran.Intan tersenyum lebar, melewati malam berdua dengan kekasih halalnya membuat Intan sangat senang, rasanya berbeda bagaimana gitu. Bahagia tak tak dapat ia sebut dengan kata-kata, hanya dengan senyuman i
Pagi kedua menjadi istri, intan tak bisa lagi bermalas-malasan, ia harus bangun lebih awal dari suaminya. Tinggal berdua dan tak mempunyai pembantu, tentu saja semua keperluan sang suami akan menjadi tanggung jawabnya. Segera ia mencari dimana letak dapur, ia harus segera memasak untuk sarapan mereka berdua pagi ini.Ternyata benar, semua keperluan rumah sudah sangat lengkap disini. Bahkan bahan makanan mereka juga sudah tersedia banyak, ia tidak tahu sejak kapan sang suami melakukan ini. Intan mulai memotong bawang. Pagi ini ia hanya ingin memasak nasi goreng agar tidak terlalu merepotkan, lagi pula ia juga tidak terlalu tahu apa makanan kesukaan suaminya.Saat sedang asyik memasak, ia dikejutkan dengan pelukan dari belakang. Intan menatap tajam sang suami yang menjadi pelakunya.“Mas, kamu mengagetkan ku.” Zaki terkekeh geli. Ia tidak melepaskan pelukannya malah semakin mengeratkan lilitan tangannya di pinggang sang istri.“Harum bange
Semenjak di taman malam itu hubungan mereka berdua semakin dekat. Rasa canggung yang intan rasakan berlahan mulai terkikis meskipun tak hilang sepenuhnya.Sudah satu Minggu mereka Tinggal berdua dirumah ini, berlahan Gadis itu mulai mengerti apa saja yang disukai dan tidak disukai, ia semakin belajar menjadi istri yang baik untuk suaminya. Begitu pula dengan Zaki, pria itu semakin menunjukkan rasa cintanya pada sang istri. Sikap yang dulu dingin sekarang sudah tak ada lagi, hanya ada senyum manis setiap memandang wajah cantik Istrinya.“Dek?”“Iya Mas. Ada apa?” Intan yang sedang membersihkan wajahnya didepan cermin menoleh pada suaminya yang sedang duduk di tempat tidur.Zaki menepuk di sebelahnya, seolah mengerti Intan mendekati sang suami dan duduk disisi pria itu. Dengan berlahan Zaki memeluk tubuh ramping sang istri. Intan yang merasa aneh dengan suaminya hanya mampu diam saja.“Kamu mau apa, mas?&rdqu
Sekarang mereka benar-benar menikmati waktu berdua, satu hari ini Zaki benar-benar mengurung istrinya di kamar. Sejak pagi tadi ia tidak memberikan wanita itu keluar dari kamar, pria itu tak mau melepaskan pelukannya sedikit pun ditubuh istrinya. Meskipun Intan terus merengek meminta dilepaskan karena merasa risih dan lelah, tapi Zaki tetap tak peduli.Karena sudah bosan mengomel, wanita itu hanya bisa menurut saja, toh sekarang tak ada salahnya mereka melakukannya. Lagi pula pelukan suaminya begitu hangat dan terasa sangat nyaman, sepertinya ini akan menjadi tempat ternyaman dirinya setelah ini.“Mas ... Lepas! Ini udah sore loh,” ucap Intan sedikit menggeliat, tubuhnya sudah terasa kaku karena tak bisa digerakkan, lilitan tangan suaminya terlalu erat.“Biarkan saja, dek. Kita tidur lagi,” balas Zaki santai. Pria itu menyembuhkan wajah di cerucuk leher sang istri, membuat wanita itu merasa geli.“Tidur apaan? Ini udah
“Mas, kita mau kemana?” Intan bertanya dengan bingung saat melihat mobil suaminya memasuki kawasan apartemen elit.“Nanti kamu akan tahu, dek.”Intan mendengus kesal, ini sudah bertanya untuk yang ke sekian kalinya, tapi pria ini selalu menjawab hal yang sama.“Gak usah marah juga dek, nanti mas beri tahu, ya.” Zaki menggenggam tangan istrinya agar wanita itu tak kesal lagi.“Tapi mas main rahasia-rahasiaan. Tadi katanya mau nemenin aku belanja keperluan rumah, tapi kok kita malah kesini?” Zaki hanya membalas senyum. Tak ingin mengatakannya karena ia pikir hanya sebentar untuk mampir kesini.Mobil mereka berhenti tepat di depan apartemen. Zaki segera turun untuk menemui seseorang yang sudah menunggu.“Sudah sampai?”“Mm, ayo turun. Atau kamu didalam mobil aja, mas cuman sebentar kok,” Intan menggeleng, ia ingin ikut dan melihat siapa yang ingin d
Siang ini Intan berniat untuk mampir ke rumah orang tuanya, ia merindukan sang ibu dan juga sang kakak tercinta. Selagi Zaki masih di kantor ia merasa bosan sendirian di rumah, jadi lebih baik ia mengunjungi bundanya sekarang.Setelah mendapatkan izin dari sang suami, Intan langsung masuk kedalam taksi yang sudah ia pesan dari tadi. Wanita itu terlihat sudah tak sabar mengunjungi sang bunda.Setelah sampai di gubuk sederhana yang keluarganya punya, wanita itu langsung tersenyum senang melihat bunda dan Abangnya sedang duduk di kursi depan rumah. Setelah membayar ongkos taksi, ia berlari dan langsung memeluk tubuh yang sangat ia rindukan itu.“Ya Allah, Intan. Kamu kok gak bilang-bilang mau datang?” Wanita paruh baya itu sangat senang melihat anaknya pulang, tak terasa air matanya menetes karena sudah sangat merindukan sang putri semata wayangnya ini.“Intan kangen bunda,” rengeknya. Ia mulai melepaskan pelukan mereka, intan m
Tak mampu lagi berkata-kata, Intan hanya bisa meneteskan air matanya. Ia mendengar pengakuan cinta dari suaminya. Meskipun tidak terucap secara langsung tapi ia bisa merasakannya. “Terima kasih mas... Udah memilih aku untuk jadi istrimu,” Zaki menggelengkan, “gak ada kata terima kasih, sayang. Karena sekarang memanja dan menjagamu adalah tugasku. Jadi berhentilah berkata seperti itu, seolah kita ini hannyalah orang asing,” Intan mengangguk mengerti. Setelah ia pasti akan jatuh cinta lagi dan lagi pada pria ini, melihat sikapnya yang begitu lembut dan hangat sebagai suami. Tapi ini bukankah sangat bagik, toh pria ini memang sudah menjadi miliknya. Ternyata saling mengenal setelah menikah memanglah sangat bagus, buktinya semakin hari hubungan mereka semakin dekat, cintanya pun semakin besar untuk pasangan. Intan menyeruak measuk kepelukan Zaki, rasanya hangat dan nyaman, meskipun ada bau keringat pada tahun prianya ini, tetap saja Intan suka. “Apa kita akan terus disini saling b
Wajah itu sangat tampan, karismanya tak sanggup ia tolak, setiap hari ia semakin tersihir dengan pesona suaminya sendiri. Begitu saja, dirinya sudah jatuh cinta pada sang suami. Kali ini ia tak punya alasan untuk tak bahagia, meskipun Awalnya menikah tak ada perasaan dan cinta, tapi sekarang Intan sudah menyimpan perasaan ini pada hatinya untuk sang suami.Rasa yang dulu masih tertinggal pada Ferdi, berlahan-lahan mulai terkikis habis. Sekarang ia hanya mencintai satu orang, dan orang itu suaminya sendiri. Memang perasaan ini datang begitu cepat? Tapi ia bisa apa, pacaran yang halal ditawarkan oleh Zaki dahulu benar-benar bisa meluluhkannya, membuat ia begitu berharap dan bergantung pada pria itu.Bibir yang sedikit terbelah yang berwarna merah, dengan bulu-bulu halus di sekitar dagunya benar-benar menambah ketampanan Zaki di mata Intan. Dia memang tak memiliki otot yang besar, tubuh yang kekar. Tapi dia hanya pria bertubuh biasa yang mampu membuat dirinya terpesona. Tak terlalu kurus
“Akhirnya, hubungan mereka menjadi sangat baik,” gumam Naila. Naila turut merasa senang melihat kebahagiaan kakak dan kakak iparnya. Meskipun pada akhirnya ia sendiri mendapatkan luka ini, tapi ia tetap saja merasa bahagia. Dengan mereka yang berhasil menyingkirkan Najwa, akhirnya keluarga baru kakaknya bisa kembali damai dan menjalani hidup dengan normal kembali.“Kamu kenapa senyum-senyum?” Tanya Bima yang muncul dari belakang Naila.“Lagi bahagia lihat mereka ... Serasi bangat kan?”Bima menganggukkan kepalanya. Ia juga merasa bahagia melihat adik perempuan satu-satunya itu bahagia. Tapi ia hanya sedikit merasa heran, tidakkah gadis ini merasa sedikit marah pada Intan?“Apa sekarang kamu membenci adikku?”Naila menarik perhatiannya dari dua sejoli itu, kembali ia menatap heran Bima.“Maksud mas Bima bagaimana?”Bima mengangkat bahunya, “barang kali aja ... Kan adikku sudah membuat mu sakit seperti sekarang ini. Jika kamu marah pun itu hal yang wajar,” Naila tersenyum mendengar pe
Hah?Intan mengernyit tak mengerti. “Penjara? Kenapa sepenjara?” Intan semakin kesal. Suaminya pasti mencoba mengalihkan pembicaraan. “Karena sekarang mas sudah memenjarakan Najwa. Demi kamu Dan demi keluarga kita. Dia tidak akan mengganggu kita lagi.” ucap Zaki meyakinkan.Intan terkejut tak percaya. Tidak mungkin, tidak mungkin seorang Zaki akan memenjarakan sepupu kesayangannya itu kan? Intan menolak untuk percaya dengan itu.“Kamu pasti berbohong. Gak mungkin kamu tega, mas.” Intan menggeleng tak percaya.“Kalau kamu gak percaya, ayo kita ke kantor polisi sekarang.” Zaki sungguh-sungguh mengatakannya, “sudah seperti ini, tapi kamu masih tidak mempercayai suamimu?” Antara percaya dan tak percaya. Sekarang intan jadi takut, apa benar gadis itu dipenjara karenanya? Jika ia sekarang musuhnya akan bertambah banyak. Intan tak senang, meskipun gadis itu sudah banyak melakukan hal buruk padanya, tapi entah kenapa ia merasa kasian. “Aku ... Aku,” tak tahu lagi. Sekarang intan merasa bin
“Bunda ... Bagaimana keadaan Naila?” Intan baru saja kembali lagi ke rumah sakit setelah ia sempat pulang untuk beristirahat sebentar. Itu mertuanya yang suruh, jika tidak mungkin dirinya tak akan beranjak sedikit pun dari buangan Naila.Tika menarik nafas panjang, dengan suara bergetar ia berkata “Naila sudah sadar, nak. Tapi ...,”“Tapi kenapa?” “Kata dokter ... Untuk sementara waktu mungkin Naila gak bisa jalan, Tan.” Tangis yang ia coba tahan akhirnya pecah juga. Melihat anaknya terbaring lemah tak berdaya hati ibu mana yang tidak terluka. Dirinya tidak ingin ini semua terjadi, tapi ia juga tak bisa menyalahkan siapapun atas takdir ini.Intan segera berlari memeluk tubuh yang terguncang hebat itu. Ia tak tega melihat ibu mertuanya menangis seperti ini. Seharusnya dirinya yang ditabrak dan terluka, mungkin tidak akan membuat orang-orang akan merasa sedih seperti sekarang ini.“Bun, maaf. Jangan menangis lagi. Ini semua salah Intan, semua gak akan jadi begini jika saj...,” Tika la
Lima belas menit berlalu, Zaki menunggu seseorang dengan tak sabaran. Tak lama Najwa muncul dari balik pintu depan tangan terikat dan dijaga oleh dua orang bodyguard berbadan kekar. Bukanya merasa bersalah, Najwa malah tersenyum senang melihat Zaki yang ada didepannya.Zaki memerintahkan anak buahnya untuk segera melepaskan ikatan tangan gadis itu agar bisa berbicara leluasa.“Masih berani tersenyum?” Zaki mengaku takjub dengan keberanian gadis ini. Entah berani atau sudah gila, Zaki sendiri tak tau apa yang dialami sepupunya ini.“Tentu saja. Sepertinya aku berhasil membuat mu tertarik untuk menemui ku,” ucap Najwa penuh percaya diri.Zaki tak percaya apa yang didengarnya. Kenapa gadis masih begitu tenang? Tapi ia yakin dibalik keterangan yang dia sembunyikan ada rasa cemas yang menghantui.“Baiklah. Setelah ini dipastikan kamu tidak akan berani untuk tertawa, bahkan bibir mu tak aku biarkan sedikit pun tersenyum! Bagaimana?!”Kali ini Najwa langsung kehilangan senyumnya. Ia menatap
Suara tabrakan membuat semua orang yang melihatnya terkejut. Intan menyentuh lutut dan kepalanya yang terasa sakit karena terbentur di jalan aspal. Saat ia mencoba bangkit dan menoleh ke belakang, ia sungguh terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajah wanita itu berubah menjadi pucat pasi melihat Naila terbaring di tengah aspal sana dengan berlumuran darah.“Naila!” Ia berteriak keras. Intan segera berdiri dan berlari ke tubuh Naila yang sudah mengeluarkan darah cukup banyak. “Ya Tuhan ... Kenapa jadi begini,” Intan menangis sambil memangku tubuh Naila. Melihat orang-orang yang hanya sibuk menonton dan tak ada niat untuk membantu, Intan berteriak keras meminta pertolongan.“Pak, tolong adik saya. Tolong bawa ke rumah sakit.” Intan memohon pada orang-orang yang melihat kecelakaan itu. Mereka segera menghubungi ambulance, dan setelah itu ia tak ingat apapun karena ia hanya sibuk memperhatikan adik iparnya itu.Setelah ambulance datang tubuh Naila segera di angkat masuk, Intan ikut menema
Intan mengungkapkan kepergian suaminya ke kantor ini disertai sedikit pengalaman. Sekali lagi pria itu tak ingin mengantarnya untuk memeriksa di rumah sakit, meskipun begitu berharap untuk ditemani suaminya. Sudah dua minggu berlalu, tapi Zaki masih bersiap-siap dingin pada Intan. Seperti pria itu sangat marah sekarang. Dan lagi, Intan tahu jika suaminya telah mendengar setiap kutipannya pada Ferdi kemarin itu. Pantas saja suaminya sangat marah. “Kak,” Intan terkejut melihat sang adik ipar yang sudah masuk ke dalam kamarnya, dengan cepat menguapkan sisa air matanya. “iya… Kenapa Nai?” “Kakak habis nangis ya?” “Gak kok… Oh ya, kenapa cari kakak?”Naila terlihat bingung untuk mengatakannya, “itu ... Kakak Intan mau ke rumah sakit ya? Hari ini jadwal kakak periksakan?” “Iya”, Intan masih membukanya dengan Zaki, jadi ia tak pernah mendengar inspirasi dari Naila. “Aku aja ya kak, nemenin ke rumah sakit?” Intan tersenyum, lalu mengangguk lemah. “Gak usah Nai, kakak bisa sendiri kok.
Mereka terdiam sepanjang perjalanan menuju rumah. Tak ada seorang pun yang mau terlebih dahulu untuk memulai pembicaraan, apalagi Intan. Melihat wajah marah suaminya saja ia sudah merinding. Ya, seseram itu wajah suaminya sekarang di mata Intan.Saat sampai di depan rumah, Zaki keluar dengan membanting pintu dengan keras. Intan yang masih berada di dalam mobil tak bisa lagi menahan air matanya mengalir. Apa salahnya kali ini?Selalu saja seperti ini. Marah tanpa sebab, lalu ada akhirnya hanya meminta maaf. Tapi bodohnya dia selalu saja melunak jika suaminya telah meminta maaf dengan lembut.Dan setelah merasa ia bisa menyadari dirinya, intan segera menyusul sang suami. Ia tidak ingin terlihat menyediakan di depan mertuanya, jika tidak mungkin mereka sampai tahu kecil seperti ini. Melihat rumah yang masih sepi, napas lega, segera menuju kamar dirinya dan Zaki berada. Intan membuka pintu kamar belahan, saat ia masuk saat mereka bertemu. Intan mengontrol degup jantungnya yang menggila,
“Kak Ferdi?” Intan sedikit tercengang, “aku habis Check up. Kak Ferdi kenapa ada disini?” ucap Intan basa-basi. Sejujurnya ia agak segan jika dalam situasi canggung begini.Ferdi menghampirinya, lalu tanpa permisi ia langsung duduk di bangku sebelah Intan. Sedikit agak jauh, karena memang bangku-bangku kayu itu cukup panjang.“Lagi nunggu Bella.” Jawab Ferdi. “kamu kenapa sampai begitu sering Check up? Apa sakitnya serius?”“Gak kok, Cuma periksa biasa aja.” Intan berbohong, ia tak ingin orang lain tahu kekurangannya. “Oh, ya. Bella bagaimana? Apa dia lebih baik?”Terlihat Ferdi sedikit menarik bibirnya ke atas, sepertinya pria itu sedang bahagia jikala mendengar nama Wanitanya itu. Terlihat seperti pria yang baru merasakan cinta. Apa mereka sudah bisa saling menerima?“Sudah lebih baik,”“Baguslah,” Intan memandang wajah Ferdi yang terlihat masih saja tampan di matanya. Dia tidak bohong, mantannya ini memang bisa dibilang sangat tampan, tapi sayang dia bukan miliknya. “Kenapa?” Ferd
Satu Minggu setelah kedatangan Najwa. Gadis itu tak lagi datang menemui Intan. Mungkin dia sudah tau jika sekarang intan tak lagi bisa ia gapai. Intan cukup senang, semakin gadis itu tak ada berkeliaran di sekitarnya akan lebih baik hidupnya. Meskipun intan sedikit kecewa melihat Zaki bersikap begitu cuek setelah tahu Najwa pulang. Apa tidak ada inisiatif pria itu untuk memberi gadis itu sedikit pelajaran, atau setidaknya memaksa meminta maaf pada dirinya ini.“Mas, besok aku mau ke Rumah sakit. Kamu temani ya?” Zaki menoleh saat Intan mengajaknya mengobrol.“Sendiri aja, ya. Mas besok ada meeting penting,” “Gak bisa ditunda gitu? Kan aku sudah dua Minggu gak cek kesehatan ku. Temani ya?” Zaki mengeluh pelan, “benar gak bisa, dek. Atau kita undur aja, lusa saja periksa, bagaimana?”Intan cemberut, ia pikir tadi suaminya tak akan menolak. Tapi sekarang ia kecewa, padahal Minggu kemarin ia juga tak pergi karena Zaki tak bisa menemaninya.“Baiklah, aku akan pergi sendiri.” Intan ingi