"Mama! Mama bilang apa?" Violetta menatap dengan mata lebar pada Siska.Dia tak percaya yang barusan dia dengar. Siska mengatakan Helios sudah membuat Violetta hamil? "Mama hanya mau Herman tahu mengajari anaknya. Berani berbuat berani bertanggung jawab! Kamu harus menikah dengan Helios, secepatnya!" Siska masih meneruskan cerita yang dia buat."Ga, Ma. Itu ga benar. Aku ga ha-""Kamu mau mengelak?! Mama berusaha membela kamu di depan pria tua sakit-sakitan itu! Harusnya kamu dukung Mama. Kamu harus menikah dengan Helios!" Suara keras Siska membuat orang-orang yang lewat menoleh bahkan ada yang berhenti."Nyonya, Nyonya pulang sekarang atau aku panggil sekuriti," kata Victor mengancam Siska."Diam kamu! Aku sudah sabar sama kamu, tapi masih juga kamu sok jadi pahlawan buat Herman!" Siska balik marah pada Victor."Mama, cukup. Lihat semua orang melihat kita," kata Violetta dengan suara dia rendahkan tetapi dengan nada tegas."Biar semua tahu! Biar saja! Aku sudah sabar selama ini dip
Herman kembali masuk ruang gawat darurat. Halim dan Victor sangat cemas. Apalagi Helios. Situasi begitu menegangkan. Helios bertekad tidak akan beranjak dari rumah sakit sampai Herman akan membaik. Mau tidak mau, Halim yang stay di kantor, mengurus semua mewakili baik Tuan Besar maupun Tuan Muda.Herman sangat lemah, dia tidak sadarkan diri. Tekaan bertubi-tubi yang terjadi hampir bersamaan membuat jantungnya langsung memburuk.Violetta juga terus di sisi Helios. Sekalipun dia merasa kacau karena rencananya berantakan, dia berniat akan ada di samping Helios, menguatkan pria yang dia cintai."Tuan Muda, aku harus pulang. Nanti malam aku kembali," kata Victor.Menjelang sore dia perlu mengurus sesuatu dengan Donita. Helios mengangguk tak membuka suaranya.Victor menoleh pada Violetta. Gadis itu terlihat lesu dan lelah."Nona, kalau lelah, pulang dulu tidak apa-apa. Saya bisa minta pelayan datang menemani Tuan Muda di sini." Victor menyarankan."Aku ga apa-apa, jangan kuatir." Violetta m
Violetta masuk ke kamarnya. Dia tidak akan menunda lagi untuk meninggalkan mansion. Semua yang terjadi semakin membuat hatinya kacau dan sakit. Lebih baik dia pergi sejauh mungkin. Tidak masalah tanpa Helios.Helios memang harus ada di sisi papanya. Dia penerus Dinasti Hartawan, harus meneruskan apa yang Herman bangun. Jadi, Violetta akan pergi sendiri. Dia pasti bisa menemukan tempat yang tepat untuk dirinya memulai hidup yang baru.Kopernya yang memang sudah dia siapkan masih tetap di tempatnya di sebelah lemari besar. Dengan cepat Violetta menariknya. Dia tak butuh yang lain lagi. Dompet sudah di dalam tas selempang yang tersampir di bahunya. Dia memang siap berangkat.Sambil menarik koper keluar kamar, Violetta menelpon taksi meminta agar menjemput secepatnya. Violetta akan ke bandara, tetapi dia belum tahu akan ke mana."Nona! Nona mau ke mana?" Dadang yang ada di ruang tengah melihat Violetta turun sambil menarik koper."Pak, bantu aku bawa koperku," kata Violetta tidak memperha
Helios memandangi Herman yang terbaring tak berdaya di atas ranjangnya dari jendela ruang ICU. Pria itu tak bergerak, tak bereaksi apapun. Hatinya begitu pilu. Kenapa kenyataan terus saja mempermainkan hidupnya? Itu yang berulang kali dia tanyakan.Doa hampir tak berhenti dia serukan, memohon belas kasihan dari tahta Surga. Tetapi entah apa yang salah hingga tak juga terjawab. Sisi lain, dia kuatir dengan Violetta. Gadis itu sedang galau dan marah. Sedangkan Helios tak bisa menolong apa-apa.Beberapa kali dia mengirim pesan pada Violetta tak ada balasan. Makin gelisah hati Helios. Apalagi Violetta lari pulang karena dia marah setelah tindakan kejam ibunya dengan melakukan posting dusta di dunia maya."Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Rasanya semua semakin tidak karuan. Misi berantakan. Aku dan Violetta masih tak bisa bersama. Malah masalah baru muncul. Nama papa dan keluarga Hartawan rusak karena Tante Siska. Aku harus bagaimana?" Helios menghela napas dalam sambil masih memandang Herm
Violetta menoleh ke arah gerbang menuju pesawat. Petugas menunggu dengan senyum ramah. Para penumpang satu per satu masuk ke sana.Violetta berdiri. Dia menarik napas dalam. Ada perasaan campur aduk di dada. Dia akan pergi atau kembali. Hatinya bergelut luar biasa. Violetta hanya ingin tenang, lelah dengan semua carut marut yang menekan hidupnya. Setiap berurusan dengan ibunya, hanya luka dan pedih yang dia dapatkan. Jika dia pergi, semua akan selesai. Tapi, apakah dia sejahat itu sebagai anak? Lalu, Helios? Apakah Violetta juga tega membiarkan Helios menghadapi semua sendiri?"Vio, please ..." Terdengar sendu suara Helios. "Aku sayang kamu. Aku mau kita sama-sama. Aku janji akan bilang papa kalau aku akan-"Klik. Violetta mematikan panggilan Helios. Dia masukkan ponsel ke dalam tas, lalu berjalan cepat meninggalkan ruang tunggu dan pergi keluar. Violetta mencari taksi. Dia akan kembali. Dia tidak akan membiarkan Helios menyelesaikan kekacauan yang dibuat oleh ibunya.Bagaimanapun, s
Helios dengan cepat berdiri. Violetta menatap padanya dengan mata berkaca-kaca. Helios melangkah mendekat. Seketika tangis Violetta pecah. Dalam dekapan Helios, gadis itu melepas penat yang begitu menekan dirinya."God, thank you, You bring her back." Lirih Helios bicara. Dengan kuat dia peluk Violetta. Helios mau membuat Violetta tenang, yakin, Helios akan mendukung dan mendampingi dirinya. Pelukan ini yang Violetta butuhkan. Pelukan cinta tulus untuknya. Apapun keadaannya, cinta itu akan tetap ada. Tanpa tujuan lain, tanpa motivasi apa-apa, selain karena sayang."Terima kasih kamu mau balik. Terima kasih, Vio." Lembut sekali Helios bicara. Terasa rasa lega yang begitu besar dari nada suara Helios.Victor memandang keduanya. Begitu rumit yang terjadi di sekeliling mereka. Cinta mereka diuji berulang kali dengan banyak hal yang jika dipikir tidak harus mereka lalui. Mengingat kisah cintanya sendiri dengan Donita, yang Helios dan Violetta hadapi masih lebih berat."Aku mau lihat mama
Halim dan Victor bertindak. Niat Helios ingin meluruskan postingan Siska segera mereka tanggapi. Halim membantu Helios menata apa-apa yang perlu Helios katakan di publik dan bagian mana yang cukup menjadi konsumsi pribadi saja.Sedangkan Victor, dia memanggil tiga media yang cukup dikenal dan kredibel untuk ikut membuat video ketika Helios membuat pernyataan. Ini sengaja dilakukan, langsung dengan media, bukan video yang siap ditayangkan setelah lewat proses editing dan lain-lain.Tetap sangat dibatasi berapa dari pers yang bisa datang, karena lokasi dilakukan di rumah sakit. Dua hari persiapan maka rencana dijalankan. Saat memulai Helios sangat tegang. Violetta, Halim, dan Victor juga sama."Hel, good luck. Thanks for all." Violetta mengatakan itu sepenuh hati dan juga menyemangati Helios.Helios mengangguk lalu berjalan ke kursi yang disiapkan untuknya. Pengambilan gambar dilakukan di taman yang tidak jauh dari tempat Herman dirawat."Hari ini, meskipun bukan yang aku inginkan, aku
Violetta masuk kamar Siska. Wanita itu kembali menggunakan alat bantu pernapasan dan kondisinya tiba-tiba sangat lemah. Namun, kesadarannya masih ada. Dia memandang Violetta dan mengulurkan tangan kirinya yang gemetar.Violetta mendekat dan memegang tangan kiri Siska. Hatinya sangat sedih. Melihat ibunya berjuang untuk bernapas, Violetta tidak tega."Kamu ... Vio ..." Siska memaksa diri bicara.Violetta mendekat ke dekat wajah Siska agar bisa mendengar yang Siska katakan."Baha ... gia ... Jangan ... ja ... ngan, se ... dih." Semakin pelan terdengar tapi masih dapat Violetta tangkap.Mendengar itu begitu saja air mata meluncur di mata Violetta. Dia mengangkat muka dan memandang Siska. Mata Siska terus menatap pada Violetta. Lemah dan redup, sayu dan semakin berat."Mama, aku pasti bahagia. Aku janji." Violetta berkata sambil berusaha menahan diri agar tidak menangis.Mata Siska tampa makin berat. Senyum kecil di ujung bibirnya. Sedang napasnya semakin berat. Dia mulai tersengal-sengal