Aga benar-benar merasa terjebak. Atau lebih tepatnya, Aga memang tengah dijebak oleh keluarganya sendiri. Ketika Aga datang untuk menjemput Vira serta Awan di rumah orang tuanya, ternyata putranya itu sudah dalam perjalanan menuju Puncak lebih dulu.
Yang akan liburan di Puncak kali ini, ternyata adalah seluruh keluarga besar mereka. Yakni orang tua Vira, dan juga orang tua Aga. Sampai akhirnya, Aga dengan terpaksa harus berada satu mobil bersama Vira karena hanya mereka berdualah yang belum berangkat.
“Rencana siapa ini, Vir?” tanya Aga sambil memijat pelipisnya dengan satu tangan yang menyiku pada sisi bingkai kaca mobil. “Jangan jadikan Awan sebagai alasan, karena aku nggak akan percaya.”
“Mamamu.” Vira mengatur posisi duduknya sedikit miring agar bisa leluasa melihat Aga.
Ketika Aga memutuskan untuk meninggalkan Vira dan tidak jadi pergi ke Puncak, ia benar-benar menghabiskan sisa cutinya itu di kantor. Aga menyibukkan diri, dari berbagai pikiran yang sangat menumpuk di kepala. Aga bahkan memilih untuk menginap di hotel, daripada harus pulang ke apartemen. Ia juga ingin menjernihkan pikiran, dari bayangan Bening serta berbagai ucapan yang kerap memancing Aga. Tidak hanya di situ, setelah Aga meninggalkan Vira kala itu, kedua orang tuanya langsung menelepon bergantian untuk melayangkan protes. Namun, satu yang sudah jelas tidak akan bisa diubah lagi, yakni keputusannya bercerai dengan Vira. Apapun yang terjadi, Aga tidak akan pernah mau kembali rujuk dengan wanita itu. Aga tidak akan menarik berkas apapun yang sudah masuk ke pengadilan. Bahkan, untuk mempercepat proses perceraianny
“Bukannya kamu sama si Christ itu sudah putus?” Aga meletakkan satu gelas teh hangat di atas nakas, lalu berdiri dengan melipat tangan di depan dada. Wajahnya terulas masam karena mengingat nama Christ yang terpampang di ponsel milik Bening. “Suudaah,” jawab Bening kemudian bangkit dan menggeser bokongnya sedikit demi sedikit mendekati nakas. “Kamu ngabari dia kalau lagi sakit?” “I-ya.” Bening bersila lalu mengambil bantal untuk menutupi pahanya yang terbuka lebar di depan Aga. Meraih gelas teh, lalu meminumnya sedikit demi sedikit, dengan terus menatap wajar datar Aga dengan tanda tanya. “Pak Aga tahu dari mana?” “Dia barusan nelpon dan saya yang angkat.” “Kok nggak dikasih ke saya, telponnya?” Bening sediki
Mulut Bening sibuk mendesis nyeri sedari tadi. Tubuhnya sudah tidak sabar ingin berbaring, setelah memeriksaan diri di rumah sakit bersama Aga.“Pak, tebus obatnya di apotek luar aja,” pinta Bening setelah kembali dari toilet. “Pengen pulang, terus baring aja seharian.”“Telat.” Aga meraih tangan Bening yang berdiri di depannya dan membawa tubuh itu untuk duduk di sampingnya. “Resepnya sudah masuk ke dalam.”Bening menghela, dan langsung merebahkan kepalanya di pundak Aga karena mengantuk. Setelah semalaman tidurnya tidak tenang karena perut yang melilit, maka pagi ini Bening dilanda kantuk yang luar biasa.“Apartemen sama rumah sakit juga nggak jauh, Ning,” lanjut Aga membiarkan gadis itu berada di pundaknya. &
Menikah.Satu kata itu, tentu saja sering terlontar dari mulut Bening ketika masih menjalin kasih dengan Christ. Ketika menikah nanti, Bening memiliki impian untuk mengadakan pesta pernikahan yang sangat mewah dengan dihadiri banyak tamu dari segala kalangan.Bening betul-betul ingin menjadi ratu sehari, yang bersanding dengan sang raja yang dicintainya.Akan tetapi, jika hanya pergi ke penghulu dan sah, seperti kata Aga, Bening mana mau melakukannya. Lagi pula, Bening juga tidak yakin kalau ia juga memiliki rasa suka, seperti yang selalu Aga katakan.“Bisa nggak, kalau masuk ke sini pencet bel dulu,” protes Bening sembari mematikan kompor. “Saya itu sudah lumayan sehat, jadi sudah bisa bukain Bapak pintu.”
Dari jarak lima meter, Bening sudah bisa melihat kalau pintu ruangan Rohit terbuka sekitar sepuluh sentimeter. Sementara itu, meja sekretaris yang ada di depan ruang pria itu terlihat kosong dan bersih. Tidak seperti biasanya. Bening menebak, kalau sekretaris Rohit hari ini tidak masuk kerja.Saat sudah berada di depan pintu dan hendak mengetuknya, Bening langsung mengurungkan niatnya sejenak. Ada suara wanita yang sudah sangat ia kenal tengah berbicara serius dengan Rohit, yaitu Vira. Untuk itu, Bening hanya berdiri dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menguping pembicaraan tersebut.“Sisil?” Suara Rohit terdengar melempar pertanyaan pada lawan bicaranya.“Iya, sekarang yang megang kasusnya si Sisil, itu. Karena, juniornya si … Oky itu, kecelakan tunggal dan kakinya patah.”
Kelopak mata Awan mengedip hingga berkali-kali, saat melihat wanita dewasa yang berada di samping sang papa tersenyum padanya.“Tante siapa?” tanya Awan seraya mendongak dan mempertemukan tatapan bingungnya pada Bening.“Ini Tante—”“Cantik!” potong Bening tiba-tiba sambil berjongkok cepat di depan bocah yang wajahnya sangat mirip dengan Aga. Semoga saja, hanya wajahnya yang mirip, tapi tidak dengan sifatnya. “Panggil aja Tante Cantik.”Bening kemudian mendongak untuk melotot pada Aga. Ia tidak ingin Aga menyebutkan nama Bening di hadapan Awan. Bening khawatir, jika Awan akan menceritakan tentang pertemuannya ini pada Vira nantinya. Kalau hal itu sampai terjadi, Vira sudah pasti akan menuduh bahwa Beninglah yang telah
Bening tidak mengerti, harus berbicara seperti apa dengan Awan ketika dirinya hanya berada berdua dengan bocah tersebut. Sementara Aga, kini meninggalkan dirinya ke toilet dan kepergian pria itu terasa sangat lama sekali.“Tante tinggal di mana?” tanya Awan setelah menelan satu gigitan burger ke dalam perutnya. Sedari tadi, bocah tersebut terlihat senang-senang saja ketika mereka jalan bertiga seperti sekarang. Bening jadi prihatin, bagaimana kira-kira perasaan Awan ketika tahu bahwa kedua orang tuanya nanti bercerai.Lantas, siapa yang akan merawat Awan nantinya? Di mana bocah itu akan tinggal, dalam artian, ke mana hak asuhnya akan berada?“Tinggal di apartemen.”“Papaku apartemennya ada banyak,” pamer Awan seperti kebanyakan anak ke
Haluuh semuaa ...Ada total 2000 koin gratis dari Sang Sekretaris dan Cinderella Hot Story untuk 10 pembaca yang beruntung. It means 200 koin untuk 1 pembaca. Caranya gampang dund, yaitu : 1. Kasih komen bintang ***** di salah satu novel on going yang saia sebut di atas. NOTE : Bukan komen di bab yakk, tapi di luar bab yang ada bintangnya.2. Follow igeh saia @kanietha_ Gampang, kan ~~ Bagi yang beruntung, akan diumumkan tanggal 4 April yakk.Makasiy banyak buat yang sudah sabar menunggu update dari saia yang belakangan ini rada riweuh dengan dunia nyata. Kisseeedd .... PS : Bakal ada hadiah plus-plus untuk 3 orang pemberi gems terbanyak di masing-masing cerita, dan akan diumumkan setelah tamat yakk. ¡Buena suerte!
Haluu Mba beb ... Sang Sekretaris beneran tamat dund. Mas Telaga Cakrawala sama mba Bening Bhanuwati mohon pamit undur diri dulu. Mereka mau istirahat. Kan, mau buatin adek buat Awan. :D :D :D Nanti, kita ketemu sama mereka lagi di spin off-nya dengan judul SANG PENGACARA, dan kita tuntasin hil-hil yang masih menggantung di sana. Daaan, berikut ini daftar penerima koin GN dari saia untuk 5 top fans pemberi Gems terbanyak di Sang Sekretaris. Datanya diambil per tanggal 30 June 2022 tepat pukul 06.00 WIB. RF Rifani : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Tralala : 750 koin GN + pulsa 150 rb Demigoddess : 500 koin GN + pulsa 100 rb Zee Sandi : 350 koin GN + pulsa 50 rb Lili Ning Mardani : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeh @kanietha_ Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi, saia bisa setor
“Ayo, keluar.” Bening merengek, sembari menggelengkan kepala. Ia belum siap dengan ajakan Aga, untuk menemui sang mertua yang meminta mereka datang pagi ini. Karena Bening tahu, yang akan dibahas oleh Arum, pasti masalah itu lagi, itu lagi. “Dulu, waktu sama bu Vira, mama begini juga nggak, sih?” “Nggak.” Aga langsung menjawab dengan pasti. “Kok, sama aku begini?” sambar Bening secepat mungkin, sambil meremas tali sabuk pengaman yang masih belum ia buka. “Tapi sama bu Vira, nggak?” “Karena kami dulu masih muda, Beb,” jawab Aga lalu mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman sang istri. “Masih sibuk meniti karir, dan betul-betul merintis semua dari nol.” “Eh, aku juga masih muda.” Bening kembali berkilah seperti biasa. “Tapi aku?” Aga menjatuhkan satu kecupan hangat di pipi sang istri. “Sebentar lagi, aku sudah kepala empat. Mama sama papa juga nggak akan selalu fit seperti sekarang.” “Kamu, tuh, sepertinya udah mulai oleng, deh.” Bening mencibir lalu memanyunkan bibir. “I
“Mama itu ada ngomong apa, sih, sama Awan?” Bening membuka rumah pemberian Aga yang baru saja selesai di bangun. Masih kosong, dan belum diisi furniture sama sekali. Ini pertama kalinya, Bening dan Aga menghampiri rumah mereka ketika semuanya sudah bersih dan siap diisi berbagai perabotan dan ditempati. Jika mengingat resepsi pernikahan mereka yang akan digelar sebentar lagi, keduanya sudah bisa menempatinya setelah pulang dari bulan madu. “Mama? Ku?” Aga bertanya ragu, karena mereka pagi tadi sempat mengajak Awan pergi ke rumah Clara. Sudah dua hari Awan menginap di apartemen, dan waktunya mengembalikan bocah itu pada Vira. Jika tidak, mantan istrinya itu pasti akan menelepon Aga tanpa henti. “Atau, mamamu?” “Mamamulah.” Hentakan ujung high heels Bening menggema pada lantai marmer di seluruh ruang yang masih kosong itu. “Mama Arum.” “Mamaku, ada ngomong apa?” Aga dengan cepat menyusul langkah Bening yang terlihat kesal. Namun, tidak berniat untuk mensejajarkan langkahnya. Ke ruan
Arum membuang napas panjang. Meskipun masih setengah hati, tapi ia sudah tidak bisa berbuat apapun lagi. Mengingat, bagaimana putranya itu terlihat sangat jatuh cinta dengan Bening, pun dengan Awan yang tidak mempermasalahkan semuanya, Arum menyerah. Namun, menyerah di sini bukan berarti Arum setuju, karena ada sebagian dari hatinya masih tertinggal dengan Vira.Dalam diam, terkadang Arum masih memikirkan nasib mantan menantunya itu. Arum mengerti jika sikap Vira memang tidak bisa dibenarkan, tapi Aga pun ternyata sudah patah arang dan tidak ingin melanjutkan rumah tangganya kembali. Jadi, hanya perpisahan yang menjadi jalan keluar satu-satunya.“Jadi, bagaimana kalau resepsinya dipercepat saja?” usul Clara di tengah-tengah pertemuan kedua keluarga yang diadakan di rumahnya. Sudah dua bulan berlalu dari pembacaan surat wasiat Camila kala itu, tapi baik Aga, maupun Bening tidak kunjung menyinggung masalah resepsi pernikahan. Sampai akhirnya, Clara meminta Aga menghubungi kedua orang tu
“Telaga … Cakrawala.”Pria paruh baya yang duduk santai pada kursi taman di belakang rumah, mengangguk-angguk ketika melihat Aga muncul di hadapannya.“Awalnya saya sangsi kalau yang disebut mendiang ibu Camila adalah Aga yang sama, tapi, sangat kecil kemungkinannya kalau ada dua orang yang namanya sama persis seperti kamu,” tunjuk pria itu, lalu menatap gadis yang berada di samping Aga.Seluruh anggota keluarga yang sudah lebih dulu berkumpul, hanya bisa tersenyum canggung. Selain berprofesi sebagai pengacara keluarga, pria paruh baya yang duduk bersama putranya itu, juga merupakan sahabat dekat mendiang Camila.Aga memberi senyum ramah, lalu segera menghampiri pria tersebut bersama Bening. “Apa kabar, Be? Kita lama nggak ketemu.”Pria paruh baya dengan nama asli Rasyid Pamungkas itu, segera berdiri untuk menyambut uluran tangan Aga. “Saya kaget, waktu Abi bilang kamu sudah nikah lagi. Lebih kaget lagi, waktu tahu kamu menantu dari mendiang ibu Camila.”Setelah menjabat tangan Aga, R
“Percuma beli mobil baru.” Bening berdecak, dan selalu saja sibuk membeo setiap kali jalan bersama Aga. “Pergi ke mana-mana selalu disupirin gini. Buang-buang uang tahu, nggak!”“Kan, lebih enak disupirin gini.”“Terus ngapain beli mobil baru, kalau aku nggak boleh nyetir sendiri,” protes Bening.“Siapa bilang nggak boleh nyetir sendiri?” sanggah Aga tetap tenang tanpa melirik sang istri sama sekali. Ia hanya menatap lurus pada jalan raya, sembari menahan tawa. “Kebetulan aku punya waktu luang, jadi mending aku yang nyupiri, kan?”“Kenapa kamu selalu punya waktu luang pas aku mau jalan.” Bening kembali protes karena curiga dengan sikap Aga. Semakin ke sini, pria itu semakin posesif saja. Ke mana pun Bening pergi, Aga akan selalu punya waktu pergi menemaninya. “Pas jam kerja juga gitu. Pasti mendadak bilang kerjaan selesai, kalau aku izin mau jalan.” “Karena kerjaanku memang sudah selesai,” jawab Aga santai tanpa beban. “Lagian mobilmu ini juga kepake, kan? Jadi, kita belinya nggak si
Meskipun Camila sudah beristirahat dengan tenang di pembaringan terakhirnya, suasana rumah duka yang begitu megah itu masih saja terlihat ramai. Para tamu datang silih berganti, untuk menyampaikan duka mendalamnya.Yang Bening perhatikan, Fikalah yang justru terlihat sangat kehilangan atas kepergian sang oma. Gadis itu bahkan sempat tidak sadarkan diri, ketika tubuh beku sang oma diturunkan ke peristirahatan abadinya. Untuk satu hal itu, Bening bisa merasakan semua yang dialami Fika karena pernah berada di posisi yang sama.Clara terlihat lebih tegar, dan terus mencoba menguatkan putri kesayangannya atas kehilangan mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat hati Bening kembali tercubit perih.Bening … cemburu dengan kedekatan Clara dan Fika.“Hei.” Aga mengusap lengan Bening yang berada dalam rangkulannya. “I know what you’re thinking.”“No, you’re not.”“Ayolah, Beb. Kamu harus paham situasinya.” Sedari tadi, Aga memperhatikan ke mana tatapan sang istri tertuju. Pun dengan ekspr
Aga berbalik, ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Menelan ludah, saat melihat kaki jenjang itu melangkah pelan, dan menampilkan tubuh segar yang hanya berbalut handuk. Senyum jahil yang disematkan oleh sang istri yang tengah mengusap surai basahnya, sungguh membuat Aga ingin menghempas tubuh Bening ke ranjang dan memasukinya.Namun, jadwal bulanan yang tengah didapatkan sang istri, membuat Aga hanya bisa menggigit jari. Bersabar, karena Aga tahu penantiannya nanti tidak akan sia-sia.“Jam sepuluh balik, lho, ya,” ujar Bening mengingatkan dengan wajah semringah. “Kita cari mobil baruuu.”“Aku cuma di bawah, Beb.” Aga meraih pinggang ramping sang istri yang sudah berhenti tepat di depannya. “Kamu bisa susul ke bawah, terus kita langsung jalan.”Bening mengangguk setuju dengan usul Aga. Ia lalu berjinjit, dan memberi satu kecupan singkat pada bibir bawah Aga yang terbuka. “Awan jadi nginap di sini? Atau masih ditahan sama omanya?”“Omanya masih mau nahan karena kesepian, tapi Aw
“Lama banget pulangnya.” Dengan memegang sepiring bihun goreng yang masih tersisa separuh, Bening sedikit merajuk menyambut kedatangan sang suami.Aga melepas jaket bombernya, sembari menghampiri Bening. Melemparnya ke sembarang arah, lalu menghempas bokongnya di samping sang istri. Aga memberi kecupan pada pipi Bening terlebih dahulu, barulah menanggapi protes istrinya.“Tadi ada om Romi di bawah.” Pulang ke apartemen dan disambut dengan pemandangan indah seperti sekarang, sungguh membuat semua lelah Aga hilang seketika. Satu setel baju tidur yang terdiri dari tanktop dan celana pendek itu, sungguh memberi sebuah energi tersendiri bagi Aga.“Om Romi?” Bening menoleh sambil mengunyah bihunnya. “Ngapain malem-malem dateng ke sini? Sendirian apa sama istrinya?”Aga langsung mencapit bibir istrinya itu dengan gemas. “Istrinya om Romi itu, mamamuuu,” decak Aga lalu sedikit menggeser bokongnya untuk merebahkan diri, dan meletakkan kepala di paha mulus sang istri. “Om Romi datang sama Dean.