“Dia benar, Tuan. Anda sungguh ahli bela diri terbangkit paling luar biasa yang pernah saya temui. Saya tidak percaya Anda terpikirkan untuk menggunakan kekuatan jiwa Anda untuk membantu Anda bekerja! Saya yakin dunia akan bersukacita jika Anda menulis buku tentang cara-cara memanfaatkan kekuatan jiwa,” ujar Briana dengan antusias.Daffa tersenyum, tapi senyuman itu memudar. Dia tidak begitu senang ditatap oleh kedua wanita itu dengan penuh rasa kagum. Itu berarti mereka akan mulai berpikir yang tidak-tidak. Daffa mengangkat sebelah alisnya dan berkata, “Cukup. Kenapa kalian datang kemari?”Mereka berdua menegakkan tubuhnya dalam diam mendengar perkataan Daffa, membuat Daffa tersenyum. Ruangan itu terlalu gelap bagi Erin untuk melihat raut wajah Daffa, tapi itu bukan sebuah masalah bagi Briana. Alih-alih mengatakan sesuatu, Briana hanya memandang Daffa sambil tersenyum.Erin berkata, “Kami berpikir kita bisa meninggalkan Kota Almiron malam ini, tapi kami lupa untuk mempertimbangkan
Daffa tahu panggilan telepon ini mungkin tidak akan memberikannya berita yang dia ingin dengar, tapi dia tetap menjawabnya. Di ujung telepon lainnya berisik. Beberapa detik kemudian, suara seorang pria yang mabuk terdengar.“Daffa, aku benar-benar tidak memahamimu. Kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini? Aku pernah menjadi seniormu, bukan? Bukankah kita bekerja bersama dengan baik? Bagaimana bisa kamu menghancurkan segalanya seperti itu? Aku tidak mau menerima ini!”Pria itu jelas-jelas kesulitan mengatakan kata-kata itu, tapi Daffa tetap tahu siapa dia. Daffa dengan dingin berkata, “Ansel, kamu minum-minum terlalu banyak.” Dia perlahan menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya untuk menyembunyikan kekecewaannya.Daffa sempat memiliki harapan yang tinggi untuk Ansel dan mengira Ansel adalah orang yang bisa berdiri di sisinya sebagai orang yang setara dalam waktu yang dekat, tapi Ansel telah mengkhianatinya. Malah, tampaknya Ansel belum menanggung konsekuensi yang besar atas
Ansel memejamkan matanya dengan putus asa. “Aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar, tapi aku tidak mampu berpikir ketika aku membaca pesan yang mereka kirimkan padaku. Mereka memberi tahuku mereka ingin menjelajahi kemungkinan aku menikahi Puspa!”Dia berjongkok dan melingkarkan lengannya di sekitar kepalanya, dengan gemetar berkata, “Aku tahu aku seharusnya tidak pergi ke sana, tapi aku tidak dapat mengendalikan diriku sendiri.” Dia mendongak ke arah Daffa sambil menangis. “Itulah sebabnya aku mengkhianatimu—Keluarga Sanjaya setuju untuk menikahkan Puspa dengan aku.”Daffa duduk di belakang mejanya, terlihat dingin. “Kamu mengkhianatiku? Apa yang kamu katakan pada mereka? Apakah itu tentangku atau West Atlantics Int’l?”Ansel terlihat kebingungan selama sepersekian detik sebelum menggelengkan kepalanya dengan heboh. “Tidak, tidak! Aku tidak mengatakan apa-apa!” Suaranya menjadi kian kecil di penghujung kalimatnya dan dia tidak berani bertatapan dengan mata Daffa. Daffa menget
“Kamu jelas-jelas tidak termasuk dalam kategori mana pun, jadi kurasa kamu harus memanggilku sebagai ‘Tuan Halim’ dan bukan yang lain.” Mata Daffa dingin.Benak Ansel menjadi kosong selama sesaat. Dia tidak tahu apa yang Daffa siratkan … atau mungkin dia tahu tapi menolak untuk berpikir lebih lanjut. Ansel tersenyum dengan getir, tahu kalau kata-kata Daffa masuk akal.Kalaupun Keluarga Bakti kacau balau, Ansel tetaplah ahli waris mereka satu-satunya—keberadaannya penting untuk keberlanjutan keluarganya, yang berarti dia tidak bisa mengikuti Daffa ke mana pun dia pergi, tidak seperti Alicia ataupun Erin. “Aku mengerti, Tuan Halim. Apakah ada lagi yang harus kulakukan atau konsekuensi yang harus kutanggung untuk terus bekerja bersamamu?”Daffa menyandarkan punggungnya dan meletakkan tangannya di sandaran tangan kursi. “Kita berasal dari almamater yang sama, jadi aku tidak meragukan kemampuanmu. Aku yakin kamu bisa membangun stasiun televisi terbesar di negara ini!”Kepala Ansel mendo
“Namun, kurasa itu bukan ide yang bagus.” Daffa mengetukkan jarinya di meja dengan runtutan yang cepat. “Karena itu, aku harus minta maaf karena menolak permintaanmu.” Dia memandang William tanpa bergerak, seakan-akan dia tiba-tiba berubah menjadi patung.Namun, William tahu Daffa hanya menunggu dia merespons. Merasa gugup, William menelan ludah dan membuka mulutnya untuk dengan gemetar berkata, “Saya mengerti, Tuan Halim. Ini salah saya karena tidak memikirkan hal ini dengan baik-baik dan saya akan memperbaikinya.” Setelah mengatakan itu, William bergegas keluar dari ruangan secepat mungkin.Ketika keheningan menjatuhi ruangan itu lagi, Daffa mencondongkan badannya. Dia menyangga kepalanya dengan lengannya sambil membaca laporan yang baru saja William serahkan padanya.Dia terkejut melihat betapa ringkas dan mudah dipahaminya laporan itu. Untuk waktu yang lama, Daffa kira William tidak berguna. Namun, tampaknya dia keliru. Malah, laporan itu dibuat dengan sangat baik dan itu membua
Seorang wanita tinggi berdiri di sampingnya. Si kerdil hanya mencapai pinggang wanita itu. Daffa melirik mereka sebelum pergi, tapi itu tidak berjalan sesuai yang direncanakan. Begitu dia berbalik untuk pergi, si kerdil bergegas berdiri menghalanginya. “Aku sedang berbicara padamu, bocah. Aku tidak pernah melihatmu di Kota Almiron sebelumnya. Kamu pasti salah satu dari orang-orang yang datang untuk uang hadiahnya.”Orang kerdil itu menatap Daffa dengan arogan dan melanjutkan, “Kusarankan kamu pergi sekarang. Kalian orang-orang miskin tidak tahu seperti apa rasanya menjadi orang kaya, jadi tidak mungkin usulanmu akan diterima!”Wanita di sampingnya tertawa mengejek, kemudian berkata, “Beri mereka kesempatan, Pak. Setidaknya, mereka akan mendapatkan makanan gratis.”Daffa mengangkat sebelah alisnya, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya berjalan menghindari orang kerdil itu untuk pergi. Yang perlu dia lakukan hanyalah menyuruh seseorang mengusir orang kerdil itu. Namun, ketika
Daffa menaikkan sebelah alisnya melihat lebam di pergelangan tangan Erin dan melingkarkan lengannya di pundak Erin. Kemudian, Daffa menginjak Vic dan berkata, “Aku berniat mengampunimu, tapi tampaknya itu tidak perlu. Mungkin kamu baru akan puas ketika kamu tidak bernyawa dan dibawa pergi di dalam kantong mayat.”Mata Vic membelalak mendengar perkataan Daffa, tapi tidak ada sedikit pun keraguan di nada bicaranya ketika dia meraung, “Cukup! Apakah kamu sadar seberapa tidak masuk akal perkataanmu itu? Aku hanya tertarik dengan wanita cantik di pelukanmu dan ingin membawanya pulang bersamaku, tapi kamu ingin merenggut nyawaku! Itu sangat tidak adil!”Daffa tersenyum, tapi kerumunan orang itu menggigil karena senyumannya sangat dingin. Daffa menekan kakinya, baru berhenti ketika dia mendengar suara tulang patah. Vic terbaring di tanah, terlihat pucat karena rasa sakut itu. Namun, dia tidak dapat bersuara. Sesuatu terasa tersangkut di tenggorokannya!Daffa memandangnya dengan menghina, k
“Tuan Halim, saya sadar saya telah melakukan kesalahan besar. Saya harap Anda akan memberikan saya kesempatan lain—saya bersumpah saya tidak akan membiarkan ini terjadi lagi!” Penjaga keamanan itu gemetar hebat, tidak dapat mengatakan apa-apa lagi.Penjaga itu menatap Daffa dengan tatapan memohon, tidak tahu bagaimana Daffa akan bereaksi. Dia tidak tahu apa-apa tentang Daffa, hanya mendengar orang lain berkata kalau Daffa hebat. Berdasarkan apa yang telah dia dengar, Daffa bukan hanya cerdas, tapi juga lebih kuat dari rata-rata individu—rupanya, Daffa jarang bertemu lawan yang lebih kuat dibandingkan dengannya, jadi tidak ada yang pernah menyaksikan Daffa kalah dalam pertarungan. Sekarang, orang yang sudah seperti dewa ini berdiri di hadapannya.Daffa telah memberikannya kesempatan sebelumnya, tapi dia malah menyia-nyiakannya. Penjaga keamanan itu menjadi putus asa memikirkannya—satu-satunya harapan baginya adalah Daffa cukup baik hati untuk memberikannya kesempatan lain. Namun, tida
Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da
Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka
Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken
Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke
Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m
Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber
“Jangan khawatir, mereka tidak bisa melihatku. Kita akan baik-baik saja selama kamu tidak bergabung denganku di udara,” ucap Teivel.Daffa mengembuskan napas, meletakkan tangannya di balik punggungnya, dan melihat pemandangan di hadapannya tanpa bersuara. Ada darah tikus di mana-mana, bersamaan dengan potongan-potongan kecil daging. Dia merasa perutnya bergejolak, jadi dia menahap napasnya dan melayang, bergabung dengan Teivel di udara. “Pak, aku melihat percampuran amarah dan kesedihan di dalam matamu.”Teivel memejamkan matanya dan mengangguk. “Iya. Aku menggunakan metode rahasia untuk menelusuri ingatan mereka. Mereka telah melalui banyak hal, lebih dari yang seharusnya, sebelum mereka tertidur. Mereka mengalami berbagai macam kesulitan ketika aku bertemu mereka. Ketika aku membawa mereka bersamaku, yang tertua bahkan belum berusia tujuh tahun. Aku membesarkan mereka dan mengajari mereka cara membaca dan menulis, tapi aku tidak mengajarkan meditasi pada mereka. Aku hanya ingin mer
Jauhar menegang, tapi dia tetap berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan senyumannya. “Aku belum melihat teman-teman ayahmu dalam waktu yang lama, terutama setelah orang tuamu meninggal. Mereka semua memiliki alasan tersendiri untuk pergi.” Dia menarik napas dalam-dalam. Daffa tahu Jauhar merasa terganggu. Jauhar melanjutkan, “Pada saat itu, aku tidak dapat menerima kematian ayahmu dan aku akan menghargai kehadiran mereka. Setidaknya, itu akan membuatku merasa seperti dia masih hidup. Aku tahu mereka tidak diwajibkan untuk melakukan apa pun, tapi mereka bahkan tidak repot-repot menghadiri pemakamannya. Aku menolak memercayai satu hal pun yang mereka katakan!”Dia berusaha keras untuk menahan agar amarahnya tidak meledak-ledak, tapi dia mau tidak mau tetap gemetar. “Kamu tidak boleh memercayai mereka sepenuhnya, jadi ingatlah untuk jangan percayai ucapan mereka mentah-mentah. Lagi pula, tidak ada jaminan mereka tidak berteman dengan ayahmu dengan niat tersembunyi. Siapa yang tahu
“Ya, aku mengkhawatirkan hal yang sama. Tidak ada sihir ataupun meditasi yang akan menjaga jantung seseorang terus berdetak selama lima abad kecuali jantung yang berdetak di dalam mereka sekarang bukan milik mereka, atau ada hal lain dalam hal ini yang tidak kita ketahui.” Teivel menghela napas. “Bagaimanapun, sejarah kembali terulang. Apa yang terjadi lima abad yang lalu terjadi lagi sekarang.Daffa menggigit bibirnya dan mengernyit dalam-dalam. Kemudian, dia berkata, “Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah situasi ini menjadi makin parah? Aku sejujurnya tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kukira aku sudah memberantas orang-orang berjubah hitam, tapi di sinilah mereka, muncul di hadapanku lagi.”Teivel tertawa, tapi itu bukan tawa menghina. Dia berkata, “Mereka tidak bisa diberantas—tidak dengan cara yang kamu pikirkan—karena tidak ada yang bisa menghentikan dalang utamanya setelah aku mati. Aku mengenal lawanku dengan baik. Dia pasti telah melemparkan dirinya sendiri