Maka dari itu, Daffa tetap menjaga sikapnya yang tenang sambil bertanya, “Begitu. Lalu, kenapa kamu masih ada di sini?”Alicia menghela napas dalam, mengumpulkan keberanian yang masih tersisa di dalam dirinya untuk berbalik, mengangkat kepalanya, dan menatap mata Daffa. Tetap saja, dia sangat gugup sampai dia merona seperti anak remaja yang dimabuk cinta. “S … Saya h … hanya berpikir Anda berencana memeriksa lokasi perjamuannya karena saya menyebutkannya tadi.”Dia menghela napas lagi sebelum memutar badannya untuk berdiri di luar ambang pintu. Kemudian, dia membuka mulutnya untuk berkata, “Mohon maaf, Tuan Halim. Saya mengerti saya telah melewati batas saya, jadi saya akan pergi sekarang.”Dengan begitu, dia berlari menyusuri lorong untuk pergi tanpa menunggu jawaban Daffa.Benak Daffa terpikirkan sesuatu, membuatnya mengerutkan alisnya sesaat. Akan tetapi, dia menggeleng kepalanya setelahnya, berpikir, “Tidak. Hubungan antara Alicia dan aku berbeda. Setidaknya, aku yakin itulah y
“Nomor Kakek! Ini tidak pernah terjadi sebelumnya!” pikir Daffa, darahnya menderu ke seluruh tubuhnya dengan rasa panik. Dia begitu cepat sampai ponselnya terus tergelincir dari tangannya, jadi dia menyerah. Daffa meletakkan ponselnya di meja nakas dan mengangkat teleponnya.Jauhar berbicara di ujung telepon lainnya dengan nada yang sangat serius. “Apakah ada yang ingin kamu beri tahu padaku mengenai saham perusahaan keluarga kita?”Mata dan mulut Daffa membulat terkejut dan dia tidak mampu mengatakan sepatah kata pun. Keheningan kemudian terjadi di antaranya dan kakeknya. Rasanya seolah semua keberanian menguap dari tubuh Daffa. Dia tidak berani mengangkat kepalanya, jadi dia membiarkannya menunduk sementara tatapannya terpaku ke lantai.Bahkan suaranya terdengar sedikit menyesal. “Aku tahu ini semua adalah salahku, Kakek. Aku hanya bisa berharap situasinya tidak memengaruhi reputasi Keluarga Halim karena jika iya, aku telah melakukan kesalahan fatal yang tidak bisa dimaafkan.”Sa
Edward menjulurkan kepalan tangannya, dengan panik mengetuk pintu dengan buku-buku jarinya. “Tuan Halim, apakah Anda baik-baik saja?”Setelah mendengar nada mendesak Edward, barulah Daffa menyadari seberapa dramatis teleponnya sebelumnya terdengar. Semua orang telah bersikap ganjil sejak tiba di Kota Almiron, termasuk dirinya sendiri.Akan tetapi, Daffa merasa sikap anehnya juga bisa disebabkan karena dia sebelumnya terpaksa menghirup obat-obat itu saat di lab Edward yang sebelumnya.Apa pun alasannya, dia tidak bisa membuang-buang waktu untuk hal itu lagi, jadi dia bertatapan dengan Edward dan berkata, “Kamu harus mengemban tugas Erin dan tugasmu sendiri karena dia sudah tidak bersama kita lagi. Kamu kemungkinan akan kewalahan karenanya.”Wajah Edward berubah pucat seperti kapur karena dia tidak yakin kenapa Daffa membuatnya datang kemari karena hal sekecil itu. Tetap saja, dia mengangguk. “Jangan khawatir, Tuan Halim. Saya menyadari hal itu dan saya tidak merasa tugas-tugas itu m
Edward takut Daffa akan menyalahkannya karena menolak mempersiapkan suvenir pesta. Dia membuka mulutnya, ingin menjelaskan keengganannya, tapi tidak yakin apakah menjelaskannya akan membuatnya lebih baik.Saat itulah Daffa merasakan kecemasan Edward. Dia memandang Edward, menghela napas sebelum menjelaskan, “Tidak perlu mengernyit padaku seperti itu. Aku paham kenapa kamu berkata begitu. Walaupun aku tidak tahu seperti apa sumpahmu ….”Dia tiba-tiba berdiri, beranjak ke arah pintu, kemudian meraih dan memakai jaket yang tergantung di dinding di dekatnya sebelum melangkah keluar. Waktu akan habis ketika Daffa memikirkan suvenir pesta, jadi dia tidak repot-repot berganti pakaian.Di sisi lain, Edward masih terpesona melihat seberapa cepat Daffa bergerak. Menelan ludah, dia menenangkan perasaannya dan berjalan di belakang Daffa.Dia kira dia bisa menyusul Daffa, jadi dia berlari secepat mungkin. Di mata orang biasa, dia dan Daffa hanyalah bayang-bayang yang berkedip. Akan tetapi, keti
Edward terus mengekspresikan keinginannya untuk memasuki toko itu. Dia melambaikan tangannya dan bertanya, “Kenapa kamu tidak membiarkan kami masuk?”Ketika Daffa mendengar ini, dia mengangkat tangannya untuk menggaruk telinganya. Setelah itu, dia menepuk pundak Edward dan berkata, “Tenanglah.” Cengkeramannya cukup kuat karena dia ingin Edward tahu dia sedang memperhatikannya.Tentunya, Edward terdiam dan mengernyit. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku dan menoleh ke arah Daffa. “Tuan Halim, sikap mereka benar-benar tidak bisa diterima. Apakah kita tetap akan membeli sesuatu dari mereka?”Daffa bertemu dengan tatapan dinginnya dan mengangguk. “Iya, kita tidak punya pilihan lain. Mungkin, situasinya berbeda dari apa yang kita sangka. Tidak akan ada yang menolak pelanggan baru, tapi itulah yang telah dilakukan persis oleh pramuniaga ini. Aku ingin tahu kenapa.”Dia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke samping dan melangkah maju, mencapai pintu masuk toko itu dalam satu langkah. Dia
Tatapan Daffa terpaku pada pramuniaga yang lain yang sebelumnya terlihat berniat melayaninya. Dia dengan santai melambaikan tangannya padanya dan berkata, “Aku berniat membeli sejumlah produk yang dibuat secara khusus. Apakah akan ada masalah mengenai hal itu?”Pramuniaga itu tersenyum dengan profesional ketika tatapan Daffa mendarat padanya. Dia bahkan tidak tersentak oleh pertanyaan Daffa dan berkata, “Itu tidak masalah, Tuan. Selama Anda bisa membayar sejumlah uang yang dibutuhkan, kami bisa mempersiapkan segalanya untuk Anda malam ini.”Daffa tersenyum. “Bagus. Aku membutuhkannya malam ini. Aku perlu menyiapkan 80 set yang dibuat khusus paling lambat pukul 7:00 malam ini.”Pramuniaga yang baru itu menganga ketika dia menyadari bahwa Daffa menyebutkan dia membutuhkan 80 set, bukan hanya delapan. Bahkan, dia belum memeriksa harganya sama sekali. Napasnya berpacu dan dia menatap pramuniaga sebelumnya dengan khawatir.Lagi pula, pramuniaga itulah yang seharusnya menutup kesepakatan
Daffa tersenyum ketika dia berbicara, tapi matanya tidak ikut tersenyum. Namun, kedua wanita itu tidak menyadarinya. Asti tidak tahan mendengar kedua orang itu menjelek-jelekkannya lagi, jadi dia bangkit berdiri dan bergegas menghampiri mereka, sepatu haknya berbunyi mengenai lantai.Dia berdiri di antara mereka, tapi mengejutkan bagi Daffa, Asti menghadap Olivia, bukan dia. Asti bahkan tidak meliriknya sama sekali.Ini adalah pertama kalinya dia diperlakukan seperti ini setelah menjadi kaya dan itu cukup menyegarkan. Dia berjalan mundur dua langkah dan bersandar pada konter untuk mengamati kedua wanita itu dengan lebih baik. Olivia sudah gemetar dan Daffa mengernyit tidak senang. Akan tetapi, dia tidak melakukan apa-apa.Asti tidak memedulikan apa yang Daffa rasakan. Dia meletakkan satu tangan di pinggangnya dan menggunakan tangannya yang lain untuk menunjuk Olivia. Suaranya serak saat dia memaksa berbicara melalui gertakan giginya, “Olivia, kukira aku sudah bersikap cukup baik pad
“Kenapa itu ada di tanganmu?” Asti memelototi Daffa dengan tajam.Daffa menaikkan sebelah alisnya. Reaksi Asti membuatnya terkejut karena bahkan di Kota Aswar, tidak banyak orang mengetahui tentang kartu ini. Semua orang yang mengetahuinya adalah orang-orang kaya dan berpengaruh. Namun, sekarang, Asti bukan hanya mengetahuinya, tapi tatapannya terlihat menarik.Tidak lama, Asti bergegas menghampirinya, memamerkan kaki lurus dan jenjangnya dengan setiap langkah yang dia ambil. Daffa menatapnya dan Asti tampak senang. Suasana hatinya yang baik tidak bertahan lama. Daffa berkata, “Kurasa tidak baik jika kamu berjalan seperti itu. Kakimu tidak sebagus yang kamu kira dan ketika kamu terus meluruskannya seperti itu, kelihatannya seperti dua lobak besar. Bisakah kamu membayangkan seseram apa melihat dua lobak berjalan ke arahmu?” Dia merentangkan tangannya, menatap Asti tidak berdaya.Mata Asti membelalak padanya dan mulai berkaca-kaca. Dia tidak pernah begitu ingin menangis seperti ini ka
Dia menjadi tenang dan otaknya mulai bekerja lagi. Dia tidak tahu apakah Daffa sedang mengatakan yang sebenarnya karena ekspresi wajahnya yang sangat datar. Itu berbeda sekali dengan deskripsi yang ada di buku psikologi mengenai ekspresi seseorang yang bersemangat.Sebagai seorang aktor, kepala penjaga keamanan itu pernah mengambil kelas psikologi untuk memerankan karakternya dengan lebih realistis. Dengan begitu, dia percaya buku itu benar. Dia memandang Daffa dan mencoba membacanya.Daffa tahu apa yang sedang dilakukan oleh pria itu, tapi dia tidak merespons. Setelah keheningan selama beberapa detik, dia berkata, “Aku ingin tahu alasan ketidakhadiranmu. Firasatku memberitahuku alasannya sama dengan kenapa kamu menjadi penjaga keamanan di sini. Pada akhirnya, aku akan berurusan dengan orang-orang ini, jadi tidak ada gunanya kamu menyembunyikan kenyataannya. Jika kamu ingin terus menjadi orang sukses dengan karier yang sukses, orang-orang ini hanya akan menjadi penghambat bagimu—sepe
Daffa tahu kepala penjaga keamanan itu murka karena prasangka mahasiswa lainnya dan dia dapat meledak kapan pun. Senyuman geli melengkung di wajah Daffa seraya dia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Itu karena aku saat itu belum mengetahui bahwa aku adalah pewaris keluarga kaya. Kemiskinan yang pernah kualami itu sangat nyata—begitu parah hingga aku tidak berani makan sampai aku merasa kenyang setiap kali aku makan, takut aku akan kehabisan uang.”Dia berbicara dengan sangat tenang, tapi perkataannya menyentuh penjaga keamanan itu yang matanya memerah. Maka dari itu, Daffa tersenyum tidak berdaya, meluruskan punggungnya, dan berjalan menghampiri kepala penjaga keamanan itu. Dia lalu meremas bahu pria itu untuk menenangkannya.“Kamu tidak perlu merasa emosional untukku karena aku tidak merasa hal-hal yang telah kulakukan di masa lalu patut untuk ditangisi,” katanya sambil tersenyum cerah.Hal itu hanya membuat penjaga keamanan itu makin merasa kasihan pada Daffa. Namun, dia tidak
“Kalau begitu, sesuai keinginanmu. Aku akan mengumpulkan dewan direksi lainnya untuk memulai rapatnya. Aku sudah memberi tahu mereka sebelumnya melalui laptopku, tapi mereka mengabaikan aku—mereka tidak pernah menganggapku serius. Ada juga manajer bisnis menyusahkan yang sebelumnya kurekrut. Walaupun aku tidak mau mengakuinya, tapi aku tidak bisa menyangkal kurangnya kemampuanku untuk mengatur saluran televisi ini. Demikian pula, ketidakpedulianku membuat para karyawan melakukan hal-hal buruk sesuka hati mereka.”Kemudian, dia berjalan pergi dengan kepala yang tertunduk. Kekecewaan membebani pundaknya karena dia pernah menghabiskan begitu banyak energi untuk menjalankan FT TV. Akan tetapi, akhir-akhir ini, yang bisa dia lakukan hanyalah duduk di pintu utama perusahaan dan menyaring tamu mana saja yang datang dengan niat buruk. Yang memperburuk semuanya, dia sekarang tidak memiliki pilihan selain menyerahkan FT TV pada Daffa.Masih duduk di kursi, Daffa tahu setiap kata yang dikatakan
Daffa maju satu langkah, berbalik untuk menghadap ke depan, dan memasuki ruang rapat itu.Penjaga keamanan itu membeku dengan tatapan kosong. Butuh waktu yang lama baginya sebelum tersadar kembali, bergegas menyusul Daffa sementara matanya bergerak-gerak ke sana kemari di tempat itu.Kemudian, dia tersenyum dengan hangat pada Daffa dan berkata, “Sebelum kita menugaskan penerus baru FT TV, aku akan melayanimu dengan sebaik mungkin. Seperti itulah kurang lebih situasinya nanti. Dalam keadaan apa pun, aku akan sangat senang melayanimu.”Kerutan muncul di wajah Daffa sesaat, tapi dia tidak mengatakan apa-apa karena dia tahu kepala penjaga keamanan di sampingnya sedang mengatakan kebenarannya. Itu adalah pemikiran sesungguhnya penjaga keamanan itu.Namun, Daffa tidak memerlukan itu. Dia hanya ingin mengumpulkan para petinggi perusahaan saluran televisi itu di ruang rapat saat itu juga. Barulah saat itu dia bisa tenang dan melakukan apa yang dia inginkan. Meskipun dia merasa cemas, dia t
Daffa menaikkan sebelah alisnya, mengenali kepala penjaga keamanan itu karena mereka sebelumnya menaiki lift bersama. Dia dengan tenang berkomentar, “Kamu terlihat lebih baik mengenakan setelan jas ini daripada seragam penjaga keamanan sebelumnya.”Reaksi Daffa anehnya sangat tenang meskipun dia melihat kepala penjaga keamanan, yang seharusnya hanya menghasilkan 37,5 juta rupiah per bulannya, berganti pakaian dengan setelan jas mahal.Perubahan itu menandakan bahwa penjaga keamanan itu, pada kenyataannya, merupakan seseorang berstatus tinggi dan bertanggung jawab mendistribusikan gaji para karyawan lainnya.Karena Daffa tenang, kepala penjaga keamanan itu tidak bisa menahan emosinya. Alisnya menaik sangat tinggi terkejut seraya tersenyum pada Daffa. “Kamu tidak terlihat terkejut oleh identitasku yang sebenarnya. Apakah kamu sudah mengetahuinya lebih dulu?”Setelah mendengar hal itu, Daffa, yang hendak melangkah maju, berhenti melangkah. Ambang pintu lift adalah satu-satunya hal yan
“Ada juga pria di pintu masuk utama perusahaan yang mengawasi semua anggota keamanan!” Berpikir begitu, semua rambut di punggung direktur itu menegak.Berdiri di hadapan si direktur, Daffa menaikkan sebelah alisnya dan berkata, “Itu reaksi yang aneh. Kamu terlihat ketakutan, tapi aku tidak tahu kenapa. Apakah aku perlu mengingatkanmu bahwa kamu memintaku untuk datang kemari? Kukira kamu setidaknya akan siap secara mental untuk menghadapi konsekuensinya setelah aku tiba.”Mulut direktur itu menganga sangat lama. Di suatu titik, direktur itu kembali tersadar dan memohon, “M … Maafkan aku! Aku sangat bersedia untuk menyampaikan permintaan kepada para atasanku. Aku bersumpah aku sangat bersedia, tapi aku tidak bisa melakukannya karena aku mungkin akan kehilangan pekerjaanku. Lagi pula, perusahaan ini tidak dimiliki oleh satu orang saja dan kami juga merupakan saluran televisi ….”Dia menelan ludah dan memandang lantai setelah mengatakannya. Roda gigi di dalam otaknya berputar kencang, m
“Jelas-jelas kamu adalah bocah tidak dikenal. Aku tidak tahu bagaimana kamu memenangkan hati keluarga kecilmu dan membuat mereka membelikanmu jam tangan mahal itu, tapi biar kuberi tahu ini. Jika aku adalah kamu, aku akan mengembalikan jam tangan itu atau setidaknya menghadiahkannya untuk orang lain untuk mendapatkan keuntungan untuk keluargaku!” perintahnya.“Apa yang baru saja kamu katakan sangat kontradiktif. Sebelumnya, kamu mengaku bahwa jam tanganku adalah tiruan. Namun, sekarang kamu mengatakan bahwa keluargaku menghadiahiku jam tangan yang asli.” Daffa menaikkan sebelah alisnya. Dia berbicara dengan begitu tenang sehingga semua orang bisa mendengar ancaman terselubung di balik suaranya.Tidak perlu menjadi genius untuk mengetahui bahwa suasana hati Daffa sedang buruk saat itu. Menghela napas, Daffa mengepalkan tangannya dan meretakkan buku-buku jarinya lagi. Namun, kali ini, dia melanjutkannya dengan membungkuk, mengulurkan tangannya, dan mengangkat direktur yang sangat gemuk
Daffa bahkan tidak bisa menjamin bahwa direktur bodoh itu dapat memahami apa yang akan dia katakan, jadi dia tetap terdiam. Namun, dia terkejut karena direktur itu menganggap diamnya dia sebagai tanda kekalahan.Direktur itu menganggap hal itu sebagai konfirmasi bahwa Daffa sedang memakai barang tiruan. Oleh karena itu, dia mendongakkan dagunya pada Daffa dengan angkuh dan berbicara lebih lantang daripada sebelumnya. “Kenapa kamu tidak menjawab? Apakah itu karena tebakanku benar dan kamu sekarang takut?”Daffa tidak ingin menghabiskan energinya menjelaskan hal-hal pada direktur itu lagi, jadi Daffa hanya menghampiri pria itu untuk menekankan, “Aku adalah orang yang pemarah dan aku yakin kamu sudah mendengarnya dari orang lain beberapa hari belakangan. Namun, yang membuatku terkejut adalah kamu bersikeras untuk membuatku kesal.”Seraya dia menggelengkan kepalanya, dia meretakkan buku-buku jarinya, mengeluarkan suara yang renyah dan menakutkan.Setelah mendengarnya, lutut direktur it
“Konyol sekali. Apakah kamu sudah lupa? Kamu menelepon dan mengirimnya pesan di hadapanku, berkata bahwa kamu melakukan semua hal ini karena kamu jatuh cinta pada wajah tampannya di televisi. Ini semua tidak akan terjadi jika dia mau berpacaran denganmu!”Senyum sinis tersungging di wajah direktur itu seraya dia mengejek, “Lagi pula, sepertinya kamu salah paham. Kamu bukan wanitaku.”Daffa merasa sangat jijik dengan kedua orang itu hingga tenggorokannya terasa tercekit.“Kalau kalian memanggilku kemari hanya untuk membanggakan mengenai bagaimana kalian akan memaksakan aku melakukan kekerasan, yah, aku bisa mengatakan ini—kalian pada dasarnya sedang cari mati dengan melakukan itu!” sela dia sambil mengulurkan tangan ke atas untuk memijat pelipisnya.“Membasmi musuh-musuhku adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Namun, sekarang, aku tidak masalah.”Dengan begitu, dia berjalan di ruang kerja itu dan duduk di sofa, dengan santai menyilangkan kakinya di atas kakinya yang lain.Seme