Daffa tampak sangat tenang dan bahkan tidak membuka matanya saat mengangguk. Kemudian, dia membuka matanya, berkata, “Aku sudah mempertimbangkan kemungkinan itu.”Dia menyandarkan tangannya di kaca mobil, tangan mengepal seraya dengan letih melanjutkan, “Mengingat umur Aidan, dia tidak akan berani bersikap seperti ini jika dia tidak ada orang berpengaruh yang mendukungnya. Belum lagi, dia tidak akan pernah bisa membeli mobil sport semahal itu.”Tebakannya membuat Erin menarik napas tajam.“Menilai dari penampilannya, seseorang pasti memberitahunya mengenai hubungannya dengan William belum lama sambil memanjakannya untuk mendapatkan kepercayaannya. Ketika aku mendekatinya sebelumnya, aku menyadari dia memiliki bekas terbakar matahari di tubuhnya dan kapalan di tangannya, sesuatu yang hanya dimiliki oleh buruh kasar,” ujar Daffa. Dia bersandar ke kursinya, matanya menyipit. “Orang itu pasti sudah berbohong pada Aidan. Lalu, aku yakin orang itu memiliki beberapa saham Grup Aruna. Kalau
“Keluarga angkatku tidak memperlakukanku dengan baik seperti yang dipercayai oleh dunia luar. Lalu, wanita yang membawaku pergi dari panti asuhan—yah, dia memperjelas betapa muaknya dia terhadapku. Ibu angkatku sering mengungkapkan betapa tidak berdayanya dia saat aku diganggu oleh semua orang, tapi aku tahu dia juga tidak menyukaiku,” ungkap Moris, mengamati situasinya sambil menatap Daffa dengan hati-hati.Namun, kekecewaan segera menyesakkan dadanya saat mengetahui bahwa jawaban yang dia inginkan tidak akan datang.Daffa terus memandang Moris, tahu apa yang dia pikirkan. Dia diam-diam merasa lucu melihat reaksi lelaki itu. Ketika semua orang masih tertegun oleh perubahan situasi yang tiba-tiba, dia mengangkat tangannya, mengarahkannya ke atas kepala Moris.Itu membuat Moris membeku, menahan napasnya sampai tangan Daffa diletakkan di kepalanya. Barulah saat itu dia kembali tenang.Daffa menaikkan sebelah alisnya, tapi dia tidak menyampaikan pendapatnya. Yang dia lakukan hanyalah
Namun, ketika Moris baru hendak mengatakannya, dia berhenti sebelum menggelengkan kepalanya.Edward menaikkan alisnya kebingungan, tidak menyangka ini akan terjadi. Langsung setelahnya, alisnya berkerut dan dia ingin menanyakan alasannya. Saat itulah Edward melihat tatapan penuh isyarat dari Daffa.Dia langsung terdiam tapi diam-diam panik, tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang kian membesar di matanya seraya dia menatap lelaki pirang itu.Tatapan Moris tertunduk, jemarinya bergerak-gerak sementara air mata menggenang di matanya. Dia menyuruh dirinya sendiri untuk menahan napas. Tidak ingin siapa pun melihat dia menangis, dia terus menundukkan kepalanya.Tetap saja, dia menjawab dengan lantang, “Itu adalah keputusan yang besar. Sebelum aku menentukannya, aku harus menanyakan pendapat ibu angkatku.”Dia lalu mengangkat kepalanya dan tidak lagi menyembunyikan perasaannya, dengan sungguh-sungguh berkata, “Tidak penting bagaimana dia memperlakukan aku sebelumnya. Tanpa dia, aku mun
Bahkan tulang rusuk Aidan yang patah pun tidak menghentikannya menyuarakan keterkejutannya. Dia perlahan menurunkan tangannya, membelalakkan matanya dan menggertakkan giginya pada Moris. “Itu mustahil!”Daffa mengangkat bahunya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.Saat itulah suara seorang wanita terdengar dari mobil di dekat sana. Selain Daffa, tidak ada yang menyadarinya tiba di tempat itu. Beberapa saat berlalu saat Kate turun dari mobil, lengannya menyilang, dan dagunya menengadah tinggi pada Aidan.“Hari ini adalah pertama kalinya aku pernah mendengar namamu. Aku tahu ayahku memiliki lebih dari satu keluarga dan bahwa dia adalah ayah dari banyak anak haram.”“Namun,” ujung bibirnya melengkung seraya dia mencemooh, “aku tidak peduli. Yang lebih kukhawatirkan adalah bahwa ibumu—bibiku—telah berencana mewarisi kekayaan Keluarga Aruna sejak bertahun-tahun yang lalu.”“Dia bahkan menggunakan cara yang hina dengan menukarmu dan Moris tanpa sepengetahuan kami.”Masih berlutut di tana
Alis Aidan berkerut mendekat. Kepalanya menengadah ke atas seraya matanya menusuk Kate, berharap membuatnya lengah dan melihat apa yang dia pikirkan.Semuanya berjalan sesuai yang dia perkirakan, tapi sayangnya, dia tidak melihat apa yang dia inginkan di mata Kate. Ada angin puyuh rasa takut, rasa tidak puas, rasa sakit, dan banyak emosi lainnya di dalamnya. Yang tidak ada di dalam tatapannya adalah keinginan besar baginya untuk mati.Sebelum menatapnya, Aidan berasumsi Kate hanya merasakan kebencian pada saat itu. Jika dia harus menggali lebih dalam, dia pasti akan menduga ada kegembiraan yang sadis di dalam matanya, tidak sabar untuk melihatnya mati. Namun, kenyataannya ternyata berbeda dengan apa yang dia sangka.Setiap bagian tubuhnya menegang sementara aura dingin terpancar darinya. Itu berkebalikan dengan kehadiran Kate yang hangat dan mengundang, sesuatu yang dia tolak untuk terima dengan lapang dada.Kate menundukkan kepalanya, secara bersamaan gemetar seolah udaranya dingi
Perhatian Aidan tertuju pada Kate yang terus menatapnya dengan penuh rindu tapi tidak tampak akan segera turun dari mobil. Barulah saat itu dia menyadari bahwa dia ditinggalkan.Wanita muda itu, yang namanya muncul berkali-kali di dokumen penyelidikan latar belakang yang dia minta, sekarang bersikap jauh lebih kejam daripada sifat “naif” seperti yang seharusnya. Mulutnya menganga lebar seraya dia berseru, “Apa yang kamu lakukan, Kate? Aku adalah adikmu! Memangnya kenapa kalau kita memiliki ayah yang berbeda? Kita masih memiliki darah yang sama, kita berdua adalah Aruna! Aku hanya Aruna dari pihak ibuku. Namun, kamu membuangku di sini? Aku tahu kamu mampu menyelamatkan aku! Kamu hanya tidak berusaha lebih keras!”Teriakannya makin kencang setiap detiknya. Dia pasti akan berlari mengejar mobil Kate jika bukan karena rasa sakit di dadanya.Di sisi lain, Kate mengerutkan dahinya. Dadanya sesak oleh rasa bersalah ketika dia mendengar teriakan Aidan yang serak. Panik, dia menoleh ke arah
“Saya selalu menginginkan keluarga yang normal, tapi saya tidak pernah mendapatkannya. Itulah kenapa saya kehilangan harapan untuk memiliki kehidupan itu.” Sambil berbicara, dia bersandar ke kursi belakang, menghela napas dalam.Hanya keheningan muncul dari Daffa seraya lubang hidungnya mengambang tanpa disadari oleh siapa pun. Bau darah yang seperti besi kemudian menempel di belakang tenggorokannya. Bau itu makin menyengat ketika langkah kaki Edward mendekat ke mobil mereka.Pada saat itu, Daffa tahu situasinya sudah ditangani.Moris telah menatap keluar kaca mobil selama beberapa saat. Maka dari itu, dia melihat semua hal yang terjadi. Karena Edward sudah kembali, Moris menoleh untuk menatap Daffa dengan ekspresi yang rumit.Yang dia tanya hanyalah, “Tuan Halim, apakah Anda seseorang dengan uang yang sangat banyak?”Daffa langsung memahami apa yang dimaksud oleh anak itu dan menjawab dengan ketenangan yang tidak disangka, “Benar. Akan tetapi, kurasa orang-orang yang lebih miskin
Apa yang Moris dengar selanjutnya membuatnya bingung walaupun itu adalah rincian dari bertahun-tahun yang lalu.Felix hampir langsung menegakkan punggungnya. Dia juga menggunakan nada suara yang keras saat menjelaskan, “Tuan Halim, dia dan bosnya pernah datang untuk mengajukan kolaborasi bisnis dengan perusahaan saya. Hanya saja, mereka diusir.”Dia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai bagian akhir dari informasi yang dia sampaikan karena dia percaya menjelaskan bagian awal saja sudah cukup bagi Daffa untuk menebak apa yang terjadi selanjutnya.Daffa tahu Felix adalah orang yang beralasan, jadi dia tidak berbicara dan hanya berbalik untuk menyandarkan punggungnya ke kursi mobil sebelum memejamkan matanya.Moris ingin mengatakan sesuatu lagi tapi tidak tahu harus memulainya dari mana karena dia terlalu terkejut. Butuh beberapa menit baginya untuk merenungkan pilihan-pilihannya. Pada akhirnya, dia tetap terdiam tapi menatap Daffa dan Felix dengan hati-hati.Moris sudah tahu Daffa
Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da
Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka
Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken
Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke
Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m
Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber
“Jangan khawatir, mereka tidak bisa melihatku. Kita akan baik-baik saja selama kamu tidak bergabung denganku di udara,” ucap Teivel.Daffa mengembuskan napas, meletakkan tangannya di balik punggungnya, dan melihat pemandangan di hadapannya tanpa bersuara. Ada darah tikus di mana-mana, bersamaan dengan potongan-potongan kecil daging. Dia merasa perutnya bergejolak, jadi dia menahap napasnya dan melayang, bergabung dengan Teivel di udara. “Pak, aku melihat percampuran amarah dan kesedihan di dalam matamu.”Teivel memejamkan matanya dan mengangguk. “Iya. Aku menggunakan metode rahasia untuk menelusuri ingatan mereka. Mereka telah melalui banyak hal, lebih dari yang seharusnya, sebelum mereka tertidur. Mereka mengalami berbagai macam kesulitan ketika aku bertemu mereka. Ketika aku membawa mereka bersamaku, yang tertua bahkan belum berusia tujuh tahun. Aku membesarkan mereka dan mengajari mereka cara membaca dan menulis, tapi aku tidak mengajarkan meditasi pada mereka. Aku hanya ingin mer
Jauhar menegang, tapi dia tetap berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan senyumannya. “Aku belum melihat teman-teman ayahmu dalam waktu yang lama, terutama setelah orang tuamu meninggal. Mereka semua memiliki alasan tersendiri untuk pergi.” Dia menarik napas dalam-dalam. Daffa tahu Jauhar merasa terganggu. Jauhar melanjutkan, “Pada saat itu, aku tidak dapat menerima kematian ayahmu dan aku akan menghargai kehadiran mereka. Setidaknya, itu akan membuatku merasa seperti dia masih hidup. Aku tahu mereka tidak diwajibkan untuk melakukan apa pun, tapi mereka bahkan tidak repot-repot menghadiri pemakamannya. Aku menolak memercayai satu hal pun yang mereka katakan!”Dia berusaha keras untuk menahan agar amarahnya tidak meledak-ledak, tapi dia mau tidak mau tetap gemetar. “Kamu tidak boleh memercayai mereka sepenuhnya, jadi ingatlah untuk jangan percayai ucapan mereka mentah-mentah. Lagi pula, tidak ada jaminan mereka tidak berteman dengan ayahmu dengan niat tersembunyi. Siapa yang tahu
“Ya, aku mengkhawatirkan hal yang sama. Tidak ada sihir ataupun meditasi yang akan menjaga jantung seseorang terus berdetak selama lima abad kecuali jantung yang berdetak di dalam mereka sekarang bukan milik mereka, atau ada hal lain dalam hal ini yang tidak kita ketahui.” Teivel menghela napas. “Bagaimanapun, sejarah kembali terulang. Apa yang terjadi lima abad yang lalu terjadi lagi sekarang.Daffa menggigit bibirnya dan mengernyit dalam-dalam. Kemudian, dia berkata, “Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah situasi ini menjadi makin parah? Aku sejujurnya tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kukira aku sudah memberantas orang-orang berjubah hitam, tapi di sinilah mereka, muncul di hadapanku lagi.”Teivel tertawa, tapi itu bukan tawa menghina. Dia berkata, “Mereka tidak bisa diberantas—tidak dengan cara yang kamu pikirkan—karena tidak ada yang bisa menghentikan dalang utamanya setelah aku mati. Aku mengenal lawanku dengan baik. Dia pasti telah melemparkan dirinya sendiri