Karena hari sudah menjelang malam, dan Mac belum menjemputnya jadi Caka merasa harus beristirahat di asrama dulu sejenak. Ia menemui Guru Yu Long untuk menanyakan apakah ia bisa mendapatkan satu kamar untuk sementara waktu. "Kau dari mana saja? Tidak masuk di jam latihan siang, dan malah baru pulang?" cecar Yu Long. "Maafkan aku, Guru. Tadi saat berjalan-jalan aku terjatuh. Untungnya ada yang menyelamatkan aku!" Yu Long menatap Caka dengan tafsiran lain, ia merasakan aura anak itu sudah berbeda sekarang. Menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Apa yang sebenarnya terjadi pada anak itu? "Bagaimana Guru Yu, apakah aku boleh mendapatkan kamar untuk sementara waktu?" Yu Long pun mengembangkan senyum. "Tentu saja, Cakara. Semua murid bisa mendapatkan kamar di sini!" Caka akhirnya bisa bernafas dengan lega, ya sudah mengetahui di mana letak pagoda Avaloysvara, bahkan pernah memasuki tempat itu. Jadi ... ia tidak khawatir lagi. yang harus dilakukan sekarang adalah mencoba berin
"Masih tak mau meminta maaf?" tanya Caka sekali lagi. "Begitu takutnya kalian pada Kaley? Dia hanya anak manja yang bersembunyi di balik kekuasaan orang tua!" ujar Caka memelintir tangan pemuda itu. "Arghhh! Sakit, ampun ... oke, aku minta maaf ... Caka, aku minta maaf!" Caka akhirnya melepaskan pemuda itu yang langsung memegangi lengannya. Sementara yang satu lagi hanya diam di tempatnya beringsut setelah terjerembab. "Aku juga, maafkan aku!" ujarnya. "Mereka mengancam, jika kami tak melakukannya ... kami yang akan disiksa!" "Aku datang ke sini hanya untuk meningkatkan kemampuan, sama sekali tak ingin mencari musuh. Tapi jika ada yang mengusikku ... aku juga tidak akan tinggal diam!" saut Caka kemudian kembali ke ranjangnya. Merebah. Ia lalu mengangkat kedua tangannya, ada kekuatan yang besar yang bisa ia rasakan. Setelah ia sadar dari pingsannya dan keluar dari pagoda, ia seperti mendapatkan sebuah kekuatan. Obat apa yang King Master berikan padanya? Kedua pemuda itu j
Caka terdiam dengan semua perkataan Mac. Ia mulai berpikir bahwa apa yang dikatakan begitu benar, harusnya ia balas dendam kepada Cody langsung bukan malah melibatkan Zava. Jika Cody memang menyayangi Zava, tak mungkin pria itu menumbalkan Zava sebagai barang gadai! Dia pasti akan mencari cara lain sebagai jaminan untuk membujuknya membantu pria itu. Dan jika memang selama ini Zava semenderita itu di tangan Cody, ia tidak berhak menambah penderitaannya. Cody benar-benar licik dan juga berhati iblis. Bisa-bisanya ia memperlakukan adiknya sendiri sebagai pelayan. Meski adik tiri, tetap saja di dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. Tapi apa yang sekarang harus ia lakukan? Berbuat baik pada Zava? Itu mustahil, tapi jika ia menceraikan gadis itu lalu mengembalikan pada Cody. Mungkin hidup Zava ke depannya akan lebih menderita. Akhirnya Caka pun menghubungi Arthur. "Arthur, kau di mana?" "Di kantor, Tuan Muda. Bagaimana keadaan Tuan Muda, apakah ada masalah?"
Allarrit, Nollyvia. “Tuan Muda ... sudah meninggal!” Ucapan dari dokter seolah membuat ruangan dengan lampu putih yang menyilaukan mata itu seketika terasa dingin. Gradi, kakek dari pria yang terbaring tak bernyawa di atas brankar, merasakan nyawanya ikut pergi dari tubuhnya. “Apa? Meninggal!? Tidak mungkin, Dokter!” seru Gradi tak terima dengan kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter. “Maafkan saya, Tuan Madaharsa. Tapi Tuan Muda Cakara sudah tak bisa diselamatkan.” Gelengan kepala dari sosok yang memakai jas putih serta suara nyaring elektrokardiogram yang hanya menunjukkan garis lurus, seolah membuktikan ucapan sang dokter. “Ayah, mungkin memang ini yang terbaik untuk Caka!” ujar Vivian, “Tiga tahun dia harus hidup dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya, itu pasti sangat menyakitkan!” “Vivian benar, Ayah!” timpal Erdian, “Mungkin memang sudah waktunya Caka pergi!” Ucapan kedua anak pria tua itu bukannya membuat dia tenang, justru membangunkan emosi, “Diam kalian!”
Iring-iringan mobil mewah itu memasuki sebuah kediaman yang sangat megah, di pintu gerbang berjejer para pengawal yang menyambut. Cakara duduk berdampingan di sebuah limusin bersama sang kakek, Gradi Arsenio Madaharsa. Jok yang ia duduki sedikit menurun ke belakang, begitulah jika ia duduk di dalam mobil selama ini. Kondisi tulang belakangnya tak memungkinkan baginya untuk duduk tegap. Arthur sang kepala pelayan sekaligus pengasuhnya turun dari jok depan ketika limusin itu berhenti tepat di depan pintu masuk. Seorang pelayan dengan memegang kursi roda sudah siap dengan tugasnya. Arthur membuka pintu di sisi Caka duduk. Mac, sang kepala pengawal membungkuk.“Selamat datang kembali, Tuan Muda!” Caka menoleh sang kakek di sisinya dengan heran. “Dia Mac, kepala pengawal kita. Kau bisa mempercayainya!” ujar Gradi yang bisa melihat melihat kekhawatiran sang cucu.Kata dokter mungkin ada beberapa hal yang tak diingat oleh cucunya karena efek dari koma yang cukup lama. “Ada berapa bany
“Dia berdiri?” desis Arthur tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana tuan mudanya yang selama ini cacat bisa berdiri tiba-tiba? Caka membanting orang itu ke tanah dengan keras, orang itu sempat meriang kesakitan namun segera berdiri kembali. Memasang kuda-kuda dan menyerang Caka.Dengan cukup gesit Caka langsung menendangnya hingga terpental dan tersungkur.Orang itu kembali bangkit lalu menyerang Caka lagi. Caka melawannya dengan gerakan yang tak pernah diduga siapa pun. Dengan sangat mudah Caka menangkis serangan, membalas pukulan bertubi-tubi ke beberapa titik vital dari tubuh lawannya. Hanya dalam sekejap orang itu tersungkur ke tanah dan tak bergerak. Setelah menatap lama tubuh pria itu untuk memastikannya sudah tak bernyawa. Caka kembali duduk dengan tenang, ia menoleh pada Arthur yang terpekur di tempatnya. “Tuan Muda!” “Urus jasad orang itu, Arthur. Dan jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini!” perintahnya. “Anda bisa berdiri, Tuan Muda?”“Lakukan perintahk
Alarrith“Jadi sekarang, Jenderal Cody menggantikan posisiku sebagai Jenderal Besar Nollyvia?” “Benar, Tuan.”“Seharusnya aku tahu, sejak dulu dia menginginkan posisi itu!” Tangan Caka mengepal dengan geram, ia harus bisa membalas semua ketidak adilan terhadap dirinya. Tapi sekarang ia tak memiliki kekuasaan itu. Apalagi saat ini Cody menjadi Jenderal Besar Nollyvia. Raymond akui, tubuh yang ia singgahi memang sudah bisa berdiri dan berjalan, namun seluruh sendinya masih terasa kaku. Ia harus banyak berlatih jika ingin menghadapi banyak orang. Jika ia bertindak sekarang, ia tidak akan memiliki kekuatan apa pun. “Arthur, aku butuh tempat untuk berlatih tanpa seorang pun tahu!”“Jangan khawatir, Tuan Muda. Saya sudah menyediakannya.”Jawaban Arthur membuat Caka menoleh pria itu. “Kau seperti sudah tahu apa yang aku butuhkan?”Arthur membungkukkan tubuh. Sejak hari itu, Caka mulai melatih kemampuan dirinya. Semua yang ia lakukan adalah ingatan dari Raymond selama bertahun-tahun bela
“Cody?!" desis Caka yang tiba-tiba saja mengepalkan tinju dengan geram. Arthur menatap bosnya, "Apakah Anda ingin menemuinya, Tuan Muda?" Caka memejamkan mata dan mengatur nafasnya perlahan, kemudian mata itu terbuka pelan namun tajam dan menyeringai. "Biarkan dia masuk!""Baik!" jawab Serina kemudian menutup pintu. Arthur lekas berdiri di sisi Caka, pintu ruangan kembali terbuka dan Cody dengan seragam kebesarannya memasuki ruangan. "Selamat siang, Tuan Caka!" sapanya dengan sopan, ia menundukan kepala untuk memberi hormat. "Suatu kehormatan bagiku bisa kedatangan Jenderal Besar Nollyvia!" sahutnya penuh arti. "Saya yang merasa beruntung karena Tuan bersedia menemui saya.""Ada apakah gerangan?" ia bertanya dengan nada yang tak terlalu tegas. Untuk saat ini ia masih harus tampak sedikit lemah di depan semua orang. "Maafkan saya sebelumnya, saya pernah mengajukan aplikasi ke Mainwell Investama, dan ... belum ad tanggapan sama sekali.""Jadi?""Saya ingin mengajukan ulang secar