Beranda / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Sikap Kedua Orang Tua Yang Tak Berubah

Share

Sikap Kedua Orang Tua Yang Tak Berubah

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Citra merasa canggung dengan kehadiran kedua orang tuanya. Masa-masa bahagia seperti dulu sebelum ia menikah sepertinya sudah lenyap; ditambah lagi dengan sikap sang ibu yang tampak serakah dan malahan terkesan menjualnya kepada lelaki kaya yang menginginkan dirinya.

Citra juga masih ingat betapa sakitnya saat dulu ia diusir dari rumah karena ia menolak untuk meninggalkan Rangga dan juga menolak dinikahkan dengan seorang duda kaya. Citra merasa saar itu ia sedang dijual secara halus. Tapi bagaimana pun, sesakit-sakitnya Citra diperlakukan demikian, mereka adalah orang tua. Rasanya tetap tidak patut jika ia menyimpan dendam sampai mati.

Ki Suryo dan istrinya menatap takjub halaman beserta rumah utama peninggalan Eyang Kartareja yang indah, gagah dan besar itu. Di kotaraja, sangat jarang ada rumah besar dengan halaman serta pekarangan luas. Hanya kaum bangsawan saja yang memilikinya.

“Ini rumah Rangga?” tanya Nyi Suryo.

“Benar…” jawab Teja singkat. Ia bingung mau bercerita bagaimana seh
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Pengubah Takdir   Orang Tua Yang Keterlaluan

    Mereka sudah berbicara. Sikap Nyi Suryo sangat kentara tidak menyukai Rani sebagai menantunya. Namun ia tak berani pula menolak permintaan Teja atas ancaman yang sebelumnya Teja sampaikan jika sang ayah dan ibu sampai berbicara menyakitkan kepada Rani.Teja tak peduli jika pun kedua orang tuanya tidak bisa bersikap baik dan ikhlas. Yang penting, mereka masih bisa menjaga bicaranya dan juga tetap setuju.Citra pun juga banyak diamnya dalam rembugan itu. Ia sungguh malas menghadapi kedua orang tuanya dan cenderung menghindari untuk berbicara dengan ayah dan ibunya.Kurang dari satu bulan, pernikahan akan dilangsungkan. Tempat dan biaya akan ditanggung sepenuhnya oleh Citra. Ia sudah berkomitmen agar kedua orang tuanya tak perlu mengeluarkan apapun untuk acara itu, dan ia melakukan hal itu demi Rani sebab adatnya pihak perempuan lah yang menerima tamu (pengantin laki-laki).Rani hanya memiliki Citra. Untuk itulah, tanpa diminta dan dengan kesadaran penuh, Citra ingin mengadakan pesta itu

  • Sang Pengubah Takdir   Rangga Pulang Ke Rumah

    Dua hari sebelum acara pernikahan itu diselenggarakan, rumah peninggalan Eyang Kartareja sudah dihias sedemikian rupa. Ada pula panggung pelaminan di halaman depan dan juga panggung hiburan lengkap dengan alat-alat musiknya.Meja dan kursi tamu telah tertata sedemikian rupa, para wanita pun sibuk di dapur untuk menyiapkan makanan dan lain-lain.Pada akhirnya, ada banyak teman Teja, para prajurit istana, yang diundang. Dan karena acara itu merupakan acara keluarga Rangga, maka tidak sedikit pula pejabat istana yang datang. Selain itu, mereka-mereka yang diundang adalah rekan bisnis usaha peninggalan Sang Eyang.Maka konsep acara yang semula sederhana saja pada akhirnya juga membengkak. Citra tak keberatan sama sekali. Semua itu demi kebahagiaan Teja dan Rani. Dua orang itu, bagaimana pun, sudah menyelamatkan hidupnya beberapa kali.Sore itu, Citra, Teja dan Rani tengah berkumpul di beranda sambil sibuk melihat para pekerja menambah pasangan hiasan di panggung.“Kalian berdua merasa teg

  • Sang Pengubah Takdir   Pernikahan Teja dan Rani

    Pesta pernikahan Teja Rani terselenggara juga setelah mereka melewati prosesi pemberkatan di kuil dengan penuh khidmad.Rani tak pernah mengira ia akan menikah dan mengalami pernikahan yang seperti itu. Ia merasa sangat berhutang pada keluarga Rangga. Ia tak tahu apa, namun sejak awal pun ia sudah hutang nyawa kepada Rangga. Kini, ia malah diberi sebuah kebahagiaan setelah lagi-lagi ia terjerumus dalam masalah.Rani tahu, andai ia masih bersikeras menunggu Bayu, mungkin ia tak akan pernah merasakan pengalaman menikah secara adat dengan rangkaian acara yang menurutnya meriah.Selama hari-hari itu, Ki dan Nyi Suryo memang bersikap sangat baik kepada Rangga. Ada maunya itu pasti dan Rangga memang tidak perhitungan jika memberi. Berbeda dengan Citra yang memang mempertimbangkan banyak hal ketika memberikan uang kepada ayah dan ibunya sebab Citra merasa apa yang ia kelola itu adalah milik suaminya. Ia harus bertanggung jawab dan ia malu kedua orang tuanya itu bersikap boros.Sementara Rang

  • Sang Pengubah Takdir   Teja Merasa Berdebar-Debar

    Teja sendiri merasa panas dingin saat ia memijit betis Rani. Ada sesuatu yang mengembang dan mengeras di celananya sampai-sampai ia tak berani menatap wajah istrinya saking gugupnya meski ia tahu ia tak akan melakukan hal itu entah sampai kapan.Keduanya sama-sama menahan hasrat. Sama-sama malu. Yang jelas, Rani sangat menikmati apa yang saat itu sedang dilakukan oleh Teja.Cukup lama Teja memijit hingga akhirnya Rani menyuruhnya berhenti. “Sudah enak, Kang. Tidurlah. Jangan terlalu capek…”“Baru kaki saja. Kau yakin punggungmu tidak mau dipijit biar besok pagi segar? Besok masih ada acara di rumah. Kita pun akan seharian lagi dipajang…” kata Teja.“Tapi kalau Kangmas capek bagaimana?” kata Rani.“Hanya memijit… kau menyuruhku angkut-angkut kayu saat ini pun akan aku lakukan…” kata Teja.Rani merasa tersanjung mendengarnya. “Baiklah, Kangmas… sebenarnya enak juga jika punggungnya dipijit. Mungkin kalau perutku sudah membesar nanti, akan sulit menikmati pijitan di punggung. Saat ini ak

  • Sang Pengubah Takdir   Rangga dibebaskan

    Teja masih takjub memandangi hal paling misterius yang dimiliki oleh Rani. Tubuhnya gemetar dan jantungnya meledak-ledak. Darah meluap di bagian tubuh bawahnya yang tegang sempurna itu.Rani masih mengingat rasanya ketika kepala Bayu berlabuh di sana dan kali ini ia ingin Teja melakukan hal serupa. Ia rindu merasakan sensasi basah dan hangat dari lidah yang menari di pelabuhan asmaranya. Namun ia tak berani meminta. Ia khawatir jika Teja jijik dan tersinggung.“Kenapa hanya dilihat, Kangmas…” kata Rani mulai memancing.“A-aku… gugup, Raniku sayang… apa yang harus Kangmas lakukan?”“E—apakah Kangmas jijik jika mencium yang itu?” ucap Rani sambil menggigit bibir bawahnya dan menatap Teja dengan tatapan sayu.Tanpa menunggu diminta dua kali, Teja langsung mendekatkan wajahnya, mengendus kelopak bunga yang sudah basah itu, merasai aromanya yang entah kenapa membuatnya merasa senang, lalu ia mencium kelopak bunga itu seolah ia sedang mencium bibir Rani. Seketika juga, tubuh Rani meliuk sep

  • Sang Pengubah Takdir   Izin Ke Utara

    Waktu berlalu. Seminggu setelah pesta usai, kedua orang tua Rangga masih berada di rumah itu dan mereka tak menunjukkan tanda-tanda ingin pulang.Citra merasa sungguh tidak nyaman. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang teduh dan menenangkan kini terasa seperti neraka.Rangga pun juga sudah sibuk di istana dari pagi hingga sore, kadang hingga malam.Banyak pejabat yang sibuk dan pusing soal pergerakan pasukan Wonobhumi di perbatasan. Sejauh ini, menurut laporan mata-mata, mereka masih belum melakukan tindakan apapun kecuali menghimpun pasukan di sana yang sewaktu-waktu bisa diberangkatkan untuk menguasai kadipaten Manggis.Meski Rangga masuk dalam devisi kementrian pembangunan, namun ia tetap dilibatkan pula dalam rapat besar yang membahas soal pertahanan itu.Ada banyak hal yang Rangga pikirkan dan selama sekian hari itu ia sibuk mengingat peristiwa demi peristiwa yang pernah ia dengar saat perang terjadi.Sayangnya, saat itu, ia tak mengetahuinya langsung. Ia hanya mendengar gari

  • Sang Pengubah Takdir   Berangkat Ke Utara

    Ketika Rangga mandi, Teja datang. Gantian Rani yang menyambutnya dengan penuh cinta. Ia masih sangat bergairah kepada Teja. Setiap malam, pada akhirnya, mereka tak pernah absen saling menyentuh. Teja sebenarnya mengkhawatirkan kandungan Rani. Tapi pun sungguh tak bisa menahan diri jika sudah saling bersentuhan di ranjang.Citra datang menghampiri, “Wah… pengantin baru selalu saja nempel terus…” goda Citra.“Eh, Mbakyu…” kata Citra tersipu.“Sudah kubilang jangan panggil aku Mbakyu masih saja… kau kakak iparku sekarang, Rani…” kata Citra.“Tidak mau. Sudah terbiasa seperti itu. Mau panggil dek Citra itu rasanya aneh… apalagi jika memanggil Dek Rangga…” kata Rani sambil menjulurkan lidahnya.“Ya sudah terserah…” kata Citra. Lalu ia menoleh ke arah kakaknya, “Kang, kita bicara sebentar saja ya sebelum kau mandi. Tadi aku sudah sempat membahas hal ini bersama Kang Rangga,” kata Citra.“Ingin membahas apa, Nduk?” tanya Teja.“Soal ayah dan ibu… kita semua merasa tak nyaman jika mereka berd

  • Sang Pengubah Takdir   Sarang Komplotan Kera Hitam

    Tiga orang pengawal yang menemani Rangga itu rata-rata masih muda dan usianya masih dibawah Rangga. Mereka adalah Wiji, Banu dan Sanji.Rangga memang sengaja memilih yang muda agar ia tak perlu sungkan untuk menyuruh. Dari segi kemampuan, ketiganya bisa diandalkan dan memang memiliki ilmu kanuragan yang mumpuni.Sejak awal, Rangga meminta mereka agar tak memanggil dengan embel-embel gelar dan sebagainya demi mengakrabkan diri. Mula-mula memang canggung. Namun akhirnya mereka terbiasa juga.Setelah tiga hari perjalanan, mereka sedikit bimbang untuk menentukan jalur yang mereka tempuh. Yang satu jalur aman, namun panjang memutari kaki gunung. Yang satu lagi jalur singkat dan menghemat banyak waktu, namun mereka harus menembus hutan dan jalanan itu lumayan menanjak melewati gunung Lawang yang ada di depan mereka itu.“Jalur mana yang sebaiknya kita pilih Kang?” tanya Wiji.“Jalur gunung saja. Bagaimana menurut kalian?” kata Rangga.“Bisa, Kang. Semoga saja kita tak bertemu dengan Komplot

Bab terbaru

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

  • Sang Pengubah Takdir   Menunggu Musuh lewat

    Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem

  • Sang Pengubah Takdir   Mempersiapkan Jebakan Di Jalur Gunung

    Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba

  • Sang Pengubah Takdir   Meledakkan Petasan Di Kerumunan Musuh

    Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j

DMCA.com Protection Status