Jack dan teman-temannya bergerak cepat menuruti kemauan Levon. Mereka membawa salah satu anak buah Elanga ke ruangan introgasi.
“Santai, kau aman disini. Duduklah,” pinta Levon ramah pada pria berumur tiga puluh tahunan itu yang tampak ketakutan saat memasuki ruangan introgasi.
Pria itu menurut, ia duduk dengan tubuh bergetar.
“Siapa namamu?” tanya Levon meski ia sudah tahu nama pria itu dari informasi yang ada di tablet. Namanya Pluim Plate
“Nama saya Pluim, Tuan.”
“Nama yang bagus ... tugas apa yang diberikan Elanga untukmu, Pluim?” tanya Levon langsung ke intinya.
“Tolong lepaskan saya, Tuan. Saya terpaksa menuruti permintaan Tuan Elanga karena terpaksa. Saya butuh uang untuk biaya hidup anak istri saya, Tuan,” ungkap Pluim dengan wajah sedih setengah takut.
“Aku bertanya tugasmu, Pluim. Bukan masalah keluargamu,” kata Levon santai, tetapi sudah membuat Pluim k
Bukan terkejut, Emma justru terkekeh keras mendengar ucapan Amelia. Ia menganggap itu hanya sebuah lelucon agar sepupu Tuan Leo itu tetap tinggal di Amerika.“Kau juga bakat menjadi seorang komedian, Amel. Lucu sekali.”Wajah Amelia terlihat kesal, ia kembali menatap serius pada Emma, “Anne, aku serius. Aku benar-benar ingin menjadi istrinya Leo.”Mendengar itu, Emma semakin terkekeh keras, “Emmm ya, ya, Anne nanti akan bilang pada Leo agar kau tetap tinggal disini.”Di detik berikutnya, Emma berhenti terkekeh. Ia menghela napas dan menatap lembut pada Amelia, “Jika itu keinginanmu, Anne tidak bisa melarang. Tapi Amel harus berjanji pada Anne, Amel harus terbuka dan berbagi cerita pada semua orang yang ada disini. Jika punya Masalah jangan dipendam sendirian.” Emma mengecup kening Amelia sebelum ia pergi dari kamar.Amelia menatap punggung Emma yang keluar dari kamarnya. Ia sangat kesal, kejujur
Levon pergi ke perusahaan dengan masih tetap mengenakan pakaian khas pria bertopeng. Setiba di sana, ia disambut dengan penuh hormat oleh semua karyawan.“Selamat siang, Tuan.”“Siang,” balas Levon dengan senyuman ramah sambil terus berjalan menuju ruangan CEO.Di dalam ruangan CEO, Levon melepas topeng dan mendaratkan tubuhnya di sofa, sedangkan Pulisic berdiri tak jauh dari sana.“Duduklah, Pulisic,” ucap Levon sambil menepuk sofa.“Baik, Tuan.” Pulisic menurut. Ia duduk di samping Levon.“Bagaimana kabarmu, Pulisic?” tanya Levon.“Saya dalam keadaan sehat, Tuan.”“Syukurklah ... ow ya bagaimana kinerja karyawan baru?”“Mereka semangat dan benar-benar profesional dalam bekerja.”“Itu sudah wajar karena masih awal-awal masuk kerja. Terus awasi kinerja mereka secara diam-diam.”“Siap, Tuan
Levon kembali menembak asal, membuat Brandon tertawa keras.“Kenapa kau tertawa?” tanya Levon bersikap konyol menatap ke arah Brandon yang terlihat memegangi perutnya.“Apakah kau bisa menembak?” tanya Levon lagi.Mendengar pertanyaan itu, Brandon berhenti tertawa. Ia mengarahkan pistol ke arah papan tembak tanpa melihat. Tatapan tajamnya justru tertuju pada Levon yang ada di sampingnya.Doorr! Peluru nyaris sempurna bersarang di tengah papan tembak.“Wow. kau sangat hebat, Tuan.” Levon berpura-pura terpana melihat kehebatan Brandon.“Tembakanku tidak pernah meleset,” ucap Brandon dengan membusungkan dada. “Aku penembak nomor satu di dunia. Tidak ada yang bisa mengalahkanku.”“Apakah Tuan seorang atlet menembak yang memenangkan banyak kejuaraan dunia?” tanya Levon mulai memancing Brandon untuk menceritakan tentang pekerjaan jahatnya.Brandon tersenyum tipis
“Baru pulang, Leo?” tanya Emma.“Iya, Anne,” jawab singkat Levon sambil menghampiri Emma yang bersantai di sofa ruang tengah, mansion.“Terus Angelina masih ada di rumah temannya?” tanya Emma.“Ow Angel belum pulang, Anne?” tanya balik Levon sambil mendaratkan tubuhnya di samping kiri Emma.“Belum, Leo,” jawab Emma sedikit cemas meskipun ia tahu orang-orang kepercayaan Levon menjaganya.“Berarti dia masih punya banyak urusan dengan temannya. Maklum dia seorang pengacara.”Amelia yang duduk di samping kanan Emma sekilas tersenyum miring. Ia seolah menemukan cara untuk menjauhkan Angelina dari Levon, “Setelah menangani kasus temannya, aku akan memberikan kasus baru untuknya,” batinnya.Di titik ini, Angelina pulang. Levon dan Emma pun tersenyum menatap sang pengacara muda melangkah mendekat ke sofa ruang tengah, sedangkan Amelia langsung memasang wajah k
“Buka pintunya, Angel!” Emosi Amelia tak terkendali, suaranya semakin keras. Jika terus dibiarkan bisa saja di dengar oleh penghuni mansion lainnya.“Huhh ....” Levon menghela napas dalam. Lalu perlahan ia membuka pintu.“Kenapa kau lama sekali membuka pintu, Angel--” Amelia terdiam. “Leo?” Amelia sangat kaget. Ia mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. Tidak ada siapa-siapa.“Kenapa kau ada disini?” tanya Amelia heran dengan suara pelan. “Ini 'kan kamar Angel? Dimana dia sekarang?”“Aku bertukar kamar dengan Angel,” jawab Levon menatap kecewa pada Amelia. “Angelina tidur di kamarku.”“Kenapa?” tanya Amelia kaku. “Apa dia yang meminta?”“Bukan,” jawab Levon menggelengkan kepala. “Aku yang memintanya.”“Kenapa?” tanya Amelia sekali lagi. Ia curiga semua ini pasti ada kait
Di pagi buta, Angelina bangun dan langsung pergi ke kamarnya sendiri untuk membangunkan Levon.TOK! TOK!Sambil mengetok pintu pelan, Angelina menghubungi nomor ponselnya sendiri dengan ponsel Levon.Tak menunggu lama, Levon membuka pintu. Angelina pun semakin kagum dengan sosok pria tampan di hadapannya itu. Ia pikir akan sulit membangunkan Sang Tuan.“Selamat pagi, Angelina.”Suara khas Levon ditambah ketampanannya, membuat Angelina menatapnya dalam-dalam. Sempurna!“Angel?” panggil Levon pada Angelina yang menatapnya penuh arti.“Ah ya, Tuan ... Maaf-maaf.” Angelina menunduk dalam, malu.“Ini ponselmu. Terima kasih sudah membangunkanku,” ucap Levon sambil menyodorkan sebuah ponsel.Angelina mendongak dan mengambil ponselnya. Lalu ia juga menyerahkan ponsel milik Levon, “Terima kasih juga.”***Senyum miring terukir di bibir Levon saat mena
Kebetulan sekali! Hari ini juga pada Jam tujuh malam, Levon dan Angelina sedang duduk di kursi jok mobil menghadap layar laptop. Saat ini mereka berada tak terlalu jauh dari rumah Pervita untuk memantau Mateo. Menurut informasi orang kepercayaan Levon, saat ini Mateo dalam perjalanan menuju ke arah rumah Pervita. Dan benar saja, lelaki brengsek itu datang menggunakan mobil chevrolet spark berwarna abu-abu. Matoe turun dari mobil itu dan berjalan ke arah pintu dengan sebelah tangan membawa setangkai bunga mawar. Tok! Tok! Sesuai rencana, Pervita tidak langsung membukakan pintu. “Siapa?” tanya Pervita dari dalam. Mateo diam. Jika ia menjawab, maka mantan istrinya itu tidak akan membukakan pintu. Setelah menunggu lama tak ada jawaban, Pervita berpura-pura penasaran. Ia pun membuka pintu. “Kau--” Pervita berpura-pura kaget dan takut melihat Mateo berdiri di depan pintu. “Ngapain kau datang ke rumahku lagi, brengsek?” “Kau l
Tangan kanan Mateo bergerak ke arah gunung kembar Pervita yang masih terbungkus rapat, “Sangat indah sekali.”“Angelina!!!” Pervita berteriak sekeras mungkin, ia tidak ingin tangan kotor Mateo menjamah tubuhnya kembali.BRAK!Bersamaan dengan teriakan Pervita, dua orang kepercayaan Levon menendang pintu itu sampai roboh.Mateo spontan berdiri. Ia terkejut bukan main, sedangkan Pervita berlari menghampiri Angelina dan memeluknya.“Siapa kalian?” tanya Mateo dengan wajah ketakutan melihat beberapa orang bertubuh kekar menatapnya dengan tatapan iblis.Levon melangkah mendekati Mateo yang diikuti lima orang kepercayaannya dari belakang.“Lelaki biadap sepertimu enaknya diapakan ya?” tanya Levon santai, tetapi matanya menyorot tajam pada Mateo yang mulai berkeringat dingin.Mateo berusaha bersikap tenang. Ia tersenyum sinis menatap Levon dan orang-orang kepercayaannya, “Siapa kal