Kedua mata Max memerah pasca mengantar kedua anak itu pulang ke rumah. Sejenak ia melirik ke arah mansion McCall, tepatnya ke arah lantai dua yang memiliki dua balkon. Itu dulu kamar tidur sekaligus ruang kerjanya. Satu balkon mengarah ke jalan, dan satunya lagi ke kolam renang yang berada di samping rumah.
“Seperti apa kamar tidur itu sekarang? Apa mungkin menjadi tempat Vanessa dan Ramford untuk berbagi kasih?” gumamnya sambil memegang setir motornya kuat-kuat.
Kemudian ia menghirup napas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak, sebelum akhirnya mengemudikan motor sportsnya menuju kediaman Ramford.
***
“Woi woi lihat siapa yang datang?” seru Bill ketika Max memarkir motornya di tempat parkir untuk karyawan.
Kedatangan Max tentu saja mem
Rex langsung menyambut tamu yang mendatangi kediaman Tuan Ramford. Dia adalah seorang perempuan berwajah bulat yang datang dengan membawa paper bag.“Hmm rupanya kau,” kata Rex.Rex yang sudah lama bekerja dengan Tuan Ramford tentu saja tahu siapa perempuan itu, dia sering datang kemari untuk membawa makanan. Walaupun mereka tak pernah bercakap-cakap, tapi Rex sudah hapal akan sosoknya.“I … iya apa kabar Tuan Rex?” sapanya ramah.“Kabarku baik, kau sendiri bagaimana. Sudah lama aku tak melihatmu kemari. Ah ya aku tahu, pasti karena musibah itu,” kata Rex mencoba untuk bersikap ramah.Perempuan itu hanya mengangguk malu-malu. Ini pertama kalinya ia berbicara dengan Rex, sebelumnya ia hanya tersenyum padanya ketika mereka beradu pandang. Semuanya dilakukan atas nama kesopanan.Di balik kacamata hitamnya, Rex memandang
Rex yang tersungkur jatuh pun segera bangkit dan menantang sosok yang baru saja melayangkan tinju. Ia terlihat menyeringai karena menahan rasa sakit pada rahangnya.“Sial, kau sudah berani rupanya?” seru Rex geram.“Memangnya aku harus diam melihat apa yang kau lakukan?”Sementara Jade hanya berdiri sambil menutupi dadanya dengan paperbag yang ia bawa di tangannya. Perempuan muda itu terlihat ketakutan.Cuih! Rex meludah ke samping, menunjukkan rasa muak pada orang sok jago yang baru saja memukulnya.“Kau kira kau sudah hebat sampai berani memukulku? Apa kau sudah pantas, hanya karena Tuan Ramford memanggilmu dan mengajakmu bicara?” tanya Rex sambil memaksakan diri untuk membuka mulut.Pukulan itu terasa sangat menyakitkan, tapi Rex enggan untuk mengakui kalau pukulan itu adalah pukulan yang kuat dan dapat mematikan dirinya
“Sudah kau tak perlu takut, selama ada aku, apa yang dikatakan oleh Rex tak akan pernah terjadi padamu,” kata Max berusaha menenangkan istrinya.Jade masih diam, sepertinya ia shock dengan apa yang dikatakan oleh Rex. Jade yang tahu bagaiamana kehidupan kerja suaminya pun benar-benar takut kalau hal itu benar-benar terjadi. Sebagai seorang istri ia yakin kalau suaminya pasti akan mempertahankan dirinya, bagaimanapun caranya. Namun sebagai manusia, ia berpikir realistis, suaminya bukan lelaki kuat, tak mungkin bisa mengalahkan Rex.“Kuantar kau ke mobil,” ajak Max sambil menyentuh punggung istrinya.Masih terisak, Jade pun mengangguk lemah, merapatkan jas MAx agar menutupi seluruh bagian depan tubuhnya. Baru berapa langkah saja, Max sudah merasakan ada dorongan udara di balik punggungnya, ia pun tahu apa yang harus ia lakukan.“Tunggu sebentar, duduk saja di kursi dulu, k
Di Negeri langit ….Roh Maxim Williams tengah menunggu hari penghakiman. Ia mengantri selayaknya jiwa-jiwa yang tengah menunggu gilirannya.Was-was tentu saja, tapi selagi ruh yang berbaris itu menunggu giliran, mereka semua mendapatkan kesempatan untuk melihat keadaan di dunia. Mengenang orang-orang yang mereka tinggalkan, mengetahui siapa sebenarnya ynga menjadi kawan ataupun lawan baginya, tak terkecuali Max.Saat ini ia mengepalkan tangannya dan sorot matanya menatap tajam. Ia melihat apa yang selama ini terjadi pada tubuhnya. Kesal karena ada roh lain yang mendiami tubuhnya.Ia pun mencoba keluar dari barisan dan mencari penghuni langit untuk ditanya, bagaimana semua ini bisa terjadi padanya.“Halooo … haloo!” teriaknya menggema di negeri langit.Maxim terus saja berjalan mengitari negeri langit, kesemuanya serba putih. Keadaan
Jade duduk sambil mendekap erat jas milik suaminya, sejak mulutnya tak berhenti berucap, menyampaikan harap agar suaminya tidak apa-apa. Jade tak ingin kehilangan sosok Max untuk kedua kalinya. Ia sama sekali tak berani melihat ke arah suaminya yang saat ini sedang dikeroyok oleh anak buah Rex.“Sayang, kau seharusnya tak melakukan hal ini, lupakan saja ambisimu untuk menjadi pengawal kepercayaan Ramford, lagipula dia bukan orang yang baik,” batin Jade.Suaminya Max dulu sempat bercita-cita untuk bergabung dengan militer, sayang sekali sudah tiga kali mengikuti tes dan ia selalu gagal. Akhirnya ia nekad melamar menjadi pengawal Ramford, bagi Max tak masalah tidak bisa bergabung menjadi anggota militer, asal bisa bergabung dengan tim pengawal Ramford dan menjadi yang terkuat. Menurut pria kurus itu, bekerja dengan Ramford dinilai memiliki pamor lebih tinggi dibanding militer.Max memang memiliki fisik yang lem
Ini kali pertamanya bagi Jade mendapati suaminya bisa melawan mereka semua dengan mudah. Selama pernikahan mereka, justru ia seringkali mendapati suaminya mendapatkan luka ruam. Namun kali ini, lelaki yang menikahinya sama sekali tidak terluka, bahkan kemejanya pun tidak kusut.“Kenapa Max tiba-tiba seperti ini, apa mungkin ini akibat dari kecelakaan yang baru dialami oleh suamiku?” pikir Jane dipenuhi tanda tanya.Kelima orang itu tampak bersusah payah untuk berdiri, dan kesemuanya sama sekali tak berani untuk menatap mata Max. Mereka justru memilih untuk beringsut mundur.“Hei apa-apaan kalian?” teriak Rex yang mengetahui kalau anak buahnya pada beringsut mundur.Bill yang pertama kali melangkah menjauh dari tempat mereka semula pun langsung menunduk begitu mendapat gertakan dari Rex.“Mmm tidak … aku baru ingat kalau Tuan Ramford memanggil,
Sepanjang perjalanan, Max dan Jade hanya diam. Seperti biasa, semenjak kecelakaan itu terjadi, Max memang tak pernah banyak bicara padanya, lebih terkesan acuh.“Kau mandi saja dulu, dan ganti pakaianmu. Buang saja baju yang kau pakai jika merasa risih karena Rex, nanti aku akan membelikanmu yang baru jika sudah menerima gaji pertamaku,” kata Max memecah keheningan ketika mereka baru saja tiba di rumah.Jade hanya menunduk, ia tampak bimbang. Baju terusan yang ia pakai kali ini adalah busana kesukaan suaminya, dan ini adalah hadiah ulang tahunnya dua bulan lalu.Max selalu berkata kalau ia terlihat cantik dan seksi saat mengenakannya. Jika melihat Jade mengenakan gaun ini, Max pasti ingin cepat-cepat pulang dan memburunya. Sementara, semenjak kecelakaan itu terjadi, Max sama sekali belum menyentuh dirinya, itulah kenapa Jade mau mengenakan baju ini ke tempat kerja suaminya.“I &hell
Max segera masuk ke dalam rumah setelah urusan serah terima motor selesai. Pria muda ini pun bergegas menuju dapur dan mulai memasak. Seperti yang ia janjikan pada Jade kalau untuk makan malam kali ini dia yang akan memasak.Saat ia masih hidup sebagai seorang Ernest, ia sringkali berkecimpung di dapur untuk membuat makanan. Ernest sangat ahli dalam mengolah berbagai pasta dan masakan Perancis. Kedua anaknya sangat menikmati olahannya, dan juga atraksi yang ia lakukan saat di dapur.Sesekali Ernest melempar bahan makanan yang sudah dipotong tipis-tipis dan menangkapnya dengan piring, atau memindahkan botol saus dari tangan kanan ke kiri sebelum menuangkan, seperti seorang bartender yang akan menuangkan minuman. Hal ini sangat dinikmati oleh Olive dan Daniel, mereka semua akan bertepuk tangan ketika melihat ayah mereka melakukan hal ini.Tak hanya itu, Ernest pasti akan menyajikan masakan buatannya dalam tatanan yang cant