Keesokan harinya, Aryadana dan beberapa prajurit serta dibantu oleh Soarna sudah merapikan tenda dan peralatan-peralatan yang mereka bawa ke tempat tersebut. Pagi itu mereka hendak kembali ke istana, usai merapikan semuanya, Aryadana langsung menghadap Prabu Erlangga, "Sudah rapi semua, Gusti Prabu. Kita segera pulang sekarang!" terang Aryadana menghadap kepada Prabu Erlangga dengan penuh sikap hormat terhadap junjungannya itu.
"Baiklah kalau seperti itu. Mari kita kembali ke istana sekarang!" jawab Prabu Erlangga.Ia langsung mengajak Arimbi untuk segera naik ke atas kereta kencana yang merupakan kereta kebesaran kerajaan yang khusus untuk sarana transportasi raja dan permaisuri. Kereta kencana itu dibuat khusus oleh Rangkuti yang merupakan abdi dalem di kerajaan Sanggabuana sebagai bentuk pengabdiannya kepada sang Raja.Aryadana dan Soarna langsung menunggangi kuda mereka masing-masing dan bersiap untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Kuda putih yang ditunggangi AryaPagi harinya, Arumbi beserta para prajurit wanita langsung pamit kepada Anggadita dan juga kepada kuwu di desa tersebut, untuk segera kembali ke istana. Karena tugas Arumbi sudah selesai dan para prajuritnya sudah resmi digantikan oleh 3000 prajurit pria yang sudah tiba di barak tersebut dengan membawa perlengkapan perang lengkap, karena mereka akan segera melakukan penyerangan terhadap kerajaan Kuta Waluya sesuai perintah dari sang Raja."Terima kasih, Nyimas. Atas perjuanganmu yang sudah memberikan keamanan dan kenyamanan untuk rakyat di desa ini," ungkap Ki Rona. "Salam untuk Gusti Prabu Erlangga!" sambungnya lirih.Dari sebagian rakyat dusun tersebut, pagi itu berdatangan dengan membawa berbagai hasil tani yang mereka berikan langsung kepada Arumbi untuk dibawa ke istana sebagai oleh-oleh untuk sang Raja. Arumbi tampak berat dan merasa bersedih meninggalkan desa yang mempunyai penduduk yang ramah dan sangat menghormatinya, meskipun mereka bukan bagian dari rakyat keraj
Malam itu, Rasmenda langsung melaporkan berita penting kepada Gondang Manik yang merupakan panglima tertinggi yang ditugaskan oleh Prabu Wanakerta untuk membantu kerajaan Sanggabuana dalam menumpas keangkaramurkaan. "Aku mendengar langsung hal tersebut diungkapkan oleh Prabu Rawinta di hadapan para petinggi istana," kata Rasmenda melaporkan hasil penyelidikannya dalam memata-matai kerajaan Kuta Tandingan."Beberapa hari ke depan. Mereka akan menyerang kita ke sini," sambungnya lirih.Mendengar laporan tersebut, Gondang Manik tampak geram, dan langsung mengajak Rasmenda untuk segera memberitahu Anggadita tentang kabar tersebut, "Baiklah kita harus menemui Anggadita sekarang!" jawab Gondang Manik menanggapi dengan baik laporan dari Rasmenda.Mereka pun langsung menghadap Anggadita yang saat itu sedang berada di barak, bersama para prajuritnya. "Sampurasun," ucap Gondang Manik yang sudah berwujud seperti manusia biasa berdiri bersama Rasmenda di beranda barak tersebut.
Setibanya di barak, para prajurit itu langsung membawa ketiga pria itu ke hadapan Anggadita. "Maaf, Panglima. Kami menangkap ketiga orang ini karena mereka sudah melakukan kekacauan di desa ini," ucap sang Prajurit melaporkan prihal penangkapan ketiga pria itu."Kami mohon maaf, Panglima," timpal salah seorang dari ketiga pria pengacau itu meminta ampunan kepada Anggadita."Aku maafkan, tapi kalian tetap harus diadili karena kesalahan kalian!" jawab Anggadita dengan tegasnya. "Kalian masukan mereka ke penjara!" sambung Anggadita memerintahkan kepada para prajuritnya."Baik, Panglima." Para prajurit tersebut langsung menggiring ketiga pelaku kejahatan itu, untuk segera dimasukan ke salah satu ruangan khusus yang ada di barak tersebut, yang menjadi ruangan untuk penjara bagi para pelanggar hukum sebelum mereka dibawa ke penjara utama yang ada di kerajaan untuk di adili.Kabar berdirinya kerajaan Sanggabuana, ternyata belum banyak didengar oleh para pimpinan kerajaa
Ki Rona sebagai kuwu di desa tersebut, langsung memerintahkan para penduduknya untuk mengungsi sementara waktu agar terhindar dari dampak perang yang akan terjadi di dusun tersebut.“Aku khawatir para prajurit Sanggabuana mengalami kesulitan mengendalikan para prajurit kerajaan Kuta Tandingan," ucap Ki Rona mengarah kepada beberapa warga yang sedang berbincang dengannya.“Biarlah untuk sementara waktu aku akan mengungsikan keluargaku di Utara, karena menurutku di sana lebih aman. Atau pergi ke Kita Tandingan saja!” ucap salah satu penduduk bersiap untuk segera mengambil langkah tepat jika perang itu benar terjadi."Menurutku lebih baik pergi ke Kuta Tandingan saja. Di sana lebih aman!" saran Ki Rona."Kuta Tandingan?" timpal seorang pria senja merasa kaget mendengar rekannya menyebut Kuta Tandingan. "Itu kan kerajaan yang hendak menyerang pasukan Panglima Anggadita yang ada di sini?" sambungnya mengerutkan kening.Pria senja itu belum menge
Malam harinya Soarna dan Sargeni langsung melakukan perjalanan hendak menyampaikan pesan kepada Anggadita untuk melakukan strategi yang tepat dalam menghadapi serangan dari para prajurit kerajaan Kuta Tandingan.Dalam perjalanan tersebut, tanpa disengaja Soarna dan Sargeni bertemu dengan dua orang pendekar. Mereka merupakan penduduk asli desa tersebut yang malam itu serangan berada di jalanan."Ada dua orang pria di depan sana, sepertinya mereka baru saja meminum tuak," ucap Sargeni mengarah kepada Soarna yang menunggangi kuda bersebelahan dengan kuda yang ia tunggangi.Dua pria tersebut berdiri tegak menghadang jalan yang hendak dilewati oleh Soarna dan Sargeni. "Hentikan!' ucap salah satu dari kedua pendekar itu dengan gagahnya menghadang dua kuda yang ditunggangi oleh Soarna dan Sargeni."Mau cari mati ini orang," desis Sargeni bergegas turun dari kudanya dengan cara meloncat dan mendarat tepat di hadapan kedua pendekar itu."Bertarunglah dengan kami jika ingin mel
Keesokan harinya, penyerbuan dari para prajurit kerajaan Kuta Tandingan pun terjadi, peperangan berkecamuk di pinggir hutan yang menjadi batas wilayah daerah kekuasaan kerajaan Kuta Tandingan dan kerajaan Kuta Waluya yang diduduki oleh pasukan dari kerajaan Sanggabuana.Perkelahian antar prajurit kedua kerajaan pun tak dapat terhindari, mereka saling mengeluarkan senjata masing-masing dan menyerang satu sama lain demi kejayaan kerajaan mereka. Sargeni dan Soarna pun kemudian pergi ke bagian depan barak yang masih dihangatkan oleh perkelahian yang sengit. Api yang dinyalakan oleh para prajurit Sanggabuana terus disulutkan ke meriam-meriam yang berjajar rapi di halaman terdepan barak tersebut, guna menghadang para prajurit musuh agar tidak dapat menerobos barisan terdepan para prajurit kerajaan Sanggabuana.Anggadita memberi banyak petunjuk kepada Sargeni dan Soarna. “Mereka butuh senjata, kalian berikan mereka anak panah dan busurnya!" teriak Anggadita dengan memegang sebilah p
Setibanya di istana, Panglima Anggadita dan ketujuh prajurit pengawalnya langsung disambut hangat oleh para petinggi istana dan mereka teramat senang mendengar berita baik dari Panglima Anggadita atas kemenangan prajuritnya dalam melakukan perlawanan terhadap para prajurit kerajaan Kuta Tandingan. "Mereka dapat pengalaman yang berarti dalam pertempuran tersebut dan akan menjadikan mereka lebih terasah kemampuan beladiri mereka." Ki Bayu Seta tersenyum bahagia atas kemenangan prajurit kerajaan Sanggabuana yang merupakan para pendekar didikannya selama berada di Padepokan Kumbang Hitam."Berarti langkah kita semakin dekat saja, untuk segera menguasai wilayah-wilayah kerajaan Kuta Waluya. Dan rencana kita untuk menghancurkan kerajaan Kuta Tandingan alangkah baiknya kita tunda dulu!" kata Prabu Erlangga. "Kita fokus membebaskan kerajaan Kuta Waluya dari cengkraman penguasa jahat itu, setelah itu baru kita jalankan misi kedua yakni menghancurkan kerajaan Kuta Tanding
Malam itu, Prabu Erlangga tampak gelisah dan gundah seperti ada firasat yang kurang baik terhadap istana. Ketika Prabu Erlangga sedang termenung dalam kegundahan, terdengar suara lirih tanpa wujud, "Prabu harus menghadang makhluk itu, agar tidak masuk ke istana!" ucap suara gaib tersebut menggema dalam gendang telinga sang Raja. "Aku tidak mampu menahannya, hanya Prabu saja yang dapat mengalahkan kesaktian makhluk itu!" sambungnya."Kamu siapa?" teriak sang Raja bangkit dan membuka jendela kamarnya.Namun tak satu orang pun ia dapati di balik jendela kamarnya, kemudian ia langsung menutup kembali jendela tersebut. Ada suara keras kembali memintanya untuk segera keluar dari keraton, "Keluarlah, Prabu. Kami butuh bantuanmu!"Prabu Erlangga terperanjat dan ia pun langsung bangkit melepas jubah kebesarannya, dan saat itu ia langsung berpakaian layaknya seorang pendekar langsung keluar dari keraton. Keempat prajurit yang sedang berjaga di depan keraton tampak kaget melihat
Sore hari, setelah berangkatnya Senopati Yurawida ke istana kerajaan Sanggabuana. Maha Patih Akilang kembali melakukan perbincangan dengan para prajurit senior. Kebrutalan para prajurit kerajaan Sirnabaya masih menjadi topik penting dalam perbincangan tersebut."Hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum bisa membalas kematian para prajurit kita dan aku berjanzi akan menghancurkan kerajaan Sirnabaya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap kerajaan kita!" kata Maha Patih Akilang berbicara dengan para prajuritnya di pendapa istana kepatihan."Aku pikir ini semua hanya sebuah kesalahpahaman saja, Gusti Patih?" tanya seorang prajurit senior mengerutkan kening."Itu hanya alasan dari Jaka Sena. Sebenarnya ia sudah merancang sedemikian rupa," jawab Maha Patih Akilang di antara deru napas yang bergejolak penuh dengan amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam jiwa dan pikirannya kala itu."Saat masih menjabat sebagai panglima pasukan sejagat raya pun, ia sudah berusaha menekan pa
Dengan demikian, Darunda dan Panglima Janeka terus berbincang sambil mengamati pergerakan pasukan musuh. Mereka duduk santai di sebuah bangku panjang yang ada di atas tembok raksasa yang menjulang tinggi—pagar pembatas dan benteng pertahanan wilayah kerajaan Sanggabuana."Prabu Wihesa adalah murid Ki Buyut Dalem, dia dibesarkan di wilayah kepatihan Waluya Jaya semasa masih menjadi sebuah kadipaten sebelum bergabung dengan kerajaan Sanggabuana," terang Panglima Janeka."Aku baru tahu, ternyata Wihesa merupakan seorang pendekar sakti yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni," ujar Darunda.Panglima Janeka menghela napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkan perlahan sambil tersenyum memandang cahaya obor yang tampak remang-remang di tengah hutan.Posisi Panglima Janeka dan Darunda kala itu berada di atas tembok raksasa, sehingga apa pun yang terjadi di dalam hutan akan terlihat, apalagi dengan kondisi hutan yang gundul seperti itu.Kala itu, hanya D
Di saung tersebut, sang raja langsung membicarakan sesuatu yang sangat penting kepada pendekar muda itu. Sejatinya, raja dan maha patih sangat tertarik kepada Kumba dan mereka berniat untuk merekrut pemuda itu untuk menjadi seorang prajurit kerajaan.Semua berdasarkan penilaian dari sang raja dan maha patih yang suka dengan kepiawaian pendekar tersebut dalam hal olah kanuragan."Seandainya kau mau dan siap. Aku akan menawarkan sesuatu buatmu," kata sang raja lirih, pandangannya lurus ke wajah Kumba.Kumba menghela napas sejenak. Ia berpikir, "Apakah aku layak menjadi prajurit di kerajaan? Sedangkan kemampuanku hanya terbatas?"Maha Patih Randu Aji mengerutkan kening dan mengamati Kumba yang hanya diam termangu. "Jawablah! Jika kau bersedia, kau akan mendapatkan kedudukan sebagai prajurit dan bisa mendapatkan pelatihan khusus dari para pelatih ilmu beladiri di Padepokan Kumbang Hitam!" timpal Maha Patih Randu Aji menatap tajam wajah Kumba–sang pendekar muda
Ketika fajar sudah menyingsing, para prajurit kerajaan Sanggabuana segera bergerak melewati perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana. Kemudian, ribuan pasukan tersebut memasuki hutan dengan maksud mengambil jalan pintas hendak menuju barak para prajurit kerajaan Sirnabaya—yang menjadi target utama serangan pagi itu.Beberapa meter hampir mendekati target, Senopati Yurawida segera menyeru kepada para prajuritnya untuk berhenti sejenak. Dengan demikian, pasukan yang berjalan di barisan terdepan pun segera menghentikan langkah mereka."Tugas utama kita adalah menghancurkan barak musuh dan mengusir mereka agar menjauh dari daerah ini!" kata Senopati Yurawida berkata kepada para panglimanya yang kala itu berada di barisan terdepan ribuan pasukan tersebut."Tapi ingat! Kalian harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan banyak korban dari prajurit kita!" pinta sang senopati menambahkan."Baik, Senopati. Kami akan melindungi pasukan di barisan depan dengan menggun
Namun, para prajurit tersebut berlari dengan begitu cepat. Sehingga para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak dapat mengejar mereka.Entah ke mana larinya mereka? Langkah dan pergerakan mereka sudah tidak dapat dideteksi ketika masuk ke wilayah kerajaan Sirnabaya.Akan tetapi, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah dapat mengetahui, bahwa para penyusup itu merupakan kelompok prajurit kerajaan Sirnabaya yang sengaja masuk ke wilayah kedaulatan Kundar yang kini sudah masuk dalam wilayah kerajaan utama Sanggabuana.Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Panglima Amerya yang kala itu dipercaya sebagai pimpinan keamanan di wilayah tersebut. "Apa maksud mereka, hingga berani menyusup ke wilayah kita?" tanya Panglima Amerya mengarah kepada seorang prajurit yang baru kembali setelah mengejar para penyusup itu.Prajurit itu mengerutkan keningnya, tampak tidak memahami apa yang dikehendaki dan direncanakan oleh para penyusup tersebut."Entahlah, aku p
Sebulan kemudian, Prabu Erlangga langsung memanggil Dewangga, Dasamuka, dan segenap tokoh masyarakat Conada. Prabu Erlangga hendak membicarakan kesepakatan bersama tentang pembentukan kadipaten Conada sesuai keinginan rakyat di daerah tersebut.Prabu Erlangga dan para tokoh utama Conada segera menggelar pembicaraan penting yang membahas pembentukan pejabat pemerintahan untuk memimpin kadipaten Conada, musyawarah tersebut dihadiri pula oleh para petinggi istana dan juga Adipati Sargeni serta Adipati Soarna sebagai perwakilan dari daerah yang dulunya merupakan bagian dari induk daerah Conada yang sebagian besar wilayah tersebut masuk di dalam wilayah pemerintahan dua kadipaten itu."Apakah kalian akan menyetujui dan menerima keputusanku, jika aku sendiri yang memilih siapa yang layak menjadi seorang pemimpin yang akan menjadi adipati di kadipaten Conada?" tanya sang raja di sela perbincangannya dengan para tokoh masyarakat Conada.Dasamuka dan tokoh masyarakat Conada ya
Beberapa saat kemudian, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berhasil mendekat ke arah lembah tempat keberadaan para pemberontak tersebut, Panglima Wanakarma dan Panglima Jaka Kelana segera membagi tugas."Kau dengan 150 prajurit segera naik ke bukit sana, aku dan yang lainnya tetap di sini!" bisik Panglima Jaka Kelana."Baik, Panglima." Panglima Wanakarma segera turun dari kudanya. Setelah mengikatkan tali kuda, ia langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera naik ke atas bukit yang berada tepat di atas lembah. Dengan penuh kehati-hatian dan terkesan senyap, Panglima Wanakarma dan para prajuritnya mulai bergerak perlahan naik ke atas bukit dengan maksud menyergap para prajurit musuh yang berada di beberapa saung yang mereka dirikan si atas bukit tersebut."Kalian langsung sergap mereka! Jika mereka tidak melakukan perlawanan jangan sakiti mereka!" perintah Panglima Wanakarma.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas tersebut dan langsung
Ternyata semua rencana berjalan seperti yang telah diperhitungkan. Pasukan pemberontak akhirnya mundur tepat pada waktunya, meskipun para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak melakukan gangguan terhadap mereka.Pra prajurit kerajaan Sanggabuana yang baru tiba itu, sangat merasakan kenyamanan setelah melakukan perjalanan jauh, tiba di tempat tersebut tanpa ada halangan."Bersyukurlah, kita datang mereka sudah lebih dulu ketakutan dan menjauh dari tempat ini," ujar Wanakarma sang panglima perang yang baru saja pulang dari Kepatihan Waluya Jaya dan langsung ikut bersama Senopati Lintang ke Alas Conan."Aku harap, kalian bisa menikmati istirahat kalian malam ini," timpal Panglima Jaka Kelana.Dari kelima ratus prajurit yang dipimpinnya itu, yang bertugas jaga hanya sekitar seratus prajurit saja, itu pun secara bergiliran agar mereka tidak terlalu kelelahan ketika akan menggempur pertahanan musuh di dalam hutan tersebut."Kalian harus segera istirahat!" seru Pangl
Keesokan harinya tepat menjelang sore, Panglima Jaka Kelana dan Senopati Lintang serta ribuan pasukan dengan persenjataan lengkap sudah bersiap hendak melakukan perjalanan jauh menuju ke kadipaten Conan Selatan dan Conan Utara untuk mengamankan kedua kadipaten tersebut dari teror para pemberontak yang akhir-akhir ini kerap melakukan teror terhadap para penduduk.Tampak seribu prajurit khusus sudah bersiap untuk segera berangkat, ada sekitar 300 pasukan kuda dan 20 pedati yang ditarik oleh beberapa ekor sapi yang membawa peralatan kemah dan juga bahan makanan untuk perbekalan para prajurit selama bertugas di sana."Aku harap kalian berhati-hati dan waspada terhadap para pemberontak itu!" pesan Prabu Erlangga di sela pelepasan para prajurit kerajaan yang hendak bertugas menumpas para pemberontak yang berada di hutan Conan."Baik, Gusti Prabu," ucap Senopati Lintang.Selain dirinya, istrinya pun ikut dalam tugas tersebut. Winiresti bersama ratusan prajurit wanita dan pasuka