Ki Rona sebagai kuwu di desa tersebut, langsung memerintahkan para penduduknya untuk mengungsi sementara waktu agar terhindar dari dampak perang yang akan terjadi di dusun tersebut.
“Aku khawatir para prajurit Sanggabuana mengalami kesulitan mengendalikan para prajurit kerajaan Kuta Tandingan," ucap Ki Rona mengarah kepada beberapa warga yang sedang berbincang dengannya.“Biarlah untuk sementara waktu aku akan mengungsikan keluargaku di Utara, karena menurutku di sana lebih aman. Atau pergi ke Kita Tandingan saja!” ucap salah satu penduduk bersiap untuk segera mengambil langkah tepat jika perang itu benar terjadi."Menurutku lebih baik pergi ke Kuta Tandingan saja. Di sana lebih aman!" saran Ki Rona."Kuta Tandingan?" timpal seorang pria senja merasa kaget mendengar rekannya menyebut Kuta Tandingan. "Itu kan kerajaan yang hendak menyerang pasukan Panglima Anggadita yang ada di sini?" sambungnya mengerutkan kening.Pria senja itu belum mengeMalam harinya Soarna dan Sargeni langsung melakukan perjalanan hendak menyampaikan pesan kepada Anggadita untuk melakukan strategi yang tepat dalam menghadapi serangan dari para prajurit kerajaan Kuta Tandingan.Dalam perjalanan tersebut, tanpa disengaja Soarna dan Sargeni bertemu dengan dua orang pendekar. Mereka merupakan penduduk asli desa tersebut yang malam itu serangan berada di jalanan."Ada dua orang pria di depan sana, sepertinya mereka baru saja meminum tuak," ucap Sargeni mengarah kepada Soarna yang menunggangi kuda bersebelahan dengan kuda yang ia tunggangi.Dua pria tersebut berdiri tegak menghadang jalan yang hendak dilewati oleh Soarna dan Sargeni. "Hentikan!' ucap salah satu dari kedua pendekar itu dengan gagahnya menghadang dua kuda yang ditunggangi oleh Soarna dan Sargeni."Mau cari mati ini orang," desis Sargeni bergegas turun dari kudanya dengan cara meloncat dan mendarat tepat di hadapan kedua pendekar itu."Bertarunglah dengan kami jika ingin mel
Keesokan harinya, penyerbuan dari para prajurit kerajaan Kuta Tandingan pun terjadi, peperangan berkecamuk di pinggir hutan yang menjadi batas wilayah daerah kekuasaan kerajaan Kuta Tandingan dan kerajaan Kuta Waluya yang diduduki oleh pasukan dari kerajaan Sanggabuana.Perkelahian antar prajurit kedua kerajaan pun tak dapat terhindari, mereka saling mengeluarkan senjata masing-masing dan menyerang satu sama lain demi kejayaan kerajaan mereka. Sargeni dan Soarna pun kemudian pergi ke bagian depan barak yang masih dihangatkan oleh perkelahian yang sengit. Api yang dinyalakan oleh para prajurit Sanggabuana terus disulutkan ke meriam-meriam yang berjajar rapi di halaman terdepan barak tersebut, guna menghadang para prajurit musuh agar tidak dapat menerobos barisan terdepan para prajurit kerajaan Sanggabuana.Anggadita memberi banyak petunjuk kepada Sargeni dan Soarna. “Mereka butuh senjata, kalian berikan mereka anak panah dan busurnya!" teriak Anggadita dengan memegang sebilah p
Setibanya di istana, Panglima Anggadita dan ketujuh prajurit pengawalnya langsung disambut hangat oleh para petinggi istana dan mereka teramat senang mendengar berita baik dari Panglima Anggadita atas kemenangan prajuritnya dalam melakukan perlawanan terhadap para prajurit kerajaan Kuta Tandingan. "Mereka dapat pengalaman yang berarti dalam pertempuran tersebut dan akan menjadikan mereka lebih terasah kemampuan beladiri mereka." Ki Bayu Seta tersenyum bahagia atas kemenangan prajurit kerajaan Sanggabuana yang merupakan para pendekar didikannya selama berada di Padepokan Kumbang Hitam."Berarti langkah kita semakin dekat saja, untuk segera menguasai wilayah-wilayah kerajaan Kuta Waluya. Dan rencana kita untuk menghancurkan kerajaan Kuta Tandingan alangkah baiknya kita tunda dulu!" kata Prabu Erlangga. "Kita fokus membebaskan kerajaan Kuta Waluya dari cengkraman penguasa jahat itu, setelah itu baru kita jalankan misi kedua yakni menghancurkan kerajaan Kuta Tanding
Malam itu, Prabu Erlangga tampak gelisah dan gundah seperti ada firasat yang kurang baik terhadap istana. Ketika Prabu Erlangga sedang termenung dalam kegundahan, terdengar suara lirih tanpa wujud, "Prabu harus menghadang makhluk itu, agar tidak masuk ke istana!" ucap suara gaib tersebut menggema dalam gendang telinga sang Raja. "Aku tidak mampu menahannya, hanya Prabu saja yang dapat mengalahkan kesaktian makhluk itu!" sambungnya."Kamu siapa?" teriak sang Raja bangkit dan membuka jendela kamarnya.Namun tak satu orang pun ia dapati di balik jendela kamarnya, kemudian ia langsung menutup kembali jendela tersebut. Ada suara keras kembali memintanya untuk segera keluar dari keraton, "Keluarlah, Prabu. Kami butuh bantuanmu!"Prabu Erlangga terperanjat dan ia pun langsung bangkit melepas jubah kebesarannya, dan saat itu ia langsung berpakaian layaknya seorang pendekar langsung keluar dari keraton. Keempat prajurit yang sedang berjaga di depan keraton tampak kaget melihat
Bayu Seta mulai memberikan masukkan kepada sang raja terkait kekuatan para prajurit kerajaan Sanggabuana, yang dulunya merupakan lara pendekar dari Padepokan Kumbang Hitam yang dipimpin oleh dirinya."Demikianlah, maka satu demi satu lawan-lawan kita akan segera dilumpuhkan. Ujung tanduk mereka telah hilang dan prajurit kita mampu menguasai dengan mudah wilayah kekuasaan musuh," Bayu Seta berkata penuh kelembutan di hadapan sang Prabu dan para petinggi istana.Anggadita dan ketujuh prajuritnya tidak dapat mengingkari lagi kenyataan yang terjadi di medan perang. Apalagi Ki Bayu Seta yang menganggap selama ini pasukan kerajaan Kuta Waluya dan pasukan kerajaan Kuta Tandingan hanya merupakan musuh biasa yang dapat ditandingi dan ditebak peta kekuatan mereka.Kini mereka harus mengalami sendiri, betapa beratnya bertempur melawan para prajurit kerajaan Sanggabuana yang mereka anggap remeh. Selain prajurit-prajurit yang sakti, ternyata mereka bukan hanya sekadar
Setibanya di istana, dua orang prajurit tersebut langsung melaporkan tentang pertarungan mereka dengan para penyusup yang diduga kuat merupakan para prajurit kerajaan Kuta Waluya."Maafkan kami, Gusti Prabu. Ada penyusup ke wilayah kita, tapi kami tidak mampu menghadangnya dan beberapa prajurit pun tewas olehnya dan hanya kamu berdua yang dapat menyelamatkan diri," ujar salah seorang prajurit tersebut."Apa kalian tahu. Siapakah mereka, yang sudah berani lancang masuk ke wilayah kerajaan ini?" tanya Prabu Rawinta bernada tinggi.Berkata salah seorang prajurit itu, menjawab pertanyaan dari sang Raja, "Mereka adalah para prajurit kerajaan Kuta Waluya, Gusti Prabu.""KURANG AJAR." Mendengar laporan tersebut, Prabu Rawinta tampak geram dan langsung memanggil Rendakuti untuk segera melakukan penyerangan terhadap kerajaan Kuta Waluya."Rendakuti!" teriak Prabu Rawinta.Rendakuti langsung melangkah kemudian sedikit membungkukkan badan di hadapan sang Raj
Tiga hari berikutnya, Prabu Erlangga dan Senopati Randu Aji sedang dalam perjalanan hendak melakukan kunjungan ke barak para prajurit yang dipimpin oleh Anggadita."Ki, Aki!" teriak seorang warga berlari ke arah Ki Rona yang saat itu sedang berada di beranda kediamannya."Ada apa, Junta?" tanya Ki Rona memandang wajah Junta yang merupakan seorang pemuda yang kesehariannya bekerja di barak sebagai juru masak."Sore ini, Prabu Erlangga akan tiba di desa ini, menurut keterangan dari para prajurit yang ada di barak rombongan sang Prabu sudah berada di perjalanan," kata Junta menjawab pertanyaan dari Ki Rona."Baiklah, aku akan segera ke sana dan segera beritahu penduduk untuk menyambut kedatangan sang Raja!""Baiklah, Ki," pungkas Junta langsung bangkit dan berlalu dari hadapan Ki Rona yang merupakan orang nomor satu di desa tersebut.Beberapa saat kemudian, rombongan dari istana sudah tiba di barak tersebut. Kehadiran sang Raja sangat disambut hangat
Setelah mengalami kekalahan, para prajurit dari kerajaan Kuta Waluya langsung kembali ke istana. Mereka melaporkan hal tersebut kepada sang Raja yakni Prabu Durdona sebagai penguasa tertinggi di kerajaan Kuta Waluya. Prabu Durdona tampak murka dengan berita buruk itu."Kalian sangat gegabah dan tidak dapat memprediksi kekuatan musuh sebelum melakukan penyerangan," ujar Prabu Durdona berbicara di hadapan Panglima Gonadarma dan para prajuritnya."Maafkan hamba, Gusti Prabu," ucap Gonadarma tertunduk di hadapan sang Raja.“Bukan pekerjaan yang sulit. Jika saat itu, kalian benar-benar punya trik dan kepintaran dalam membumi hanguskan barak tersebut," kata Prabu Durdona. "Kalau sikap kalian tetap ceroboh seperti ini, maka tidak akan ada di antara kalian yang akan mampu membangun kerajaan ini dengan baik dan kita akan kehilangan banyak wilayah kekuasaan," sambung Prabu Durdona."Kami mengakui itu semua kesalahan kami, Gusti Prabu." Tertunduk Gonadarma dan tidak b
Sore hari, setelah berangkatnya Senopati Yurawida ke istana kerajaan Sanggabuana. Maha Patih Akilang kembali melakukan perbincangan dengan para prajurit senior. Kebrutalan para prajurit kerajaan Sirnabaya masih menjadi topik penting dalam perbincangan tersebut."Hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum bisa membalas kematian para prajurit kita dan aku berjanzi akan menghancurkan kerajaan Sirnabaya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap kerajaan kita!" kata Maha Patih Akilang berbicara dengan para prajuritnya di pendapa istana kepatihan."Aku pikir ini semua hanya sebuah kesalahpahaman saja, Gusti Patih?" tanya seorang prajurit senior mengerutkan kening."Itu hanya alasan dari Jaka Sena. Sebenarnya ia sudah merancang sedemikian rupa," jawab Maha Patih Akilang di antara deru napas yang bergejolak penuh dengan amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam jiwa dan pikirannya kala itu."Saat masih menjabat sebagai panglima pasukan sejagat raya pun, ia sudah berusaha menekan pa
Dengan demikian, Darunda dan Panglima Janeka terus berbincang sambil mengamati pergerakan pasukan musuh. Mereka duduk santai di sebuah bangku panjang yang ada di atas tembok raksasa yang menjulang tinggi—pagar pembatas dan benteng pertahanan wilayah kerajaan Sanggabuana."Prabu Wihesa adalah murid Ki Buyut Dalem, dia dibesarkan di wilayah kepatihan Waluya Jaya semasa masih menjadi sebuah kadipaten sebelum bergabung dengan kerajaan Sanggabuana," terang Panglima Janeka."Aku baru tahu, ternyata Wihesa merupakan seorang pendekar sakti yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni," ujar Darunda.Panglima Janeka menghela napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkan perlahan sambil tersenyum memandang cahaya obor yang tampak remang-remang di tengah hutan.Posisi Panglima Janeka dan Darunda kala itu berada di atas tembok raksasa, sehingga apa pun yang terjadi di dalam hutan akan terlihat, apalagi dengan kondisi hutan yang gundul seperti itu.Kala itu, hanya D
Di saung tersebut, sang raja langsung membicarakan sesuatu yang sangat penting kepada pendekar muda itu. Sejatinya, raja dan maha patih sangat tertarik kepada Kumba dan mereka berniat untuk merekrut pemuda itu untuk menjadi seorang prajurit kerajaan.Semua berdasarkan penilaian dari sang raja dan maha patih yang suka dengan kepiawaian pendekar tersebut dalam hal olah kanuragan."Seandainya kau mau dan siap. Aku akan menawarkan sesuatu buatmu," kata sang raja lirih, pandangannya lurus ke wajah Kumba.Kumba menghela napas sejenak. Ia berpikir, "Apakah aku layak menjadi prajurit di kerajaan? Sedangkan kemampuanku hanya terbatas?"Maha Patih Randu Aji mengerutkan kening dan mengamati Kumba yang hanya diam termangu. "Jawablah! Jika kau bersedia, kau akan mendapatkan kedudukan sebagai prajurit dan bisa mendapatkan pelatihan khusus dari para pelatih ilmu beladiri di Padepokan Kumbang Hitam!" timpal Maha Patih Randu Aji menatap tajam wajah Kumba–sang pendekar muda
Ketika fajar sudah menyingsing, para prajurit kerajaan Sanggabuana segera bergerak melewati perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana. Kemudian, ribuan pasukan tersebut memasuki hutan dengan maksud mengambil jalan pintas hendak menuju barak para prajurit kerajaan Sirnabaya—yang menjadi target utama serangan pagi itu.Beberapa meter hampir mendekati target, Senopati Yurawida segera menyeru kepada para prajuritnya untuk berhenti sejenak. Dengan demikian, pasukan yang berjalan di barisan terdepan pun segera menghentikan langkah mereka."Tugas utama kita adalah menghancurkan barak musuh dan mengusir mereka agar menjauh dari daerah ini!" kata Senopati Yurawida berkata kepada para panglimanya yang kala itu berada di barisan terdepan ribuan pasukan tersebut."Tapi ingat! Kalian harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan banyak korban dari prajurit kita!" pinta sang senopati menambahkan."Baik, Senopati. Kami akan melindungi pasukan di barisan depan dengan menggun
Namun, para prajurit tersebut berlari dengan begitu cepat. Sehingga para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak dapat mengejar mereka.Entah ke mana larinya mereka? Langkah dan pergerakan mereka sudah tidak dapat dideteksi ketika masuk ke wilayah kerajaan Sirnabaya.Akan tetapi, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah dapat mengetahui, bahwa para penyusup itu merupakan kelompok prajurit kerajaan Sirnabaya yang sengaja masuk ke wilayah kedaulatan Kundar yang kini sudah masuk dalam wilayah kerajaan utama Sanggabuana.Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Panglima Amerya yang kala itu dipercaya sebagai pimpinan keamanan di wilayah tersebut. "Apa maksud mereka, hingga berani menyusup ke wilayah kita?" tanya Panglima Amerya mengarah kepada seorang prajurit yang baru kembali setelah mengejar para penyusup itu.Prajurit itu mengerutkan keningnya, tampak tidak memahami apa yang dikehendaki dan direncanakan oleh para penyusup tersebut."Entahlah, aku p
Sebulan kemudian, Prabu Erlangga langsung memanggil Dewangga, Dasamuka, dan segenap tokoh masyarakat Conada. Prabu Erlangga hendak membicarakan kesepakatan bersama tentang pembentukan kadipaten Conada sesuai keinginan rakyat di daerah tersebut.Prabu Erlangga dan para tokoh utama Conada segera menggelar pembicaraan penting yang membahas pembentukan pejabat pemerintahan untuk memimpin kadipaten Conada, musyawarah tersebut dihadiri pula oleh para petinggi istana dan juga Adipati Sargeni serta Adipati Soarna sebagai perwakilan dari daerah yang dulunya merupakan bagian dari induk daerah Conada yang sebagian besar wilayah tersebut masuk di dalam wilayah pemerintahan dua kadipaten itu."Apakah kalian akan menyetujui dan menerima keputusanku, jika aku sendiri yang memilih siapa yang layak menjadi seorang pemimpin yang akan menjadi adipati di kadipaten Conada?" tanya sang raja di sela perbincangannya dengan para tokoh masyarakat Conada.Dasamuka dan tokoh masyarakat Conada ya
Beberapa saat kemudian, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berhasil mendekat ke arah lembah tempat keberadaan para pemberontak tersebut, Panglima Wanakarma dan Panglima Jaka Kelana segera membagi tugas."Kau dengan 150 prajurit segera naik ke bukit sana, aku dan yang lainnya tetap di sini!" bisik Panglima Jaka Kelana."Baik, Panglima." Panglima Wanakarma segera turun dari kudanya. Setelah mengikatkan tali kuda, ia langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera naik ke atas bukit yang berada tepat di atas lembah. Dengan penuh kehati-hatian dan terkesan senyap, Panglima Wanakarma dan para prajuritnya mulai bergerak perlahan naik ke atas bukit dengan maksud menyergap para prajurit musuh yang berada di beberapa saung yang mereka dirikan si atas bukit tersebut."Kalian langsung sergap mereka! Jika mereka tidak melakukan perlawanan jangan sakiti mereka!" perintah Panglima Wanakarma.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas tersebut dan langsung
Ternyata semua rencana berjalan seperti yang telah diperhitungkan. Pasukan pemberontak akhirnya mundur tepat pada waktunya, meskipun para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak melakukan gangguan terhadap mereka.Pra prajurit kerajaan Sanggabuana yang baru tiba itu, sangat merasakan kenyamanan setelah melakukan perjalanan jauh, tiba di tempat tersebut tanpa ada halangan."Bersyukurlah, kita datang mereka sudah lebih dulu ketakutan dan menjauh dari tempat ini," ujar Wanakarma sang panglima perang yang baru saja pulang dari Kepatihan Waluya Jaya dan langsung ikut bersama Senopati Lintang ke Alas Conan."Aku harap, kalian bisa menikmati istirahat kalian malam ini," timpal Panglima Jaka Kelana.Dari kelima ratus prajurit yang dipimpinnya itu, yang bertugas jaga hanya sekitar seratus prajurit saja, itu pun secara bergiliran agar mereka tidak terlalu kelelahan ketika akan menggempur pertahanan musuh di dalam hutan tersebut."Kalian harus segera istirahat!" seru Pangl
Keesokan harinya tepat menjelang sore, Panglima Jaka Kelana dan Senopati Lintang serta ribuan pasukan dengan persenjataan lengkap sudah bersiap hendak melakukan perjalanan jauh menuju ke kadipaten Conan Selatan dan Conan Utara untuk mengamankan kedua kadipaten tersebut dari teror para pemberontak yang akhir-akhir ini kerap melakukan teror terhadap para penduduk.Tampak seribu prajurit khusus sudah bersiap untuk segera berangkat, ada sekitar 300 pasukan kuda dan 20 pedati yang ditarik oleh beberapa ekor sapi yang membawa peralatan kemah dan juga bahan makanan untuk perbekalan para prajurit selama bertugas di sana."Aku harap kalian berhati-hati dan waspada terhadap para pemberontak itu!" pesan Prabu Erlangga di sela pelepasan para prajurit kerajaan yang hendak bertugas menumpas para pemberontak yang berada di hutan Conan."Baik, Gusti Prabu," ucap Senopati Lintang.Selain dirinya, istrinya pun ikut dalam tugas tersebut. Winiresti bersama ratusan prajurit wanita dan pasuka