Malam itu, Indira menolak dengan halus saat Jan berusaha menyentuhnya. Seakan memahami jika ini masih asing bagi calon istrinya, Jan menahan diri dan menghormati keputusan Indira tanpa bertanya. Hati wanita itu semakin terejam oleh rasa bersalah.
Seandainya saja, Jan adalah pria dengan karakter buruk, mungkin lebih mudah bagi Indira untuk memutuskan. Tetapi, tidak ada satu hal jelek pun yang ia temukan dalam diri calon suaminya.
Hari ini, orang tua Jan datang untuk meminang. Seto terlihat sudah mempersiapkan diri dan senyum bahagia turut terukir di wajahnya. Berbagai wejangan ia sampaikan pada Jan juga Indira.
Keduanya mendengarkan petuah tersebut dengan sungguh-sungguh.
“Menikah itu bukan hal yang mudah. Bukan untuk bahagia, tapi untuk meraih kebahagiaan itu sendiri. Memiliki pasangan tidaklah gampang karena akan ada tanggung jawab tambahan. Jadi, jauhkan ekspektasi ideal tentang menjadi suami istri. Banyak kendala dan rintangannya pasti. Tetapi, i
Suara pastor yang memimpin upacara pernikahan Jan dan Indira meminta kesiapan semua yang hadir pagi ini. Pemberkatan yang hanya melibatkan anggota keluarga inti tersebut memang tertutup untuk teman dan sahabat mereka hadir. Kedua kakak angkat Jan yang tadinya enggan karena malas bertemu dengan ibu mereka, akhirnya berhasil duduk di barisan kursi, menyaksikan adiknya menikah.Lagu yang dilantunkan oleh anggota koor gereja mengalun dengan merdu dan menyentuh. Indira menunduk, menatap rangkaian bunga yang ada di tangannya. Ini adalah momen terakhir baginya sebelum melangkah menuju altar.Di ujung sana, Jan berdiri dengan wajah berkeringat dan gugup. Kecemasan meliputi jiwanya. Berharap semua akan berlangsung lancar dan tanpa kendala. Wanita pengantinnya terlihat ayu, berdiri di pintu masuk gereja. Seto yang akan mendampingi melangkah ke samping dan menggandeng tangan Indira.Pria itu tersenyum dengan mata yang merebak.“Siapkah kamu, Nak?” bisik
Lambaian tangan Renzo yang begitu kuat mengiringi kepergian kedua orang tuanya yang akan berbulan madu. Atas inisiatif Indira yang masih menyesal akan tindakannya yang spontan di hari pernikahan, keduanya akan menghabiskan tiga hari di Turki.Alasannya, Indira ingin berburu pernak pernik yang akan ia butuhkan nanti untuk butiknya. Sembari berbulan madu, Indira bermaksud membeli bahan material yang berkualitas tinggi di negara tersebut. Jan tidak keberatan sedikit pun.Baginya, kebahagiaan dan kepentingan Indira sekarang hal yang utama. Tidak ada hal yang lebih prioritas dari Renzo dan Indira.Meski awalnya berat meninggalkan Renzo sendirian, tapi anak lelaki mereka mengatakan untuk pergi tanpanya. Jan yang masih bersikukuh akhirnya mengalah.“Pa, biar mama istirahat. Kalo aku ikut, nanti malah repot ngurusin En terus.” Alasan Renzo membuat Jan terharu dan sepakat atas saran tersebut.Mendarat di bandara Istambul dengan selamat dan kedua
Dua insan yang baru melewati masa penyatuan status dan juga hati itu bergandengan tangan, menelusuri pertokoan yang ada di sepanjang jalan. Berbagai jajanan dan pernak pernik yang bisa mereka beli ada di situ. Indira seperti kalap mata dan tidak bisa menahan diri untuk memborong semua bentuk dan jenis.Jan mengingatkan untuk bisa memilih yang terbaik, supaya terpakai semua nanti. Tapi Indira tidak mendengar, ada bayangan khusus yang tersusun di kepalanya mengenai tren baju yang akan dia ciptakan nantiCinta memang bisa mengubah seseorang menjadi sangat kreatif dan maju.Dari pagi hingga sore, keduanya terus berkeliling dan akhirnya kembali ke hotel dengan tubuh lelah. Jan meminta pada Indira untuk mendapatkan pijitan pada tubuh mereka dengan memesan dua pemijat spa yang ada di hotel. Dengan wajah menyesal karena baru menyadari jika suaminya lelah, Indira mengiyakan segera.***Alden tidak pernah berhenti berharap, putranya akan memaafkan dirinya su
Pelukan hangat Renzo membuat Jan merasakan penyesalan karena harus meninggalkannya selama beberapa hari ini. Dengan antusias, Renzo menarik tangannya untuk memamerkan lukisan abstraknya yang baru selesai.Indira protes karena dirinya tidak dipedulikan oleh anaknya sendiri.“Aku juga kangen kok sama Mama!” Renzo berlari memeluk Indira dan berbalik kembali menarik tangan Jan.Keenan dan Shana tertawa dan geleng-geleng kepala. Kegembiraan karena kedua orang tuanya telah pulang, tampak jelas dalam sikap Renzo.Indira mengajak Shana untuk membongkar oleh-oleh dan meninggalkan Keenan yang akhirnya memilih bergabung dengan Renzo dan Jan di galerinya.“Alden titip ini, Ndi,” ucap Shana seraya memberikan sepucuk surat untuknya.Indira yang baru membuka koper, berhenti dan menerima uluran tangan Shana. Dengan tidak sabar, ia membuka amplop berwarna putih itu. Ada tiga lembar dan semua yang tertera di dalamnya adalah surat limpa
Kolam ikan yang baru selesai dibuat tersebut mulai mengering dengan cepat. Jan sendiri yang mengerjakan semuanya. Bertempat di depan galeri Renzo, di bawah pohon carson, Jan membuat kolam ikan untuk putra kesayangannya.Setelah selesai, Indira mengakui jika kolam itu sangat artistik. Dengan pancuran dari bejana yang dipanggul oleh patung seorang bocah lelaki kecil, air nanti akan terus mengalir.Jan memikirkan tiap detail dan Indira mengakui jika itu tidak sederhana.Renzo terlihat bangga dan bahagia sekali hari ini. Tidak menyangka jika ayahnya akan membuktikan janjinya dengan cepat.“Kamu udah pilih jenis ikannya, En?” tanya Jan pada Renzo.“Udah dong. Ayah Keenan nanti yang anter ke sini!” jawab Renzo dari dalam galerinya.“Kamu beli berapa ikannya?”“Hmmm … kayaknya ada sepuluh deh!”“Yang bayar En atau ayah?”“En dong! Papa ih! Masak gitu aja p
Indira mengusap matanya dan mendongakkan kepala ke arah jendela, masih gelap. Dengan perlahan, ia bangkit. Jan masih terlelap, Indira membetulkan selimut dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah membasuh muka dan sikat gigi, ia bergegas mematikan pendingin ruangan.Pagi itu, semua berjalan seperti biasa. Tidak ada yang aneh dan mereka melewatkan sarapan dengan gurau dan canda. Sesekali, Renzo meminta Jan untuk jangan melupakan rencana mereka memancing ikan lagi.“Kalo papa nggak bisa, sama ayah aja ya, En?” sahut Jan dengan tenang.Indira menduga bahwa Jan harus segera mengurus semua bisnis yang benar-benar ditinggalkan selama beberapa bulan ini.“Tapi kalo papa sempat, pasti kita pergi!” bujuk Jan setelah melihat Renzo mulai merajuk. “Jangan ngambek dong. Kan udah kakak besar sekarang. Malu sama Ignar dan Silka ah!” goda Jan.Renzo masih memajukan mulutnya dan terdiam.Dengan cepat, putranya
Rasanya tidak ada yang percaya, Jantayu Antareja meninggalkan mereka dalam sekejap. Karena serangan jantung sewaktu tidur, pria itu meninggalkan istri dan putra tersayangnya tanpa pamitan atau pun pertanda.Firasat yang sempat terlontar tidak pernah ada yang menyadari, kecuali Keenan.Di depan peti tersebut, Keenan meluapkan kemarahannya dengan kalimat yang keras.“Nggak seharusnya secepet ini, Man! Loe tinggalin keluarga juga orang-orang yang mulai sayang sama loe! Nggak adil!”Shana tergugu dan menenangkan Keenan yang emosional.“Lihat Renzo! Dia harus kehilangan papanya lagi! Jangan kayak ginilah, Jan! Brengsek!!”Shana tidak sanggup lagi menahan kepedihan dan akhirnya membiarkan Keenan mengungkapkan semua kekecewaan dan dukanya.Indira masih belum bisa bangkit dari tempat tidur. Wanita itu hanya terbaring lemah, meringkuk di bawah selimut dan tidak memiliki semangat untuk melanjutkan semuanya.Berunt
Tanah merah itu bertabur bunga yang masih terlihat segar. Ini hari keempat Indira mendatangi makam Jan tanpa henti.Kacamata hitam memang menyembunyikan matanya yang bengkak dan memerah, tapi semua tahu, Indira masih terpuruk dalam duka.Ketika duduk di ruang tamu menerima bela sungkawa dan ucapan simpati dari rekan, sahabat, teman juga keluarga, Indira hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Itu pun bertahan satu jam saja. Selebihnya, wanita itu akan meminta diri dan menyembunyikan diri dalam kamar. Kedua orang tua Jan tidak mampu meringankan duka yang mengelayuti menantunya yang seperti belum bisa menerima kematian putra mereka dengan ikhlas.Renzo menghindar untuk bicara dengan ibunya serta memilih untuk terus merapat pada Keenan.Sore itu, doa yang dihadiri oleh anggota lingkungan mereka baru saja selesai dan Narti sedang membereskan semua bangku beserta bekas kotak makanan yang tersebar dengan beberapa karyawan lainnya. Mereka teru