Suara pastor yang memimpin upacara pernikahan Jan dan Indira meminta kesiapan semua yang hadir pagi ini. Pemberkatan yang hanya melibatkan anggota keluarga inti tersebut memang tertutup untuk teman dan sahabat mereka hadir. Kedua kakak angkat Jan yang tadinya enggan karena malas bertemu dengan ibu mereka, akhirnya berhasil duduk di barisan kursi, menyaksikan adiknya menikah.
Lagu yang dilantunkan oleh anggota koor gereja mengalun dengan merdu dan menyentuh. Indira menunduk, menatap rangkaian bunga yang ada di tangannya. Ini adalah momen terakhir baginya sebelum melangkah menuju altar.
Di ujung sana, Jan berdiri dengan wajah berkeringat dan gugup. Kecemasan meliputi jiwanya. Berharap semua akan berlangsung lancar dan tanpa kendala. Wanita pengantinnya terlihat ayu, berdiri di pintu masuk gereja. Seto yang akan mendampingi melangkah ke samping dan menggandeng tangan Indira.
Pria itu tersenyum dengan mata yang merebak.
“Siapkah kamu, Nak?” bisik
Lambaian tangan Renzo yang begitu kuat mengiringi kepergian kedua orang tuanya yang akan berbulan madu. Atas inisiatif Indira yang masih menyesal akan tindakannya yang spontan di hari pernikahan, keduanya akan menghabiskan tiga hari di Turki.Alasannya, Indira ingin berburu pernak pernik yang akan ia butuhkan nanti untuk butiknya. Sembari berbulan madu, Indira bermaksud membeli bahan material yang berkualitas tinggi di negara tersebut. Jan tidak keberatan sedikit pun.Baginya, kebahagiaan dan kepentingan Indira sekarang hal yang utama. Tidak ada hal yang lebih prioritas dari Renzo dan Indira.Meski awalnya berat meninggalkan Renzo sendirian, tapi anak lelaki mereka mengatakan untuk pergi tanpanya. Jan yang masih bersikukuh akhirnya mengalah.“Pa, biar mama istirahat. Kalo aku ikut, nanti malah repot ngurusin En terus.” Alasan Renzo membuat Jan terharu dan sepakat atas saran tersebut.Mendarat di bandara Istambul dengan selamat dan kedua
Dua insan yang baru melewati masa penyatuan status dan juga hati itu bergandengan tangan, menelusuri pertokoan yang ada di sepanjang jalan. Berbagai jajanan dan pernak pernik yang bisa mereka beli ada di situ. Indira seperti kalap mata dan tidak bisa menahan diri untuk memborong semua bentuk dan jenis.Jan mengingatkan untuk bisa memilih yang terbaik, supaya terpakai semua nanti. Tapi Indira tidak mendengar, ada bayangan khusus yang tersusun di kepalanya mengenai tren baju yang akan dia ciptakan nantiCinta memang bisa mengubah seseorang menjadi sangat kreatif dan maju.Dari pagi hingga sore, keduanya terus berkeliling dan akhirnya kembali ke hotel dengan tubuh lelah. Jan meminta pada Indira untuk mendapatkan pijitan pada tubuh mereka dengan memesan dua pemijat spa yang ada di hotel. Dengan wajah menyesal karena baru menyadari jika suaminya lelah, Indira mengiyakan segera.***Alden tidak pernah berhenti berharap, putranya akan memaafkan dirinya su
Pelukan hangat Renzo membuat Jan merasakan penyesalan karena harus meninggalkannya selama beberapa hari ini. Dengan antusias, Renzo menarik tangannya untuk memamerkan lukisan abstraknya yang baru selesai.Indira protes karena dirinya tidak dipedulikan oleh anaknya sendiri.“Aku juga kangen kok sama Mama!” Renzo berlari memeluk Indira dan berbalik kembali menarik tangan Jan.Keenan dan Shana tertawa dan geleng-geleng kepala. Kegembiraan karena kedua orang tuanya telah pulang, tampak jelas dalam sikap Renzo.Indira mengajak Shana untuk membongkar oleh-oleh dan meninggalkan Keenan yang akhirnya memilih bergabung dengan Renzo dan Jan di galerinya.“Alden titip ini, Ndi,” ucap Shana seraya memberikan sepucuk surat untuknya.Indira yang baru membuka koper, berhenti dan menerima uluran tangan Shana. Dengan tidak sabar, ia membuka amplop berwarna putih itu. Ada tiga lembar dan semua yang tertera di dalamnya adalah surat limpa
Kolam ikan yang baru selesai dibuat tersebut mulai mengering dengan cepat. Jan sendiri yang mengerjakan semuanya. Bertempat di depan galeri Renzo, di bawah pohon carson, Jan membuat kolam ikan untuk putra kesayangannya.Setelah selesai, Indira mengakui jika kolam itu sangat artistik. Dengan pancuran dari bejana yang dipanggul oleh patung seorang bocah lelaki kecil, air nanti akan terus mengalir.Jan memikirkan tiap detail dan Indira mengakui jika itu tidak sederhana.Renzo terlihat bangga dan bahagia sekali hari ini. Tidak menyangka jika ayahnya akan membuktikan janjinya dengan cepat.“Kamu udah pilih jenis ikannya, En?” tanya Jan pada Renzo.“Udah dong. Ayah Keenan nanti yang anter ke sini!” jawab Renzo dari dalam galerinya.“Kamu beli berapa ikannya?”“Hmmm … kayaknya ada sepuluh deh!”“Yang bayar En atau ayah?”“En dong! Papa ih! Masak gitu aja p
Indira mengusap matanya dan mendongakkan kepala ke arah jendela, masih gelap. Dengan perlahan, ia bangkit. Jan masih terlelap, Indira membetulkan selimut dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah membasuh muka dan sikat gigi, ia bergegas mematikan pendingin ruangan.Pagi itu, semua berjalan seperti biasa. Tidak ada yang aneh dan mereka melewatkan sarapan dengan gurau dan canda. Sesekali, Renzo meminta Jan untuk jangan melupakan rencana mereka memancing ikan lagi.“Kalo papa nggak bisa, sama ayah aja ya, En?” sahut Jan dengan tenang.Indira menduga bahwa Jan harus segera mengurus semua bisnis yang benar-benar ditinggalkan selama beberapa bulan ini.“Tapi kalo papa sempat, pasti kita pergi!” bujuk Jan setelah melihat Renzo mulai merajuk. “Jangan ngambek dong. Kan udah kakak besar sekarang. Malu sama Ignar dan Silka ah!” goda Jan.Renzo masih memajukan mulutnya dan terdiam.Dengan cepat, putranya
Rasanya tidak ada yang percaya, Jantayu Antareja meninggalkan mereka dalam sekejap. Karena serangan jantung sewaktu tidur, pria itu meninggalkan istri dan putra tersayangnya tanpa pamitan atau pun pertanda.Firasat yang sempat terlontar tidak pernah ada yang menyadari, kecuali Keenan.Di depan peti tersebut, Keenan meluapkan kemarahannya dengan kalimat yang keras.“Nggak seharusnya secepet ini, Man! Loe tinggalin keluarga juga orang-orang yang mulai sayang sama loe! Nggak adil!”Shana tergugu dan menenangkan Keenan yang emosional.“Lihat Renzo! Dia harus kehilangan papanya lagi! Jangan kayak ginilah, Jan! Brengsek!!”Shana tidak sanggup lagi menahan kepedihan dan akhirnya membiarkan Keenan mengungkapkan semua kekecewaan dan dukanya.Indira masih belum bisa bangkit dari tempat tidur. Wanita itu hanya terbaring lemah, meringkuk di bawah selimut dan tidak memiliki semangat untuk melanjutkan semuanya.Berunt
Tanah merah itu bertabur bunga yang masih terlihat segar. Ini hari keempat Indira mendatangi makam Jan tanpa henti.Kacamata hitam memang menyembunyikan matanya yang bengkak dan memerah, tapi semua tahu, Indira masih terpuruk dalam duka.Ketika duduk di ruang tamu menerima bela sungkawa dan ucapan simpati dari rekan, sahabat, teman juga keluarga, Indira hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Itu pun bertahan satu jam saja. Selebihnya, wanita itu akan meminta diri dan menyembunyikan diri dalam kamar. Kedua orang tua Jan tidak mampu meringankan duka yang mengelayuti menantunya yang seperti belum bisa menerima kematian putra mereka dengan ikhlas.Renzo menghindar untuk bicara dengan ibunya serta memilih untuk terus merapat pada Keenan.Sore itu, doa yang dihadiri oleh anggota lingkungan mereka baru saja selesai dan Narti sedang membereskan semua bangku beserta bekas kotak makanan yang tersebar dengan beberapa karyawan lainnya. Mereka teru
“Ini buat kamu.” Alden mengulurkan sebuah flash disk pada Indira.Dengan ragu, Indira menerimanya. Matanya menyimpan tanya.“Ada kumpulan lagu-lagu klasik yang aku susun sendiri. Semoga kamu suka.” Alden kemudian menjauh dan meninggalkan Indira yang termenung sementara menimang flask disk di tangannya.Hari-hari sepeninggal Jan tidaklah menyenangkan. Setiap sudut rumahnya mengingatkan akan sosok tersebut. Belum lagi kebiasaan rutinnnya yang kadang ia lupa jika Jan sudah tidak ada lagi.Contohnya malam tadi, Indira tanpa sadar menyiapkan handuk kecil di dekat meja. Jan selalu menginginkan handuk kering dan bersih untuk mengeringkan wajahnya yang ia basuh sebelum tidur.Saat menyadari bahwa Jan tidak lagi memerlukan handuk tersebut, Indira akhirnya menangis.Kenapa sulit sekali mengubah beberapa kebiasaan yang justru membuat seseorang semakin sulit melupakan yang telah pergi?Kehadiran Alden yang memang tidak mem
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di