“Ada nggak ya manusia yang bebas dari ujian?” tanya Shana sambil mematutkan rancangan baju pengantin. Indira baru saja menyelesaikan dan kini Siwi siap untuk melakukan fitting.
“Nggak ada! Terutama buat manusia kayak aku! Sekarang aja aku lagi kena uji coba!” sindir Siwi dengan tajam.
Shana nyengir dengan wajah tidak berdosa.
“Mbak Siwi, lepas bajunya. Udah siap nih!” cetus Indira. Siwi melepas pakaian dan dengan bibir merucut, ia membiarkan Indira memasang baju pengantin di tubuhnya. Sengaja, keduanya tidak membiarkan Siwi melihat di kaca hingga baju itu selesai membalut tubuhnya.
“Nah! Siap lihat sekarang?” tanya Indira. Dayu mendorong kaca besar mendekat.
Siwi menatap pantulan tubuhnya yang tampak sempurna dengan baju putih brokat yang Shana pesankan untuknya. Mata Siwi berkaca-kaca dan terharu.
“Suka nggak?” tanya Indira.
Shana menjauh pelan-pelan dan bersiap kabur ketika
Shana mendadak repot menyiapkan gaun pengantin yang akan ia kenakan pada hari pernikahan kilatnya. Indira membuat desain yang sesuai dengan karakter dan juga kisah hidupnya. Dalam tempo satu minggu, Indira terus mengejar semua penjahitnya untuk menyelesaikan baju Shana hingga lembur malam.“Kenapa bentuk bajunya bisa seindah ini sih, Mbak Indi?” tanya Komang salah satu penjahat Indira.“Karena pribadi Shana memang indah dan unik. Dia menerima diriku tanpa menimbang siapa aku. Dia wanita keren dengan pikiran yang unik tapi tidak meninggalkan kesederhanaan,” sahut Indira setengah bergumam.Indira mengenang dengan haru, ketika Shana membela dirinya dari intimidasi para model. Juga ketika mereka pertama kali mengetahui mencintai orang yang sama. Shana dengan sportif mengatakan jika tidak akan persaingan buruk.Dia bukan wanita yang ambisius dan menghalalkan segala cara. Shana memiliki hati baik dan bersih. Walau prinsip hidupnya dulu y
Kedua wanita yang sedang duduk di depan meja rias dalam kamar masing-masing memandang pantulan diri mereka dengan tatapan yang penuh kilasan rumit.Baik Shana maupun Siwi, sedang memikirkan ini adalah detik terakhir bagi mereka untuk menjalani hidup sendiri. Besok mereka akan resmi menyandang status istri seseorang. Menjelang usia tiga puluh satu tahun, dua wanita tersebut akan mengarungi bahtera rumah tangga. Tidak ada jaminan akan selalu bahagia dan mulus. Tantangan dan cobaan akan menjadi rute yang harus mereka tempuh dan lewati.Mata Siwi terpejam dan membayangkan kilasan hidupnya selama ini. Hanya butuh beberapa bulan untuk dirinya menyatakan sanggup menerima Genta dalam hidup.Pria itu memang bukan satu-satunya lelaki yang hinggap dalam takdir Siwi. Namun ada sesuatu yang membuat Siwi rela menerima semua yang ada dalam diri Genta tanpa keberatan sedikit pun.Sementara itu Shana sedang menunduk dan menatap layar ponselnya. Melihat foto-foto dulu yang
Acara yang baru saja digelar masih menyisakan kehangatan. Menik meminta mereka untuk tinggal di rumah mereka, sebagian tinggal di rumah Alden dan Indira. “Mungkin kumpul-kumpulnya di rumahku aja, biar luas dan bisa kebagian kamar semua, Ma!” seru Alden memberi saran pada ibunya. Alden dan Indira sengaja membangun satu bangunan villa lagi di belakang bangunan utama mereka untuk tujuan menampung keluarga besar nanti jika berkunjung. Villa dengan jumlah enam kamar tersebut akhirnya menjadi tempat sempurna untuk semua berkumpul. Saras, mengagumi bangunan yang Alden desain sendiri. Suaminya memberi house tour pada keluarga besarnya sementara Indira menyiapkan camilan dan suguhan. “Ini foto siapa?!” pekik Saras dengan ekspresi terkejut. Ada sebuah figura berukuran sepuluh R dengan foto hitam putih. Sepasang pengantin dengan baju adat jawa tergantung di sana. “Orang tua Indi, Tante,” jawab Alden. Wajah Saras tertegun. Ia mengusap foto yan
Pernikahan Siwi tidak lagi diragukan menjadi puncak kebahagiaannya. Genta memperlakukan Siwi dengan limpahan kasih sayang sekaligus berbagai kejutan atas sifat aslinya.“Geeen …,” teriak Siwi dari kamar mandi. Genta yang baru saja mandi melonggokkan kepala kembali.“Apa, Sayangku?” jawab Genta sambil mengeringkan kepalanya dengan handuk.Siwi berdiri merapat di ujung kamar mandi dengan gemetar sementara tangannya menunjuk pada bawah wastafel.“A-ada ku-kura-kura di bawah s-sana,” ucap Siwi dengan gugup dan wajah pucat. Genta tergelak dan meraih kura-kura kecil dengan hati-hati.“Ini Ulil, Wi. Kura-kura ninjaku yang paling perkasa! Ayo kita bertempur melawan penjahat!” Genta meliukkan badan kura-kura dengan gerakan seperti sedang menyerang musuh.“Bawa keluar! Aku takut!” pekik Siwi dengan ekspresi ngeri.Genta tidak memahami ketakutan istrinya. Baginya Ulil adalah bina
Berulang kali perempuan itu melihat gambar yang ada di ponselnya. Setelah yakin akan kesamaan yang ada, perempuan itu turun dan menemui satpam untuk menanyakan tentang Alden. Setelah dipersilahkan untuk menunggu di ruang depan, satpam itu segera menemui atasannya.Tidak lama kemudian, Alden keluar. Ketika melihat wanita itu keningnya berkerut dan tampak kesal.“Apa maumu, Emma?!” tanya Alden terlihat tidak menyukai kunjungan tamunya tersebut.“Kamu mau bicara di sini atau di ruangan tertutup supaya nggak denger semua cerita masa lalumu?” tantang wanita bernama Emma tersebut.Alden mengumpat dan akhirnya memberi isyarat pada Emma untuk mengikutinya.Dengan sikap yang tidak bersahabat, Alden mempersilahkan Emma masuk ke kantor dan meminta untuk bicara langsung dan tidak bertele-tele.“Cewek yang pernah ngaku hamil dulu, sekarang anaknya mau sekolah dan minta biaya. Kamu tidak pernah menafkahi anakmu, Al!” tu
Deretan kalimat yang tertulis di layar ponselnya membuat Indira gemetar. Putri menceritakan tentang semua usahanya untuk membuat Alden bertanggung jawab, namun pria itu menolak dan tidak mengindahkan semua tuntutannya.Alden terkesan tidak peduli dan hanya mengirimkan sejumlah uang untuk kompensasi Putri supaya tutup mulut dan tetap bungkam. Ada kecewa yang begitu besar mulai merayap dan membuat Indira mengubah pandangannya selama ini pada Alden.Tidak semua yang ia lihat saat ini menjadi karakter Alden yang sesungguhnya!Indira memberanikan diri untuk membaca pesan berikutnya.‘Saya tidak ingin mengganggu rumah tanggamu, Ndi. Tapi saat ini kondisiku sangat sulit karena kehilangan pekerjaan dan anakku butuh biaya hidup. Aku tidak bermaksud menuntut Alden menjadi ayah anakku, hanya tanggung jawab nafkah yang layak dan pantas supaya anakku bisa terus sekolah dan mendapatkan hidup yang lebih baik dari sebelumnya.’Indira meletakkan ponsel
Tanpa memberitahu dengan jelas, Indira mengabarkan pada keluarga Alden jika suaminya pergi tanpa kabar berita. Raka terhenyak dan sangat terpukul. Tidak ada yang mengerti apa yang sebenarnya Alden inginkan dan tuju.Indira memilih untuk menjauh dan menghindar ketika Siwi dan Shana mencoba menghubungi dirinya. Mentalnya yang tidak siap menerima pukulan kedua dalam hidupnya, membuat Indira akhirnya harus merelakan diri untuk menemui psikiater demi meluahkan emosi yang terpendam.Wanita itu dengan sabar menuntun Indira yang Awalnya sulit membuka diri. Dalam penilaian psikiater tersebut, Indira adalah pribadi yang terbiasa menjadi single fighter dan sulit mempercayai orang dalam sekejap.“Menurutmu, ini adalah kesalahan kalian berdua? Karena tidak terbuka?” Mina, psikiater itu melontarkan kalimat pada Indira.Remasan gugup jari Indira yang terus memintir ujung bajunya menunjukkan wanita tersebut tidak sepenuhnya percaya diri melontarkan pendapatny
Seperti biasa, minggu ini di hari sabtu sore, Menik mengantar Indira menemui Mina. Ketika melihat Indira yang semakin terlihat bingung, Mina meminta waktu untuk berbicara pada Menik.“Ada kabar di mana Alden, Bu?” tanya Mina. Menik menggelengkan kepalanya dengan lemah.“Ada saudara terdekat yang bisa mendampingi Indira setelah ini?”Menik kembali menggelengkan kepala.“Dia yatim piatu,” jawab Menik. Mina menghela napas berat.“Terima kasih, saya akan teruskan sesi hari ini. Untuk pertemuan minggu depan, tolong bawa Indira tiga kali seminggu. Kondisinya sudah tidak terlalu baik. Ditilik dari fisiknya, Indira menderita depresi yang cukup parah dan akut.”Menik mengangguk dengan cepat sementara menahan diri untuk tidak tersedu. Mina menepuk pundak Menik dengan lembut.Indira duduk di sofa panjang dengan tegang. Mina memintanya untuk tenang dan bersantai.“Kamu kehilangan berat
You know I want youIt's not a secret I try to hideI know you want meSo don't keep sayin' our hands are tiedYou claim it's not in the cardsAnd fate is pullin' you miles awayAnd out of reach from meBut you're here in my heartSo who can stop me if I decideThat you're my destiny?What if we rewrite the stars?Say you were made to be mineNothing could keep us apartYou'd be the one I was meant to findIt's up to you, and it's up to meNo one can say what we get to beSo why don't we rewrite the stars?Maybe the world could be oursTonightYou think it's easyYou think I don't wanna run to youBut there are mountainsAnd there are doors that we can't walk throughI know
Inilah kisah dari beberapa manusia yang mampu menaklukkan tantangan hidup dan cobaannya.Indira Sartika, seorang wanita yang begitu tegar menjalani berbagai krisis dalam hidupnya selama ini, akhirnya merengkuh dan layak mendapatkan buah dari keprihatinannya.Bukan karena dia wanita hebat dan memiliki kualitas bertahan yang mumpuni, tapi karena dia mencoba mengikuti nuraninya yang tidak mungkin berbohong. Setiap jalan yang ia ambil selalu menempuh cara benar dan bukan yang mudah.Berani berkata tidak dan menolak segala nikmat dunia, demi mempertahankan martabat sebagai wanita yang juga pantas dihormati.Pria melihat dia sebagai pribadi yang begitu berharga untuk dimiliki, karena prinsipnya tidak sekedar menjadi perempuan yang pasrah.Indira tahu dengan baik, tujuan hidup dan keinginannya. Tahu bagaimana memperjuangkan haknya sebagai wanita dan juga berani mengambil tanggung jawab meskipun pahit.Siwi dan Shana adalah saksi bagaimana Indira me
Alunan musik yang memenuhi ruang keluarga membuat hati siapa pun menjadi damai. Pilihan mereka adalah menikah di Bali dan setelah persiapan matang di Salatiga, akhirnya bersama-sama terbang ke Bali dua hari lalu.Besok adalah hari yang mereka nantikan. Persiapan gedung dan catering memang menggunakan event organizer, tapi Indira dan Menik tampak tidak bisa diam.Keduanya sibuk memeriksa bunga, pilihan makanan, tamu undangan, tempat duduk dan bahkan persiapan bulan madu. Keduanya memastikan jika ini akan berjalan baik dan tidak ada kendala.Kini malam sebelum pernikahan, Gya harus tinggal di hotel dan menjauh dari Renzo sementara waktu. Alden menggoda putranya yang tampak mulai gugup dengan seloroh yang cukup vulgar. Keenan menimpali dengan tawa yang tergelak. Genta dengan tenangnya mengatakan semua akan berakhir indah.“Seindah lenguhan panjang dan senyum cemerlang di pagi hari!” imbuh Alden tanpa menahan diri.Indira muncul dan bertola
Silka dan Ignar bergilir merawat dan menjaga Gya hingga sembuh. Renzo masih harus menyelesaikan keperluan surat menyurat untuk persyaratan pernikahan.Setiap sore dia datang menggantikan kedua adik sepupunya dan tidur di rumah sakit.Gya memang tidak memiliki luka dalam, tapi sepertinya dia masih menyimpan ketakutan tersendiri. Wajahnya sesekali mengernyit dan cemas.“Kamu masih inget kejadian itu, Kak?” tanya Silka tampak prihatin.Gya memejamkan mata dan membenarkan.“Kebencian sama Bayu nggak sebanding dengan penyesalanku karena udah ngebiarin dia masuk dalam hidup ini.”“Nyalahin diri adalah target Bayu yang sebenarnya. Jangan terpengaruh oleh hal itu, Kak. Kayaknya nggak berharga banget,” bantah Silka dengan cepat-cepat.“Ya. Dia memang mau ngancurin aku pelan-pelan, lewat pikiranku.”Gya sadar sekali akan hal itu.“Kita nggak akan ngebiarin itu, kan?” Silk
Renzo merasakah tubuhnya gemetar oleh amarah yang mengelegak. Melihat kekasihnya dihajar sedemikian rupa oleh pria biadab, membuat Renzo diliputi dendam.Alden dan Indira terus menenangkan dengan kata-kata lembut.“En, tenang. Pakai ini dan bukan ini,” ucap Alden sembari menunjuk kepala kemudian lengan.Putranya duduk terkulai dan meremas rambut gusar.Ibu dan kakak Gya sudah dikabari dan mereka sedang menuju ke rumah sakit dari hotel. Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan suasana gembira menjadi duka dalam sekejap.Saat bertemu dengan Leo dan Dion, kedua pria yang akan menjadi kakak iparnya tersebut menepuk pundaknya dengan pelan.“Kita nggak akan bertindak apa pun, kecuali lapor polisi! Semua bakal ditindak melalu proses hukum yang benar dan tahan emosi kalian. Kalo ada yang nekad, Bayu menang dan kita kalah telak!” ingat Alden dengan lantang dan tegas.Ibu Gya terlihat gemetar dan tidak sanggup berdiri. Ind
Persiapan pernikahan memang selalu merepotkan. Namun Gya tidak melihat sedikit pun kesulitan yang membuatnya kelelahan dan stress. Ibu mertuanya, Indira, selalu membantu dan mengarahkan dengan sabar.Pemilihan pernak pernik yang berbeda pendapat dengan keluarga besarnya, akhirnya berhasil ditengahi dengan elegan dan bijak oleh Indira.Ibu Gya memuji berkali-kali tentang calon ibu mertuanya yang ternyata masih muda dan sangat cantik tersebut. Terlebih lagi ayah mertuanya, Alden, yang mirip dengan pria muda dengan penampilan masih tidak kalah menarik dan modis dengan Renzo.Dengan hati-hati, Gya menjelaskan mengenai siapa Renzo dan ibunya semakin kagum dengan keluarga mereka. Gya melihat dengan jelas, bagaimana ibunya sedikit syok dan tersentuh oleh kebesaran hati Indira yang membesarkan Renzo tanpa menimbang dia bukan putra yang terlahir dari rahimnya.Keputusan buat Indira tidak memiliki anak kandung adalah karena dirinya merasa lebih dari cukup mendapatk
Alden berdiri di depan bingkai foto di ruang tengah rumah Salatiga. Matanya menatap gambar dirinya bersama Indira dan Renzo dalam baju adat Jawa.Di sebelah bingkai foto besar tersebut, terdapat foto Indira bersama Jantayu dan Renzo dengan baju pernikahan modern. Hatinya berdesir sakit.Bukan karena cemburu, melainkan merasa prihatin akan nasib Jantayu yang malang.Pria baik itu tidak sempat menjalani kehidupan bahagia yang lama dengan wanita luar biasa, Indira. Alden bahkan sempat mengalah demi memberi kesempatan pada Jantayu untuk menjadi pria yang bisa meneruskan harapannya.“Kayaknya baru kemarin dia ada di sini,” gumam Indira tiba-tiba ada di sebelahnya.Alden mengingat dengan jelas saat datang ke rumah ini beberapa belas tahun yang lalu setelah Jan meninggal. Foto itu menjadi satu-satunya kehangatan yang terpancar dan bisa memberi sinar juga kekuatan bagi Indira untuk bertahan dalam kesedihan.Dunia istrinya mungkin dalam k
Kembali ke Jakarta dengan status baru, cukup membuat Silka risih. Antara dia dan Alka adalah hubungan kecelakaan yang tidak disengaja.Sementara kembali pada aktivitas kuliah yang super sibuk mendekati akhir semester, Silka memilih tidak lagi memusingkan tentang Alka.Pria itu cukup memberinya ruang dan gerak yang tidak mengikat. Mungkin inilah enaknya pacaran dengan orang dewasa. Banyak pengertian yang dia dapatkan dari Alka.“Sil! Kamu beneran pacaran sama dosen baru anak fakultas kedokteran?” tanya teman kuliahnya dengan wajah penasaran.Silka mengangguk ragu.“Gila! Keren banget sih! Pak Alka itu ganteng dan baik banget!”Silka terus mendengarkan puluhan pujian untuk kekasihnya yang hingga detik ini belum pernah dia cium atau pegangan tangan.Setelah mendekati jam masuk kelas, Silka mengakhiri obrolan satu arah itu dan melenggang masuk. Selama kuliah berjalan, dia tidak habis-habisnya memikirkan tentang Alk
Mungkin bertemu jodoh itu terjadi tanpa bisa terduga.Bagi Silka yang masih berusia awal dua puluhan, ini bukan menjadi pertimbangan seriusnya. Terlebih lagi Ignar juga masih bimbang akan jati dirinya, semua keluarga tidak akan berpusat pada hal pernikahan dalam waktu dekat.Mengunjungi orang tua dan kerabatnya di Salatiga memang menyenangkan. Dia kadang malas meninggalkan kota kecil tempat ia tumbuh dan besar. Teman masa kecilnya ada di sini. Tapi Silka untuk saat ini tidak memiliki pilihan.Semua keluarga berkumpul di rumahnya. Ayahnya, Keenan, tampak masih tampan meskipun menjelang usia setengah baya. Mati-matian ayahnya menolak dengan mengatakan masih lima tahun lagi, tapi Silka suka mengangguk dengan gencar.Malam itu Renzo datang sendiri dan Silka senang karena memiliki waktu untuk berbagi lebih banyak. Perhatian kakak sepupunya memang tertuju pada dua hal akhir-akhir ini.Untuk Ignar dan Gya, kekasihnya.Silka merindukan masa-masa di