Home / Fantasi / Sang Penakluk Dewa / Toko Lempuyang Malam

Share

Toko Lempuyang Malam

last update Last Updated: 2023-05-16 17:53:47

“Tidak ayah, Balada juga sekarang sudah bisa melindungi diri. Balada berjanji akan selalu melindungi Kusha,” tolak Balada sopan.

Mendengar itu, Weda langsung terdiam berpikir entah harus menjawab apa. Dia tahu Balada sekarang memang sudah menjadi pendekar, dan usianya telah memasuki fase remaja.

Tapi keadaan pasar tetaplah berbahaya. Namun ketika melihat Ratna Kianti mengangguk, Weda pun terpaksa mengijinkan mereka. “Baiklah! Tapi kalian harus berjanji akan segera pulang jika sudah selesai,” ucap Weda.

“Tentu ayah, kami berjanji,” angguk Balada dan Lintang secara bersamaan.

“Jaga adikmu dengan baik, Nak. Dan jangan buat masalah,” pesan Kianti kepada Balada.

“Baik ibu,” angguk Balada.

“Hati-hati ya, Nak,” Kianti memeluk Kusha.

“Hmmm,” Lintang mengangguk senang kerena dia sendiri sangat penasaran ingin tahu bagaimana kehidupan masyarakat katumenggungan Surapala.

Akhirnya, Lintang dan Balada pun berangkat menuju pasar. Keduanya menunggangi seekor keledai jantan milik Balada.

Sebetunya Balada memiliki seekor kuda yang sangat bagus. Tapi dia sedang ingin membawa keledainya karena sudah lama tidak pernah bermain bersama.

Lintang duduk tenang di belakang Balada, mereka berjalan menuju selatan melewati beberapa perkampungan warga. Banyak mata yang menatap jijik kepada Lintang, tapi dia tidak peduli kerena bagi Lintang, hinaan adalah sikap kagum dengan cara pandang yang berbeda.

Lintang tidak menilai wujud Kusha buruk, tapi malah menganggapnya sebagai berkah karena dengan memiliki perbedaan, dia akan menjadi pusat perhatian dan mudah dikenali orang lain. Sedangkan Balada sendiri terlihat sangat kesal dengan sikap para penduduk, dia ingin sekali turun dari keledai untuk menghajar mereka. Namun Lintang segera mencegahnya.

Setelah melewati perjalanan selama 3 jam, kedua bocah itu pun akhirnya tidak di gerbang pasar. Balada dan Lintang dapat masuk dengan mudah karena memiliki lencana perak sebagai simbol keluarga Warta.

Bahkan para penjaga gerbang pasar besikap sangat baik di mana mereka menghormati Weda sebagai saudagar terpandang di wilayah katumenggungan.

Balada menitipkan keledainya di gerbang pasar. Setelah itu, dia mengajak Lintang berjalan menyusuri jalan besar yang saat itu penuh dengan hiruk-pikuk penduduk.

Berbagai dagangan dijajakan pada kios-kios sederhana dipinggir jalan. Ada juga penjual yang menjajakan dagangannya di lantai tanah dengan hanya menggunakan alas meja bambu. Senjata, buah-buahan,sayuran, ikan, pakaian, makanan, gerabah dan berbagai dagangan lain bertengger lengkap di pasar itu.

Tetapi Lintang tidak peduli, dari pada memperhatikan barang-barang, dia lebih tertarik dengan kehidupan dan kebudayaan penduduk.

Namun kesukaannya terhadap makanan lezat serta berbagai tumbuhan obat masih melekat di diri Lintang, membuat pandangannya terus bergilir ke sana kemari memperhatikan dagangan tersebut.

“Apa kau ingin membeli makanan, Kusha?” tanya Balada.

“Tidak kak, aku hanya ingin berjalan-jalan saja bersama kakak,” jawab Lintang sembari tersenyum lebar.

“Bagaimana dengan tumbuhan obat? Aku melihat dirimu terus memperhatikan kios obat yang di sana. Apakah kau tertarik?” Balada kembali bertanya sembari menunjuk ke arah toko besar di sebrang jalan.

“Hihihi, aku mau kak, aku mau,” angguk Lintang seraya terkekeh senang.

“Hahaha, sudah kuduga,” Balada tertawa.

Tetapi sesaat kemudian, entah mengapa tawanya tiba-tiba lenyap berganti keterkejutan.

“Tunggu dulu! Sejak kapan kau menyukai tentang obat-obatan, Kusha?” tanya Balada melebarkan mata.

“Sejak kakak pergi berguru kepadepokan, aku sering membantu mbok Tarmi menjemur kulit kayu manis, dan baunya sangat harum sekali kak. Jadi sejak saat itu aku suka dengan tumbuhan obat,” tutur Lintang tersenyum lebar.

“Begitu rupanya, baiklah! Ayo kita ke sana,” Balada menggeleng.

Sebetulnya Balada bingung karena sangat jarang ada anak yang tertarik dengan obat-obatan. Hal itu jelas terlihat aneh, tapi karena Kusha adalah adiknya, dia tetap membawa anak kecil tersebut ke toko tanaman obat.

Toko itu bernama Lempuyang Malam, tidak ada yang tahu entah mengapa ada nama Malam pada toko tersebut yang pasti toko obat Lempuyang Malam adalah toko terbesar yang ada di pasar katumenggungan.

Bangunan toko Lempuyang Malam sangat megah, berdiri kokoh diantara toko-toko kecil di sekitarnya. Memiliki 4 lantai besar dengan puluhan pegawai membuat toko Lempuyang Malam menjadi pusat perhatian para pendatang.

Terlebih bagi para pendekar sehingga toko Lempuyang Malam tidak pernah sepi setiap harinya.

Di toko itu menjajak berbagai tanaman obat yang berkualitas tinggi membuat harga bahan obat di sana terkenal sangat mahal. Tapi bukan masalah bagi Balada karena dia memiliki banyak uang. Sehingga saat mengetahui adiknya tertarik ingin tanaman obat, Balada pun tanpa berpikir panjang langsung mengajaknya masuk ke sana.

“Hebat! Ternyata di dalam sini sangat megah,” Balada terperangah tidak percaya dengan apa yang di saksikannya. Meski dia adalah penduduk asli Katumenggungan Surapala, tapi Balada tidak pernah masuk ke sana.

Hal itu tentu karena dahulu Balada masih sangat kecil, dan ketika tumbuh dewasa, dia menghabiskan sepanjang waktu di padepokan. Terlebih Balada tidak tertarik dengan dunia tabib sehingga dirinya tidak pernah penasaran.

Ini merupakan kali pertama Balada masuk ke dalam gedung Lempuyang Malam. Itu juga karena Kusha yang ingin melihat-lihat. Tidak disangka, gedung Lempuyang Malam ternyata sangat begitu megah. Di dalamnya terdapat banyak pendekar kuat yang menjaga tempat tersebut.

Balada terperangah melihat banyak berbagai jenis tanaman langka di dalam yang tersimpan rapih pada kotak-kotak kaca yang terlihat mewah. Ini tentu merupakan pemandangan asing karena kaca merupakan barang langka di kerajaan Suralaksa.

“Sial! Sebenarnya dari mana semua barang-barang ini?” umpat Balada di dalam hati.

Sementara Lintang malah berbinar memperhatikan beberapa tanaman obat. Dia menemukan ada tanaman yang dapat digunakan untuk memperkuat tulangnya. Hal itu tentu sangat penting karena Lintang berniat kembali memperkuat tubuhnya agar dapat menjadi seorang pendekar.

Dia membutuhkan berbagai jenis tanaman langka untuk dijadikan ramuan, dan jika berhasil. Lintang akan dapat kembali belajar kanuragan dasar sebagai awal perjalanannya.

Ternyata selain ingin melihat kebudayaan dan kehidupan para penduduk, tujuan Lintang ke pasar yang sesungguhnya adalah untuk mencari sumber kekuatan yang dapat membantunya menjadi seorang pendekar.

Lintang sadar, inti energi dan tubuh Kusha sangatlah lemah. Dia tidak akan bisa menjadi pendekar dengan kondisi tubuh seperti itu kecuali dengan bantuan obat-obatan. Tapi di kerajaan Suralaksa belum ada satu pun tabib yang mampu menciptakan ramuan tersebut. Di sana ilmu pengetahuan masihlah tertinggal sehingga Lintang harus berjuang lebih keras untuk bisa mencapai tujuannya.

Beruntung ilmu pengetahuan pemuda itu tidak ikut hilang seperti kanuragannya. Jadi Lintang bisa kembali menapaki jalan keabadiaan seperti dahulu.

“Paman, Paman, bolehkah aku tahu berapa harga Kunyit Darah yang ada di sana?” tanya Lintang kepada sang pelayan toko membuat pelayan yang dirinya tanya langsung melebarkan mata.

Tidak hanya pelayan, tapi Balada dan beberapa pendekar yang ada di sana juga ikut melebarkan mata.

Related chapters

  • Sang Penakluk Dewa   Penyakit Kusta

    Hal itu karena barang yang Lintang tanyakan merupakan tanaman yang sangat langka bahkan hanya ada satu di toko Lempuyang Malam. Terlebih tidak ada yang mengetahui nama tanaman tersebut kecuali kepala pelayan.Dan kebetulan pak tua yang Lintang tanya tadi adalah kepala pelayan. Dialah orang bertanggung jawab atas semua barang di toko Lempuyang Malam.Balada dan semua pengunjung di sana terkejut bukan karena nama tamanan yang Lintang sebutkan. Tetapi karena mendengar Lintang menanyakan harga tanaman yang berada di dalam kotak kaca bersegel emas yang harganya pasti sangat amat mahal.“Ba-ba—bagaimana kau tahu nama tamanan ini, nak?” tanya sang kepala pelayan terbata.Dia sadar, bahwa orang yang mengenal nama tanaman langka pasti tahu akan khasiatnya. Dan orang seperti itu tentu bukan manusia sembarangan karena hanya pendekar maha sakti sajalah yang mengetahuinya.Dalam sekejap Lintang langsung menjadi pusat perhatian semua orang. Termasuk para pendekar yang juga sedang berburu tanaman la

    Last Updated : 2023-05-16
  • Sang Penakluk Dewa   Kediaman Ki Kali

    Dua anak kecil berjalan beriringan dengan dikawal oleh sekitar 100 orang pendekar kuat. Satu anak memiliki tubuh tinggi, tampan, dan terlihat gagah dengan sebilah pedang di pinggangnya.Sementara anak kedua tidak terlalu tinggi karena usianya masih 7 tahun, memiliki wajah polos dengan kulit berwarna biru tua.Mereka berjalan melewati pasar membuat kehadirannya menjadi pusat perhatian semua orang.“Siapa anak-anak itu? Mengapa mereka dikawal begitu banyak pendekar?” tanya salah satu penduduk yang di dalam pasar.“Aku juga tidak tahu, yang pasti mereka sepertinya bukan anak sembarangan,” ujar penduduk lain.“Apa mungkin mereka anak adipati atau patih kerajaan?” penduduk tadi masih penasaran.“Mungkin saja, tapi lihat anak yang bertubuh kecil itu, dia memiliki kulit berwarna biru. Aneh bukan?” kata penduduk di sampingnya.“Huss! Jangan keras-keras, jika ucapanmu terdengar oleh mereka, maka habislah riwayat kita.”“Glek! Sial, kau benar. Ayo cepat! sebaiknya kita pergi saja, tidak baik m

    Last Updated : 2023-06-03
  • Sang Penakluk Dewa   Tabib Jenius

    Mereka heran entah mengapa Ki Kali membawa dua orang bocah ke sana, tidak mungkin bocah-bocah itu adalah tabib karena biasanya seorang tabib sudah memiliki usia lanjut.“Salam Ki,” ke 4 pendekar langsung membungkuk hormat.“Kau tidak perlu sungkan, Jandra. Kalian juga,” ucap Ki Kali kepada mereka.“Ma-maaf Ki, Si-siapa kedua anak ini?” tanya pendekar bernama Jandra.Dia adalah abdi setia yang sudah menemani Ki Kali selama pulahan tahun sehingga berani berbincang dan menanyakan siapa Lintang.“Hahaha, dia adalah tabib muda yang akan memeriksa, putraku,” ungkap Ki Kali membuat ke 4 pendekar disana langsung melebarkan mata terkejut.“Ta-ta-tabib? A-apa anda tidak salah, Ki?” tanya Jandra ragu.Dia mengira Ki Kali sudah stres karena terlalu memikirkan kondisi putranya.“Hahaha, tentu saja tidak. Kalian akan tahu jika sudah melihat hasilnya. Cepat buka pintu,” jawab Ki Kali seraya memberi perintah.Tidak berani membangkang perintah tuannya, Jandra pun lantas segera membuka pintu.Dia menat

    Last Updated : 2023-06-03
  • Sang Penakluk Dewa   Putra Mahkota Bagian 1

    “Jangan bilang kalian adalah ...?” Badala mengerutkan kening.“Kakak juga nanti akan tahu setelah lelaki ini sembuh, Kak,” ujar Lintang ikut tersenyum membuat kecurigaan Balada semakin besar.Setelah mengatakan itu, Lintang langsung memulai proses menciptakan ramuan.Karena sekarang dirinya tidak memiliki tenaga dalam, maka proses pembentukan ramuan harus Lintang lakukan secara manual.Lintang menggunakan bejana kayu dan alat tumbuk biasa, dia memasukan semua tanaman obat ke dalam bejana itu.Kemudian meminta salah satu pendekar mengambil bisa ular dari taringnya yang langsung di teteskan ke dalam bejana.“Paman Jandra, tolong haluskan semua bahan ini sampai menjadi serbuk,” pinta Lintang kepada pengawal Raden Mangkukarsa.“Ba-baik tuan,” angguk Jandra patuh.Dia kini tidak berani menatap mata Lintang entah mengapa. Jandra pun langsung menumbuk semua bahan dalam bejana sampai menjadi halus. Tidak sulit bagi dia melakukannya karena memiliki tenaga yang kuat.“Sudah selesai tuan,” ungk

    Last Updated : 2023-06-03
  • Sang Penakluk Dewa   Putra Mahkota Bagian 2

    Tapi sebilah pisau kecil berhasil menggores lehernya, sehingga Raden Mangkukarsa harus menderita penyakit Kusta.Pisau kecil itulah yang membawa penyakit tersebut di mana pendekar yang menyerangnya menggunakan racun bakteri kuat untuk melemahkan lawan.Balada yang mendengar cerita itu sungguh benar-benar terkejut. Sedikit pun dia tidak mengira akan bisa bertemu dengan seorang calon raja.Meski bukan penguasa di kerajaan Suralaksa, tapi Raden Mangkukarsa tetap saja merupakan orang besar.Balada segera berlutut memberi hormat, sementara Lintang hanya berdiri saja karena sedari dulu, dia tidak pernah berlutut kepada orang lain selain ayah, ibu, dan gurunya sendiri.Balada sempat menegur Lintang agar ikut berlutut, tapi Raden Mangkukarsa segera mencegahnya. Bahkan dia meminta Balada segera berdiri karena merasa berhutang nyawa kepada Lintang.“Apa benar kau tidak mau menjadi tabibku, tuan kecil?” tanya Raden Mangkukarsa kembali memastikan.Dia merasa sangat disayangkan jika kemampuan Lint

    Last Updated : 2023-06-03
  • Sang Penakluk Dewa   Keinginan Kusha

    Malam berakhir berganti pagi yang cerah, Lintang dan Balada sudah bangun sedari tadi dengan penuh semangat.Mereka bangun pagi-pagi sekali bukan tanpa alasan, tapi karena pagi itu keduanya akan menghadap Weda dan Ratna Kianti untuk meminta ijin prihal keinginan Lintang berguru.“Tuan muda, anda berdua sudah ditunggu oleh tuan besar di ruang makan,” ucap salah satu pelayan dengan nada sangat sopan.“Baik Mbo, kami segera ke sana,” seru Balada.Setelah mendengar itu, pelayan tadi kembali undur diri dan berlalu meninggalkan Balada di kamar milik Lintang.“Bagaimana, adik kecil?” tanya Balada kembali memastikan.“Aku sungguh ingin berguru kanuragan, kak,” jawab Lintang mantap membuat Balada tersenyum lebar.“Hahaha, kalau begitu, ayo kita temui mereka,” Balada tertawa.“Hmmm,” angguk Lintang.Setelah itu, keduanya lantas berlarian menuju ruang makan. Dan benar saja, ayah dan ibu mereka ternyata sudah di sana menunggu keduanya untuk menyantap sarapan pagi bersama-sama.“Salam ayah, ibu,” B

    Last Updated : 2023-06-03
  • Sang Penakluk Dewa   Kemampuan Sang Ibu

    Seharusnya hari ini Balada telah berangkat ke padepokan. Tapi karena Kusha juga akan ikut berguru, maka hari keberangkatan Balada harus diundur.Hal itu karena ayah dan ibu mereka masih ingin menghabiskan waktu bersama sebelum perpisahan panjang.Balada dan Lintang dibawa kedua orang tuanya pergi bertamasya ke tepi danau, di sana mereka bermain bersama, makan, bercanda, tertawa, serta berbagi cerita tentang keadaan dunia.Lintang mendapat banyak pengetahuan baru dari cerita perjalanan ayahnya saat berdagang. Dia menjadi semakin mengerti akan adat dan kebudayaan penduduk kerajaan Suralaksa.Selain Weda, ibunya juga banyak bercerita tentang indahnya sastra. Ratna Kianti mengajarkan Lintang dan Balada akan makna dari sebuah syair, aksara, dan tanda-tanda kebesaran alam.Lintang dan Balada baru tahu bahwa ibunya ternyata merupakan seorang Cendikiawan.Dia menguasai banyak keahlian bahasa serta berbagai seni dari peninggalan nenek moyang. Ratna Kianti juga begitu lihai dalam bertutur seaka

    Last Updated : 2023-06-03
  • Sang Penakluk Dewa   Hinaan

    Sore hari, dua anak lelaki berjalan beriringan menuju sungai besar di pinggir desa.Letak sungai tersebut tidak terlalu jauh dari ke tempat kediaman keluarga Warta. Sehingga Lintang dan Balada dapat tiba dalam waktu singkat.Sebagai seorang pendekar, Balada tidak pernah melepaskan pedang dari pinggangnya. Sementara Lintang tidak membawa senjata apa-apa karena dia belum menjadi pendekar.Tujuan Balada mengajak Lintang ke sungai desa adalah untuk berenang, dia ingin mengajarkan Lintang bagaimana cara berenang di atas air.Balada tidak tahu bahwa sejatinya Lintang adalah perenang ulung. Bahkan bocah itu dahulu pernah bertapa di dalam sungai selama beberapa hari saat berlatih dengan Ki Cokro.Meski kanuragannya hilang, tapi semua pengetahun Lintang tetap ada sehingga dia hanya perlu mengasahnya kembali jika ingin menguasainya.Termasuk berenang dan menyelam, Lintang tidak perlu belajar karena keahlian itu sudah tertanam lama di dalam ingatannya.Biyuuuur!Balada melompat ke dalam air, dia

    Last Updated : 2023-06-03

Latest chapter

  • Sang Penakluk Dewa   Pemberitahuan

    Namun Lintang lupa belum membayar makanan sehingga terpaksa harus kembali lagi.Dan ketika semua itu selesai, Lintang segera melesat lagi mengejar aura yang tadi sempat terasa. Tapi naas, Lintang kehilangan jejaknya, membuat dia mengumpat panjang pendek memaki rombongan Raden Dahlan, menyalahkan mereka karena telah membuang waktunya.“Sial!” umpatnya.“Garuda merajai langit!” seru Lintang melesat jauh ke cakrawala.“Ke mana dia? Aku sangat yakin dia tadi berada di kota ini,” Lintang mengedarkan pandangan berusaha kembali mencari.Waktu saat itu memang sudah mulai gelap membuat pandangan Lintang menjadi semakin terbatas.Tapi beberapa saat kemudian, telinganya mendengar suara dentingan senjata. “Pertarungan?” Lintang mengerutkan kening.Dia segera berbalik menyipitkan mata memandang ke arah batas kota.“Benar! Ini suara pertarungan, suaranya berasal dari hutan pinggiran kota,” gumam Lintang berbicara sendiri.“Hahaha, aku yakin itu pasti dia,” Lintang tertawa sebelum kemudian melesat

  • Sang Penakluk Dewa   Gadis Asing

    Lintang bersama teman-temannya tidak peduli akan kedatangan kelompok putra sang Adipati.Mereka tetap menyantap hidangan dengan sangat lahap sembari sesekali tertawa menertawakan Lintang.Padahal para pelayan dan pemilik rumah makan sudah sedari tadi gemetaran. Wajah mereka pucat ketakutan tapi tidak mampu melakukan apa-apa.“Hey, Jumu. Cepat bawakan kami makanan enak atau rumah makan ini akan kuratakan dengan tanah!” seru seorang pria muda berpakaian mewah.Dia memiliki tubuh tinggi tegap dengan wajah cukup tampan berusia sekitar 28 tahun.Pada bahunya terdapat sebuah kelat gelang dari emas menandakan bahwa dirinya seorang bangsawan.Namun perangai pemuda itu sungguh buruk, dia memperlakukan orang lain layaknya budak belian yang dapat dirinya perintah sesuka hati.“Ba-baik den,” Ki Jumu sang pemilik rumah makan terbata. Dia segera meminta 4 pelayannya untuk membawakan apa yang diminta putra sang adipati agar tidak menimbulkan masalah.“Duduk, di mana kita ketua?” tanya salah satu be

  • Sang Penakluk Dewa   Kesombongan Anak Sang Adipati

    Ratusan nyawa pendekar berpakaian hitam melayang di tangan kelompok Balada. Hal itu tentu mengejutkan pemimpin mereka. Dia tidak mengira misi perburuannya akan berakhir dengan pembantaian.Begitu pula dengan 30 pendekar kuat yang dibawa sang pemimpin. Mereka sangat geram terhadap pemuda bertubuh biru di pihak musuh.“Ini pasti perbuatan pemuda itu, sial! Tubuhku sangat gatal sekali,” umpat salah satu dari ke 30 pendekar kuat.Tangannya terus menggaruk kesana-kemari membuat hampir seluruh tubuh pendekar itu menjadi lecet memerah.Bahkan sebagian wajah pendekar lain sampai ada yang telah mengucurkan darah akibat cakaran tangannya sendiri.Beruntung ke 30 pendekar itu memiliki tenaga dalam yang mempuni membuat mereka bisa sedikit menahan rasa gatal menggunakan energi.Kesempatan tersebut mereka manfaatkan untuk menghindar menjauhi tempat pembantaian agar dapat memulihkan diri.Tapi rasa gatal dari racun ulat bulu milik Lintang tetap saja menyiksa.Meski sudah ditahan menggunakan banyak

  • Sang Penakluk Dewa   Pertempuran di Pagi Buta

    Malam semakin larut mengurung alam dengan kegelapan.Hewan-hewan siang terlelap tidur dipersembunyiannya masing-masing, sementara para nokturnal sedang berpesta dengan mangsa-mangsa mereka.Lintang, Balada, Balangbang, Wirusa, Jaka, Bagas, Ki Larang, Nindhi dan tiga pendekar gadis lain masih bersiaga menunggu buruan mereka datang.Sementara putri Widuri terlelap di dalam kereta yang Balada sembunyikan dibalik semak-semak.Sedangkan para kuda sengaja ditotok oleh Lintang agar tidak menimbulkan suara.Persiapan mereka sudah sangat matang, jebakan, siasat, formasi bertarung, bahkan sampai cara pelarian pun telah Lintang perhitungkan.Sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak terduga, sebagian dari mereka akan langsung dapat melarikan diri bersama kereta.Lintang sangat yakin bahwa pihak musuh pasti masih memiliki para pendekar kuat. Membuat dia tidak bisa memastikan apa akan mampu menghabisi mereka atau tidak.Lintang belum tahu entah apa motif utama para pembunuh itu. Tapi yang jelas mer

  • Sang Penakluk Dewa   Perdebatan

    Hampir 2 jam para pendekar perpakaian hitam menunggu Lintang di atas daratan.Mereka belum berani beranjak karena tahu bahwa Lintang dan putri Widuri masih ada di sana.Namun menunggu membuat para pendekar itu bosan sehingga pada akhirnya sang pemimpin memutuskan untuk memeriksanya ke atas langit.“Kalian siaga di sini, nanti jika pendekar itu turun, baru serang secara bersamaan,” sang pemimpin memberi perintah.“Kami mengerti,” angguk semua pendekar.Tanpa berbicara lagi, sang pemimpin segera naik ke atas langit. Dia melesat sangat cepat menuju gumpalan awan tempat terakhir Lintang bersembunyi.Namun alangkah terkejutnya pria itu ketika mendapati Lintang tidak ada di sana. Dia mengumpat panjang pendek memaki dirinya sendiri karena tidak melakukan ini sedari tadi.“Bangsat! Ke mana dia?” sang pemimpin mengepalkan tangan.Dia heran karena tidak pernah melihat pergerakan dari Lintang sedari awal. Padahal dari sejak tadi, sang pemimpin terus memantau ke atas langit.Karena mengira diriny

  • Sang Penakluk Dewa   Siksaan Seorang Pria

    Aaaaaaa!Putri Widuri berteriak panik, meronta berusaha melepaskan diri, tapi cengkraman bayangan hitam yang membawanya begitu sangat kuat. Membuat gadis itu menangis histeris di ketinggian.Sementara para pendekar di bawah terkejut bukan buatan, terlebih 2 pendekar yang sedang berada di tengah sungai.“A-a—apa yang terjadi? Di-di mana gadis itu?” salah satu pendekar di tengah sungai terbata.“A-a—aku juga tidak tahu, bu-bukankan tadi dia tepat di depan kita?” ujar pendekar lain ikut terbata.“Bangsat! Ada yang ingin ikut campur pada urusan kita,” maki sang pemimpin mengepalkan tangan. Dia menengadah jauh ke atas langit memastikan siapa yang berani lancang mencampuri urusannya.Bagi orang lain mungkin akan sulit melihat pergerakan sosok bayangan hitam. Tapi bagi sang pemimpin, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa yang membawa putri Widuri.Sang pemimpin sangat yakin bahwa pendekar tersebut pasti merupakan pendekar tingkat ruh atau pendekar tingkat awan tahap awal.Tidak banya

  • Sang Penakluk Dewa   Serangan Tidak Terduga

    Mentari pagi begitu tenang di cakrawala. Sementara di atas daratan, keadaan sedikit agak kacau akibat adanya Lintang.Bagaimana tidak, selepas melanjutkan perjalanan. Lintang kembali berbuat ulah dengan mendekati Kitri, Yamuna, dan Gendis.Bocah biru itu menghasut ketiganya agar tidak menyerah dalam merayu Balada, dia mengatakan bahwa Balada sejatinya adalah pemuda kesepian yang sangat membutuhkan teman.Namun karena terlalu kaku, Balada kerap menyembunyikan keinginannya tersebut dengan cara bersikap dingin.“Kakakku adalah orang yang lembut dan penyayang,” tutur Lintang membuat ketiga gadis yang bersamanya berbinar.“Benarkah? Benarkah?” tanya Gendis bersemangat.“Hmmm,” angguk Lintang sembari menyembunyikan senyum jahilnya.Setelah mendengar itu, Kitri, Yamuna dan Gendis pun sangat bahagia seakan menemukan harapan baru.Sehingga tanpa bertanya lagi, kegitanya langsung berlesatan menghampiri Balada membuat pemuda itu seketika menjadi kikuk.Waktu itu Balada sedang menjadi kusir keret

  • Sang Penakluk Dewa   Kematian Zull

    Selepas mendapatkan apa yang dirinya inginkan, Lintang pun seketika menghentikan serulingnya, membuat semua siluman anjing tiba-tiba menjerit kesakitan sebelum kemudian terkulai meregang nyawa.Mereka tidak sadar entah siapa yang membunuhnya, yang jelas para siluman tersebut tahu bahwa inti energi mereka telah ada yang mencurinya.Zull dan para penyamun lain hanya dapat mematung tanpa mampu berbuata apa-apa. Mereka tidak sanggup menghentikan Lintang karena terlalu ketakutan akan kesaktian seruling-nya.Bagaimana tidak, 300 siluman kuat yang seharusnya mampu membunuh prajurit satu kadipaten saja tidak berkutik oleh seruling itu. Lantas apalagi dengan mereka yang jumlahnya hanya tinggal beberapa puluh orang lagi.Lutut Zull bergetar hebat seakan tidak mampu lagi menopang berat tubuhnya, sementara para penyamun sudah berlutut sedari tadi.Zull memegang gada dengan tangan gemetaran, sedangkan wajahnya pucat dipenuhi keringat dingin.“Hari ini aku sedang tidak enak hati, jadi kalianlah pel

  • Sang Penakluk Dewa   Kekuatan Seruling

    Uhuk! Lintang kembali memuntahkan darah, tapi kali ini darahnya berwarna hitam pertanda serangan lawan mengandung racun yang amat kuat.“Hahahaha, bocah ingusan! Kau telah membunuh ribuan anak buahku, maka tidak ada lagi kesempatan hidup buatmu,” Zull tertawa terbahak-bahak.Dia sangat geram karena mendapati banyak dari anak buahnya telah binasa. Tapi Zull juga senang di mana musuh yang menyerang markasnya akan segera mati.“Sial! Aku terlalu terbawa perasaan,” umpat Lintang memegangi dadanya.Beruntung tadi masih ada seruling Surga yang melindunginya. Andai tidak, maka tubuh Lintang pasti telah hancur menjadi serpihan daging.Lintang berlutut di atas permukaan tanah, dia ingin bangkit tapi tubuhnya terlalu lemas akibat serangan racun dan benturan energi.“Siapa kau sialan? Apa masalahmu hingga berani mengusik markasku?” Zull berteriak menanyakan identitas Lintang.Dia bisa saja membunuh Lintang waktu itu, namun Zull tidak melakukannya.Pemuda berbadan biru tersebut telah membunuh ri

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status