“Kau! Semua pria di desa kami telah dibawa para prajurit bajingan itu. Lalu kenapa kau tak ikut ditangkap juga?” Sambil mengomentari sikap para prajurit seorang perempuan meletakkan secangkir teh ke atas meja. “Maaf, aku baru saja sampai. Memangnya apa yang terjadi? Siapa yang memberikan mereka keberanian untuk merekrut paksa?” tanya Zhang Yuan bertingkah tak tau apa-apa. Beberapa wanita mulai berkumpul dan saling menyambung cerita, mengomentari kaisar yang tak punya hati, memaksa semua lelaki baik anak kecil dan orang tua untuk ikut bergabung dalam pasukan militer. “Tidak mungkin! Berhati-hatilah dalam berucap, nyonya. Memfitnah kaisar hukumannya berat!” bantah Zhang Yuan sontak meletakkan cangkir teh ke atas meja secara kasar. “Aku tidak peduli! Justru akan lebih baik jika perkataanku ini sampai ke telinga kaisar jahat itu.” Beberapa wanita mulai mendukung perkataan yang dilontarkan. Mereka bahkan mengeluh selama tujuh tahun ini, ke
Sontak Chao Jiming memandang bingung lalu tertawa kecil, “panglima Zhang jangan bercanda—” “Tuan pendekar, aku tidak berbohong. Aku benar-benar bukan panglima Zhang yang kau maksudkan,” sela Zhang Yuan menggelengkan kepala bersamaan dengan kedua telapak tangan yang melambai di depan dada. Chao Jiming terdiam. Dia masih tak percaya hingga mendekatkan wajahnya dan memperhatikan Zhang Yuan dari atas sampai ke bawah kaki. Bahkan berputar mengelilingi Zhang Yuan, meyakinkan kalau penglihatannya itu tidak salah. Di waktu yang sama, Chen Changyi yang baru saja sampai di dalam gua terdiam melihat ke arah Zhang Yuan. Ekspresi campuran antara senang dan terkejut membawa langkah kaki mendekat hingga berhenti tepat di depan Zhang Yuan. “Aku pikir mataku yang bermasalah. Ternyata ini benar-benar kau, panglima Zhang.” Segera Chen Changyi menekuk lututnya di depan Zhang Yuan, tapi segera dihentikan. “Sudah aku katakan kalian salah orang
“Berikan dia padaku!” ujar pemimpin pasukan setelah mendengar informasi yang dibisikkan salah seorang prajurit. Tak tahu apa yang dibisikkan, tapi melalui informasi itu akhirnya Zhang Yuan mendapatkan pengawasan ketat dari pemimpin pasukan. Dia ditarik paksa mengikuti langkah kuda yang ditunggangi pemimpin pasukan. Sepanjang perjalanan semua orang yang direkrut tidak diberi air minum meski sudah mengeluh kehausan dan tak sanggup untuk melanjutkan perjalanan. Namun bukannya memberikan air, para prajurit justru hanya mempertontonkan semua kantung penyimpan air diminum habis oleh mereka dan melemparkan setelah kosong ke hadapan rekrutan. Di bawah teriknya matahari mereka saling berebut kantung air yang telah kosong, menumpahkan ke dalam mulut meski hanya tersisa beberapa tetes air. Pemandangan ini menjadi bahan hiburan bagi seluruh prajurit. Perjalanan dilanjutkan kembali. Sanggup atau tak sanggup, seluruh rekrutan dipaksa dengan cambukkan jika ada yang berhent
Napas Zhang Yuan tersengal-sengal begitu seluruh kepalanya keluar dari dalam sungai. Tangan yang terbelenggu ditarik paksa mengikuti pemimpin prajurit saat hendak menaiki kuda. Perjalanan dilanjutkan kembali hingga akhirnya mereka berhenti setelah lebih dari lima jam berjalan. Pemimpin pasukan memerintahkan beberapa prajurit untuk mencari kayu bakar dan hewan buruan untuk kudapan nanti malam. “Aku juga ikut!” sela Zhang Yuan bersemangat. Sorot mata tajam dari pemimpin prajurit membuatnya tersenyum kaku, “bagaimana pun aku merelakan diri sendiri untuk direkrut menjadi prajurit, jadi kalian tak perlu khawatir aku melarikan diri.” Pemimpin pasukan melemparkan tali yang mengikat kedua tangan Zhang Yuan ke salah satu prajurit yang berdiri di sampingnya, “awasi dia!” Akhirnya Zhang Yuan berhasil mengikuti mereka. Dengan kedua tangan yang terikat, semua prajurit melimpahkan padanya ranting kering untuk dibawa. Sementara mereka sibuk mencari hew
Ketika kembali bergabung bersama dengan yang lainnya, Zhang Yuan masih saja tak lepas dari pengawasan pemimpin prajurit. Selama dia memasak obat untuk menghentikkan sakit perut mereka, beberapa prajurit saling bergantian mengawasinya. “Kenapa lama sekali?! Apa kau sengaja agar kami menderita lebih lama!?” Zhang Yuan menengadah ke atas, melihat wajah pemimpin pasukan yang lesu, “harus dimasak dengan baik agar obatnya berkhasiat. Jika tidak, meski kalian meminumnya dalam porsi yang banyak tetap akan sia-sia.” “Berapa lama lagi?” “Dua jam lagi,” jawab Zhang Yuan santai sembari mengatur kayu bakaran. “Apa katamu!?” Melihat pemimpin pasukan memelototinya, Zhang Yuan memasang wajah kesal dan membanting ranting ke tanah, “baik! Kalian bisa meminumnya sekarang, tapi jangan salahkan aku jika sakit perut kalian tidak sembuh!” Bantahan Zhang Yuan berhasil menakuti pemimpin prajurit. Dengan waktu dua jam, su
“Zhang Yuan?!” Sorot mata Liu Bai menjadi tajam saat berjalan mendekati Zhang Yuan. Tujuh tahun tak berjumpa, Liu Bai yang dulu hanya seorang pemuda polos, enerjik, penuh semangat, dan sedikit ceroboh sekarang telah jauh berubah. Di depannya berdiri sosok pria dewasa beraura dingin dengan bekas sayatan di alis kening sisi kiri. Jika dia masih Liu Bai yang dulu, mungkin saat ini napas Zhang Yuan telah sesak karena rangkulan pertemuan pertama dari Liu Bai. Tapi sekarang, jangankan tersenyum, bahkan panggilan untuk Zhang Yuan telah jauh berbeda dan terdengar meremehkan. “Jadi kau masih hidup? Kenapa baru sekarang keluar dari tempat persembunyianmu, panglima Zhang yang terhormat?” “Panglima Zhang?” ucap Zhang Yuan bingung bersamaan memundurkan wajahnya yang terlalu dekat dengan Liu Bai, “jadi itu sebabnya mereka memperlakukanku seperti itu? Kalian salah mengenali orang!” Liu Bai menjauhkan kembali wajahnya, berdiri tegak lalu
Dua hari Zhang Yuan terkurung di dalam sana, tanpa makanan dan minuman. Dibiarkan sendiri di dalam keremangan ruangan itu hingga akhirnya bunyi langkah kaki seseorang membangunkan dia dari tidur. Bayangan lelaki berzirah perlahan muncul dan semakin terlihat jelas saat mendekati ruang penjara. Liu Bai bersama dengan dua orang prajurit yang mengikutinya dari belakang, membuka gembok pintu penjara. Saat melihat kedua prajurit meletakkan kotak makanan yang terbuat dari kayu, Zhang Yuan seperti orang kelaparan membuka cepat tanpa menunggu dipersilakan terlebih dahulu, melahapnya dengan kedua tangan secara bersamaan. Sementara Zhang Yuan sibuk menikmati makanannya, Liu Bai berjongkok dan memperhatikan Zhang Yuan dari dekat. “Tidak tahu sampai kapan kau akan bertahan menjalani kehidupan seperti ini, Zhang Yuan!” bisik Liu Bai menggelengkan kepalanya. “Tuan, harus bagaimana agar kau bisa percaya kalau aku bukan orang yang kau maksud?” ucap Zh
“Sudah tiga kali kerajaan Huan menolak permintaanku untuk mengirimkan bala bantuan, bahkan mengatakan hanya Selir Yinping sendiri yang bisa membawa pasukan bala bantuan dari kerajaan mereka.” Semua orang saling memandang dan menggelengkan kepala. Dengan kondisi Yinping yang sekarang sangat tidak memungkinkan untuk membiarkan dia ke kerajaan Huan. Diskusi dibubarkan sebab tak ada yang bisa membantu Qin Huang menyelesaikan masalahnya. Bantuan yang akan dikirimkan ke benteng perbatasan Selatan telah diperintahkannya untuk berangkat sesegera mungkin. Langkah Qin Huang berhenti di depan salah satu istana haremnya. Dia melirik ke arah pelayan istana yang bersujud dengan memegang nampan berisi makanan. Ekspresinya menjadi kesal, dengusan napas berat terdengar. Dia melangkah masuk ke dalam ruangan yang spontan dibuka oleh kedua pelayan yang berdiri di depan pintu. Begitu masuk sosok seorang wanita di pembatas ruangan menjadi tuju