"Baik..! Rodent..! Belikan dulu mereka minuman dan makanan kesukaan mereka..! Kita akan mengadakan pertemuan dengan suasana gembira," seru Permadi, sambil memberikan seikat uang merah senilai 50 juta rupiah, yang diambil dari ranselnya pada Rodent. Inilah 'taktik cerdas' yang sedang di jalankan oleh Permadi. Dia bermaksud membeli 'hati dan kesetiaan' semua anggota genk GASStreet. Jika 'hati dan kesetiaan' mereka sudah di genggamnya. Maka memanfaatkan dan menggerakkan mereka sesuka hati dan ambisinya, itu adalah soal 'mudah' baginya di kemudian hari. "Ba..baik bos..!" Rodent terbelalak kaget menerima seikat uang merah itu. Baru saja semalam dia menerima transferan 100 juta dari bosnya ini. Dan sekarang kembali dia menerima segepok uang merah, untuk mereka semua bersenang-senang. Belum pernah dia dan anggota genk lainnya, menerima perlakuan sebaik ini dari bos lama mereka. Ramses sangat berhitung dengan pengeluarannya dan terkesan pelit. Bahkan tak jarang Ramses mengangkang
"Hah..! Mas Permadi, apakah ini tidak terlalu banyak..?!" Shara berseru kaget, saat menerima dua gepok uang merah berjumlah 100 juta itu. Tapi di sisi lain hatinya terharu senang. Karena selama dia menjadi istri muda Ramses, paling banter dia hanya di pegangkan uang 10-20 juta. Jika dia hendak pergi berbelanja, untuk keperluan dirinya dan rumah. Namun Permadi langsung memberinya kepercayaan memegang uang sebanyak itu, hanya untuk jatah sekali mereka belanja bersama. Wanita mana yang tak 'langsung' lumer dibuatnya.?! "Peganglah Shara itu hakmu. Mulai saat ini tiap bulan kau menerima 100 juta dariku, kelolalah dengan baik," ucap Permadi tenang. Bagi Permadi, uang sebesar itu tak ada artinya. Karena dia sendiri telah berhitung dengan uang yang akan mengalir ke kas GASStreet, setelah dia menjalankan rencananya. Ya, GASStreet akan diubahnya menjadi gank motor, dengan modus kejahatan yang terencana dan terkoordinasi rapih. Tentunya di bawah pimpinan dan arahan langsung darinya.
'Akhirnya sampai', bathin Elang, saat pesawat baru saja selesai melakukan 'landing' di Kansai International Airport, Osaka. Elang beranjak turun dari pesawat, dan langsung melangkah menuju lobi kedatangan/keluar bandara Kansai. Baru saja Elang memasuki area lobi kedatangan, "Mas Elanng..!" seru Keina gembira, seraya melambaikan tangannya ke arah Elang. "Keina," balas Elang tersenyum memanggil, sambil melambaikan tangannya. Elang berjalan menghampiri Keina, yang terlihat di dampingi dua pengawal berjas hitam di kiri kanannya. Keina tak dapat menahan diri dari rasa rindu dan gembiranya, karena bertemu kembali dengan Elang. Dia pun langsung menubruk dan memeluk Elang erat. "Mas Elang, Keina rindu.." desah Keina di dada Elang. "Kamu makin cantik Keina," puji Elang tulus, sambil menatap penampilan Keina saat itu. Keina memakai kaos panjang agak longgar berwarna krem muda, dan bawahan crlana katun yang juga longgar. Penampilan yang casual dengan rambut terurai lepas. "Ahh, Mas Elan
"Pak Kimura, semua persoalan pasti ada jalan keluarnya. Tenanglah, alat sadap di tubuh Bapak sudah saya lumpuhkan. Kita bisa bicara bebas sekarang," Elang berkata dengan nada pelan namun tegas. "A-apa..?! Apa maksudmu anak muda..?!" seru Kimura gugup dan kaget. Walau dia mengetahui di tubuhnya ada alat penyadap, tapi dia sendiri tak tahu dibagian tubuh yang mana alat penyadap itu dipasang oleh Shaburo cs. Shaburo hanya berpesan keras agar dia tak macam-macam. Karena di tubuhnya terpasang alat penyadap, pada saat dia hendak berangkat ke rumah Hiroshi tadi. 'Bagaimana pemuda ini bisa mengetahuinya?' bathinnya bingung dan kaget. "Elang..! Jangan kurang ajar dengan sahabatku..!" seru Hiroshi menggelegar marah. Namun dia sendiri sebenarnya kaget dan bingung, dengan ekspresi Kimura yang seolah kaget dan gugup. Tapi sebagai sahabat lama Kimura, tentu saja dia harus mengingatkan Elang. Agar Elang berlaku sopan, pada sahabatnya yang lebih tua. "Mas E-elang.." ucap Keina resah dan panik.
"Ayah. Dimana kamar yang pas buat Mas Elang beristirahat..? Dia pasti lelah dan ingin beristirahat setelah perjalanan panjangnya," tanya Keina. Wajah Keina terlihat gembira sekali, mengetahui akhirnya sang ayah menyukai dan mengagumi Elang. "Oh iya, maaf Elang. Saya sampai lupa menyambutmu. Keina antarkan Elang ke kamar tamu sebelah kanan yang di tengah ya," perintah Hiroshi pada putrinya, seraya tersenyum. Hatinya merasa agak lebih tenang saat itu. Karena kabut yang menyelimuti kemelut di perusahaannya, kini perlahan telah terkuak. "Baik Ayah, terimakasih," Keina terlihat sangat senang. Ya, istilah kamar tamu 'sebelah kanan' artinya adalah Elang di anggap tamu terhormat. Dan jika di tempatkan di bagian tengah, itu artinya status Elang di mata Hiroshi adalah 'tamu kehormatan keluarga'. Hal inilah yang menyebabkan wajah Keina terlihat sangat gembira. "Mari Mas Elang. Keina antar ke kamar Mas Elang," ajak Keina dengan wajah senang. "Baik Keina. Terimakasih Pak Hiroshi," Elang m
"Awhhss.! Mas Permadi.." Shara mendesah, dalam kenikmatan yang belum pernah didapatnya dari Ramses. Baru kali ini Shara benar-benar menikmati permainan asmaranya di ranjang. Timbul rasa berdenyut gatal yang sangat, pada bagian bawah tubuhnya. Dan itu merupakan wujud, dari hasrat kewanitaannya yang makin berkobar. Sementara bibir dan lidah Permadi perlahan mulai turun, menyusuri bagian perut dan pinggang Shara. Dengan tangan tetap meremas dan memilin lembut sepasang buah kembar Shara, yang makin mencuat kencang. Permadi kini sampai di bagian pangkal paha Shara yang masih mengenakan celana dalamnya. Tampak dari luar celana segitiga Shara yang berwarna krem tersebut sudah agak basah, di penuhi bercak cairan yang tercetak di permukaannya. "Kamu sudah basah Shara," ucap Permadi pelan. "Uhhhss.. Lakukanlah Mas Permadi..! Ja..jangan siksa aku lebih lama lagi..hss," Shara memohon dalam desahnya. Tubuhnya menggeliat ke sana kemari, saat lidah dan bibir Permadi mulai bermain di seputaran
Brugh..! Akhirnya tubuh Permadi bergulir rebah ke sisi Shara. Nafas keduanya tersengal, permainan pertama mereka di ranjang telah terjadi. "Terimakasih Mas Permadi. Hhhh.. hh.. Ini adalah 'orgasme' terindah dalam hidupku," Shara berkata penuh rasa kebahagiaan. "Sama-sama Shara," sahut Permadi. "Ahhh..!" Tiba-tiba Permadi beranjak terbangun dari ranjang, dia teringat harus datang di markas warung kopi malam itu. Jam sudah menunjukkan hampir jam 11 malam. "Kenapa Mas Permadi..?!" tanya Shara kaget."Aku harus datang ke warung kopi Shara," jelas Permadi, sambil mengenakan pakaiannya kembali. "Ohh, hati-hati di jalan ya Mas Permadi," ucap Shara lembut, dia memang tak bisa melarang Permadi dalam hal itu. Karena memang Permadi kini adalah pimpinan gank GASStreet. Ngunngg..! Tak lama kemudian terdengar suara deru motor Permadi, meninggalkan rumah. *** Keesokkan harinya di kediaman Hiroshi. Elang sudah terbangun dari tidurnya sejak jam 6:05 pagi. Dia langsung keluar dari kamarnya
"Tepat..! Kanaki..! Berikan data-data Midori yang ada di sana padaku nanti di kantor. Terimakasih Kanaki." Klik.!Hiroshi menutup panggilannya, wajahnya agak cerah kini. Ya, misteri siapa yang membocorkan kode brankasnya, sepertinya telah hampir terkuak. Walau dia masih bingung, bagaimana caranya pelayan itu mendapatkan kode brankasnya. "Elang, sekali lagi kau memberi titik terang dalam kemelut ini. Kejadian 'pencurian' dokumen memang terjadi pada tanggal 17 malam. Terimakasih Elang," Hiroshi berkata tulus dan senang. "Pak Hiroshi, menurut pandangan saya ada yang aneh dengan 'sakit'nya Tami. Saya merasa dia tidak sakit, tapi di sandera sementara waktu. Mungkin dia juga yang dipaksa merekomendasikan Midori, untuk menggantikan dirinya saat sakit," Elang memberikan pandangannya. "Ahhh..! Kau benar lagi Elang, itu sangat mungkin terjadi. Aku akan tanyakan juga hal itu nanti pada Kanaki," Hiroshi memandang kagum, atas kecepatan analisa Elang. "Pak Hiroshi, apakah Bapak memiliki foto
“Ayo kita lebih cepat lagi..!" Slaph..! Ki Jagadnata memberi arahan, seraya sosoknya melesat semakin pesat bak meteor. Menuju ke arah asap hitam yang membumbung tinggi itu. Slaph..! Elang pun melesat bagai lenyap, dan tak terlihat lagi oleh Srenggana, yang tertinggal di belakang. “Uedan. !” seru Srenggana terkejut. Karena dia kini hanya bisa melihat sosok sang Guru di depannya, sedangkan Elang entah lenyap ke mana. “Tutup gerbang kota..! Jangan sampai para pemberontak itu masuk..!” seru sang pemimpin sebuah pasukan, yang tampak tengah terdesak mundur. Sosoknya telah berdarah-darah dan terluka disana sini. Namun dia tetap bertahan, seraya bergerak mundur ke arah gerbang. Nampak pasukan yang dipimpinnya hanya tersisa puluhan prajurit saja, sedangkan pasukan musuh mereka berjumlah 4 kali lipat dari pasukkan mereka. Dengan beringas dan tanpa ampun, pasukan musuh menghabisi puluhan prajurit kerajaan yang masih tersisa, satu demi satu. “Senopati Hanggada..! Masuklah..! Gerbang aka
"Tahan anak muda..!" Wush..! Sebuah gelombang energi dahsyat bercahaya kebiruan, melesat cepat ke arah Elang. Diiringi lesatan secepat kilat sosok putih, yang langsung menyambar sosok Srenggana, lalu meletakkan sosok manusia kera itu di tempat aman. Seth..! Taph..! Elang pun sontak melenting ke atas, lalu bersalto beberapa kali. Untuk menghindari gelombang pukulan sosok putih itu. Hingga akhirnya dia mendarat ringan, di sebuah puncak karang. Sepasang matanya langsung menatap tajam, ke arah sosok putih yang telah membokongnya tadi. Blaargkhs..!! Tebing karang hitam meledak ambyar dan rompal. Terkena pukulan sosok putih yang melesat tadi. Bukit Karang Waja pun kembali berguncang keras, bak dilanda lindu. Pecahan karang berhamburan melesat ke segala arah. Asap putih pun nampak mengepul, di sekitar ledakkan itu. Dan saat asap putih itu pudar tertiup angin. Maka nampaklah sebuah cekungan melesak sedalam setengah meter, di bekas pukulan itu. Dahsyat..! “Hei, pemuda asing..! Mengap
'Sepertinya sosok itu mempunyai tujuan khusus masuk ke dimensi ini. Tapi darimana dan siapa dia..?' analisa bathin Elang, seraya bertanya-tanya. Slaphh..! Sosok Permadi tiba juga di tempat itu, dengan menerapkan aji 'Layang Samudera' tingkat puncaknya. "Rupanya kau merasakannya juga Permadi," ucap Elang tenang, pada Permadi yang baru tiba di sampingnya kini. "Benar Elang, sosok putih itu begitu mengerikkan," sahut Permadi. "Dia datang dari dimensi yang berbeda dengan kita Permadi. Lihatlah ke angkasa," ucap Elang. "Wahh..! Sepertinya kita kedatangan tamu tak biasa Elang.!" seru Permadi. "Permadi mari berbagi tugas. Sepertinya ini akan menimbulkan gejolak baik di dimensi kita, maupun dimensi sosok itu berasal. Aku sendiri belum tahu, dimensi apa yang berada di balik gerbang dimensi yang terbuka itu." "Baik Elang. Apa tugasku..?" tanya Permadi. "Aku akan menembus masuk ke dimensi mereka, dan kau lacaklah sosok putih yang barusan masuk ke dimensi kita itu. Jika aku agak lama b
Malam pertama di kamar pengantin Elang dan Nadya berlangsung dengan lembut, dan penuh kebahagiaan. "Ahh, Mas Elang...lakukanlah sekarangss..Nadya sudah tak tahan sayank.." desah Nadya, terdengar lirih bergetar penuh hasrat malam itu. Perlahan Elang mulai 'menyarungkan' kerisnya, pada 'warangka' yang sekian lama ini dicarinya, "Akhshh..! Pelan-pelan Mas Elang.! Oughss.." rintihan kesakitan terdengar dari bibir Nadya, saat 'keris sakti' Elang mengoyak 'pagar ayunya'. Dan akhirnya pada suatu waktu, Elang dan Nadya pun mencapai orgasmenya secara bersamaan. Dua raga saling mendekap dan mengejang hebat, serta saling menyemaikan 'benih-benih' asmara mereka. "Ouhghs.! Mas E..langg.." "Akshhh.! Nadya..hh..!" Tanpa terasakan kain penutup 'cincin Naga Asmara' pun terbakar lenyap dengan sendirinya. Kini cincin Naga Asmara melingkar bebas di jari manis Elang. Memancarkan cahaya biru dan merah nan gemerlap indah menyala. Elang yang baru saja selesai menikmati sisa-sisa klimaksnya, menjadi
'Sungguh mulia hatimu Mas Elang', bisik haru Nadya, tak terasa menitik buliran air mata di sudut kedua matanya. Di genggamnya erat tangan Elang, yang kini berada di sisinya itu."Nadya, mari kita antarkan mereka ke hotel akomodasi tamu yang telah kusiapkan. Biarlah mereka saling melepas rasa kangen mereka di sana dulu," Elang berkata pelan pada Nadya. "Baik Mas Elang. Ayuk Ibu, Bimo, Nina. Nadya antar ke tempat kalian dulu ya," ajak Nadya ramah seraya tersenyum. "Baik Mbak Nadya, Mas Elang. Sekali lagi kami ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya, atas kebaikkan kalian. Tsk..tsk.!" ucap Maya serak, terharu dan bahagia. Akhirnya sedan berkelas yang dikemudikan Nadya pun meluncur. Menuju hotel berbintang yang telah disiapkan oleh Elang. *** Dua hari kemudian. Pendopo Ndalem Ngabean, yang terletak di kecamatan Kraton, Yogyakarta. Pada pagi itu sudah terhias indah. Sebuah pendopo dengan area yang cukup luas dan asri. Nuansa jawa klasik sangat mendominasi gedung itu. Suara riuh renda
"Nah ya..! Olahraga berdua ajah, nggak ngajak-ngajak Wiwik..! Om Elang sama Mas Bimo curang..! Huhh..!" Wiwik datang-datang langsung merajuk sebal pada Elang dan Bimo. Karena merasa tak diajak olahraga bersama. "Hehe. Wiwik tambah cakep kalau lagi ngambek ya Bim..?" ledek Elang, sambil nyengir pada ponakkannya itu. "Iya Om. Hahaha," sahut Bimo tertawa, melihat Wiwik yang menjebikan bibirnya pada mereka. "Huhh..! Om Elang sama Mas Bimo dipanggil Nenek, disuruh sarapan dulu," ucap Wiwik ketus, sambil berbalik masuk ke dalam rumah. Namun tak urung hatinya senang juga, dibilang cakep sama omnya itu. Usai sarapan, mandi dan berganti baju, Elang langsung mengajak Bimo ke rumah Nadya, dengan mengendarai motornya. Sebelum ke rumah Nadya, Elang memang sudah mengontak Nadya. Dia meminta bantuan Nadya, untuk mengantarkan dia dan Bimo ke stasiun Tugu. Sesampainya Elang dan Bimo di kediaman Nadya, tampak Nadya sudah bersiap untuk langsung berangkat mengantarkan mereka ke stasiun Tugu. Nadya
Klikh..! "Ya halo," sapa Elang. "Assalamualaikum. Benarkah ini nomor Mas Elang..?" tanya suara wanita di sana. "Wa'alaikumsalam. Ya benar, ini Elang Prayoga," insting Elang langsung mengatakan, jika wanita itu adalah orang yang ditunggunya. "MasyaAllah..! Ternyata mimpi itu benar..! Ini Maya Lestari Mas Elang. Ibu Bimo. Tsk, tskk..!" Suara terkejut di iringi isak tangis terdengar di sana. "Baik Bu Maya, datang sajalah ke Jogjakarta ya. Katakan saja Ibu naik apa dari sana, biar nanti saya jemput di terminal atau di stasiun Tugu." Elang tersenyum senang, saat mengetahui ibu Bimo mau mengikuti 'sugesti', yang diberikan lewat mimpinya dua malam yang lalu. Ya, dengan kemampuannya yang sekarang. Elang memang memiliki kemampuan, untuk masuk ke dalam mimpi seseorang. Layaknya Ki Buyut Sandaka dulu, yang merasuk ke mimpinya. Elang telah men'sugesti' pada Maya Lestari, untuk menghubungi nomor ponselnya yang diberikan lewat mimpi. Dia juga menyatakan Bimo putra Maya berada bersamanya.
"Mas Elang, mmhh.." Nadya langsung mencium tangan Elang lalu memeluknya. Tak lama kemudian, Elang pun pamit kembali ke rumah sang Nenek. Dia ingin beristirahat sejenak, dari kesibukkannya yang melelahkan akhir-akhir ini. Hari menjelang senja, saat dia tiba di rumah sang Nenek. Diparkirkannya motor sport biru, yang baru dibelinya dua hari yang lalu, di garasi samping rumah sang Nenek. Kemarin sebelum keberangkatannya ke Bogor, Elang memang menitipkan motor itu di rumah Nadya. Ya, Elang menganggap tak perlu lagi mengambil motornya di rumah Reva. 'Biarlah, motor itu jadi kenang-kenangan untuk Reva', bathinnya. "Ehh, Om Elang sudah pulang," Wiwik yang melihat Elang pulang langsung menghampiri, dan mencium tangan Elang. Elang langsung masuk dan mencium tangan sang Nenek dan Bibinya. Lalu dia melangkah masuk ke kamarnya. Namun baru saja Elang hendak merebahkan dirinya di ranjang, 'Elang, apakah kau sedang sibuk..?' suara bathin Permadi menyapanya, dari kediamannya di Surabaya. Ela
"Hahhhh...!!!" seruan kaget terdengar serentak, dari seluruh anggota GASStreet di pertemuan itu. "Boss Permadi, jangan tinggalkan kami...!!" terdengar beberapa teriakkan dari mereka. "Kami akan tetap ikut bos Permadi, walau GASStreet dibubarkan..!!" "Kami siap mati untukmu Boss..! Jangan pergi..!!" Kini bahkan ada sebagian yang hadir mulai berteriak dengan suara serak dan mata berair. Ya, bagi mereka semua, Permadi adalah pendobrak pintu 'kejayaan'. Sosok yang memberikan mereka rasa keyakinan dan kebanggaan diri, untuk bergerak lebih maju ke depannya. Dengan dibubarkannya GASStreet dan mundurnya Permadi. Maka mereka semua bagai merasakan, 'pintu kejayaan dan kebanggaan' tertutup kembali untuk mereka. 'Suram..!' pikir mereka semua. Kembali Permadi mengangkat tangannya, dan suasana kembali hening seketika. "Namun saya juga membuka pintu. Bagi kalian yang masih ingin bergabung dengan usaha yang akan saya rintis. Saya dan sahabat saya akan membuka sebuah usaha yang bergerak di b