Valentino mengangguk ke semua orang yang dia temui di jalan saat dia menuju ke luar gedung.
Pria itu berpura-pura menjadi seorang pria yang agak bungkuk agar membuat semua orang tak mengenalinya. Dan tentu saja dia berhasil.
Valentino melenggang bebas tanpa merasa khawatir jika identitasnya ketahuan.
Namun, belum sampai dia ke gerbang depan perusahaan dirinya dikagetkan oleh sebuah klakson.
Tin... tin... tin...
"Woi, minggir!" teriak seorang laki-laki dari dalam mobil.
"Mau cari mati ya?" ucap seorang wanita terdengar setengah berteriak dari dalam mobil.
Valentino membungkuk dan menyingkir dari jalan.
Kaca mobil itu diturunkan dan betapa kagetnya Valentino karena ternyata itu adalah mobil David. Tapi tak ada David di dalam mobil itu, melainkan hanya ada Almyra dan seorang pria yang Valentino tahu pria itu adalah sopir pribadi David.
"Eh, si culun lagi. Kamu jangan-jangan mengikuti aku ya? Masa iya kita baru beberapa jam aja ketemu dua kali di lingkungan kantor. Aneh banget!" ucap Almyra dari dalam mobil.
Wanita sexy itu bersedekap dan menatap Valentino dengan jijik.
"Saya tidak mengerti apa yang anda maksud. Saya kan mau jalan pulang. Ini sudah waktunya jam pulang dan ini adalah satu-satunya jalan untuk ke menuju keluar dari gedung ini," ucap Valentino santai.
"Eh, aku tahu ya model kayak kamu itu kalau naksir wanita pasti sok-sokan jadi penguntit kaya kamu. Tapi ingat ya. Kamu boleh-boleh aja naksir aku, tapi jangan mimpi kamu bisa deketin aku. Laki-laki kayak kamu itu nggak ada gunanya buat aku," hina Almyra.
Bukannya marah, tapi Valentino malah tersenyum pada wanita yang terlalu percaya diri itu.
"Tapi saya tidak naksir Anda dan tidak berencana untuk menjadikan Anda seseorang yang penting untuk saya. Jadi Anda nggak perlu khawatir," ucap Valentino tenang.
Almyra terkejut ketika Valentino menjawabnya seperti itu. Merasa harga dirinya terinjak-injak gara-gara pria culun yang tidak berguna itu, dia segera menutup kaca mobil itu.
"Jalan, Pak. Meladeni pria macam dia itu nggak ada gunanya," ucap Almyra.
Valentino hanya berdecih saat mobil itu berjalan lagi keluar dari lingkungan perusahaan AL Group.
"Dasar jalang! Dia pikir dia itu siapa? Bidadari? Barang bekas aja belagu," umpat Valentino pelan.
Dia langsung mencegat sebuah taksi.
Hanya sekitar lima menit menunggu, dia sudah mendapatkan taksinya."Apartemen Gardenia Hills, Pak," ucap Valentino pada sopir taksi itu.
"Baik, Mas," jawab sopir taksi itu ramah.
Pria itu mulai mengemudikan taksinya dengan kecepatan sedang.
"Baru pulang kerja ya Mas?" tanya sopir paruh baya itu.
"Iya, Pak," jawab Valentino lembut.
Valentino selalu ramah kepada siapapun apalagi orang yang bisa menghargai orang lain. Dan karena dia melihat sopir taksi ini memang terlihat ramah dan tak dibuat-buat, dia pun menjawabnya dengan ramah pula.
"Maaf ya Mas, ini sepertinya agak macet. Kalau kita putar balik nanti malah kelamaan jadi mohon tunggu dulu ya?" pinta sopir itu sopan.
Valentino yang memang menyadari jika jalanan sedang macet itu pun tak keberatan.
"Ah, enggak apa-apa, Pak. Saya tidak sedang terburu-buru kok," jawab Valentino.
"Oh, iya Mas. Mas tinggal di apartemen Gardenia Hills ya?" tanya sopir itu.
"Iya, Pak. Tapi saya baru aja tinggal di sana, baru sekitar satu bulan," jawab Valentino.
"Wah, Mas beruntung ya bisa tinggal di sana. Saya dengar harga sewa apartemen itu mencapai miliaran ya per tahun?" tanya sopir itu penasaran.
Valentino tersenyum.
"Benar, Pak," jawab Valentino.
"Mas hebat ya bisa tinggal di sana. Pasti pekerjaan Mas sangat bagus sampai bisa tinggal di sana," ucap sopir itu terdengar kagum.
Valentino menggeleng.
"Bukan seperti itu, Pak. Saya ini hanya karyawan biasa. Saya bisa tinggal di sana karena warisan orang tua saya," jawab Valentino terpaksa berbohong.
Karena sangat tidak mungkin jika dia mengatakan gedung apartemen itu adalah salah satu investasinya sebelum dia kembali ke Indonesia.
Apartemen Gardenia Hills adalah milik Valentino yang dia bangun sejak beberapa tahun yang lalu.
Jadi tentu saja mudah baginya untuk menempati salah satu unit di apartemen itu.
"Wah, pasti orang tua Mas benar-benar pekerja keras ya sampai bisa memberikan warisan sebesar itu pada anaknya. Hebat sekali!" seru sopir taksi itu.
"Iya, Pak. Tapi sebenarnya semua orang tua itu hebat. Mereka hebat dengan caranya sendiri-sendiri," ucap Valentino.
"Saya bukan orang tua hebat, Mas. Saya hanya mampu menjadi sopir taksi. Anak saya aja terkadang malu sama profesi saya," ucap sopir itu diiringi tawa sedih.
Valentino bisa merasakan sebuah kepahitan dalam tawa itu.
"Tak ada orang tua yang tak hebat di dunia ini, Pak. Semuanya hebat. Bapak tak perlu rendah diri. Mungkin sekarang anak Bapak belum bisa melihat kehebatan Bapak. Tapi saya yakin suatu saat nanti pasti dia akan sadar jika ayahnya adalah orang tua yang sangat hebat," ucap Valentino dalam.
Sang sopir terharu mendengarnya. Valentino melihat mata sopir itu berkaca-kaca.
"Terima kasih, Mas. Aduh maaf kok malah saya jadi curhat tadi," ucap sopir itu.
"Tidak apa-apa, Pak. Oh iya nanti saya turun di depan apartemen saja ya," ucap Valentino.
"Baik, Mas," jawab sopir itu.
***
Valentino sampai di apartemen miliknya. Semua karyawan membungkuk ke arahnya untuk menunjukkan rasa hormatnya pada pria berusia tiga puluh tahun itu.
Seluruh karyawan Apartemen Gardenia Hills mengenal sosok pemilik apartemen tersebut namun mereka sudah diberitahu untuk tidak membocorkan rahasia besar Valentino.
Valentino berjalan dengan cepat karena sudah tidak sabar untuk segera sampai ke unit apartemennya.
Unit apartemennya terletak di lantai lima puluh enam. Sebuah lantai khusus untuk sang pemilik Apartemen Gardenia Hills. Di lantai itu hanya terdapat sebuah unit apartemen saja, yakni milik Valentino Araya.
"Selamat sore, Tuan Muda!" sapa Rino, seorang penjaga yang berdiri di depan pintu unit apartemen milik Valentino.
"Selamat sore, Tuan Muda!" sapa Andre yang juga seorang penjaga seperti Rino.
"Sore," balas Valentino.
Rino dan Andre membukakan pintu untuk tuan muda mereka.
Begitu Valentino masuk ke dalam, dia disambut oleh beberapa pelayan berseragam hitam putih.
"Selamat sore, Tuan Muda. Apa Anda mau mandi sekarang?" tanya salah seorang pelayan.
"Iya, siapkan air hangat untukku!" titah Valentino.
"Baik, Tuan!" sahut pelayan itu. Wanita itu membungkuk dan undur diri dari hadapan sang tuan muda.
"Bagaimana untuk makan malam Anda, Tuan?" tanya seorang pria yang memakai pakaian khas seorang chef.
"Aku mau rendang dan beberapa macam makanan khas Indonesia lainnya," jawab Valentino.
"Baik, Tuan. Akan saya siapkan," sahut sang koki dan dia pun juga undur diri dari sana.
Seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah kepala pelayan di kediaman Valentino menghampirinya.
"Apakah Anda ingin disiapkan teh hangat atau kopi dulu sebelum mandi, Tuan Muda?" tanya wanita paruh baya itu.
"Tidak. Aku sedang tak ingin minum- minuman hangat. Buatkan aku jus alpukat atau jeruk saja," ucap Valentino.
"Baik, Tuan Muda," sahut sang kepala pelayan.
Valentino meminta mereka untuk kembali ke pekerjaan mereka masing-masing dan dia sendiri masuk ke kamarnya sementara di dalam kamar mandinya ada dua pelayan yang sedang menyiapkan air mandi untuknya.
Valentino melepas kacamata tebalnya dan juga tahi lalat palsunya beserta jam tangan kuno pemberian ibundanya. Dia lalu menyisir rambut hitamnya dengan tangan.
"Sudah siap, Tuan," ucap salah satu pelayan.
Valentino hanya mengangguk.
Baru saja Valentino akan mandi, namun Ruslan, salah satu anak buah kepercayaannya datang tergesa-gesa masuk ke dalam kamarnya.
"Maaf, Tuan Muda. Saya tadi ditelepon oleh Nyonya Hera untuk menyampaikan pada Anda agar Anda segera menghubungi beliau saat sudah sampai rumah," ucap Ruslan.
Valentino terpaksa harus menunda untuk membersihkan dirinya. Orang paling penting di dalam hidupnya sedang menunggu kabarnya.
"Baiklah, sambungkan aku dengan ibuku," ucap Valentino.
"Halo, Ibu. Maaf, aku baru aja sampai rumah," sapa Valentino. "Iya, nggak apa-apa. Bagaimana kabar kamu di sana?" tanya Hera. "Aku baik-baik saja, Ibu. Bagaimana kabar Ibu?" tanya Valentino balik. "Yah, tentu Ibu baik-baik saja. Daddymu seperti biasa masih memanjakan Ibu," ucap Hera. Valentino tertawa pelan. "Tentu saja daddy memanjakan Ibu. Daddy kan cinta mati sama Ibu," goda Valentino. "Hm. Kami udah tua, Valentino. Sudah bukan waktunya lagi untuk memikirkan cinta segala. Yang penting kami hidup berdua rukun aja udah nyaman rasanya," ujar Hera. Valentino tersenyum, namun tentu saja ibunya tak bisa melihat senyum itu. "Aku senang banget karena kalian selalu rukun," ucap Valentino. "Sudah-sudah berhenti membicarakan soal kami. Kamu bagaimana? Kapan kamu menikah? Usia kamu sudah menginjak tiga puluh tahun. Memangnya tidak ada ya wanita yang bisa menarik hati kamu?" tanya Hera. Valentino sebenarnya tak suka dengan arah pembicaraan ibunya ini. Dia sebenarnya juga bosan selalu d
Tak ada yang menyahut ucapan Agusta sama sekali. Mereka semua terdiam. Sebagian karena takut, sebagian lagi karena tak tahu harus bersikap bagaimana. "Kalian semua masih punya mata kan? Bisa melihat dengan jelas kan kalau ada orang lain yang terjatuh di sini? Bisa kan? Tapi kalian malah mengejeknya. Di mana rasa peduli kalian pada sesama rekan kerja kalian?" tanya Agusta tajam. Diana dan Levi saling lirik namun tentu saja mereka tak menjawab sindiran Agusta. Mereka tak mau dipecat hanya gara-gara masalah ini. "Kenapa kalian diam saja?" teriak Agusta kesal karena tak ada satupun dari mereka yang menjawabnya. Valentino memberi isyarat pada Agusta agar tak memperpanjang masalah tersebut. "Kalau kalian tahu dia siapa, kalian pasti tak akan berani menganggunya seperti sekarang," ucap Agusta. Diana mendongak. "Maksud Bapak? Memangnya dia siapa, Pak? Dia cuman karyawan baru bagian produksi yang kerjanya aja lelet," ucap Diana. Agusta menatap tajam Diana. Agusta berjalan mendekati Dia
"Kau tahu, aku ini masih sangat normal, Agusta. Jadi jangan macam-macam!" peringat Valentino.Agusta tergelak."Valen, menurutmu memangnya aku doyan dada rata? Aduh, maaf saja. Aku masih doyan gunung besar," ucap Agusta."Bagus. Karena asal kau tahu saja tipeku cukup tinggi," sahut Valentino.Agusta tertawa."Oh, aku sekarang mengerti kenapa sampai sekarang kau belum memiliki seorang kekasih. Pasti karena tipe yang kau mau itu terlalu tinggi itu. Makanya tak ada yang bisa menarik hati kamu," ucap Agusta."Memang. Aku tentu saja tak ingin menyerahkan hatiku kepada sembarangan wanita. Lagi pula aku juga tak ingin membuang-buang waktuku dengan bersenang-senang dengan wanita yang enggak jelas," terang Valentino.Agusta tersenyum masam. Valentino sedang menyindirnya karena Agusta memang terkenal sebagai seorang player. Dan berkali-kali pria itu terlihat menggandeng wanita yang berbeda hanya dalam beberapa pekan."Kita itu masih muda, man. Tidak masalah kan kalau aku sedang menyeleksi calon
Aryan mengepalkan tangannya untuk menahan rasa kesalnya pada Rosa Melinda.Pemuda itu tak masalah jika dirinya dipanggil dengan sebutan anak kepala pelayan. Baginya itu adalah hal yang biasa saja. Karena dia pun juga tak pernah malu akan profesi ibunya dan memang seorang kepala pelayan."Apakah sedang menjenguk ibu tercinta kamu?" tanya Rosa."Iya, Bu. Baiklah, maaf saya harus permisi karena banyak sekali pekerjaan yang harus saya lakukan."Rosa menjadi tak suka karena melihat ada kesombongan di dalam diri anak kepala pelayan itu."Heh, anak kepala pelayan. Apa kau tak punya sopan santun, hah? Kau datang ke rumahku tanpa permisi kepadaku dan kau pun sekarang seenaknya saja pergi begitu saja."Sriani menahan lengan anaknya agar anaknya itu tidak berbuat yang tidak-tidak. Bagaimanapun juga Sriani mengenal anaknya dengan baik. Dia tentu bisa menduga jika saat ini anaknya sedang mati-matian untuk menahan rasa kesalnya.Sriani menggelengkan kepalanya ke arah Aryan.Aryan mengerti apa yang d
David Araya langsung mendorong Almyra ke dinding dan mengunci tubuh wanita cantik itu.Pria bertubuh padat itu dengan lapar melahap bibir Almyra yang ranum. David tak lupa mengabsen satu per satu gigi yang putih nan rapi milik Almyra.Setelah puas mengeksplor mulut Almyra, David beralih pada leher Almyra dan juga bahunya yang sangat mulus.Namun sayang, sebelum kegiatan panas itu berlanjut ke atas ranjang, David Araya harus mengakhirinya karena ponsel mewahnya yang harganya sama dengan harga motor itu berdering."Oh, shit!" umpat David.Dia menghela napasnya dengan kasar dan bergegas mengambil ponselnya yang dia letakkan di atas meja tamu.Almyra segera merapikan dirinya dan ikut penasaran siapa yang telah menganggu olahraga panasnya dengan David."Iya, Ma. Apa? Sekarang?"David mengambil napas sebelum mengembuskannya dengan perlahan. Rupanya dia harus menunda acara bercintanya dengan Almyra."Maaf, Sayang. Aku tak bisa melanjutkannya. Mama meminta aku untuk segera pulang," ucap David.
Valentino sedang kebingungan sekarang. Dia masih belum keluar dan pergi bekerja karena dia masih agak parno soal Almyra yang tiba-tiba saja kini menjadi tetangganya. Meskipun mereka tidak tinggal di lantai yang sama, Valentino tetap merasa tidak tenang. Kekhawatiran terbesarnya tentu saja berkaitan dengan penyamarannya yang bisa saja terbongkar karena terpergok oleh Almyra. Maka dari itu saat ini dia menunggu Almyra keluar dari unitnya dan pergi dulu ke kantor. Sebagai pemilik gedung Apartemen Gardenia Hills, tentu sangat mudah bagi Valentino untuk meminta anak buahnya mengawasi salah satu penghuni apartemen itu. Valentino tak ingin mengambil resiko karena jika identitas aslinya terbongkar, dia bisa saja gagal untuk mengungkap dibalik kematian ayahnya. Dan Valentino masih belum ingin identitasnya terbongkar. "Tuan, Nona Almyra sudah pergi ke kantor dijemput oleh Pak David," ucap Ruslan. Valentino tak terkejut sama sekali. Dia juga sudah mengetahui jika mereka berdua memang sepasan
"Di mana tetangga baru kamu itu?" tanya David yang melihat ke arah beberapa orang yang sudah hadir di dalam apartemen miliknya yang dia berikan pada Almyra itu. "Sebentar lagi pasti datang," ucap Almyra yakin. David yang melihat kekasih hatinya itu sedang bersemangat karena menunggu kehadiran tetangganya yang mereka temui di lift itu merasa sangat kesal. "Almyra, aku nggak mau ya kamu nanti bikin masalah," ucap David. Almyra menoleh ke arah David. "Masalah apa? Perasaan aku nggak pernah buat masalah sama siapapun deh, Sayang." "Maksud aku, aku nggak mau kamu nempel terus dekat-dekat dengan si pria di lift itu," ucap David. Almyra baru saja menyadari hal yang tidak disangkanya. "Kamu cemburu, Sayang?" tanya Almyra. David menatap Almyra dan memegang dagunya yang lancip namun tetap memesona. "Bukan cemburu lagi. Tapi aku benci jika ada laki-laki yang berusaha mendekati kamu. Aku benci jika kamu dekat dengan orang lain. Jadi jangan coba-coba, Almyra! Karena aku tak akan suka meli
"Tunggu dulu!" ucap David setengah berteriak saat dia melihat Valentino yang akan segera pergi dari acaranya. Valentino membeku di tempatnya. Mungkinkah dia ketahuan? Apakah penyamaran yang baru saja dilakukannya selama satu bulan lebih ini sudah terbongkar? Astaga, dia segera menyalahkan diri sendiri yang sangat bodoh karena mengambil resiko menggunakan nama 'Miller' untuk nama belakangnya. Tapi apakah mungkin David mengetahui jika marga itu adalah marga dari ayah tirinya? Pikiran Valentino sudah tak karuan saat David sampai ke tempatnya berdiri. Namun yang aneh, David malah menyunggingkan senyum ramah kepadanya. Alisnya terangkat sebelah. "Iya, Pak David. Ada apa?" tanya Valentino. "Ah, jangan panggil saya begitu. Panggil saya dengan nama saya saja. Kita sepertinya seumuran," ucap David. Valentino malah semakin ketar-ketir karena David sepertinya mulai mengetahui tentang Valentino lebih detail. "Ah, iya baik," jawab Valentino namun dia masih gelisah. "Oh iya, ada apa Anda ta
Dear, Readers. Terima kasih sudah setia membaca kisah Valentino Araya selama ini. Valentino Araya menjadi salah satu tokoh favorit saya (yah gimana nggak jadi favorit kalau saya sendiri yang menciptakannya) hehe. Ide novel ini tercipta begitu saja dan tidak menyangka jika ternyata banyak yang merelakan waktu dan juga koinnya untuk membaca kisah ini. Sungguh saya tidak pernah menduganya. Mohon maaf jika masih banyak sekali typo.Tapi jangan khawatir, akan segera direvisi agar nyaman dibaca. Season 1 dari Sang Miliarder yang Tersembunyi telah selesai ya readers. Saya akan kembali untuk season 2 ya readers, tapi kemungkinan tidak akan secepat season1 updatenya. Terima kasih,
Beberapa orang terlihat berdiri karena terlalu terkejut sedangkan beberapa lainnya masih duduk dengan ekspresi yang mulai terlihat sangat takut. Mereka saling melihat kearah orang-orang di sekitar mereka karena takut jika mereka duduk disekitar orang yang menjadi pembunuh Misky itu.Ferisha masih terlihat sangat tenang sekali tanpa apa rasa takut sedikitpun. Dia juga telah memerintahkan mantan anak buahnya dan juga bersama-sama dengan polisi untuk menangkap pembunuh itu di gedung itu."Tak perlu khawatir. Pembunuh itu sudah diawasi dengan ketat oleh banyak polisi yang ada di sini jadi Anda tidak perlu mencurigai orang-orang di sekitar Anda," lanjut Valentino.Aryan menatap sahabatnya itu dengan bingung tapi dia tidak mengucapkan apapun.Valentino mengangguk pada Ruslan. Ruslan langsung mengangguk pada ada polisi yang juga berdiri di sampingnya.Petugas polisi itu kemudian mendekat ke arah Aryan."Pak Aryan, Anda ditangkap atas pembunuhan ter
Valentino telah yakin atas apa yang dia lakukan. Ferisha memang tidak memberitahu dirinya mengenai kecurigaan istrinya itu pada salah satu orang yang dianggap benar-benar melakukan pembunuhan itu.Akan tetapi dia ingin mengalihkan pikirannya dulu dan berujar, "Aryan, bersiap-siaplah karena aku akan segera melantik dirimu menjadi direktur pemasaran."Aryan mengangguk kemudian dia keluar dari ruang kerja Valentino. Pria itu tersenyum dan berjalan kembali menuju ruangannya.Setelah pria itu keluar dari ruang kerjanya, Valentino menghubungi istrinya dan mengatakan akan pulang dengan cepat.Ferisha telah menyiapkan makanan untuk sang suami. Saat Valentino di apartemen mereka, dia itu langsung menghambur ke pelukan istrinya."Hei, apakah kau terlalu merindukan aku sampai kau memelukku seperti ini?" tanya Ferisha sambil mengusap punggung suaminya itu.Ferisha melepaskan pelukannya dan menatap suaminya yang terlihat cukup sedih itu."Apa yang
Malam itu Ferisha menemani suaminya hingga suaminya itu bisa tertidur pulas di tempat tidur mereka. Ferisha tidak langsung tidur cantik langsung saya menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai kasus pembunuhan terhadap Misky. Wanita itu sedang hamil besar dan kehamilannya telah mencapai usia tujuh bulan. Usia kehamilan yang sudah memasuki usia tua karena sebentar lagi dirinya akan segera melahirkan. Akan tetapi, semangatnya untuk mengungkap kasus itu tidaklah sirna karena dia telah mencurigai seseorang yang mungkin saja menjadi pelaku utama dalam kasus pembunuhan itu. Dia sangat yakin dugaannya itu benar karena banyak hal yang mencurigakan tentang orang itu. Ferisha hanya tidak ingin menyesal di kemudian hari karena tak bisa mengungkap kasus pembunuhan itu. Dia tidak bisa menolong sahabatnya, Almyra saat itu. Dan bahkan dia juga tidak bisa menyelamatkan Misky, suami Almyra. Jadi satu-satunya cara untuk menebus rasa bersalahnya terhadap
Meskipun perkataan Bara dan argumen Valentino dan juga Aryan cukup terdengar meyakinkan, Misky belum bisa mempercayai sepenuhnya dan kemudian dia kembali mencari Stefan Aditama di sekitar daerah tempat dia menemukan Bara. Dia kembali menelusuri apartemen mewah di sekitar tempat itu tapi sayangnya dia tidak menemukan apa-apa.Misky mulai frustrasi ketika hingga hampir satu minggu lamanya setelah kematian Bara, Misky belum juga menemukan setitik terangkan mengenai keberadaan Stefan. Pria itu pintar sekali menyembunyikan dirinya hingga bahkan ketika Valentino mengarahkan semua anak buahnya untuk mencari Stefan, tetap tak ada hasilnya.Misky merasa tidak bisa membalas dendamnya pada pria itu dan langsung saja dia pergi ke makam istrinya.Saat itu sudah sore dan Masih banyak orang yang sedang mengunjungi pemakaman tersebut.Misky terduduk di makam istrinya itu dan dia malah kembali teringat semua kejadian yang telah dia alami. Dia merasa menjadi pria paling sial
Warning! Terdapat adegan kekerasan yang mungkin tidak membuat nyaman, jadi bijaklah dalam membaca. Bara masih belum juga menyerah padahal dia sudah hampir kehabisan napasnya karena terus-menerus berlari tanpa henti. Pada akhirnya Misky tetap saja berhasil mobilnya di depan pemuda itu dan kemudian turun dari mobilnya dengan wajah yang masih tenang. "Kau mau lari ke mana lagi?" Misky bertanya sambil minum susu kotak dengan santainya tanpa menoleh pada Bara yang sudha pucat pasi. "Kenapa kau mengejarku?" tanya Bara mencoba untuk mencari peruntungannya berharap jika mereka tidak mengetahui jika dirinya yang telah membunuh Almyra. Misky tersedak saat minum susu itu dan kemudian melempar kotak susu yang hampir habis itu ke tempat sampah. Saat dia berhasil memasukkan susu kotak itu dia pun berseru, "Wow. Aku hebat, bukan?" Bara menggelengkan kepalanya seakan pria yang sedang ada di depannya itu sudah gila karena bisa-bisanya ma
Misky dengan mudah bisa mendapatkan informasi mengenai Bara Ali yang telah membeli apartemen mewah itu dengan namanya sendiri.Misky sungguh berpikir itu adalah suatu kebodohan terbesar yang pernah dilakukan oleh Bara. Dia benar-benar bingung kenapa kecerobohan yang fatal seperti ini malah dilakukan oleh Bara.Entah karena Bara yang terlalu bodoh tahu mungkin memang dia yang terlalu meremehkan Misky hingga tak mengira mereka bisa menemukan dia.Misky lebih mempercayai kedua alasan itu sekaligus.Ruslan yang menemani pria itu juga merasa sangat bersemangat karena sebentar lagi mereka akan segera menemui Bara, pria yang telah dengan sengaja membunuh Almyra dengan tangannya sendiri."Jangan gegabah!" ucap Ruslan yang mencoba untuk memperingatkan Misky pria itu tetap lebih berhati-hati karena mereka belum tahu apakah Bara memiliki anak buah yang melindunginya atau hanya sendirian saja."Iya, aku tahu. Aku juga tak ingin mati konyol sebelum membala
Bara telah menemukan tempat tinggalnya yang baru dan kemudian segera minta anak buahnya untuk menyiapkan tempat itu.Pria itu takkan pernah memaafkan temannya itu karena lebih membela orang yang tidak dikenalnya dibandingkan dengan dirinya sendiri. Almyra bukankah teman dekat mereka dan mereka hanya mengenal dari situ sebagai kekasih David tanpa pernah terlalu sering terlibat dengannya.Namun Stefan malah membelanya mati-matian hingga membuat hubungan mereka semakin memburuk. Bara masih tidak habis pikir bagaimana bisa dia menyalahkan dirinya tentang penembakan itu padahal Stefan juga menginginkan mereka semua mendapatkan balasan atas perbuatan mereka terhadap David dam kepada mereka sendiri. Tapi anehnya pria itu malah mengecam perbuatannya pada Almyra.Bara tidak bisa menerima semua itu dan dia bahkan tidak menjawab panggilan dari Stefan yang sudah berkali-kali menghubungi dirinya. Pria berambut cepak itu benar-benar telah mengabaikan Bara sepenuhnya dan tak i
Misky mendekatkan dirinya ke arah istrinya itu dan kemudian dia mendengar istrinya berkata, "Bunuh mereka."Misky membeku di tempatnya. Dia kembali menatap istrinya yang menangis dan mulai terlihat semakin lemah tapi dia tetap memaksakan dirinya untuk tetap berusaha mengeluarkan suaranya.Misky mendengar Almyra kembali berkata, "Bunuh mereka. Bunuh mereka untukku, Misky."Wanita itu pun memandang sang suami secara lekat lekat dan kemudian menutup matanya secara perlahan. Almyra mengembuskan napas terakhirnya di dalam mobil ambulans itu.Misky yang melihat istrinya itu sudah udah tak bernyawa hanya bisa menangis frustrasi dan tak henti-hentinya mengecup tangan istrinya dengan rasa sedih yang luar biasa.Ketiga tak bisa berbuat apa-apa karena memang Almyra sudah benar-benar pergi. Peluru itu menembus jantungnya dan tak mungkin bisa dikeluarkan. Perdarahan pun yang terjadi cukup fatal hingga membuat wanita itu tak bisa bertahan. Meskipun mereka tiba t