Di bawah tekanan kuat dari semua orang, Raditya hanya bisa menundukkan kepalanya, meminta maaf kepada Arjuna, kemudian ...."Guk, guk, guk!""Mirip sekali!""Hahaha! Kurasa Raditya mungkin memang seekor anjing di kehidupan sebelumnya."Ketika Arjuna membawa iga pulang, dia mendengar suara tiruan anjing menggonggong dan suara tawa di belakangnya.Di tengah kerumunan yang tertawa, Raditya melihat punggung Arjuna dengan tatapan tajam.Kamu tunggu saja, Arjuna!'...Daisha tidak tahu cara memasak iga, jadi Arjuna yang menjadi koki untuk malam ini.Aroma yang menggugah selera terus tercium dari dapur.Daisha mencium aroma harum sambil menatap Arjuna yang sedang sibuk di depan kompor. Rasa bahagia muncul di hatinya."Kak Arjuna!"Hari ini Arjuna mengundang keluarga Arkana untuk makan bersama. Begitu mereka tiba di rumah Arjuna, Naya bergegas ke dapur karena mencium aroma makanan lezat. Dia bertanya apa yang sedang Arjuna masak.Melati menggelengkan kepalanya. "Gadis ini makin tidak terkendal
Arjuna tidak mengantar pada hari pertama, jadi dia pikir Arjuna akan mengantarkannya pada hari kedua.Alhasil, pada hari ketiga, keempat, kelima, Arjuna tak kunjung datang.Sebelumnya di rumah Shaka, dia mengatakan Arjuna tidak berguna. Sekarang seingin apa pun, Oki tak bisa menurunkan harga dirinya untuk pergi meminta."Aku cerewet? Memangnya mendidik cucu seperti itu salahku?"Ranjani menjadi lebih marah."Kenapa bukan salahmu? Dulu aku menyuruhmu untuk jangan terlalu jahat padanya.""Jahat? Aku?"Ranjani dan Oki berdebat tanpa henti....Setelah makan malam, Arkana dan keluarganya kembali ke rumah. Disa dan Daisha berada di dapur, bergumam untuk waktu yang lama, tidak kunjung keluar.Wanita banyak bicara, tetapi Arjuna tidak peduli. Dia mengatakan sesuatu kepada dua saudara perempuan di dapur, lalu keluar.Magano bilang, dia menemukan sebuah danau baru dan meminta Arjuna untuk pergi melihat apakah kualitas ikan di danau itu bagus.Ketika Arjuna pulang, rumah sudah sepi. Kedua istrin
"Tuan ...."Suara menawan dan malas keluar dari bibir merah muda Daisha, tangan halusnya tiba-tiba melingkari leher Arjuna.Hampir tidak ada jarak di antara mereka.Arjuna dapat dengan jelas merasakan lekuk tubuh Daisha.Jakunnya naik turun, tatapannya menggelap.Dia menghentikan tangan Daisha yang hendak menyentuhnya secara asal, kemudian menggendong Daisha ke tempat tidur. "Jangan bergerak, aku akan menggendongmu."Begitu Daisha diletakkan di atas tempat perapian, tangannya kembali melingkari leher Arjuna.Tarik ini menyibak sebagian dalaman Daisha.Arjuna merasakan darah panas mengalir deras ke kepalanya. Dia mengangkat dagu Daisha, lalu berkata dengan suara serak. "Daisha, apakah kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan?"Daisha tersipu, tatapannya yang mabuk melengkung malu. "Aku tahu, Kak Disa bilang, aku harus memberi Tuan anak."Ternyata kedua gadis itu berbisik-bisik hari ini dan pergi minum-minum karena masalah ini.Arjuna melepaskan Daisha, lalu berbaring di sampingnya. Dia me
Tidak apa-apa jika orang-orang itu meminta Arjuna untuk menerima wanita lain, tetapi kedua istrinya juga berharap demikian."Apakah kalian tidak cemburu?" Arjuna memelotot marah pada dua wanita yang ada di belakangnya."Cemburu?" Disa dan Daisha saling melirik, lalu menutupi wajah mereka dan tertawa. "Tuan, entah kamu tidak mengingat atau hanya mencoba menghibur kami. Wanita mana yang akan cemburu pada hal seperti ini? Siapa pun ingin tuannya menambahkan beberapa saudari untuk mereka."Arjuna tampak bingung. Apakah dia melupakan kebiasaan sepenting ini?Setelah memahami, Arjuna akhirnya mengerti mengapa kedua saudari ini ingin dia menikahi lebih banyak istri.Bagi pria Kerajaan Bratajaya, makin banyak istri yang dia miliki, maka makin hebat dia. Terutama pada saat situasi yang kurang baik ini.Oleh karena itu, di Kerajaan Bratajaya, jumlah istri yang dimiliki seorang pria telah menjadi label untuk mengukur apakah seorang pria hebat atau tidak.Misalnya, jika Arjuna menikahi lima atau e
Ada tiga baris gadis berbaris rapi. Jumlahnya tidak kurang dari dua puluh orang.Dilihat sekilas, meskipun mereka semua kurus dan mengenakan pakaian linen kasar, mereka masih muda, segar dan cantik.Walaupun Kerajaan Bratajaya adalah negara miskin, harus diakui bahwa gadis-gadis di tempat ini cantik-cantik.Sejak tiba di kerajaan ini, Arjuna belum pernah melihat wanita jelek.Menghadapi wajah-wajah muda dan tatapan-tatapan yang penuh semangat, Arjuna tidak tahu harus bagaimana memilih.Aish ... sudahlah.Arjuna berencana memilih dua atau tiga gadis secara acak.Setiap kali Arjuna melewati seorang gadis, gadis yang tidak terpilih itu akan menangis.Arjuna tidak tega sehingga dia berbalik untuk memilih, tetapi gantian gadis di depannya yang menangis.Pada awalnya, mereka hanya terisak pelan. Namun, karena banyak orang yang terisak, mereka pun langsung menangis dengan keras.Seketika, halaman rumah Arjuna dipenuhi tangisan.Arjuna benar-benar pusing. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana m
"Tante, aku tidak bisa menerimanya sebagai istriku. Aku ...."Ketika wanita itu mendengar Arjuna mengatakan tidak akan menerima, dia langsung tak ingin mendengar lagi."Meskipun putri kedelapanku kurus, dia memiliki bokong yang besar, pasti bisa melahirkan anak laki-laki." Sambil berbicara, wanita itu mulai menanggalkan pakaian putrinya.Bukan hanya pakaian luar, pakaian dalamnya pun akan dilepas.Dengan kondisi keluarga mereka, kalau Arjuna tidak memilihnya, sekalipun gadis itu cukup beruntung untuk mendapat suami pada musim semi tahun depan, dia pasti akan diceraikan oleh suaminya dengan alasan apa pun."Hei, jangan begini." Arjuna buru-buru menghentikan wanita tua itu. Jika seorang gadis yang belum menikah melepas pakaian dalamnya di depan umum, maka reputasinya akan tercoreng."Kalau begitu, apakah kamu sudah mau menerima Putri Delapan-ku, Arjuna?" Wajah wanita itu tampak penuh harap."Baiklah, aku terima ...."Sebelum Arjuna menyelesaikan perkataannya, beberapa wanita menarik putr
Tidak seorang pun yang percaya dengan kata-kata Arjuna.Meskipun penghasilan Arjuna besar, menafkahi lima puluh orang lebih terasa mustahil.Tadi Arjuna bicara baik-baik, keluarga gadis-gadis itu tidak mau memakaikan kembali pakaian anak mereka.Sekarang Arjuna tidak lagi membujuk, mereka malah dengan cepat memakaikan pakaian putri mereka, kemudian membawa putri mereka keluar.Dari orang dewasa hingga anak gadis, semuanya merasa patah semangat.Raditya membawa sekelompok orang untuk melontarkan komentar-komentar sinis di luar rumah Arjuna.Ada yang mengatakan bahwa Arjuna pelit.Ada pula yang mengatakan bahwa Arjuna hanya ingin memamerkan kekayaannya, sebenarnya dia tidak mempunyai uang.Bahkan ada yang mengatakan bahwa Arjuna tidak mampu sebagai pria sehingga dia tak berani menikahi banyak istri.Pernyataan-pernyataan sarkastik makin banyak dan makin kasar.Setelah mengejek Arjuna, mereka mulai menertawakan orang-orang yang membawa anak perempuan mereka ke rumah Arjuna."Hei, apakah k
Wanita tadi berlari ke depan Arjuna, lalu dia berlutut."Arjuna, tadi kamu bilang akan menerima semua gadis ini. Kamu tidak boleh menarik kembali kata-katamu.""Tidak akan. Selama mereka bersedia tinggal, aku akan menerima mereka semua," ujar Arjuna sembari memberi isyarat kepada Disa untuk memapah wanita itu berdiri.Wanita itu menolak untuk berdiri. "Arjuna, aku tahu kamu adalah orang baik, tapi kata-kata saja tidak cukup."Arjuna menoleh, kemudian berkata kepada Daisha, "Daisha, pergi ambil kertas, tinta dan kuas."Meskipun Daisha tidak mengerti apa tujuan Arjuna, dia segera mengiakan, lalu melakukan apa yang diminta Arjuna."Bu." Arjuna menunjuk Daisha yang datang membawa kertas, tinta dan kuas. "Ini istriku. Aku memintanya untuk menulis surat jaminan. Dia akan menulis nama putrimu dan membuat dua salinan. Kita masing-masing mendapat satu lembar. Kamu sudah bisa tenang, 'kan?""Oh, menantuku!" Wanita itu segera mengubah cara panggilnya. Dia menarik putrinya, bersujud kepada Arjuna,
Andi tidak melarang Firhan. Dia ingin Danis mendengarnya. Betapa konyolnya Danis menggunakan Arjuna.Danis berdiri dengan tenang tanpa ekspresi, dia tidak senang maupun marah. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana suasana hatinya saat ini.Akan tetapi, bohong jika mengatakan bahwa dia tidak khawatir."Yang Mulia, suruh para prajurit mundur ke depan perkemahan pemanah, bagi mereka menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama gunakan perisai untuk melindungi para pemanah, suruh para pemanah terus menembak. Kelompok kedua gunakan pedang untuk menggali zona isolasi di tempat.""Zona isolasi yang aku tandai di meja pasir. Lebarnya sekitar dua setengah meter."Arjuna memberi isyarat dengan tangannya. Dia tidak menandai lebarnya di atas meja pasir karena dia tidak menyangka Firhan akan datang membawa pasukan."Kelompok terakhir, bawa orang yang terluka turun dengan tertib."Mendengar suara Arjuna yang mendesak, tetapi tenang, ekspresi Danis yang awalnya tidak menunjukkan emosi pun, menunjukkan
Danis melambaikan tangannya. "Bercanda atau bukan, aku bisa tentukan sendiri."Ketika Danis melihat Arjuna memimpin sekelompok wanita, dia juga merasa gelisah.Namun, jangan mempekerjakan orang yang kamu ragukan, jangan meragukan orang yang kamu pekerjakan. Itu adalah prinsipnya.Arjuna mengangkat tangannya.Melihat gerakan Arjuna, Disa yang memimpin tim pun berteriak, "Semuanya, berhenti!"Gadis-gadis itu segera berhenti bergerak maju, mereka berdiri tegak dalam lima baris.Meskipun mereka semua perempuan, Eshan merasa jauh lebih nyaman melihat mereka daripada tiga ribu prajurit pria yang dipimpin oleh Firhan.Selama beberapa hari terakhir, Arjuna meminta gadis-gadis itu untuk melakukan tiga hal: menggali lubang, berbaris, serta melempar karung pasir.Danis juga merasa sangat tertarik.Memimpin sekelompok wanita saja sudah cukup aneh, perintah formasinya juga aneh.Namun biarpun anehnya, formasi dan perintahnya membuat seluruh tim terlihat sangat energik.Jika wanita saja bisa begitu
"Oke." Danis menyerahkan lencananya kepada Arjuna. "Mulai sekarang, prajurit penjaga Kota Perai berada di bawah komandomu!"Mata Andi dan Firhan membelalak. Melihat lencana itu bagaikan melihat Danis sendiri.Dengan adanya lencana tersebut, Arjuna tidak hanya dapat memimpin prajurit penjaga Kota Perai, tetapi juga Pasukan Serigala yang melindungi Bratajaya."Yang Mulia, aku tidak membutuhkan lencanamu. Tidak butuh prajurit penjaga Kota Perai untuk menyerang bandit."Arjuna berkata sambil berlari menuruni gunung. "Disa!"Setelah Andi menyerahkan tugas menumpas bandit kepada Firhan, Arjuna meminta Disa untuk membawa seratusan gadis tersebut untuk beristirahat di kaki gunung."Arjuna!"Melihat Arjuna yang berlari menjauh, Eshan begitu cemas hingga ingin menghentakkan kakinya.Anak bodoh, lencana Marsekal Agung adalah benda yang agung. Biarpun lain kali harus dikembalikan, setidaknya Arjuna pernah memegang lencana Marsekal Agung dan memimpin tiga ribu prajurit penjaga Kota Perai. Dia bisa
"Arjuna? Dia hanya seorang pelajar, bagaimana mungkin dia punya ide? Apa idenya? Menggunakan kendi-kendi anggurnya?"Firhan berlidah tajam. Jangankan ketika dia tidak percaya bahwa Arjuna punya ide, seandainya Arjuna benar-benar bisa menangani situasi ini, Firhan tidak mungkin membiarkan Arjuna melakukannya.Dia, seorang kapten yang membawa tiga ribu prajurit, membiarkan seorang pelajar membantunya. Bukankah hal itu akan menjadi lelucon?Selain itu ....Firhan merasa sedikit gelisah.Walaupun Arjuna tidak mungkin bisa menangani situasi ini, anak itu sangat licik.Firhan sudah menyaksikannya sendiri ketika dia dan Fauzi pergi ke Desa Embun untuk menangkap Arjuna.Arjuna jelas-jelas baru belajar selama dua bulan, tetapi dia menduduki peringkat teratas. Arjuna jelas-jelas masih muda, tetapi dia telah membaca lebih banyak buku daripada Bima. Arjuna jelas-jelas seorang pelajar yang lemah, tetapi dia dapat menghindari penangkapan para polisi.Bila hal ajaib terjadi pada anak itu lagi. Bila A
Ratusan prajurit yang sekujur tubuhnya terbakar berguling-guling, berlarian kesakitan. Sedangkan prajurit yang tidak terbakar berlarian kembali.Di tengah kekacauan, banyak prajurit yang berlarian terjatuh sehingga terinjak.Mayoritas orang bukan mati terbakar atau tertembak panah dari bandit, tetapi mati terinjak oleh rekannya sendiri."Saudara-saudara yang tidak terluka, cepat berdiri, bunuh bajingan-bajingan itu!"Di Kampung Seruni, Naga Bermata Satu berteriak dengan keras."Bunuh bajingan-bajingan itu.""Lepaskan anak panah!"Anak panah yang tak terhitung jumlahnya ditembakkan dari benteng gunung."Dorong batu!"Satu demi satu batu besar berguling turun dari kampung.Anak panah yang tadi ditembakkan oleh para prajurit kini menjadi sumber anak panah bagi para bandit.Batu-batu tembok kampung yang runtuh berubah menjadi batu-batu yang tak habis digunakan."Saudara-saudara, ikut aku!" teriak Rajo, lalu mendorong kereta bola api untuk mendobrak gerbang desa yang telah terbakar hingga m
Pada saat ini, di Kampung Seruni yang Firhan bilang akan dia hancurkan."Rizal!" Melihat batu-batu yang jauh lebih akurat dan kuat dari sebelumnya, Galih mengangkat kepalanya, lalu bertanya dengan suara keras. "Apakah mereka mendorong katapel lebih dekat?""Ya, Tuan. Mereka dorong setidaknya sepuluh meter lebih dekat." Suara Rizal terdengar dari atas gua."Bagus!" Mata Galih tiba-tiba berbinar. "Bunuh mereka semua!""Tidak masalah, Tuan. Lihat aku.""Wusss, wusss, wusss!"Satu demi satu anak panah yang cepat dan kuat melayang melewati atas kepala Galih."Bagus sekali! Selanjutnya kita tinggal menunggu Tuhan."Galih mengangkat tangannya, membiarkannya tergantung di udara.Dua menit kemudian, senyum muncul di sudut mulutnya, lalu sedikit demi sedikit melebar."Arah angin telah berubah, arah angin telah berubah.Galih memandang gerbang desa yang masih terbakar, tembok desa yang telah hancur berkeping-keping, serta suara-suara teriakan yang makin dekat. Senyum di wajahnya pun berubah menja
Naga Bermata Satu memimpin sebagian besar bandit untuk menjaga gerbang desa, serta membunuh prajurit yang memanjat ke atas menggunakan tangga.Di udara, anak panah yang melesat dari gunung bagaikan bunga yang disebarkan oleh para peri.Dengan adanya perisai, panah-panah itu tidak menyebabkan banyak kerusakan pada Naga Bermata Satu dan anak buahnya.Akan tetapi ....Batu yang dilemparkan dari katapel berbeda. Tidak hanya lebih akurat dari sebelumnya, tetapi juga jauh lebih kuat. Batu-batu berjatuhan, menghancurkan gerbang desa satu demi satu.Bagaimanapun, mereka adalah bandit yang menguasai pegunungan dan memiliki perisai yang terbatas. Sebagian besar digunakan untuk menangkis anak panah yang jatuh dari langit. Tanpa gerbang desa sebagai penutup, mereka akan menjadi sasaran hidup.Kampung Seruni tidak mampu menahan serangan Firhan, hampir tidak memiliki kemampuan untuk melawan."Bunuh mereka!"Suara pembunuhan di kaki gunung makin keras dan makin dekat.Tampaknya Kampung Seruni akan di
Komandan pertahanan kotanya tidak kalah dari para prajurit Marsekal."Yang Mulia!"Sebelum Firhan menjawab Andi, wakil jenderalnya berlari mendekat. Wakil jenderal itu diselimuti kabut hitam dan asap, tampak sangat mengenaskan."Para bandit tidak menembakkan anak panah atau mendorong batu kali ini. Mereka melempar bola api yang menyala dari gerbang benteng. Semua prajurit terbakar. Kita menderita kerugian besar, tidak dapat menyerang lagi!""Bola api?" Firhan mengerutkan kening, lalu menggertakkan giginya sambil berujar, "Bandit sialan, licik sekali!"Ketika Firhan datang untuk menumpas para bandit beberapa kali sebelumnya, Galih tidak pernah menggunakan serangan api. Jadi, Firhan belum pernah melihat trik ini."Ah!""Ahhh!"Teriakan terus terdengar di atas gunung."Firhan, apa yang terjadi? Bukankah kamu bilang padaku bahwa kamu sangat yakin kali ini?" Andi murka."Marsekal sedang mengawasi. Firhan, kamu hanya boleh berhasil kali ini, tidak boleh gagal.""Yang Mulia, jangan khawatir.
Saat Andi dan Firhan berbicara, mereka sengaja melirik prajurit tua yang sedang merebus air.Apa yang mereka katakan sebenarnya ditujukan kepada si prajurit tua.Prajurit tua itu tidak mendongak, dia hanya fokus memasak air dengan kepala menunduk.Dari sudut yang tidak terlihat oleh Andi dan Firhan, senyum acuh tak acuh muncul di wajah prajurit tua tersebut.Gaya serangan Firhan memang membuat Naga Bermata Satu lengah.Di Kampung Seruni, terjadi kerugian besar. Hampir seratus orang tewas atau terluka.Hanya ada tiga ratusan orang di seluruh Kampung Seruni.Hal yang paling parah adalah batu-batu yang dilempar katapel membuat tembok desa berlubang-lubang.Tanpa perlindungan tembok desa, itu seperti kehilangan baju zirah di medan perang, nyawa bandit-bandit bisa terancam kapan saja."Wusss, wusss, wusss!"Pelemparan batu berhenti, tetapi anak panah tidak berhenti. Anak panah masih berjatuhan ke Kampung Seruni dari langit bagaikan bunga yang ditebarkan oleh para peri."Gawat!" Galih berter