#30HariMenulisNovelBatch5
#Day4#SangKupuKupuMalam#Part3Sub judul: Lelaki Misterius
Genre: Romance sadNama: Rita Juwita Jumkat: 985Jam menunjukkan sembilan pagi. Ayu masih saja bergeming di tempat tidur. Rasa lelah, muak dan sedih bercampur menjadi satu. Kantuk sudah hinggap sedari tadi. Namun, wanita cantik itu masih sulit untuk memejamkan matanya. Dia masih terus memikirkan ucapan Agni. Bagaimana perasaan anak gadisnya selama ini? Apakah tersiksa seperti yang dia rasakan?
Ayu menyandarkan kepalanya ke kepala ranjang. Memejamkan matanya, setetes air mata jatuh membasahi bajunya. Dadanya terasa sesak. Tak ada yang lebih menyakitkan dari ini selain melihat air mata yang jatuh dari netra indah putrinya.
Ayu tidak mungkin meninggalkan pekerjaan ini. Meski pun ini sebuah dosa besar, kotor dan hina, biarlah. Toh, semenjak dia memutuskan untuk mengambil jalan pintas ini, dia sudah tahu resiko apa yang akan dia hadapi di kemudian hari.
Ayu membuka kembali matanya. Sekelebat wajah tampan pria itu menghantui dirinya. Ada yang berbeda darinya. Entah apa.
Ucapan lelaki yang bernama Bram itu masih terngiang di telinga Ayu.*****
Flash back
Di dalam mobil keheningan menyeruak di antara mereka. Ayu setia dengan segala lamunannya, pun dengan Bram. Lelaki itu merasa sulit sekali berucap kala di dekat Ayu. Wanita yang berhasil mencuri perhatiannya. Di usianya yang sudah 35 tahun, Bram masih betah hidup sendiri. Sudah berapa puluh kali orang tuanya memintanya untuk segera menikah. Entah lah, dia masih enggan untuk membuka hati.
"Loh, kok kamu tahu jalan menuju ke rumahku? Bukan kah aku belum memberitahumu," tanya Ayu seraya menoleh ke arah Bram.
Wanita itu menyadari kalau Bram sepertinya sangat hafal jalan menuju rumahnya. Sebab, sedari tadi Bram tidak salah belok jika ada pertigaan. Lelaki itu tersenyum seraya menoleh ke arah Ayu.
"Aku tahu semua tentangmu, Yu. Aku hebat bukan? Bisa mengetahui segalanya meski pun kita baru bertemu semalam," sahutnya ringan.
"Apa yang kau tahu tentang diriku?" tuntut Ayu. Wanita itu benar-benar merasa aneh dengan sikap Bram.
"Sudah kubilang segalanya. Jangan bertanya apa pun lagi!" ucapnya tegas.
"Sungguh kau tak mengenaliku, Mudah Ayunda?" tanya batin Bram.
Mereka terdiam. Tak ada yang memulai percakapan lagi. Ayu larut dalam perasaannya. Merasa ada yang janggal dengan diri Bram. Bagaimana mungkin lelaki itu tahu segalanya? Padahal mereka baru saja bertemu.
******
Ayu meraih kembali kesadarannya saat ponselnya bergetar. Diambilnya benda itu yang berada di atas nakas. Dilihatnya ada pesan yang masuk dari nomor tak dikenal. Ayu mengeryitkan dahinya seraya berpikir keras. Siapa yang mengirim pesan. Lantas Ayu membuka pesan tersebut.
"Nanti malam aku tunggu di kelab." Isi pesan tersebut.
Ayu tak membalasnya. Biarlah nanti dia juga akan tahu siapa yang mengajaknya bertemu. Lebih tepatnya siapa yang akan menggunakan jasanya nanti malam. Ayu beranjak dari ranjangnya. Membuka laci yang berada di samping tempat tidur. Meminum vitamin agar kondisinya kembali fit.
Dia sudah tua, staminanya benar-benar sudah berkurang. Maka dari itu, Ayu dan Marta rutin pergi ke dokter untuk berkonsultasi sekaligus membeli pil kontrasepsi. Betapa tersiksanya mereka selama ini. Harus menjaga kesehatan, kecantikan dan bentuk tubuh agar para lelaki be-ja-d itu melirik mereka.
Ayu kembali ke atas ranjang. Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang lelah. Setiap kali tertidur, Ayu selalu berharap ini hanyalah mimpi buruk dan ketika dia tebangun semua akan kembali baik-baik saja.
Suami yang selalu bersikap hangat, Agni yang selalu ceria dan dirinya yang selalu tersenyum manis. Hari-hari di mana dia disibukkan hanya mengurus rumah, suami dan anaknya. Bukan menjalani kehidupan yang gelap dan kotor seperti ini.
Sebab terlalu lelah, perlahan mata Ayu menutup rapat. Dengkuran halus keluar dari mulutnya. Wanita itu meringkuk di balik selimut. Semoga kehidupan indah segera menghampirinya. Doa yang dia langitkan tak pernah berubah sedari dulu.
Di kamar bercat biru langit dan beberapa hiasan yang menghiasi dinding kamar itu, Mudah Ayunda--sang pemilik kamar sedang mematut dirinya di cermin. Raut wajahnya datar, berkali-kali dia mengembuskan napas pelan. Ini sungguh memuakkan. Setiap malam, dia harus memakai pakaian yang terbuka dan hight heels yang menyakiti tumit kakinya. Jangan lupakan wajahnya yang sudah cantik itu harus diberi sedikit sentuhan make up.
Meski sudah sepuluh tahun lamanya dia menjalani profesi ini, tetapi setiap akan berangkat ke kelab, wajah Ayu akan datar atau mendung seperti itu. Dia akan lama berdiri di depan cermin untuk berlatih tersenyum. Ya, senyuman menggoda tentunya.
"Semua lelaki sama saja! Tak bisa melihat yang bening sedikit saja langsung terpikat. Aku sebenarnya muak melihat wajah kalian yang tampak tak merasa berdosa telah mengkhianati perempuan yang sudah setia membersamai langkah kalian," gumamnya seraya tersenyum miring.
Ayu segera mengambil tas yang sudah dia siapkan di atas ranjang. Lantas berjalan dengan begitu anggunnya. Kali ini dia takkan berpamitan pada putrinya. Luka Agni masih menganga dan basah. Biarlah dia berangkat tanpa diketahui gadis itu. Jika dia berpamitan, maka Ayu serupa menaburkan garam pada luka anaknya.
Ayu mengunci pintu lalu berjalan ke arah gerbang. Menunggu taksi yang akan melintasi rumahnya. Samar-samar Ayu melihat mobil yang menuju ke arahnya dan tepat berhenti di depannya.
"Kau!" ucap Ayu terkejut saat seseorang dari dalam menurunkan kaca mobilnya.
"Mengapa kau melotot seperti itu? Aku bukan hantu. Kau tak lihat kalau aku sudah sangat tampan seperti ini?" guraunya tersenyum kecil. Bram keluar dari mobil mewahnya lantas berjalan menghampiri Ayu.
"Kenapa kau ada di sini?" tanyanya ketus.
"Kenapa memangnya? Kenapa kau tak membalas pesanku?" Bram ganti bertanya.
Kini Ayunda tahu siapa pemilik nomor itu. Ternyata lelaki yang sudah berhasil menelusup ke celah-celah hatinya. Jantung Ayu berdetak lebih kencang saat Bram merapatkan tubuhnya. Aroma tubuh Bram membuat badan Ayunda terasa menggigil. Tanpa sadar, jemari Ayu sudah basah karena keringat dingin. Aroma maskulin dari tubuh Bram benar-benar membuat darah Ayu berdesir hebat.
"Sadar Ayu! Dia tak lebih dari lelaki be-ja-d yang hanya memandang rendah wanita sepertimu," batin Ayu mengingatkan.
Tangan Bram merapikan anak rambut Ayu yang tertiup angin. Hangat napas keduanya menerpa wajah. Ada seulas senyum yang Ayu lihat. Jemari Bram masih betah bermain-main dengan rambut Ayu.
"Apa kau tidak kedinginan?" tanyanya tiba-tiba.
"Aku ... aku sudah biasa seperti ini. Bahkan kau pasti sering melihat wanita yang lebih seksi dariku," sahutnya dengan gugup.
"Bahkan, kau pasti sering menci--"
"Jangan sok tahu!" potong Bram cepat. Lelaki itu menghentikan aktivitas jemarinya. Lantas meraih jemari Ayu untuk mengikuti langkahnya masuk ke dalam mobil.
Mereka memasuki mobil dan Bram segera melajukan kendaraannya. Memecah jalanan yang sudah cukup lenggang. Mungkin sebagian orang sedang mengatur posisi untuk tidur. Namun, pada jam menuju tengah malam, Ayu harus bergegas keluar untuk mencari rezeki. Ya, meskipun cara yang dia pakai salah adanya. Ayu tak peduli! Dia seorang ibu yang harus bekerja keras untuk masa depan putrinya. Kalau tidak begini, dia bisa apa? Menjadi buruh cuci, tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupnya. Apalagi hidup di kota besar seperti Jakarta. Biarlah orang menganggap dia sebagai wanita murahan, karena memang itu benar adanya. Meskipun ada rasa sakit saat mendengar kata itu. Dia pun ingin hidup normal layaknya seorang perempuan. Berdiam diri di rumah menunggu suami dan anak pulang. Namun, mimpi itu terlalu sulit untuk dia gapai.Baginya tak ada yang lebih penting selain masa depan Agni. Dia tak ingin Agni menjadi wanita bodoh sepertinya. Dulu, pada usia tujuhbelas tahun, orang tua Ayu menikahka
Bram menatap Ayunda lamat-lamat. Sungguh sedari dulu, Bram sangat mengagumi wajah cantik Mudah Ayunda. Tanpa diduga, lelaki itu menyatukan keningnya dengan kening Ayu. Merasakan setiap debaran di hatinya. Ayu dan Bram memejamkan mata mereka. Rasa yang mereka tepis kuat-kuat, kini membuncah tak tertahankan.Ayu merasakan bahwa di masa lampau dia pernah sangat dekat dengan lelaki itu. Tak pernah Ayu terbuai dengan segala perlakuan manis para 'buaya' yang mendekatinya. Namun, berbeda dengan Bram. Pria yang menjamah tubuhnya dengan penuh cinta. Menyiram hatinya yang telah lama kering, kini terasa sejuk semenjak malam itu. "Jangan seperti tadi lagi, Mudah!" ucapnya parau."Itu memang resiko dari pekerjaanku," sahutnya cepat.Bram mengangkat wajah. Dia tak berkutik mendapatkan jawaban dari Ayunda. Memang benar bukan itu adalah resiko dari pekerjaannya? Lantas Bram bisa apa? Dia bukan siapa-siapa Ayunda. Tidak punya hak apa pun.
Agni teringat kembali kejadian kemarin pagi. Saat dia akan memasuki kelas, tetiba ada tiga orang siswi yang menghadangnya. Menyeret, lalu menyudutkan Agni di dinding. Gadis pendiam itu hanya bisa merintih saat tangannya dicekal begitu kencang."Heh! Dasar cewek mur-ah-an! Lo itu ya, harusnya sadar diri. Lo mau rebut Arbani dari gue?" sentaknya seraya melototkan matanya."Kamu salah paham. Aku tak pernah berniat merebut Arbani dari kamu. Kemarin dia--""Halah, mana ada maling ngaku!" potongnya cepat.Jemari lembut itu beralih pada pipi Agni. Mencengkeram rahang Agni kuat-kuat. Gadis itu sudah banjir air mata. Perih dan sakit bercampur menjadi satu."Guys, enaknya kita apain bocah ini?" tanyanya pada kedua temannya. Mereka mengetukkan jari ke kening, berpikir keras."Kita kunci dia di toilet pria," usulan pertama datang dari wanita yang berambut ikal."Jangan! Terlalu biasa. Gimana kalau kita ..
Malam semakin larut, angin yang berembus semakin terasa dingin saat menyentuh kulit. Jika kebanyakan orang pada larut malam sibuk mengarungi mimpi, tetapi tidak bagi Mudah Ayunda. Wanita itu sudah seperti Kelelawar saja. Siang dijadikan malam begitu pun sebaliknya. Tak ada kata lelah dalam hidupnya.Dia mengira kehidupannya akan mudah untuk dijalani seperti nama yang telah diberikan orang tuanya dulu. Namun, nyatanya dunia tak sebaik yang dia kira. Perjalanan hidupnya begitu sulit, bahkan bisa dikatakan seperti membunuhnya perlahan.Di tengah ingar-bingar suara musik yang memekakkan telinga, wanita yang akrab disapa Ayu itu, tengah meliukkan tubuhnya mengikuti alunan musik. Beberapa pria hidung belang mengelilinginya. Tangan nakal mereka dengan bebas menjamah tubuh Ayu. Parasnya yang cantik dan tubuh bak gitar Spanyol, siapa yang takkan tergoda dengan makhluk sempurna seperti Ayu."Kamu free enggak malam ini?" tanya salah seorang pria.&nb
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Ayu masih terisak di dada bidang milik lelaki yang menyewa jasanya. Sudah lama sekali, Ayu tak merasakan kehangatan dari seorang pria. Semenjak sepuluh tahun yang lalu suaminya pergi bersama wanita lain. Kehangatan itu luruh seketika. Ayu seakan mati rasa. Tak ada warna putih, biru atau pun merah. Di hidupnya hanya ada warna hitam dan abu-abu saja.Semenjak itulah, Ayu bertekad untuk membentuk dirinya yang baru. Tak ada lagi Ayu yang penyabar dan lembut. Kini, dia akan menantang kejamnya dunia. Jika dunia bisa menenggelamkannya ke dasar bumi, maka dia akan lebih dulu menggenggamnya.Ayu mengangkat wajahnya. Hangat napas lelaki itu menyapu anak rambut milik Ayu. Dia segera menjauhkan wajahnya. Mengusap lembut bulir bening yang membasahi pipinya."Tidurlah lagi! Ini masih jam tiga. Nanti, jam enam pagi aku akan mengantarmu pulang," ujar lelaki itu.Ayu menatap netra hitam milik pria yang menur
Agni teringat kembali kejadian kemarin pagi. Saat dia akan memasuki kelas, tetiba ada tiga orang siswi yang menghadangnya. Menyeret, lalu menyudutkan Agni di dinding. Gadis pendiam itu hanya bisa merintih saat tangannya dicekal begitu kencang."Heh! Dasar cewek mur-ah-an! Lo itu ya, harusnya sadar diri. Lo mau rebut Arbani dari gue?" sentaknya seraya melototkan matanya."Kamu salah paham. Aku tak pernah berniat merebut Arbani dari kamu. Kemarin dia--""Halah, mana ada maling ngaku!" potongnya cepat.Jemari lembut itu beralih pada pipi Agni. Mencengkeram rahang Agni kuat-kuat. Gadis itu sudah banjir air mata. Perih dan sakit bercampur menjadi satu."Guys, enaknya kita apain bocah ini?" tanyanya pada kedua temannya. Mereka mengetukkan jari ke kening, berpikir keras."Kita kunci dia di toilet pria," usulan pertama datang dari wanita yang berambut ikal."Jangan! Terlalu biasa. Gimana kalau kita ..
Bram menatap Ayunda lamat-lamat. Sungguh sedari dulu, Bram sangat mengagumi wajah cantik Mudah Ayunda. Tanpa diduga, lelaki itu menyatukan keningnya dengan kening Ayu. Merasakan setiap debaran di hatinya. Ayu dan Bram memejamkan mata mereka. Rasa yang mereka tepis kuat-kuat, kini membuncah tak tertahankan.Ayu merasakan bahwa di masa lampau dia pernah sangat dekat dengan lelaki itu. Tak pernah Ayu terbuai dengan segala perlakuan manis para 'buaya' yang mendekatinya. Namun, berbeda dengan Bram. Pria yang menjamah tubuhnya dengan penuh cinta. Menyiram hatinya yang telah lama kering, kini terasa sejuk semenjak malam itu. "Jangan seperti tadi lagi, Mudah!" ucapnya parau."Itu memang resiko dari pekerjaanku," sahutnya cepat.Bram mengangkat wajah. Dia tak berkutik mendapatkan jawaban dari Ayunda. Memang benar bukan itu adalah resiko dari pekerjaannya? Lantas Bram bisa apa? Dia bukan siapa-siapa Ayunda. Tidak punya hak apa pun.
Mereka memasuki mobil dan Bram segera melajukan kendaraannya. Memecah jalanan yang sudah cukup lenggang. Mungkin sebagian orang sedang mengatur posisi untuk tidur. Namun, pada jam menuju tengah malam, Ayu harus bergegas keluar untuk mencari rezeki. Ya, meskipun cara yang dia pakai salah adanya. Ayu tak peduli! Dia seorang ibu yang harus bekerja keras untuk masa depan putrinya. Kalau tidak begini, dia bisa apa? Menjadi buruh cuci, tidak bisa menutupi semua kebutuhan hidupnya. Apalagi hidup di kota besar seperti Jakarta. Biarlah orang menganggap dia sebagai wanita murahan, karena memang itu benar adanya. Meskipun ada rasa sakit saat mendengar kata itu. Dia pun ingin hidup normal layaknya seorang perempuan. Berdiam diri di rumah menunggu suami dan anak pulang. Namun, mimpi itu terlalu sulit untuk dia gapai.Baginya tak ada yang lebih penting selain masa depan Agni. Dia tak ingin Agni menjadi wanita bodoh sepertinya. Dulu, pada usia tujuhbelas tahun, orang tua Ayu menikahka
#30HariMenulisNovelBatch5#Day4#SangKupuKupuMalam#Part3Sub judul: Lelaki MisteriusGenre: Romance sadNama: Rita JuwitaJumkat: 985Jam menunjukkan sembilan pagi. Ayu masih saja bergeming di tempat tidur. Rasa lelah, muak dan sedih bercampur menjadi satu. Kantuk sudah hinggap sedari tadi. Namun, wanita cantik itu masih sulit untuk memejamkan matanya. Dia masih terus memikirkan ucapan Agni. Bagaimana perasaan anak gadisnya selama ini? Apakah tersiksa seperti yang dia rasakan?Ayu menyandarkan kepalanya ke kepala ranjang. Memejamkan matanya, setetes air mata jatuh membasahi bajunya. Dadanya terasa sesak. Tak ada yang lebih menyakitkan dari ini selain melihat air mata yang jatuh dari netra indah putrinya.Ayu tidak mungkin meninggalkan pekerjaan ini. Meski pun ini sebuah dosa besar, kotor dan hina, biarlah. Toh, semenjak dia memutuskan untuk mengambil jalan pintas ini, dia sudah tahu resiko apa yang ak
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Ayu masih terisak di dada bidang milik lelaki yang menyewa jasanya. Sudah lama sekali, Ayu tak merasakan kehangatan dari seorang pria. Semenjak sepuluh tahun yang lalu suaminya pergi bersama wanita lain. Kehangatan itu luruh seketika. Ayu seakan mati rasa. Tak ada warna putih, biru atau pun merah. Di hidupnya hanya ada warna hitam dan abu-abu saja.Semenjak itulah, Ayu bertekad untuk membentuk dirinya yang baru. Tak ada lagi Ayu yang penyabar dan lembut. Kini, dia akan menantang kejamnya dunia. Jika dunia bisa menenggelamkannya ke dasar bumi, maka dia akan lebih dulu menggenggamnya.Ayu mengangkat wajahnya. Hangat napas lelaki itu menyapu anak rambut milik Ayu. Dia segera menjauhkan wajahnya. Mengusap lembut bulir bening yang membasahi pipinya."Tidurlah lagi! Ini masih jam tiga. Nanti, jam enam pagi aku akan mengantarmu pulang," ujar lelaki itu.Ayu menatap netra hitam milik pria yang menur
Malam semakin larut, angin yang berembus semakin terasa dingin saat menyentuh kulit. Jika kebanyakan orang pada larut malam sibuk mengarungi mimpi, tetapi tidak bagi Mudah Ayunda. Wanita itu sudah seperti Kelelawar saja. Siang dijadikan malam begitu pun sebaliknya. Tak ada kata lelah dalam hidupnya.Dia mengira kehidupannya akan mudah untuk dijalani seperti nama yang telah diberikan orang tuanya dulu. Namun, nyatanya dunia tak sebaik yang dia kira. Perjalanan hidupnya begitu sulit, bahkan bisa dikatakan seperti membunuhnya perlahan.Di tengah ingar-bingar suara musik yang memekakkan telinga, wanita yang akrab disapa Ayu itu, tengah meliukkan tubuhnya mengikuti alunan musik. Beberapa pria hidung belang mengelilinginya. Tangan nakal mereka dengan bebas menjamah tubuh Ayu. Parasnya yang cantik dan tubuh bak gitar Spanyol, siapa yang takkan tergoda dengan makhluk sempurna seperti Ayu."Kamu free enggak malam ini?" tanya salah seorang pria.&nb