Malam pun telah tiba, sesaat setelah keberangkatan kapal dari Pelabuhan Ratmena, awan gelap juga turut muncul bersamaan dengan lingsirnya matahari. Kapal mulai berlayar kembali di lautan yang semakin ganas. Lautan tersebut seperti minta tumbal agar dapat dipadamkan keganasannya. Irman yang keluar dari kamar melihat betapa ganasnya ombak lautan yang dihadapi. Petir mulai sambar menyambar satu sama lain, disertai rintihan gerimis yang semakin lama menjadi hujan badai. Irman pun segera kembali ke kamarnya, kebetulan Guru Mada juga sudah mulai membuka matanya."Ada apa ini? Apa yang terjadi? Mengapa aku dikompres?" tanya Guru Mada kebingungan. "Tenanglah guru, engkau tidak apa-apa, tadi engkau hanya sedikit demam saja. Syukurlah sekarang engkau sudah baikan guru," ucap Irman. "Di mana Arkan?" tanya Guru Mada kembali. "Arkan tadi di sini saat aku keluar sejenak, mungkin dia sedang menyiapkan makanan atau sedang mandi," ucap Irman.Tak berselang lama, Arkan pun datang. Arkan datang dengan m
Pagi mulai kembali menyingsir, Bagaskoro bangun dengan suasana hati yang masih gundah memikirkan Bajulgeni yang masih menyendiri. Bagaskoro tidak bisa berbuat lebih, karena Bajulgeni masih berpikir keras tentang peta letak pusaka sakti Tombak Emas Jingga dan Tombak Emas Merah. Bagaskoro masih terus melanjutkan hari-hari nya seperti biasa.Di pagi hari, selepas bangun tidur Bagaskoro langsung pergi sarapan dan mandi. Setelah itu ia lanjut berlatih di aula bersama murid-murid lainnya. Setelah matahari naik di atas kepala, ia segera berhenti untuk istirahat sejenak dan makan siang. Kemudian lanjut membaca buku untuk mengisi waktu luang. Sampai di sore hari, Bagaskoro pergi mandi dan makan kemudian dia mulai melakukan pelatihan pribadi di kamar, ia hanya mengingat dan mempraktekan secara ringan setiap ajaran bela diri yang didapat di pagi hari.Satu Minggu telah berlalu hanya dengan kegiatan itu yang ia ulang terus menerus. Tiba-tiba Bagaskoro melihat Xi Zhang dan Qing Ho yang berpakaian
Bagaskoro yang terus-menerus menanti hari esok merasa sulit untuk tidur. Di atas ranjang, ia hanya bergulung-gulung ke kanan dan ke kiri, ke kanan lagi terus ke kiri, ke kanan dan ke kiri lagi begitu seterusnya. Berbeda dengan Bagaskoro, Bajulgeni bisa tidur dengan pulas, ia bahkan mendengkur sangat kencang. Bagaskoro masih terngiang-ngiang dengan latihan yang akan ia dapatkan di eson hari, ia sangat tidak sabar dengan latihan esok hari, namun di sisi lain ia mengalami masalah tidur.Karena masih kesulitan untuk tidur, akhirnya Bagaskoro memutuskan untuk membuka ulang bukunya dan belajar lagi. Tak perlu waktu lama, Bagaskoro pun tertidur saat membaca buku pelajaran. Malam itu sungguh sunyi, biasnya di malam hari di padepokan langit ada saja murid yang berlatih. Di malam itu, semua murid tidur, bahkan suara kicauan burung malam pun tidak didengar.Tatkala ayam telah berkokok, Bagaskoro dengan sigap langsung bangun dari tidurnya dan segera mandi. Tak lama kemudian Bajulgeni juga sudah b
Di tengah perjalanan Bagaskoro dan Bajulgeni bertemu dengan Qing Ho dan Xi Zhang. "Hei Qing Ho.. Hei Xi Zhang... dari mana kalian?" teriak Bajulgeni. "Oh hei Bagaskoro.. hei Bajulgeni, kami berdua dari Ruangan Master Li Mo, hendak ke mana kalian?" tanya Xi Zhang. "Kami berdua hendak menemui Master Li Mo, apakah Master Li Mo ada di ruangannya?" tanya Bajulgeni kembali. "Ah sayang sekali kau Bajulgeni, saat kami keluar dari ruangan beliau tadi, beliau juga turut pergi," jawab Qing Ho."Ehhhhh, bagaimana kang, kita akan ke mana sekarang?" tanya Bagaskoro. Sejenak Bajulgeni berpikir keras. Di sisi lain, Bajulgeni menyadari bahwa Xi Zhang dan Qing Ho tampak gelisah, namun mereka berdua mencoba keras menyembunyikan kegelisahan mereka. "Apakah Master Li Mo tidak memberitahu kalian berdua, beliau hendak pergi kemana?" tanya Bajulgeni."Maaf Bajul, tadi master hanya berpesan, kalau beliau akan pergi sebentar," jawab Xi Zhang. "Oh ya, kalian berdua, nanti malam tepat setelah matahari tenggelam
Bagaskoro dan Bajulgeni melewati malam yang melelahkan itu dengan tidur pulas. Sampai fajar mulai menyingsir, Bagaskoro dan Bajulgeni belum juga bangun. Tak lama kemudian datanglah Qing Ho untuk membangunkan Bagaskoro dan Bajulgeni."Bagaskoro... Bajulgeni... bangun, Bagaskoro... Bajulgeni... bangun," teriak Qing Ho sembari mengetuk-ngetuk pintu kamar mereka. Berkali-kali Qing Ho mengetuk pintu, namun tidak ada balasan dari keduanya. "Sepulas apa sebenarnya tidur mereka? Kelihatannya mereka benar-benar kecapekan, mana pintunya dikunci lagi. Apa aku dobrak saja ya pintunya? Tapi nanti aku akan merusak sarpras perguruan, huuuu, aku bingung," gumam Qing Ho dalam hati.Tak lama kemudian, tiba-tiba Master Shin lewat. "Apa yang sedang kau lakukan Qing Ho?" tanya Master Shin. "Salam master Shin, selamat pagi. Saya sedang berusaha membangunkan Bagaskoro dan Bajulgeni, tapi kelihatannya mereka tertidur sangat nyenyak, ditambah pintu kamarnya, mereka menguncinya. Jadi saya bingung harus melakuk
***Arkan masih menangis tersedu-sedu meratapi apa yang terjadi dengan gurunya. Irman juga tak kuasa menahan tangisannya, ia terus menutup wajahnya dengan kedua tangan. Guru Mada merasa iba kepada mereka berdua atas apa yang terjadi dengan Ki Segara Wetan. Guru Mada mencoba menghibur mereka berdua, dia mengelus-elus punggung mereka berdua dengan tujuan ingin menenangkan hati mereka."Sekarang apa yang akan kalian rencanakan?" tanya Arkan dengan nada tersedu-sedu. "Kurasa aku harus membuat rencana lagi. Aku berani menjamin kalau Wei Fang pasti akan memperketat penjagaannya, ditambah Kekaisaran Kahn juga sedang kuat sekali dalam kekuatan militernya," ujar Guru Mada. "Bagaimana bisa Wei Fang bangsat itu akan memperketat penjagaannya Guru?" tanya Arkan. "Begini nak, Wei Fang pasti sudah memprediksi semua dengan matang. Berita tentang kematian Ki Segara Wetan pasti bisa menyebar ke seluruh dunia dengan cepat, menimbang semua hal yang dikaitkan dengan Kekaisaran Kahn selalu panas. Secara ti
"Aduh, aku ketahuan, aku harus segera bersembunyi," batik Arkan sembari berbalik menjauh. "Hei siapa itu tadi? Keluarlah kamu!" teriak salah satu anggota Bayangan Singa yang sedang berjaga. "Aduh, ini akan sulit, jika aku sampai ketahuan, maka mau tidak mau aku punya 2 pilihan. Aku menyerah atau bertarung habis-habisan dengan mereka. Kalau sampai bertarung habis-habisan pasti rencana ku akan gagal, pastinya juga penjagaan akan diperketat. Tapi kalau aku menyerahkan diri, Guru Mada dan Irman pasti akan khawatir pula. Apa ya yang harus kulakukan? Otak bekerjalah," batin Arkan dengan penuh harapan."Apa kau melihat seseorang yang mencurigakan tadi?" tanya penjaga yang pertama. "Tidak, namun lihatlah aku menemukan air menggenang di mana-mana, mungkin ada orang yang dengan sengaja menyusup ke sini," jawab penjaga yang kedua. "Kau ini tetap saja bodoh, tentu akan. banyak genangan air di sini dan di sepanjang jalan menuju markas. Lihatlah, setiap harinya para prajurit berdatangan keluar masu
"Aku harus segera kembali ke penginapan untuk memberitahu Guru Mada," batin Arkan. Tapi tak lama setelah ia keluar dari Aula, ada suara yang memanggilnya. "Hei! Raka! berhentilah," teriak orang tersebut. "hmmmm, siapa ya? ada perlu apa dirimu?" tanya Arkan dengan penasaran. "Ehhh, maaf maaf, sebelumnya perkenalkan. Namaku Steven Il Norman Gerd Hansen, tapi kau bisa memanggilku Singh. Tadi senior Joe menyuruhku untuk mengajakmu mengambil perbekalan ke balai kota," ucap Singh. "Oh tidak, acara apa lagi ini yang akan aku hadapi," batin Arkan."Bagaimana kawan? apakah kau mau atau tidak menemaniku, karena tadi kau juga disuruh oleh senior Joe," tegas Singh. "Oh begitu ya, hmmm" jawab Arkan sembari mencoba berpikir keras agar bisa menghindari ajakan Singh. "Kalau begitu ayo, kita harus cepat Raka," sahut Singh. "Oh okelah kalau begitu, ayo kita segera pergi," jawab Arkan dengan terpaksa mengiyakan ajakan Singh.Arkan pun terpaksa pergi bersama Singh. Tatkala hendak keluar, ia terkejut, ter