"Aku harus segera kembali ke penginapan untuk memberitahu Guru Mada," batin Arkan. Tapi tak lama setelah ia keluar dari Aula, ada suara yang memanggilnya. "Hei! Raka! berhentilah," teriak orang tersebut. "hmmmm, siapa ya? ada perlu apa dirimu?" tanya Arkan dengan penasaran. "Ehhh, maaf maaf, sebelumnya perkenalkan. Namaku Steven Il Norman Gerd Hansen, tapi kau bisa memanggilku Singh. Tadi senior Joe menyuruhku untuk mengajakmu mengambil perbekalan ke balai kota," ucap Singh. "Oh tidak, acara apa lagi ini yang akan aku hadapi," batin Arkan."Bagaimana kawan? apakah kau mau atau tidak menemaniku, karena tadi kau juga disuruh oleh senior Joe," tegas Singh. "Oh begitu ya, hmmm" jawab Arkan sembari mencoba berpikir keras agar bisa menghindari ajakan Singh. "Kalau begitu ayo, kita harus cepat Raka," sahut Singh. "Oh okelah kalau begitu, ayo kita segera pergi," jawab Arkan dengan terpaksa mengiyakan ajakan Singh.Arkan pun terpaksa pergi bersama Singh. Tatkala hendak keluar, ia terkejut, ter
"Sekarang apa yang harus kita lakukan master?" tanya salah seorang murid kelompok terakhir. "Kalian semua tenang dulu ya, tidak usah panik. Sekarang, lebih baik kita urus Bagaskoro ini dulu. Dia harus mendapat perawatan, takutnya, dia akan menderita penyakit lainnya karena terkejut bukan main," tutur Master Shin. "Baiklah master, kalau begitu ayo kita segera rawat si Bagaskoro ini," ucap murid tersebut.Bagaskoro pun segera di bawa menuju kemah kesehatan. Setelah dicek, ternyata benar, tiba-tiba saja Bagaskoro mengalami demam dengan suhu yang cukup tinggi. Perawatan intensif pun segera diberikan, agar demamnya tidak bertambah parah.Master Shin dan para pendamping beserta asistennya dan Xi Zhang pun segera melakukan rapat mendadak terkait masalah si Bagaskoro dan perkiraan larinya Bajulgeni ke Padepokan Naga Langit. "Baiklah, karena masalah ini cukup serius maka saya terpaksa melakukan rapat secara tiba-tiba," tutur Master Shin. "Kurasa memang Si Bajulgeni itu memang lari kembali menu
"Apa yang seharusnya ku lakukan master?" ucap Master Cheng dengan terus menangis. "Sudahlah master Cheng, nada tidak gagal anda juga tidak bersalah terhadap keadaan yang menimpaku. Lebih baik anda memikirkan bagaimana nasib kita, nasib padepokan ini ke depannya," tutur Master Li Mo. "Saya belum bisa memaafkan diri saya sendiri master. Ditambah lagi saya adakah wakil Guru Besar satu, tentu tugas saya berkali-kali lipat lebih berat dan harusnya saya bisa lebih bertanggung jawab jika dibandingkan dewan master lainnya. Saya sungguh-sungguh menyesal," keluh Master Cheng."Hahahaha, Hahaha, anda benar-benar membuat saya tertawa master Cheng," sahut Master Li Mo dengan tertawa terbahak-bahak. "Apa yang anda maksudkan Master?" tanya Master Cheng keheranan. "Tidak biasanya anda berpikiran sangat sempit. Ini seperti bukan anda saja. Apa yang telah menimpa saya, adalah takdir yang menjadi ketetapan dari Yang Maha Kuasa. Sebagai seorang yang religius saya, menyakini sepenuh hati, apa yang telah t
Qing Ho segera menemui Master Li Mo yang berada di ruangannya. Di sepanjang jalanan padepokan ia hanya melihat setiap pegawai, para guru, dan murid senior bahu membahu meracik obat-obatan, mempersiapkan senjata, dan melatih setiap jurus baik yang lama atau yang baru diciptakan. Ia memberi semangat kepada semua orang yang ia temui. Tak lama kemudian, dia sampai di ruangan Master Li Mo."Permisi! Master Li Mo! Apa anda berada di dalam?" teriak Qing Ho, "Master! Apa anda ada di dalam, ini aku Qing Ho, aku sudah sampai master!". berkali-kali Qing Ho berteriak, namun tidak ada panggilan dari dalam ruangan. Seketika Qing Ho pun panik, ia pun segera mendobrak ruangan itu. "Master! Master! Masteeeerr!" teriak Qing Ho menggema hingga ke luar ruangan. "Ada apa? Ada apa ini? Qing Ho, ada apa?" tanya Santoso yang kebetulan mendengar teriakan Qing Ho."Master Li Mo, Master Li Mo menghilang!" teriak Qing Ho kembali dengan histeris. "Apa kau bilang? Aku tau tadi beliau baru saja minum obatnya di sin
"Alangkah baiknya, jika kita segera melakukan interogasi terhadap penyusup itu Master Cheng," ujar Master Li Mo. "Tentu saja master, maksud saya, memang saya berniat agar anda saja yang menginterogasi nya. Saya tidak bisa melakukannya Master Li Mo, mohon maaf," jelas Master Cheng. "Lho? kenapa? kenapa anda tidak langsung menginterogasi nya sendiri saja?" tanya Master Li Mo keheranan. "Sebaiknya, anda segera pergi ke penjara, untuk melihatnya langsung," ucap Master Cheng.Tanpa berpikir panjang Master Li Mo segera melangkahkan kakinya menuju penjara. Setibanya di penjara dia dibuat terkejut melihat siapa yang disebut-sebut sebagai penyusup sekaligus pengkhianat. Tak terasa Master Li Mo mulai meneteskan air mata yang semakin lama semakin deras. Master Cheng yang ada di belakangnya juga mulai meneteskan air mata."Master Cheng," panggil Master Li Mo. "Saya Master Li Mo," jawab Master Cheng. "Panggil seluruh dewan master ke sini, suruh mereka agar meninggalkan pekerjaan mereka sementara w
"Tunggu dulu, jika Santoso bukanlah penghianat yang dimaksudkan, lantas siapa orang itu?" tanya Master Lee keheranan. "Entahlah Master Lee, aku sendiri juga bingung mengenai hal itu. Yang pasti, orang itu pasti masih berkeliaran di dalam Padepokan Naga Langit ini," jawab Master Cheng. "Kita harus segera menemukannya secepat mungkin, tidak menutup kemungkinan, dia sudah membocorkan banyak informasi mengenai strategi yang telah kita persiapkan," tegas Master Lee. "Itu betul sekali, namun kita melupakan satu hal, kita belum bisa memastikan atau menemukan tanda-tanda dari orang itu sendiri," celetuk Master Yen. "Kita juga harus memperhatikan tentang masalah mata-mata pengintai yang berada di dalam hutan belantara, kalau salah satu dari mereka atau bahkan semuanya adalah orang-orang yang terbukti menjadi mata-mata dari Bayangan Singa, tentu itu akan sangat merugikan," ujar Master Tung.Master Li Mo hanya terdiam melihat perdebatan antar dewan master. Master Li Mo lebih terfokus kepada Sant
Dengan gerakan yang gesit Key Fang menghindari serangan Bajulgeni. Pertarungan sengit antara Key Fang dan Bajulgeni sudah tidak terelakkan lagi. Bajulgeni memasang kuda-kuda menyerang dan melakukan serangan tiba-tiba secara bertubi-tubi kepada Key Fang. Di lain sisi, Key Fang yang terkejut seperti hanya punya pilihan untuk menghindari setiap serangan yang dilancarkan Bajulgeni tanpa menyerang balik. Dikarenakan serangan Bajulgeni yang begitu cepat bak kilat menyambar. Serangan Bajulgeni yang terlampau cepatnya tersebut membuat Key Fang dipaksa terus mundur."Apa-apaan dengan serangan Bajulgeni ini, bocah setingkat Xi Zhang saja belum pernah kulihat mampu menyerang secepat ini? Tidak heran, kalau murid terbaik Naga Langit waktu itu, Kin Gen, dapat dijatuhkan olehnya," batin Key Fang. "Ada apa Key Fang? Haa!" teriak Bajulgeni dengan terus menggencarkan serangan. "Sial, jangan lagi untuk menyerang, bahkan aku saja tidak bisa berpikir jernih untuk menghindar," gumam Key Fang smeabri terus
"Maaf Key Fang, ini bukan waktunya untuk bercanda. Aku akan selesaikan ini secepat mungkin," ucap Bajulgeni. "Haaa? Apa? Dalam kondisi tangan buntung seperti itu kau masih sempat untuk menyombongkan diri. Sadari posisi mu bangsat!" teriak Key Fang penuh amarah. "Kau tenang saja, aku sudah sadar posisiku. Kau mungkin berpikir, pedang ku sudah patah dan tangan ku yang sebelah juga sudah hilang. Jadi, kau akan mudah mengalahkan ku, kita lihat saja," ucap Bajulgeni sembari mempersiapkan kuda-kudanya. Key Fang juga mulai memasang kuda-kuda pertahanan yang paling kuat miliknya. Akan tetapi, Key Fang merasa ada yang aneh dengan kuda-kuda Bajulgeni. Ia melihat dengan jelas bahwasanya kuda-kudanya mirip persis dengan kuda-kuda sebelumnya, tetapi ada hal yang aneh baginya. "Kuda-kudanya ini sama persis sebenarnya, tapi mengapa aku merasa ganjal ya. Oh, apakah aku merasa ganjal, karena ia sudah kehilangan sebelah tangannya, sehingga terasa berbeda," batin Key Fang. "Ada apa dengan tatapan mu
*** Malam hari di ibukota Kahn sunyi tidak seperti biasanya. Hiruk pikuk kota yang terdengar selama dua puluh empat jam penuh seperti lenyap. Hanya suara angin yang berhembus tiada ada hentinya. Di tengah-tengah hembusan angin malam yang amat dingin sekali itu, Irman baru saja pulang kerja. Irman terkejut, akhir-akhir ini suasana di ibukota Kahn yang umumnya selalu ramai menjadi sepi. Irman mulai mengetuk pintu apartemennya, dilihatnya penjaga di depan hanya termenung. Penjaga itu seperti seorang ibu yang baru saja kehilangan seluruh anak-anaknya. "Permisi pak," sapa Irman. Penjaga itu masih saja termenung. "Permisi pak," sapa Irman untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, si penjaga masih saja terdiam seribu bahasa. Irman pun menarik napasnya dalam-dalam. "Permisi bapak!" Irman berteriak sekencang mungkin di dekat di penjaga. "Eh, silahkan, silahkan, silahkan," si penjaga menimpali sambil terjungkir ke belakang karena kaget. Dengan cekatan, Irman segera menolong si penjaga. "Saya m
"Tolong jelaskan secara pasti siapa sebenarnya dirimu?" tanya Arkan geram. "Tenanglah nak, aku benar-benar tidak punya niat yang buruk terhadapmu," jawab si pemilik restoran. Perlahan Arkan bisa meredam amarahnya. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan dirinya. "Nah, begitu kan lebih baik," ucap si pemilik restoran."Sekarang aku minta penjelasan dari anda tuan," ujar Arkan. "Sebelum menjawab pertanyaanmu itu, aku ingin menanyakan satu hal. Ini bukan hal yang berat. Ini sesuatu yang santai tapi, aku harap kau serius," ucap si pemilik restoran. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Arkan keheranan. "Kira-kira berapa umurku saat ini?" ucap si pemilik restoran. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh si pemilik restoran membuat Arkan seketika tertawa terpingkal-pingkal."Eh! Hahahaha, hahahahaha, apa kau tidak salah bertanya?" sahut Arkan sembari tertawa. "Seperti yang ku katakan sebelumnya, ini adalah pertanyaan yang santai dan terkesan sepele. Akan tetapi, kau tadi sudah me
*** Seiring berjalannya waktu, Arkan dan Singh mulai menjadi teman akrab. Hanya beberapa hari berpatroli bersama, kedua bocah itu sudah dekat seperti keluarga. Tidak ada tanda-tanda Singh yang curiga dengan penyamaran yang dilakukan oleh Arkan. Singh hanya tau, teman patroli barunya bernama Raka yang sebenarnya adalah seorang penyusup bernama Arkan. "Singh, kita hendak ke mana lagi sekarang?" tanya Arkan. "Hmmm, sepertinya aku lupa menjelaskan di awal. Jadi, selain kita harus bergantian berpatroli sama seperti murid lainnya, ada tugas lainnya yang dikhususkan untuk kita berdua. Nanti, aku akan menjelaskan lebih lanjut tentang tugas yang harus kau emban," jawab Singh. "Aku ada satu pertanyaan lagi," ucap Arkan. "Silahkan, tanyakan saja. Selagi aku mampu menjawab, aku akan menjawabnya," balas Singh mempersilahkan. "Beberapa waktu lalu ketika aku sedang berjaga dan kau tertidur, ada beberapa orang memakai setelan berwarna hitam legam menemui Joe. Kelihatannya mereka sedang berbicara
Setelah berbicara cukup panjang, Wei Fang mengalami sesak nafas yang luar biasa. Seluruh prajurit Bayangan Singa yang ada di sekelilingnya hanya bisa terpana, sambil tak sadar meneteskan air mata. Begitu pula dengan prajurit Naga Langit yang ada, mereka mulai merasa iba terhadap keadaan yang menimpa pasukan Bayangan Singa. Dari kejauhan nampak Batakhu yang meronta-ronta menahan sakit menghampiri Wei Fang. "Master! Master! Anda tidak apa-apa kan?" ucap Batakhu dengan penuh gelisah. "Batakhu, nak. Kau masih selamat, syukurlah. Aku punya satu permintaan kepadamu, uhuk... uhuk...," ucap Wei Fang sambil menahan tekanan darah yang terus keluar. "Permintaan! Apa maksudmu Master!? Aku yakin kau akan baik-baik saja. Perang telah usai! Biarkan kami Pasukan Bayangan Singa sebagai pihak yang kalah untuk mundur! Atau kalian bisa menawan kami sebagai budak!" teriak Batakhu. "Nak, uhuk... uhuk..., sudahlah. Aku ingin kau membeberkan seluruh rencana kita. Aku sudah tidak bisa banyak bicara. Ku harap
"Xi Zhang, apa kau berpikir bahwa Qing Ho melakukan semua ini dengan terpaksa?" tanya si prajurit. "Aku tidak dapat menyimpulkan seperti itu. Intinya, dia tidak akan pernah menyesali apapun yang telah diperbuatnya. Satu hal lagi, sebenarnya, Qing Ho juga telah memberi ku sebuah isyarat. Dia seperti memberiku aba-aba kalau dia adalah seorang penyusup. Mungkin, ini agak aneh, tapi itulah yang kurasakan," ujar Xi Zhang. "Dia memberimu aba-aba seperti itu. Berarti secara tidak langsung, dia memang berniat untuk mencegah ayahnya, agar gagal menaklukkan Padepokan Naga Langit?" tanya si prajurit. "Kemungkinan seperti itu, aku juga baru sadar kalau dia punya kedekatan seperti itu dengan Wei Fang yang keparat. Jadi, seperti ini ya takdir berjalan. Huuu," ucap Xi Zhang sembari menghembuskan nafas pelan. Di saat si prajurit dan Xi Zhang sedang enak mengobrol dan bersembunyi. Tiba-tiba, terdengar sebuah hantaman keras dan udara menjadi penuh dengan bumbungan asap. Master Li Mo dan Wei Fang yang
"Sudahlah Wei Fang, hentikan semua ini! Aku tidak ingin menelan lebih banyak lagi korban jiwa. Lihatlah sekelilingmu, sudah banyak jiwa-jiwa yang tak berdosa tumbang sia-sia. Lagipula, kita bisa membicarakan ini baik-baik," tutur Master Li Mo. "Hahahaha, bisa diselesaikan baik-baik katamu?" ejek Wei Fang. "Aku mohon Wei Fang, aku mohon sekali. Aku tau bagaimana perasaanmu ketika kehilangan anakmu. Satu hal yang kau ingat, yang namanya penghianat merupakan penyakit bagi setiap kelompok, bangsa, negara. Jika bukan karena kelalaianmu dalam mendidiknya ini tidak akan berakhir seperti ini," ujar Master Li Mo. "Memang apa yang kau tahu tentang cara mendidik seorang anak? Apa yang kau tau tentang keadilan? Apa yang kau tahu tentang dosa-dosa? Apa kau pikir kau bisa menangani semuanya sekaligus ha!?" bentak Wei Fang. Suasana di sekitar yang semula kacau dengan perang mulai reda. Seluruh prajurit yang saling baku hantam mulai mendengar dengan seksama percakapan antara Master Li Mo dengan Wei
"Itu dia! Master Wei Fang! Rasakan kalian Naga Langit, kalian akan hancur berkeping-keping karena berani mencari masalah dengan Padepokan Bayangan Singa! Hancurlah kalian!" teriak salah seorang prajurit Bayangan Singa. "Apa-apaan dengan tubuhnya Wei Fang itu?" gumam Master Su Tzu dengan terkejut. "Apakah itu salah satu jurus kutukan?" sambung Master Tung. "Ya, itu adalah salah satu jurus kutukan. Ditambah itu bukanlah jurus kutukan biasa," jelas Master Lee. "Apa maksudmu Master Lee? Pasti yang namanya jurus kutukan itu berbahaya. Kenapa kau berkata itu bukan jurus kutukan biasa? Memang apa yang istimewa dengan jurus kutukan itu?" tanya Master Su Tzu dengan penasaran. "Maksudku dengan bukan jurus kutukan biasa. Karena itu adalah jurus kutukan kuno. Aku tidak salah melihatnya, karena di kitab seni bela diri hitam yang ada di perpustakaan pusat negara jurus itu dijelaskan. Tapi tidak ada seseorang yang diketahui bisa membangkitkan jurus itu. Tidak lain, karena jurus itu memang berbahaya,
Pertarungan sengit antara Batakhu dengan Santoso pun tidak terelakkan lagi. Santoso bertarung layaknya ninja menggunakan dua buah belati. Dengan gerakan lincahnya, Santoso berhasil memojokkan Batakhu. "uhhh, uhhh, uhhh, siapa kau sebenarnya?" tanya Batakhu dengan napas terengah-engah. "Kurasa, kau harusnya memikirkan bagaimana nasibmu, daripada ingin mengetahui tentang siapa diriku. Aku tidak akan menahan diri untuk melawan mu, majulah, Jenderal Batakhu!" bentak Santoso. "hahahaha, kurasa kau memang tidak berasal dari padepokan Naga Langit, aku akan menebasmu, sama seperti aku menghilangkan kaki bocah itu," ujar Batakhu. "Cobalah kawan," tantang Santoso. Gerbang padepokan Naga Langit telah dibuka lebar-lebar, seluruh pasukan bertempur antara hidup dan mati di luar benteng. Bala bantuan dari Naga Langit pun segera menghampiri Bajulgeni. Bajulgeni yang nampak sekarat, segera dibawa masuk ke dalam benteng."Anda hendak ke mana Master Li Mo?" tanya Master Su Tzu. "Ada urusan yang harus
"Tidakkkk!" teriak Wei Fang mengguncang seluruh kancah peperangan. Salah satu petinggi Padepokan Bayangan Singa, General Batakhu pun maju untuk mencoba menenangkan Wei Fang. "Tuan, mohon anda bersabar dengan apa yang menimpa tuan muda. Yang harus kita lakukan adalah membalaskan dendam apa yang telah terjadi dengan tuan muda, bukan malah meratapinya, seakan-akan kematiannya sia-sia. Mata dengan mata, telinga dengan telinga, tangan dibalas tangan, begitu juga dengan nyawa, nyawa harus dibalas dengan nyawa. Sadarlah tuan," tutur Batakhu. "Keyyyy Fangggg! Kenapa harus kau yang pergi duluan! Kenapa!" teriak Wei Fang histeris. Ucapan Batakhu seperti sebuah hembusan angin di hadapan Wei Fang yang sedang berada dalam ruang antara hidup dan mati. Wei Fang tidak mempedulikan apa yang ada di sekitarnya. Wei Fang hanya meratapi penuh pada penggalan kepala Key Fang. Air terus mengalir membasahi wajah Wei Fang sampai menggenang airnya di bawah. "Sekarang apa yang harus kita lakukan jenderal?" t