***Kapal yang dinaiki oleh Guru Mada dan Irman masih menerjang lautan badai yang ganas. Sapuan angin dan ombak terus menghantam kapal tersebut. Tak peduli di pagi hari, di siang hari, atau di malam hari. Kapal tersebut terus bertarung dengan ganasnya lautan dia sekelilingnya. Irman yang berasa di dalam dek kapal memutuskan untuk keluar melihat sekelilingnya. Irman menatap tajam terhadap ganasnya ombak lautan yang sedang mereka hadapi."Hai Irman, apa yang kau pikirkan? kelihatannya kau terus memandangi lautan dengan perasaan bingung," kejut Guru Mada. "Eh... Guru Mada, tidak ada guru, saya tidak memikirkan hal-hal yang aneh. Hanya saja, semenjak kita meninggalkan daratan dan sampai di sini, di tengah-tengah lautan saya berpikir seberapa tangguh pendahulu kita yang mengarungi lautan, menerjang badai di sepanjang perjalanannya dan terus bertahan sampai pada daratan," jawab Irman. "Hahahaha, kepekaan dan pengetahuan mu sangat luas ya nak, pasti Segara Wetan bangga punya murid seperti mu
"Maaf guru Mada, aku ingin bertanya sedikit terkait masalah perang yang baru saja guru bahas," pinta Irman. "Silahkan nak, apa yang ingin kau tanyakan," ujar Guru Mada. "Begini guru, yang namanya perang itu kan pasti melibatkan banyak orang. Melihat perang yang disiapkan kali ini berskala dunia, bukannya tidak mungkin, itu kan sama saja dengan melibatkan semua orang di dunia. Lantas bagaimana kita akan mempersiapkan semuanya, sedangkan saat ini kita saja cuma berdua guru?" tanya Irman dengan penuh kegelisahan. "Begini nak, sebenarnya aku juga masih berpikir tentang taktik perang gerilya. Jika memungkinkan aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperkecil dampak perang tersebut atau skala yang ditimbulkan. Dan untuk personelnya, aku sudah punya beberapa murid yang memang kulatih untuk situasi seperti ini," jelas Guru Mada."Oh, kalau begitu syukurlah setidaknya kita sudah bersiap juga. Oh ya guru, perang gerilya itu apa ya?" tanya Irman kembali. "Hmmmm, dari mana aku harus menjelaskan
"Kang, bukankah ini hal yang aneh?" tanya Bagaskoro kepada Bajulgeni dengan khawatir. "Ya, ini cukup mengherankan. Aku tidak habis pikir mengenai informasi yang ada. Yang pasti, informasi tersebut lebih dapat dipercaya karena tercantum dengan jelas sumber, waktu, tempat peristiwa. Tidak hanya berpacu pada itu saja, meskipun hanya sebatas asumsi ini tetaplah harus diselidiki terlebih dahulu," ujar Bajulgeni. Bagaskoro mengangguk mendengar ucapan Bajulgeni. "Hal aneh apa yang kalian maksudkan?" tanya Qing Ho penasaran. "Jadi begini, padepokan kami telah diserang oleh sebuah kelompok yang kami sendiri belum pasti siapa mereka. Adapun tanda-tanda mereka seperti pakaian, senjata, cara bertarung itu khas dan kami membaginya menjadi 3 kelompok. Dari pembagian tersebut kami telah menyimpulkan bahwa 3 kelompok yang menyerang padepokan kami hingga hancur adalah Padepokan Bayangan Singa, Negara Persatuan Ebidern (NPE), dan Kekaisaran Kahn," jelas Bajulgeni."Hal aneh yang kami maksudkan adalah m
Sesaat setelah bercakap-cakap cukup lama, Irman dan Guru Mada kembali ke kamarnya, sedangkan Arkan meneruskan pekerjaan. Tak lama kemudian kapal berlabuh darurat di pelabuhan Ratmena. Nahkoda kapal mengomando bahwa kapal akan berlabuh setidaknya selama 4 sampai 5 hari, seluruh penumpang diperkenankan untuk keluar kapal atau tetap di dalam kapal. Bagi semua penumpang yang keluar kapal dihimbau untuk membawa tiket penumpang dan kembali ke kapal di hari ke 4 untuk berjaga-jaga kapal sudah selesai diperbaiki.Arkan pun tidak mau melewatkan kesempatan emas ini. Ia segera mencari Guru Mada dan Irman untuk mengajak mereka berkeliling di Kota Pelabuhan Negara Ratmena, Arkan berniat untuk mencari informasi penting di sekitar kota. Tak lama kemudian, Arkan menemukan kamar Guru Mada dengan Irman, sayang mereka berdua masih tertidur pulas. Arkan pun memutuskan untuk keluar sendiri sementara dan kembali lagi nanti, mengingat pasti Guru Mada dan Irman masih kelelahan akibat diajak berdiskusi dengan
Malam pun telah tiba, sesaat setelah keberangkatan kapal dari Pelabuhan Ratmena, awan gelap juga turut muncul bersamaan dengan lingsirnya matahari. Kapal mulai berlayar kembali di lautan yang semakin ganas. Lautan tersebut seperti minta tumbal agar dapat dipadamkan keganasannya. Irman yang keluar dari kamar melihat betapa ganasnya ombak lautan yang dihadapi. Petir mulai sambar menyambar satu sama lain, disertai rintihan gerimis yang semakin lama menjadi hujan badai. Irman pun segera kembali ke kamarnya, kebetulan Guru Mada juga sudah mulai membuka matanya."Ada apa ini? Apa yang terjadi? Mengapa aku dikompres?" tanya Guru Mada kebingungan. "Tenanglah guru, engkau tidak apa-apa, tadi engkau hanya sedikit demam saja. Syukurlah sekarang engkau sudah baikan guru," ucap Irman. "Di mana Arkan?" tanya Guru Mada kembali. "Arkan tadi di sini saat aku keluar sejenak, mungkin dia sedang menyiapkan makanan atau sedang mandi," ucap Irman.Tak berselang lama, Arkan pun datang. Arkan datang dengan m
Pagi mulai kembali menyingsir, Bagaskoro bangun dengan suasana hati yang masih gundah memikirkan Bajulgeni yang masih menyendiri. Bagaskoro tidak bisa berbuat lebih, karena Bajulgeni masih berpikir keras tentang peta letak pusaka sakti Tombak Emas Jingga dan Tombak Emas Merah. Bagaskoro masih terus melanjutkan hari-hari nya seperti biasa.Di pagi hari, selepas bangun tidur Bagaskoro langsung pergi sarapan dan mandi. Setelah itu ia lanjut berlatih di aula bersama murid-murid lainnya. Setelah matahari naik di atas kepala, ia segera berhenti untuk istirahat sejenak dan makan siang. Kemudian lanjut membaca buku untuk mengisi waktu luang. Sampai di sore hari, Bagaskoro pergi mandi dan makan kemudian dia mulai melakukan pelatihan pribadi di kamar, ia hanya mengingat dan mempraktekan secara ringan setiap ajaran bela diri yang didapat di pagi hari.Satu Minggu telah berlalu hanya dengan kegiatan itu yang ia ulang terus menerus. Tiba-tiba Bagaskoro melihat Xi Zhang dan Qing Ho yang berpakaian
Bagaskoro yang terus-menerus menanti hari esok merasa sulit untuk tidur. Di atas ranjang, ia hanya bergulung-gulung ke kanan dan ke kiri, ke kanan lagi terus ke kiri, ke kanan dan ke kiri lagi begitu seterusnya. Berbeda dengan Bagaskoro, Bajulgeni bisa tidur dengan pulas, ia bahkan mendengkur sangat kencang. Bagaskoro masih terngiang-ngiang dengan latihan yang akan ia dapatkan di eson hari, ia sangat tidak sabar dengan latihan esok hari, namun di sisi lain ia mengalami masalah tidur.Karena masih kesulitan untuk tidur, akhirnya Bagaskoro memutuskan untuk membuka ulang bukunya dan belajar lagi. Tak perlu waktu lama, Bagaskoro pun tertidur saat membaca buku pelajaran. Malam itu sungguh sunyi, biasnya di malam hari di padepokan langit ada saja murid yang berlatih. Di malam itu, semua murid tidur, bahkan suara kicauan burung malam pun tidak didengar.Tatkala ayam telah berkokok, Bagaskoro dengan sigap langsung bangun dari tidurnya dan segera mandi. Tak lama kemudian Bajulgeni juga sudah b
Di tengah perjalanan Bagaskoro dan Bajulgeni bertemu dengan Qing Ho dan Xi Zhang. "Hei Qing Ho.. Hei Xi Zhang... dari mana kalian?" teriak Bajulgeni. "Oh hei Bagaskoro.. hei Bajulgeni, kami berdua dari Ruangan Master Li Mo, hendak ke mana kalian?" tanya Xi Zhang. "Kami berdua hendak menemui Master Li Mo, apakah Master Li Mo ada di ruangannya?" tanya Bajulgeni kembali. "Ah sayang sekali kau Bajulgeni, saat kami keluar dari ruangan beliau tadi, beliau juga turut pergi," jawab Qing Ho."Ehhhhh, bagaimana kang, kita akan ke mana sekarang?" tanya Bagaskoro. Sejenak Bajulgeni berpikir keras. Di sisi lain, Bajulgeni menyadari bahwa Xi Zhang dan Qing Ho tampak gelisah, namun mereka berdua mencoba keras menyembunyikan kegelisahan mereka. "Apakah Master Li Mo tidak memberitahu kalian berdua, beliau hendak pergi kemana?" tanya Bajulgeni."Maaf Bajul, tadi master hanya berpesan, kalau beliau akan pergi sebentar," jawab Xi Zhang. "Oh ya, kalian berdua, nanti malam tepat setelah matahari tenggelam