Setelah mendengar penuturan Master Li Mo, Bajulgeni terkejut bukan kepalang. Sejenak Bajulgeni mencoba mengingat-ingat tentang semua pelajaran yang sudah diberikan oleh gurunya. Termasuk, dulu ia pernah diceritakan bermacam-macam hal oleh gurunya. Bajulgeni dengan sekuat tenaga masih mencoba mengingat-ingatnya. Ia tidak asing dengan nama Wijaya Negoro."Ada apa kakang? Adakah suatu hal yang aneh?" tanya Bagaskoro memastikan. "Entahlah aku sepertinya pernah mendengar nama Wijaya Negoro. Dan seingatku juga, dulu aku terkagum-kagum tidak karuan. Aku ingat betul Guru Mada pernah menyebut nama itu," jelas Bajulgeni. "Oh jadi begitu ya," timpal Bagaskoro. "Bagaimana nak? Apa ada hal yang perlu kau tanyakan. Atau ada hal yang ingin kau diskusikan. Kelihatannya kau berpikir sangat keras," ujar Master Li Mo yang ternyata memiliki nama asli Wijaya Negoro tersebut."Maaf Master Wijaya, aku ingin bertanya beberapa hal jika diizinkan. Sebelumnya aku benar-benar minta maaf, jika nantinya aku menyin
"Apa yang terjadi Wijaya? Apa kau baik-baik saja?" tanya Segara Wetan. "Tidak, aku tidak apa-apa," jawabku. "Kau di sini saja. Aku dan rekan-rekan akan mencoba mengejar dan mencari keberadaan Wei Fang. Hei kalian! Ayo kita cari Wei Fang," ujar Segara Wetan. Aku pun segera kembali menuju ruangan Guru Suleiman.Guru Suleiman nampak bingung akan apa yang terjadi barusan. Beliau hanya menatap ku dengan perasaan sedih. "Ada apa guru? Mengapa guru kelihatan sangat sedih?" tanyaku. "Hmmmm, Bagaimana ya? Aku akan menjelaskannya nanti setelah aku selesai dengan pewarisan pusaka kepada Mada," tegas Guru Mada. Aku pun menunggu dengan sabar sampai Guru Suleiman menyelesaikan perbincangannya.Tidak berselang lama, aku pun tertidur. Aku dibangunkan oleh Mada setelahnya. "Hei Wijaya! ayo bangun, perbincangan ku dengan guru telah selesai. Sekarang beliau menunggumu," ucap Mada. "Huaaa, apa sudah selesai dari tadi?" tanyaku setengah sadar. "Tidak, baru saja selesai, lebih baik kau basuh muka dulu. Set
Aku pun segera pergi ke kamar dan beristirahat. Dalam tidur pun aku masih terngiang-ngiang atas apa yang telah menimpa ku sebelumnya. Hal itu membuatku semakin sulit untuk tidur. Aku pun mencoba membaca beberapa buku, untuk menghilangkan keraguan dan menenangkan pikiranku. Tak ayal, saat membaca buku pun aku akhirnya tertidur.***"Maaf master, aku izin menyela," ujar Bajulgeni. "Ya nak, ada apa? apa yang ingin kau sampaikan?" tutur Master Li Mo. "Bagaimana kalau ceritanya dilanjutkan esok hari saja. Lihatlah ke luar jendela, hari sudah petang," ujar Bajulgeni. "Oh, benarkah?" sahut Master Li Mo dengan kaget.Master Li Mo pun setelah menengok ke arah luar. Betapa terkejutnya Master Li Mo, mendapati bahwa matahari telah terbenam. Ia pun segera kembali ke tempat duduknya. "Kelihatannya, aku bercerita terlalu asik, sampai tidak ingat dengan waktu ya," celetuk Master Li Mo. "Mungkin begitu master, hehehehe," timpal Bagaskoro. "Baiklah, kalau begitu kita cukupkan saja untuk hari ini. Kalia
"Kalau begitu kalian bisa segera membukanya dulu saja, Aku akan ke belakang sebentar," tutur Master Li Mo. "Baik Master," jawab Bagaskoro dan Bajulgeni. Master Li Mo pun segera meninggalkan ruangan. Dia pergi meninggalkan mereka berdua."Bagaimana kakang, apakah kita akan membukanya?" tanya Bagaskoro. "Entahlah, tapi rasanya tidak enak kalau kita buka berdua langsung tanpa menunggu Master Li Mo," jawab Bajulgeni. "iya, kelihatannya seperti itu. Aku penasaran saja kang, mengapa kita diberitahu langsung mengenai keberadaan pusaka sakti ini? Padahal murid dari generasi sebelumnya saja dilarang untuk mengetahuinya," ujar Bagaskoro.Mendengar ucapan Bagaskoro, Bajulgeni sejenak berpikir cukup dalam. Ia benar-benar memahami ucapan Bagaskoro dengan penuh perasaan dan pikiran. Ia rasa apa yang dikatakan Bagaskoro memang benar apa adanya. Apa sebenarnya alasan yang dimiliki oleh Master Li Mo, sehingga mereka diberitahu begitu saja tanpa ada pengujian terlebih dahulu. "Apa yang sebenarnya terja
***Kapal yang dinaiki oleh Guru Mada dan Irman masih menerjang lautan badai yang ganas. Sapuan angin dan ombak terus menghantam kapal tersebut. Tak peduli di pagi hari, di siang hari, atau di malam hari. Kapal tersebut terus bertarung dengan ganasnya lautan dia sekelilingnya. Irman yang berasa di dalam dek kapal memutuskan untuk keluar melihat sekelilingnya. Irman menatap tajam terhadap ganasnya ombak lautan yang sedang mereka hadapi."Hai Irman, apa yang kau pikirkan? kelihatannya kau terus memandangi lautan dengan perasaan bingung," kejut Guru Mada. "Eh... Guru Mada, tidak ada guru, saya tidak memikirkan hal-hal yang aneh. Hanya saja, semenjak kita meninggalkan daratan dan sampai di sini, di tengah-tengah lautan saya berpikir seberapa tangguh pendahulu kita yang mengarungi lautan, menerjang badai di sepanjang perjalanannya dan terus bertahan sampai pada daratan," jawab Irman. "Hahahaha, kepekaan dan pengetahuan mu sangat luas ya nak, pasti Segara Wetan bangga punya murid seperti mu
"Maaf guru Mada, aku ingin bertanya sedikit terkait masalah perang yang baru saja guru bahas," pinta Irman. "Silahkan nak, apa yang ingin kau tanyakan," ujar Guru Mada. "Begini guru, yang namanya perang itu kan pasti melibatkan banyak orang. Melihat perang yang disiapkan kali ini berskala dunia, bukannya tidak mungkin, itu kan sama saja dengan melibatkan semua orang di dunia. Lantas bagaimana kita akan mempersiapkan semuanya, sedangkan saat ini kita saja cuma berdua guru?" tanya Irman dengan penuh kegelisahan. "Begini nak, sebenarnya aku juga masih berpikir tentang taktik perang gerilya. Jika memungkinkan aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperkecil dampak perang tersebut atau skala yang ditimbulkan. Dan untuk personelnya, aku sudah punya beberapa murid yang memang kulatih untuk situasi seperti ini," jelas Guru Mada."Oh, kalau begitu syukurlah setidaknya kita sudah bersiap juga. Oh ya guru, perang gerilya itu apa ya?" tanya Irman kembali. "Hmmmm, dari mana aku harus menjelaskan
"Kang, bukankah ini hal yang aneh?" tanya Bagaskoro kepada Bajulgeni dengan khawatir. "Ya, ini cukup mengherankan. Aku tidak habis pikir mengenai informasi yang ada. Yang pasti, informasi tersebut lebih dapat dipercaya karena tercantum dengan jelas sumber, waktu, tempat peristiwa. Tidak hanya berpacu pada itu saja, meskipun hanya sebatas asumsi ini tetaplah harus diselidiki terlebih dahulu," ujar Bajulgeni. Bagaskoro mengangguk mendengar ucapan Bajulgeni. "Hal aneh apa yang kalian maksudkan?" tanya Qing Ho penasaran. "Jadi begini, padepokan kami telah diserang oleh sebuah kelompok yang kami sendiri belum pasti siapa mereka. Adapun tanda-tanda mereka seperti pakaian, senjata, cara bertarung itu khas dan kami membaginya menjadi 3 kelompok. Dari pembagian tersebut kami telah menyimpulkan bahwa 3 kelompok yang menyerang padepokan kami hingga hancur adalah Padepokan Bayangan Singa, Negara Persatuan Ebidern (NPE), dan Kekaisaran Kahn," jelas Bajulgeni."Hal aneh yang kami maksudkan adalah m
Sesaat setelah bercakap-cakap cukup lama, Irman dan Guru Mada kembali ke kamarnya, sedangkan Arkan meneruskan pekerjaan. Tak lama kemudian kapal berlabuh darurat di pelabuhan Ratmena. Nahkoda kapal mengomando bahwa kapal akan berlabuh setidaknya selama 4 sampai 5 hari, seluruh penumpang diperkenankan untuk keluar kapal atau tetap di dalam kapal. Bagi semua penumpang yang keluar kapal dihimbau untuk membawa tiket penumpang dan kembali ke kapal di hari ke 4 untuk berjaga-jaga kapal sudah selesai diperbaiki.Arkan pun tidak mau melewatkan kesempatan emas ini. Ia segera mencari Guru Mada dan Irman untuk mengajak mereka berkeliling di Kota Pelabuhan Negara Ratmena, Arkan berniat untuk mencari informasi penting di sekitar kota. Tak lama kemudian, Arkan menemukan kamar Guru Mada dengan Irman, sayang mereka berdua masih tertidur pulas. Arkan pun memutuskan untuk keluar sendiri sementara dan kembali lagi nanti, mengingat pasti Guru Mada dan Irman masih kelelahan akibat diajak berdiskusi dengan
*** Malam hari di ibukota Kahn sunyi tidak seperti biasanya. Hiruk pikuk kota yang terdengar selama dua puluh empat jam penuh seperti lenyap. Hanya suara angin yang berhembus tiada ada hentinya. Di tengah-tengah hembusan angin malam yang amat dingin sekali itu, Irman baru saja pulang kerja. Irman terkejut, akhir-akhir ini suasana di ibukota Kahn yang umumnya selalu ramai menjadi sepi. Irman mulai mengetuk pintu apartemennya, dilihatnya penjaga di depan hanya termenung. Penjaga itu seperti seorang ibu yang baru saja kehilangan seluruh anak-anaknya. "Permisi pak," sapa Irman. Penjaga itu masih saja termenung. "Permisi pak," sapa Irman untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, si penjaga masih saja terdiam seribu bahasa. Irman pun menarik napasnya dalam-dalam. "Permisi bapak!" Irman berteriak sekencang mungkin di dekat di penjaga. "Eh, silahkan, silahkan, silahkan," si penjaga menimpali sambil terjungkir ke belakang karena kaget. Dengan cekatan, Irman segera menolong si penjaga. "Saya m
"Tolong jelaskan secara pasti siapa sebenarnya dirimu?" tanya Arkan geram. "Tenanglah nak, aku benar-benar tidak punya niat yang buruk terhadapmu," jawab si pemilik restoran. Perlahan Arkan bisa meredam amarahnya. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan dirinya. "Nah, begitu kan lebih baik," ucap si pemilik restoran."Sekarang aku minta penjelasan dari anda tuan," ujar Arkan. "Sebelum menjawab pertanyaanmu itu, aku ingin menanyakan satu hal. Ini bukan hal yang berat. Ini sesuatu yang santai tapi, aku harap kau serius," ucap si pemilik restoran. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Arkan keheranan. "Kira-kira berapa umurku saat ini?" ucap si pemilik restoran. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh si pemilik restoran membuat Arkan seketika tertawa terpingkal-pingkal."Eh! Hahahaha, hahahahaha, apa kau tidak salah bertanya?" sahut Arkan sembari tertawa. "Seperti yang ku katakan sebelumnya, ini adalah pertanyaan yang santai dan terkesan sepele. Akan tetapi, kau tadi sudah me
*** Seiring berjalannya waktu, Arkan dan Singh mulai menjadi teman akrab. Hanya beberapa hari berpatroli bersama, kedua bocah itu sudah dekat seperti keluarga. Tidak ada tanda-tanda Singh yang curiga dengan penyamaran yang dilakukan oleh Arkan. Singh hanya tau, teman patroli barunya bernama Raka yang sebenarnya adalah seorang penyusup bernama Arkan. "Singh, kita hendak ke mana lagi sekarang?" tanya Arkan. "Hmmm, sepertinya aku lupa menjelaskan di awal. Jadi, selain kita harus bergantian berpatroli sama seperti murid lainnya, ada tugas lainnya yang dikhususkan untuk kita berdua. Nanti, aku akan menjelaskan lebih lanjut tentang tugas yang harus kau emban," jawab Singh. "Aku ada satu pertanyaan lagi," ucap Arkan. "Silahkan, tanyakan saja. Selagi aku mampu menjawab, aku akan menjawabnya," balas Singh mempersilahkan. "Beberapa waktu lalu ketika aku sedang berjaga dan kau tertidur, ada beberapa orang memakai setelan berwarna hitam legam menemui Joe. Kelihatannya mereka sedang berbicara
Setelah berbicara cukup panjang, Wei Fang mengalami sesak nafas yang luar biasa. Seluruh prajurit Bayangan Singa yang ada di sekelilingnya hanya bisa terpana, sambil tak sadar meneteskan air mata. Begitu pula dengan prajurit Naga Langit yang ada, mereka mulai merasa iba terhadap keadaan yang menimpa pasukan Bayangan Singa. Dari kejauhan nampak Batakhu yang meronta-ronta menahan sakit menghampiri Wei Fang. "Master! Master! Anda tidak apa-apa kan?" ucap Batakhu dengan penuh gelisah. "Batakhu, nak. Kau masih selamat, syukurlah. Aku punya satu permintaan kepadamu, uhuk... uhuk...," ucap Wei Fang sambil menahan tekanan darah yang terus keluar. "Permintaan! Apa maksudmu Master!? Aku yakin kau akan baik-baik saja. Perang telah usai! Biarkan kami Pasukan Bayangan Singa sebagai pihak yang kalah untuk mundur! Atau kalian bisa menawan kami sebagai budak!" teriak Batakhu. "Nak, uhuk... uhuk..., sudahlah. Aku ingin kau membeberkan seluruh rencana kita. Aku sudah tidak bisa banyak bicara. Ku harap
"Xi Zhang, apa kau berpikir bahwa Qing Ho melakukan semua ini dengan terpaksa?" tanya si prajurit. "Aku tidak dapat menyimpulkan seperti itu. Intinya, dia tidak akan pernah menyesali apapun yang telah diperbuatnya. Satu hal lagi, sebenarnya, Qing Ho juga telah memberi ku sebuah isyarat. Dia seperti memberiku aba-aba kalau dia adalah seorang penyusup. Mungkin, ini agak aneh, tapi itulah yang kurasakan," ujar Xi Zhang. "Dia memberimu aba-aba seperti itu. Berarti secara tidak langsung, dia memang berniat untuk mencegah ayahnya, agar gagal menaklukkan Padepokan Naga Langit?" tanya si prajurit. "Kemungkinan seperti itu, aku juga baru sadar kalau dia punya kedekatan seperti itu dengan Wei Fang yang keparat. Jadi, seperti ini ya takdir berjalan. Huuu," ucap Xi Zhang sembari menghembuskan nafas pelan. Di saat si prajurit dan Xi Zhang sedang enak mengobrol dan bersembunyi. Tiba-tiba, terdengar sebuah hantaman keras dan udara menjadi penuh dengan bumbungan asap. Master Li Mo dan Wei Fang yang
"Sudahlah Wei Fang, hentikan semua ini! Aku tidak ingin menelan lebih banyak lagi korban jiwa. Lihatlah sekelilingmu, sudah banyak jiwa-jiwa yang tak berdosa tumbang sia-sia. Lagipula, kita bisa membicarakan ini baik-baik," tutur Master Li Mo. "Hahahaha, bisa diselesaikan baik-baik katamu?" ejek Wei Fang. "Aku mohon Wei Fang, aku mohon sekali. Aku tau bagaimana perasaanmu ketika kehilangan anakmu. Satu hal yang kau ingat, yang namanya penghianat merupakan penyakit bagi setiap kelompok, bangsa, negara. Jika bukan karena kelalaianmu dalam mendidiknya ini tidak akan berakhir seperti ini," ujar Master Li Mo. "Memang apa yang kau tahu tentang cara mendidik seorang anak? Apa yang kau tau tentang keadilan? Apa yang kau tahu tentang dosa-dosa? Apa kau pikir kau bisa menangani semuanya sekaligus ha!?" bentak Wei Fang. Suasana di sekitar yang semula kacau dengan perang mulai reda. Seluruh prajurit yang saling baku hantam mulai mendengar dengan seksama percakapan antara Master Li Mo dengan Wei
"Itu dia! Master Wei Fang! Rasakan kalian Naga Langit, kalian akan hancur berkeping-keping karena berani mencari masalah dengan Padepokan Bayangan Singa! Hancurlah kalian!" teriak salah seorang prajurit Bayangan Singa. "Apa-apaan dengan tubuhnya Wei Fang itu?" gumam Master Su Tzu dengan terkejut. "Apakah itu salah satu jurus kutukan?" sambung Master Tung. "Ya, itu adalah salah satu jurus kutukan. Ditambah itu bukanlah jurus kutukan biasa," jelas Master Lee. "Apa maksudmu Master Lee? Pasti yang namanya jurus kutukan itu berbahaya. Kenapa kau berkata itu bukan jurus kutukan biasa? Memang apa yang istimewa dengan jurus kutukan itu?" tanya Master Su Tzu dengan penasaran. "Maksudku dengan bukan jurus kutukan biasa. Karena itu adalah jurus kutukan kuno. Aku tidak salah melihatnya, karena di kitab seni bela diri hitam yang ada di perpustakaan pusat negara jurus itu dijelaskan. Tapi tidak ada seseorang yang diketahui bisa membangkitkan jurus itu. Tidak lain, karena jurus itu memang berbahaya,
Pertarungan sengit antara Batakhu dengan Santoso pun tidak terelakkan lagi. Santoso bertarung layaknya ninja menggunakan dua buah belati. Dengan gerakan lincahnya, Santoso berhasil memojokkan Batakhu. "uhhh, uhhh, uhhh, siapa kau sebenarnya?" tanya Batakhu dengan napas terengah-engah. "Kurasa, kau harusnya memikirkan bagaimana nasibmu, daripada ingin mengetahui tentang siapa diriku. Aku tidak akan menahan diri untuk melawan mu, majulah, Jenderal Batakhu!" bentak Santoso. "hahahaha, kurasa kau memang tidak berasal dari padepokan Naga Langit, aku akan menebasmu, sama seperti aku menghilangkan kaki bocah itu," ujar Batakhu. "Cobalah kawan," tantang Santoso. Gerbang padepokan Naga Langit telah dibuka lebar-lebar, seluruh pasukan bertempur antara hidup dan mati di luar benteng. Bala bantuan dari Naga Langit pun segera menghampiri Bajulgeni. Bajulgeni yang nampak sekarat, segera dibawa masuk ke dalam benteng."Anda hendak ke mana Master Li Mo?" tanya Master Su Tzu. "Ada urusan yang harus
"Tidakkkk!" teriak Wei Fang mengguncang seluruh kancah peperangan. Salah satu petinggi Padepokan Bayangan Singa, General Batakhu pun maju untuk mencoba menenangkan Wei Fang. "Tuan, mohon anda bersabar dengan apa yang menimpa tuan muda. Yang harus kita lakukan adalah membalaskan dendam apa yang telah terjadi dengan tuan muda, bukan malah meratapinya, seakan-akan kematiannya sia-sia. Mata dengan mata, telinga dengan telinga, tangan dibalas tangan, begitu juga dengan nyawa, nyawa harus dibalas dengan nyawa. Sadarlah tuan," tutur Batakhu. "Keyyyy Fangggg! Kenapa harus kau yang pergi duluan! Kenapa!" teriak Wei Fang histeris. Ucapan Batakhu seperti sebuah hembusan angin di hadapan Wei Fang yang sedang berada dalam ruang antara hidup dan mati. Wei Fang tidak mempedulikan apa yang ada di sekitarnya. Wei Fang hanya meratapi penuh pada penggalan kepala Key Fang. Air terus mengalir membasahi wajah Wei Fang sampai menggenang airnya di bawah. "Sekarang apa yang harus kita lakukan jenderal?" t