"Wahh..! Bener banget Bang Bara..! Kayaknya itu memang gambar harimau dengan warna silver seperti besi. Ya, gambar harimau benar itu bang..! Kok bang Bara bisa tahu ya..?" seru Panjul membenarkan Bara, seraya bertanya heran. "Terimakasih Bang Panjul, jika benar itu gambar harimau besi berarti dugaan saya tak salah. Soalnya ada kejadian lain yang melibatkan kelompok berseragam hitam ini Bang Panjul," ucap Bara.Dan misteri di benak Bara 'agak' menjadi terang kini, bahwa kelompok yang menyerang rumahnya dan yang hendak menculik Marsha, adalah kelompok yang sama. Harimau besi..! Bara segera menghabiskan kopi susunya, dia hendak mencari keterangan lebih jelas soal kelompok 'Harimau Besi' ini. "Bang Bara. Saya curiga dengan dua orang yang selama belakangan ini selalu datang ke warung kopi saya Bang. Mereka berdua seperti mengawasi rumah Bu Marini setiap harinya. Dan pagi sebelum kejadian mereka juga datang ke warung saya seperti biasa.Lalu dia menghubungi seseorang saat melihat ada ban
"Benarkah Mah..?! Jika begitu kita tunggu saja, hendak sampai kapan dia mengawasi rumah kita. Tenanglah Mah, David akan menjaga rumah ini, jika sampai sore dia masih berada di sana maka David akan menyelidikinya secara langsung," ujar David mengatakan rencananya."Baiklah David, Mamah ikut rencanamu itu," ucap Vivian seraya beranjak kembali ke teras rumahnya menemui Elsa kembali."Revi, kau tunggu sebentar di sini ya. Koko akan coba melihat orang itu dari lantai atas," ucap David."Baik Dave Ko," sahut Revina mengerti.David pun bergegas naik ke lantai dua rumahnya, dia membuka sedikit korden jendela kamar atasnya yang memang kebetulan menghadap ke arah depan rumahnya. Dan memang benar, di depan sana sebelum prapatan blok, nampak sebuah Innova silver parkir di pinggir jalan.Seorang lelaki perlente paruh baya tengah mengawasi ke arah rumahnya dengan diam-diam. Sesekali nampak pria perlente itu mencuri pandang ke arah rumahnya. Dan terkadang dia masuk ke dalam mobilnya, seraya mengatur
Tinn..! Tiinn..!Sebuah Innova hitam nampak membunyikan klaksonnya dan berhenti di depan gerbang rumah Bara.Lalu sebuah wajah tersenyum hangat nampak muncul melalui jendela depan mobil itu, sambil melambaikan tangannya ke arah Bara yang tengah duduk di teras rumahnya."Wah..! Mas Dimas. Tunggu sebentar..!" seru Bara seraya bergegas beranjak dari kursi teras, menuju ke arah gerbang pagar, yang baru saja selesai diperbaiki oleh beberapa tukang hari ini.Klang..!"Silahkan masuk Mas Dimas," ucap Bara tersenyum, setelah membuka pagar gerbang.Innova hitam milik Dimas itu pun masuk dan langsung parkir di halaman dekat teras rumah."Wah..! Masih banyak yang harus diperbaiki rupanya Mas Bara," ucap Dimas, seraya mengamati sekitar teras rumah Bara. Dan tak sengaja matanya pun tertumbuk pada Jeep Cherokee putih milik mendiang ayahnya.Jeep itu terparkir di halaman samping kanan rumah Bara, berjajar dengan Mazda 2 black milik Marco. Tampak banyak lubang-lubang dan lecet bekas peluru di body ke
"Kompetisi gelap..?! Tolong jelaskan soal ini Mas Bara, aku benar-benar tak mengerti," Dimas berkata dengan wajah bingung.Akhirnya Bara pun menceritakan soal kompetisi gelap, dan latar belakang dia tak sengaja masuk dalam kompetisi maut itu. Kompetisi yang masih berjalan hingga sampai saat itu."Wahh..! Ini benar-benar mengejutkanku Mas Bara..! Aku tak menyangka ada sebuah kompetisi yang bisa 'menembus' batas-batas hukum di negara ini. Bagaimana pun juga, para napi itu masih menjadi tanggungan negara! Bagaimana mungkin ada pihak yang mampu 'memotong' jalur hukum negara tersebut Mas Bara..?!" seru Dimas terkejut bukan kepalang, mendengar ada penyelenggaraan kompetisi semacam itu."Yah, namanya juga 'oknum' Mas Dimas. Selalu saja ada 'oknum' dimana pun suatu institusi berdiri, dan akan selalu ada di seluruh dunia hingga akhir jaman," ucap Bara memaklumi keterkejutan Dimas. Karena dulu pun dia juga kaget dan terkejut, seperti Dimas sekarang."Ediann..!" seru Dimas lagi, melepaskan kekes
"Pak Nala, Bi Tarni. Besok kita akan pindah ke apartemen di daerah Jakarta selatan. Untuk sementara jangan kabarkan kepindahan kita besok pada siapapun, termasuk pada pelayan lain dan satpam di depan. Kalian ikut saya ke tempat baru. Sementara pelayan lainnya tetap saja bekerja seperti biasa di rumah ini," pesan Marsha pada kedua orang kepercayaannya itu."Baik Non Marsha, saya mengerti," sahut dua orang kepercayaan Marsha itu bersamaan.Dan hari itu juga, Marsha pun berangkat ke kantor marketing Darmawangsa Residence. Untuk menyelesaikan administrasi pembayaran dan serah kunci, atas sebuah unit apartement bernilai 25 miliar rupiah.*** Hari menjelang malam, saat mobil Porsche 718 putih milik Vivian meluncur keluar dari kediamannya mengarah ke jalan raya.Nampak Elsa dan Katrin juga berada di dalam mobil Vivian itu. Dan seperti yang telah diduga oleh David, mobil Innova milik sang pengintai pun langsung bergegas membuntuti di belakang mobil Vivian itu.Setelah memberi jarak beberapa
Tuk..! "Ahhsk..! Ouuhhhsss...! Panasss..!! Dimana aku..?!!" sejenak setelah membuka matanya, si Donny pun berteriak merasa kepanasan di bagian bawah hidungnya yang tak berkumis itu.Tentu saja dia merasa kaget, karena berada di tempat yang tak dikenalnya."Namamu Donny Wiliyanto, usia 39 tahun, tinggal di Gandaria, Jakarta Selatan benar begitu..?!" seru Bara dingin, sementara David sengaja berada di belakang kursi Donny agar tak dikenali olehnya."Ba-bagaimana kau bisa tahu..?! Uhhks...panassh..!" seru kaget Donny, seraya mengeluh panas. Pastinya dia merasa kepanasn di bagian bawah hidungnya itu, karena David memang tak kira-kira mengoleskan 'Hot Krim' di bagian itu.David memang menjadi sangat benci pada Donny, setelah dia mendengar ucapan Donny yang akan menikmati tante Elsa dan Katrin lebih dulu, sebelum menghabisi mereka.Hati David, bagai dibakar timah panas saat mendengar pembicaraan terakhir Donny di ponselnya."Sekarang jawab pertanyaan saya..! Di suruh siapa kamu menguntit E
"Angga. Apakah Marsha itu benar-benar masih sendiri..?" tanya Leonard pada Angga, saat mereka berdua berada di teras atas rumah sang Jendral.Mereka berdua memang baru saja saling berbicara di sana, setelah makan malam bersama usai. Tampak dua kaleng bir dan makanan ringan tersanding di meja teras."Hmm. Menurut info dari Freedy, Marsha memang masih 'single' Leonard," sahut Angga."Lalu bagaimana menurutmu wanita bernama Marsha itu Angga..? Apakah dia cukup cantik untuk kujadikan istriku..?" tanya Leonard meminta pendapat Angga."Itu relatif menurut selera kita masing-masing Leonard. Tapi secara umum, wanita bernama Marsha itu memang istimewa Leonard," sahut Angga.Ya, Angga sendiri memang berpenampilan acuh dan dingin terhadap wanita. Namun jangan salah, Angga juga bisa sangat agresif, jika dia sudah menemukan wanita yang sesuai dengan seleranya."Lalu bagaimana dengan tipe wanita idamanmu Angga..?" tanya Leonard, penasaran dengan teman bicaranya yang berwajah dingin itu."Hahaaa..!
"Haishh..! Enak saja.aku dibilang galak, Resti nggak galak kan ya Mah, Ayah..? Hihh..!" Resti langsung meradang dan wajahnya pun merona merah, tak terima dia dikatakan galak oleh Bara di depan kedua orangtuanya. Lalu dicubitnya pinggang Bara yang duduk disebelahnya."Hahahaaa...! Kau memang ga... gadis baik Resti. Hahaa..!" spontan Rudi langsung terbahak, dan hampir saja lidahnya 'terceplos' membenarkan Bara."Ayahh.. ihhh..!" Resti akhirnya juga mencubit lengan ayahnya, dengan wajah cemberut. Kesal, karena sang ayah seperti membenarkan Bara."Hihihiii. Sudah .. sudah, pokoknya kalau nggak ada Resti nggak ramai ya Pah..? Hihihii..!" Sofia terkikik geli, melihat tingkah putrinya yang lagi keki itu."Ini gara-gara kamu Mas Bara..! Hihh..!" kembali Resti menyalahkan Bara dan mencubit pinggangnya sekali lagi."Aduhh! Ampunn Resti. Hehehee,.!" Bara mengaduh seraya terkekeh senang. Baginya memang suasana seperti ini yang ingin dirasakannya, hangat, kekeluargaan dan tidak kaku."Silahkan Mas
"Mulai ..!" Seth..! Seiring aba-aba yang diserukannya, Hong Chen melesat dengan tangan menyambar ke arah pusaka langit tersebut. Staaghs.! "Akhhs..!" Seth..! Tangan Hong Chen terasa bergetar dan tersetrum tegangan tinggi. Saat gagang cambuk berkilau keemasan itu terbentur oleh tangannya. Tangkapannya kurang tepat, cambuk terus berputar cepat sekali. Dia pun kembali melesat ke tepi cekungan, untuk mengatur tangkapannya kembali. "Hiahh..!" Swaappsh..!! Biksu Kian Long menghentakkan kedua tangannya, ke arah cambuk pusaka yang tengah berputar cepat itu. Seketika arus putaran cambuk pusaka bagai tertahan, oleh sebuah tenaga luar biasa yang tak kasat mata. Putaran cambuk pusaka itu menjadi lebih lambat, dan jelas sekali terlihat gagangnya. Dan saat sang biksu hendak melesat meraihnya, Seth..! Cepat sekali Chen Sang melesat ke arah cambuk yang nampak jelas itu. Melihat hal itu, biksu Kian Long melepaskan kembali energi penahan lesatan cambuk itu. Wrrrrrhhss...! Krrtz..! Krrtzzs
"Benar Guru. Sesuatu yang berharga pastilah banyak yang mengincarnya," sahut Chen Sang pelan. "Chen Sang, kita bermeditasi disini hingga 'pusaka' itu turun. Apapun yang akan terjadi nanti tetaplah bermeditasi, gunakan perisai tenaga dalammu saat badai datang. Hilangkan ambisi mendapatkan 'pusaka' itu, namun tetaplah berharap pada kemurahan-NYA," ujar sang Guru Tiga Aliran memberikan arahan terakhirnya pada Chen Sang. "Baik Guru..!" sahut Chen Sang patuh. "Dan ingat Chen Sang..! Saat badai mulai mereda, kita harus mengakhiri meditasi kita. Lalu berusahalah menggapai 'Pusaka Langit', yang telah melayang di atas pusat cekungan melingkar ini," sang Guru berbisik dengan suara pelan namun tajam. "Chen Sang paham Guru." Sosok guru dan murid itu akhirnya duduk bersila, lalu bermeditasi dengan posisi teratai. Selama 2 jam lebih sudah ke tiga sosok di tepian cekungan, yang berada di lembah pegunungan Kunlun itu bermeditasi. Hingga ... Scraattzz..! Jlegaarhhss..!! Sebuah kilatan besar
"Lapor Jendral..! Misi sudah dilaksanakan. Enam buah roket telah ditembakkan. Dan satu orang di antara mereka sepertinya sudah tewas Jendral..!" "Bara..?!" seru Graito bertanya."Maaf, bukan Jendral..!" sahut pelapor. "Lalu empat helikopter yang lainnya..?!" tanya sang Jendral, seraya menatap tajam sang pelapor. "Empat helikopter kita meledak hancur oleh pukulan Bara, Jendral..!" "Wesh..!" Praaghk..!! Sang pelapor pun langsung tewas di tempat, dengan kepala pecah. Di hantam pukulan bertenaga dalam sang Jendral. Dua orang lain di samping pelapor otomatis melangkah mundur seketika. Sadis..! "Keparat Bara..!! Kau selalu membuatku rugi..!" teriak kalap sang Jendral. "Mana Pandu..?!" seru sang Jendral, pada dua orang lainnya. Sepasang matanya mendelik berkilat kemerahan. "He-he-helikopternya juga jatuh Jendral." sahut seorang di antara mereka. "Dari sisi mana kalian menyerang..?!" "Da-dari arah depan markas Jendral."Braaghk..!! Kini meja teras yang lagi-lagi hancur oleh sepaka
"Bangsat kau Bara..!" Slaph..! Byaarshk..! Pandu melesat keluar dari helikopter yang hilang kendali tersebut. Bara melihat sosok merah keemasan melesat keluar, dari helikopter yang hendak hancur masuk ke lembah itu. 'Pandu..!' gumam bathin Bara. Namun saat dia hendak melesat mengejarnya, "Gatott..!!" samar-samar terdengar teriakkan keras para sahabatnya, menyeru nama Gatot di bawah sana. Bara pun urung mengejar Pandu, dan melesat kembali ke markasnya dengan secepat mungkin. Slaphh..! Taph..! Bara mendarat tepat di sisi para sahabatnya, yang telah berkerumun cemas pada kondisi Gatot. Nampak jelas kini oleh Bara, sosok Gatot yang tengah terkapar tak sadarkan diri. Dada Gatot nampak membiru, dengan darah mengalir dari mulutnya. 'Luka dalam yang teramat parah..!' bathin Bara sesak dan sedih sekali. "B-bara..! A-apa yang harus kita lakukan..?!" seru gugup bergetar Sandi. Dan semua sahabat pun kini menatap Bara, seolah menanti keputusan cepat dari Bara. Karena mereka semua tak a
"Teh manis opo..? Gundulmu kuwi..! Bikin sendiri sana..!" seru bi Tarni sewot. "Ya Bibi, Gatot kan mau pulang nanti Bi. Bikinin ya, teh bikinan Bibi kan yang paling pas di lidah. Hehe," celetuk Gatot terkekeh. "Huhh..! Gombiall..!" sungut bi Tarni, seraya beranjak kembali ke dapur. Bara cs melanjutkan obrolannya, sambil makan gorengan buatan bi Tarni. Sungguh suasana yang menyenangkan di pagi itu. Namun...Wrrngg..! Wrŕenngg..!! Secara tiba-tiba dari ketinggian, turun dengan cepat 5 buah helikopter ke arah markas Bara. Kumpulan helikopter itu terbang dalam keadaan melintang berbaris. Pada ketinggian sekitar 80 meter di atas tanah, dengan sisi-sisi pintu nya telah terbuka menghadap ke depan vila. Nampak RPG-32 telah disiapkan pada posisi siap meluncur. "Tembak..!!" Pandu yang memimpin langsung penyerangan, langaung memberikan perintah tembak. Swassh..! Swaassh ..! ... Swaassh..!! Enam buah roket langsung melesat cepat ke titik target di markas Bara. "Awass..! Semuanya..!! Han
"Resti..!" Seth..! Tiba-tiba saja sosok Revina melesat masuk, dan memalang di antara tubuh Resti yang tertarik maju. Plakh.! ... Plakh..!!Dan Revina langsung menampar keras pipi Evan bolak-balik 3 kali. "Arrkksgh...!! Kurang ajar kau Rrevina..! Kau selalu menghalangiku..!" Evan berteriak keras kesakitan. Pipinya terasa panas berdenyar, dengan kuping berdenging, dan mulutnya terasa asin berdarah. Warna merah lebam segera menghias kedua pipi Evan, yang nampak mulai membengkak. "Kau yang Bajingan Evan..! Rupanya tempo hari aku kurang keras menghajarmu..!" seru Revina dengan mata membelalak marah, seraya menunjuk ke wajah Evan. "Hei.hei..hei..! Rupanya buruanmu galak juga Evan. Aku jadi ingin mencicipi keganasannya di ranjang..! Hahaaa..!" seru tergelak salah seorang dari teman Evan. Dan serentak kedua teman Evan itu berjalan mendekat ke arah Revina. "Resti..! Kau masuklah ke mobil. Biar kuhajar tiga pecundang ini..!" bisik tajam Revina pada Resti. "Hati-hati Vina..!" bisik Re
"Bara memang brengsek..! Dia berkata dia adalah orang bebas..! Cuih..! Jangan harap..!" seru Freedy, mengungkapkan kekesalan hatinya. "Freedy, apakah benar Bara berkata begitu..?!" seru sang Jendral, yang mendengar seruan marah Freedy. "Benar Jendral." "Hmm. Pemuda licik itu benar-benar tahu posisinya saat ini Freedy..!" seru Graito. "Maksud Jendral..?!" seru Freedy kaget. Setelah mendengar sang Jendral seolah membenarkan ucapan Bara yang telah bebas. "Freedy, buka nalarmu..! Saat ini posisi kita dalam pengintaian pihak kepolisian. Dan aku mencurigai ada kerjasama antara pihak Bara cs dengan kepolisian, untuk menyelidiki serta membekuk kita. Karenanya kita tak mungkin mengajukan laporan pencabutan jaminan kita atas dirinya. Karena telah terjadi pergantian pejabat tinggi di kepolisian saat ini. Jika kita nekat melaporkan juga. Maka kemungkinan pihak kepolisian malah akan memeriksa kita, sehubungan dengan penjaminan yang kita lakukan. Benar-benar 'culas' si Bara ini..!" seru sa
"Haishh..! Dasar wong gemblung.! Lagi bahas Non Marsha malah ngomongin makanan," sentak bi Tarni kesal pada Gatot. Segera ia melepaskan pelukannya dari Gatot, seraya mengusap air matanya. Lalu dia pun berbalik melangkah kembali ke dalam vila, tanpa menoleh lagi. Tentu saja bi Tarni hendak membuatkan masakan terenak, khusus buat 'tuyul dapur'nya itu. "Lho..?! Salah saya di mana Bi Tarni yang cantik..?" protes Gatot, sambil memasang wajah bingung.Ya, dibalik sikap jutek bi Tarni pada Gatot, sesungguhnya dia sudah menganggap Gatot bagai ponakannya sendiri. Para sahabat lainnya hanya tertawa saja, melihat adegan rutin cekcok Gatot dan bi Tarni itu. Mereka pun akhirnya berkumpul dan ngobrol di teras vila dalam suasana yang penuh kekeluargaan. *** Dua hari kemudian. Sang Jendral sedang termenung di 'ruang rahasia'nya. Tampak emas batangan bertumpuk-tumpuk membentuk sebuah gunungan setinggi 3 meteran. Beberapa brankas besi pun tampak berjajar, di sekitar ruangan yang luas tersembun
"Terimakasih Mas Bara, Mas Dimas, Mas Gatot, Mas David, Mas Sandi, Brian, dan semuanya. Kalian memang sahabat-sahabat terbaik seumur hidupku," ucap serak Marsha, penuh perasaan terimakasih dan keharuan mendalam. "Bukan apa-apa Marsha, kau juga kerap membantu kami semua. Istirahatlah, yakinlah hari esok pasti lebih baik Marsha," sahut Bara tersenyum menenangkan. Ditatapnya Marsha dengan pandangan penuh prihatin dan juga sayang, pada sahabat wanitanya ini. Marsha pun tertunduk, dengan buliran air mata mengalir di pipinya. Lalu dia pun beranjak melangkah menuju ke kamarnya, dengan dirangkul oleh Leonard. "Mas Bara, David, dan semuanya. Atas nama keluarga Winston Group, saya mengucapkan banyak terimakasih atas pertolongan dan penghiburan kalian. Di saat keluarga kami mengalami musibah yang menyedihkan dan membingungkan ini. Kalian datang dan memberi titik terang atas masalah kami. Dengan ini, 'Winston group' telah menganggap kalian sebagai bagian dari keluarga besar kami. Kami tak