"Wah..! Berkelas sekali mobilnya Mas Bara," ucap Marsha kagum, dia memang penyuka barang-barang klasik."Keren juga mobilnya Mas Bara," timpal Clara, melihat mobil antik yang masih mulus dan terawat itu."Hehe. Itu mobil warisan dari Kakek. Marsha, Clara, silahkan naik saja. Pak Tono, hati-hati di jalan ya," sahut Bara terkekeh, seraya berpesan pada supirnya itu."Baik Mas Bara," sahut Tono."Kami pulang dulu Mas Bara," ucap Marsha tersenyum, sambil melambaikan tangannya bersama Clara dari dalam mobil.Bara tersenyum membalas lambaian mereka, dan akhirnya mobil yang dikemudikan pak Tono itu pun menghilang di balik pagar rumahnya.Kini rasa sunyi kembali merayapi hati Bara,'Ibu, Ayah. Semoga kalian tenang di sana', bathin Bara. Entah untuk yang keberapa kalinya hari ini. Hati Bara selalu mengucapkan harapan dan doanya bagi kedamaian kedua orangtuanya itu, di tengah rasa sepi dan kehilangannya.Tutt ... Tuttt ... Tuttt.!Ponsel bara berdering, 'Resti memanggil'.Klik."Ya Resti.""Mas
Tin..! Tinn..!David membunyikan klakson di depan gerbang rumahnya, segera saja Ato sang satpam membukakan gerbang pagar rumah bagi tuan mudanya itu."Itu Dave Ko pulang Mah," ucap Revina pada Vivian. Serentak mereka menoleh dan tersenyum ke arah David, yang terlihat melambaikan tangannya pada mereka berdua.Ya, Revinda dan Vivian memang tengah sibuk menyiapkan angpao di teras rumah."Halo Mah, Revi. Maaf agak terlambat pulang, jalanan dari puncak dan lepas tol agak macet tadi," sapa David tersenyum pada keduanya."David, sebaiknya kau bantu Revina di sini menyiapkan angpao untuk besok. Mamah mau ke belakang dulu membantu Bi Mely dan yang lain, menyiapkan kue-kue untuk besok," ucap Vivian tersenyum senang, melihat David telah pulang dan bisa membantunya mempersiapkan perayaan besok. Dia pun beranjak meninggalkan teras menuju dapur."Baik Mah." sahut David patuh."Bagaimana Dave Ko, apakah berkas dan rekening Dave Ko sudah diambil..?" tanya Revina."Sudah Revi, berkas dan rekening suda
Sementara di kamar pribadinya.Samuel kini menggunakan gigi palsu permanen di bagian gigi atas depannya. Akibat tiga buah giginya tanggal 'dihajar' oleh orang bersarung kepala, di vilanya tempo hari.Dia juga tak berani menghubungi Marsha, karena dia berpikir Marsha telah diculik bahkan mungkin dibunuh oleh kedua penjahat bersarung kepala itu.Terakhir kali dia memang hanya bisa melihat Marsha yang sedang diseret, oleh seorang dari penjahat tak dikenal itu. Samuel juga mendengar suara meminta tolong Marsha padanya, dengan nada penuh ketakutan.Samuel berpikir tentulah kedua penjahat itu mengincar Marsha dan bukan dirinya. Karena dia merasa tak kehilangan apapun di kamar vilanya itu, dan hanya Marsha yang dibawa pergi oleh kedua penjahat itu.Dan Samuel sendiri baru bebas dari ikatan tubuhnya di kursi keesokkan harinya, saat penjaga vilanya datang dan curiga melihat pintu vila yang terbuka lebar pagi harinya.'Pasti Marsha memiliki masalah, dengan orang yang menyuruh kedua penjahat itu
Ya, ajian tertinggi yang dikeluarkan Dirga selama ini adalah aji 'Rajeg Wesi', yang dikombinasikan dengan jurus 'Trenggiling' miliknya. Sehingga dari situ lahirlah julukan 'Trenggiling Siluman' yang melekat pada dirinya.Aji 'Rajeg Wesi' sendiri adalah semacam ilmu kebal, yang membuat seluruh tubuh Dirga menjadi keras bagai besi dan kebal bacokan senjata tajam, bahkan tahan oleh lesatan peluru sekalipun.Dan jika ajian itu dikombinasikan dengan jurus Trenggiling miliknya, maka hasilnya akan sangat mencengangkan. Karena dengan kombinasi itu, Dirga mampu membuat semua lawan-lawannya tewas dengan tubuh berlubang-lubang. Bagai di bor dengan mata bor baja sebesar tangan, kaki, bahkan kepala Dirga. Ngeri..!Untuk tenaga dalam, masih belum ada taksiran pasti dari kekuatan puncak tenaga dalam si Dirga ini. Dia begitu pandai menyembunyikan kekuatan tenaga dalam yang sesungguhnya. Yang pasti selama pertarungannya di level Area, Dirga sama sekali belum pernah terlihat mengeluarkan tenaga dalam p
"Kenapa hanya Marsha..?" tanya Bara seperti pada dirinya sendiri."Itulah yang membuatku bingung Bara. Apakah karena Marsha telah memenangkan taruhan 1 triliun itu, atau ada hal lainnyakah..? Aku benar-benar dibuat bingung dalam hal ini Bara," sahut David, yang juga bingung sendiri."Namun apapun itu, sebaiknya kita mulai menjaga Marsha sebisa mungkin David.""Benar Bara. O iya, ada satu hal lagi Bara. Para penghadang itu mengenakan seragam hitam dengan simbol Harimau Besi di dada kiri pakaian mereka Bara," cetus David, teringat akan hal itu."Hmm. Harimau Besi ya. Lalu senjata api jenis apa yang mereka pakai David..?" gumam Bara bertanya."Aku kurang paham dalam hal itu Bara. Aku ragu saat hendak mengambil salah satu senjata api itu sebagai bukti. Tapi sepertinya itu termasuk senjata otomatis Bara," sahut David."Hmm. Aku akan coba menyelidiki ini lebih lanjut David. Sepertinya ada sesuatu yang perlu kutanyakan pada warga sekitar tempat tinggalku nanti," ujar Bara.Ya, Bara seperti m
"Mas Bara, apakah David sudah cerita sama Mas soal kejadian di vila waktu itu..?""Iya Marsha, dia sudah cerita padaku kemarin di rumahnya. Yang aku herankan kenapa kamu bisa di jadikan target oleh mereka Marsha..?""Aku sendiri tak tahu Mas Bara. Dalam beberapa hari terakhir ini Marsha juga terus berpikir dan bertanya-tanya soal itu Mas.""Ahh..! Marsha, sebaiknya untuk sementara waktu kau jangan tinggal di rumah dulu. Sepertinya mereka dan kelompoknya akan terus berusaha mencari dan menculikmu, entah dengan alasan apa.""Sepertinya memang sebaiknya begitu Mas Bara. Marsha sendiri sudah memutuskan untuk berhenti dari profesi yang Marsha geluti selama ini. Marsha akan ikut bisnis Mas Bara dan David saja nantinya ya. Hehe.""Hahaa, Marsha. Aku dan David saja belum berfikir ke arah bisnis saat ini. Statusku dan David kan masih narapidana saat ini. Walau kami bebas pergi kemana kami suka, tapi tetap saja kami belum bebas sepenuhnya dan masih terikat oleh pihak penyelenggara kompetisi.""
"Wahh..! Bener banget Bang Bara..! Kayaknya itu memang gambar harimau dengan warna silver seperti besi. Ya, gambar harimau benar itu bang..! Kok bang Bara bisa tahu ya..?" seru Panjul membenarkan Bara, seraya bertanya heran. "Terimakasih Bang Panjul, jika benar itu gambar harimau besi berarti dugaan saya tak salah. Soalnya ada kejadian lain yang melibatkan kelompok berseragam hitam ini Bang Panjul," ucap Bara.Dan misteri di benak Bara 'agak' menjadi terang kini, bahwa kelompok yang menyerang rumahnya dan yang hendak menculik Marsha, adalah kelompok yang sama. Harimau besi..! Bara segera menghabiskan kopi susunya, dia hendak mencari keterangan lebih jelas soal kelompok 'Harimau Besi' ini. "Bang Bara. Saya curiga dengan dua orang yang selama belakangan ini selalu datang ke warung kopi saya Bang. Mereka berdua seperti mengawasi rumah Bu Marini setiap harinya. Dan pagi sebelum kejadian mereka juga datang ke warung saya seperti biasa.Lalu dia menghubungi seseorang saat melihat ada ban
"Benarkah Mah..?! Jika begitu kita tunggu saja, hendak sampai kapan dia mengawasi rumah kita. Tenanglah Mah, David akan menjaga rumah ini, jika sampai sore dia masih berada di sana maka David akan menyelidikinya secara langsung," ujar David mengatakan rencananya."Baiklah David, Mamah ikut rencanamu itu," ucap Vivian seraya beranjak kembali ke teras rumahnya menemui Elsa kembali."Revi, kau tunggu sebentar di sini ya. Koko akan coba melihat orang itu dari lantai atas," ucap David."Baik Dave Ko," sahut Revina mengerti.David pun bergegas naik ke lantai dua rumahnya, dia membuka sedikit korden jendela kamar atasnya yang memang kebetulan menghadap ke arah depan rumahnya. Dan memang benar, di depan sana sebelum prapatan blok, nampak sebuah Innova silver parkir di pinggir jalan.Seorang lelaki perlente paruh baya tengah mengawasi ke arah rumahnya dengan diam-diam. Sesekali nampak pria perlente itu mencuri pandang ke arah rumahnya. Dan terkadang dia masuk ke dalam mobilnya, seraya mengatur
Di ruang tamu villa, nampak berkumpul Bara serta para sahabatnya. Sementara Leonard juga di dampingi 2 orang kepercayaannya, Jason dan Tommy. Mereka berbicara akrab dan hangat saat itu. Seperti tak pernah ada permusuhan di antara mereka. "Leonard. Terimakasih atas kesediaanmu mengantar sendiri pesanan kami," ucap Bara tersenyum. "Sama-sama Bara, aku senang bisa bersahabat dengan kalian semua. O ya, Marsha titip salam buat kalian semua. Tadinya dia memaksa ikut, namun dilarang keras sama Ibuku," ujar Leonard menyampaikan. "Ahh. Bagaimana kabar Marsha di sana Leonard..? Kapan kalian menikah..?" tanya Dimas. Dia memang sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit itu. Ya, Dimas sudah belajar menghilangkan kebencian di hatinya pada Leonard. Dia sadar, kepentingan bersama para sahabatnya lebih utama, dibanding perasaan pribadinya. Namun tentu saja hal itu masih meninggalkan 'bekas mendalam' di hatinya. Hal yang berdampak pada dinginnya hati Dimas terhadap wanita. Dimas merasa sudah t
"Ahh..! Aku datang untuk mengantarkan dompet tanganmu yang tertinggal di dalam mobilku semalam Dewi," seru Dimas agak terpana melihat kecantikkan Dewi, seraya menyerahkan dompet itu pada Dewi. 'Tak kusangka di pagi hari kau malah semakin nampak cantik Dewi', batin Dimas mengakui. "Wah..! Terimakasih Mas Dimas, pantas Dewi cari-cari di tas semalam tak ketemu. Masuk dulu Mas Dimas ya," seru Dewi senang, dia pun membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan Dimas masuk. "Baiklah Dewi, tapi aku tak bisa lama-lama ya. Para sahabat menanti di rumah Mas Bara," sahut Dimas, seraya duduk di kursi tamu rumah. 'Mas Dimas pasti kurang tidur semalam', bathin Dewi, saat melihat mata Dimas yang terlihat cekung dan lelah."Mas Dimas, Dewi ucapkan terimakasih atas pertolongan Mas semalam, dan juga antaran dompet Dewi ya," ucap Dewi tersenyum. "Bukan apa-apa Dewi. Aku hanya kebetulan saja sedang berada di lokasi kejadian," sahut Dimas. Jujur saja Dimas agak jengah juga, karena Dewi menatapnya den
"Bagaimana hasil pengamatan kalian terhadap rumah Bara cs, Pandu..?" "Bersih di sana Paman Jendral, tak ada helikopter maupun orang-orang kita yang hilang di sana. Kami juga sudah memberi peringatan pada kediaman Bara, yang dijadikan markas oleh mereka itu paman," sahut Pandu apa adanya. "Hmm. Kau beri peringatan apa pada mereka Pandu..?" tanya sang Jendral penasaran. "Pandu melepaskan pukulan level ke 4 aji 'Singa Langit' pada kediaman mereka paman Jendral, namun Bara berhasil menangkis pukulan Pandu itu di udara. Dan dari situ ada kabar mengejutkan buat kita Paman Jendral," sahut Pandu, berhenti sejenak dari ucapannya. "Katakan cepat kabar itu Pandu..! Jangan sepotong-potong memberikan informasi padaku..!" sentak sang Jendral, yang menjadi gemas dan penasaran dengan penuturan Pandu. "Paman Jendral, dari beradunya pukulan Pandu dan pemuda bernama Bara itu, maka Pandu jadi yakin, jika saat ini Paman Drajat si 'Tapak Es' ada bersama mereka. Karena energi yang dilepaskan Bara te
Sementara itu, Dimas telah tiba di garasi kediamannya, Dimas bermaksud hendak langsung masuk ke kamarnya, dan menyendiri di sana. Namun saat dia turun dari mobilnya, dan hendak menutup kembali pintu mobil. "Ahh..!" Dimas berseru kaget, saat mendapati sebuah dompet tangan tergeletak di kursi sebelah kemudi. Dan Dimas langsung saja berpikir, jika dompet itu pasti dompet milik Dewi yang tertinggal. 'Biarlah besok saja kuantarkan ke rumahnya sekalian ke rumah Mas Bara', bathinnya. Dia tak hendak membawa dompet itu masuk ke dalam rumah. Maka disimpannya dompet milik Dewi itu di laci mobil. Lalu Dimas pun bergegas keluar dari garasi, menuju ke dalam kamarnya di lantai atas. Ya, hari itu adalah hari paling kelabu di hati Dimas. Di dalam kamar pun, Dimas tak bisa berhenti berpikir tentang Marsha. Hati dan pikirannya seolah terus 'terparkir' pada sosok wanita, yang memang sangat spesial di hatinya itu. Sungguh hal yang sangat 'menguras' energi Dimas. Sulit baginya saat itu, untuk fok
"Maaf Mas Bara dan semuanya. Sepertinya malam ini aku ingin pulang dulu, sekalian mengantarkan Dewi. Dia baru saja lolos dari aksi kejahatan di jalan. Kebetulan aku ada di dekat situ, usai dari warung bang Madi. Karena tinggalnya di Lenteng Agung, maka aku sekalian akan mengantarkannya pulang," ujar Dimas. Menjelaskan sekaligus menjawab tanda tanya di benak semua sahabatnya, tentang siapa wanita yang bersamanya itu. "Maaf Mas Dimas dan semuanya. Dewi jadi merepotkan dan mengganggu acara kalian," Dewi berkata dengan senyum jengah, dan wajah merasa bersalah. "Tak apa Dewi, namanya juga kejadian tak terduga. Silahkan Mas Dimas, besok main lagi ke sini kan Mas..?" sahut Bara, seraya bertanya pada Dimas. "Semoga Mas Bara, mari semuanya," sahut Dimas tersenyum, seraya beranjak menuju mobilnya. Tinn.. Tiinn..! Dimas membunyikan klakson mobilnya, saat hendak keluar dari rumah Bara. Hal yang disambut lambaian tangan dari para sahabatnya. Akhirnya mobilnya meluncur di atas jalan raya
"Itu bukan urusanmu..! Minggirr..!!" sentak orang itu, seraya menepis kasar tangan Dimas yang menahannya. Dagh..! Namun betapa terkejutnya orang itu. Karena saat menepis tangan Dimas, tangannya bagai menghantam besi baja. "Akhs..!" seru kesakitan lelaki sangar itu, dengan wajah meringis. Spontan tangannya terasa sakit dan kesemutan, sedangkan tangan Dimas masih pada posisinya di depan dadanya. "Bangsat..! Kau mau bermain-main dengan kami rupanya..!" seru orang itu emosi. Dan temannya yang sejak tadi hanya diam, dan mengamati di sebelahnya mulai ikut merangsek maju. Seth..! Seth..! Slaakh..!! Bagai dikomando, kedua orang itu secara serentak dan cepat menghunus pisau lipat mereka."Aduhh..! Awas Mas ..!!" teriak si wanita, yang panik dan ketakutan. Tentu saja dia menjadi cemas, melihat kedua orang yang memburu dirinya itu menghunus pisau, untuk mengeroyok pemuda penolongnya. Pisau di kedua tangan orang itu, dimainkan dengan cepat bergerak ke kiri dan ke kanan. Bagai hendak mem
Tinn.. Tiinn..! Menjelang senja, mobil yang dikendarai David pun tiba di kediaman Bara. Dimas, Sandi, dan David, turun dari mobil dan langsung hendak menuju teras rumah. Di mana Bara dan Gatot telah menanti mereka. Namun setelah turun, langkah Dimas malah langsung menuju ke warung kopi 24 jam milik bang Madi. Yang berada diseberang rumah Bara. "Kalian duluanlah, aku hendak ngopi sejenak di warung seberang," ucap Dimas, pada David dan Sandi. Lalu Dimas kembali balik badan, meneruskan langkahnya ke warung bang Madi. "Mas ... " Sandi urung meneruskan ucapannya."Ssssttt. Sudahlah Sandi, sepertinya dia baru mengalami pukulan berat," bisik David, seraya menepuk dan menggelengkan kepalanya pada Sandi. Sandi pun akhirnya terdiam dengan wajah bingung, menuruti saran dari David. Sementara Bara yang melihat hal itu dari kejauhan, dia pun langsung menangkap makna dari sikap Dimas. Yang langsung berjalan ke warung seberang, tanpa menoleh padanya dan Gatot. Di tatapnya tubuh Dimas yang n
Nampak helikopter itu agak oleng, akibat pengaruh getar energi yang dikeluarkan oleh Pandu. Di saat yang sama, Bara dan Gatot telah berada di luar kediaman Bara. Mereka berdua segera memandang ke arah atas rumah, dan sontak mereka terkejut sekaligus bersiap melepaskan pukulan jarak jauh mereka. Karena mereka melihat sebuah helikopter dengan ketinggian hanya sekitar 25 meter di atas kediaman Bara! Nampak di dalam helikopter itu, sesosok pemuda yang tengah bersiap memukul ke arah kediaman Bara. "Hajar saja kediamannya, Pandu..!" teriak Denta. Saat dia juga melihat Bara dan seorang temannya telah bersiap melepas pukulan jarak jauh dari bawah. Denta berspekulasi, tentunya Bara akan melindungi kediamannya lebih dulu, dari terjangan pukulan jarak jauh yang dilepaskan Pandu. "Hiyaahh.!!" Wuursshk..!! Dengan diiringi teriakkan kerasnya, Pandu melontarkan pukulannya tanpa ragu ke arah kediaman Bara. Seberkas cahaya merah keemasan melesat cepat, menuju ke atap rumah Bara. "Gatot kau p
Tuttt ... Tuttt ... Tuttt.!"Hahh..! Marsha..?!" seru Dimas terkejut bukan main, saat dilihatnya nomor Marsha tertera di layar ponselnya. Saat itu dia masih berada di halaman vila markas yang baru saja dibelinya. Klik.! "Ya Marsha ...?! " sahut Dimas, penuh rasa rindu dan kecemasan. "Mas Dimas, Marsha saat ini berada di kediaman Leonard di Washington. Marsha baik-baik saja disini Mas Dimas," ucap Marsha serak. Dia tahu Dimas sangat mencemaskan dirinya. "Syukurlah Marsha. Tenanglah, sesegera mungkin aku akan menjemputmu pulang ke Indonesia. Aku sedang mempersiapkan visa untuk ke sana bersama Mas Bara," ucap Dimas, ingin menenangkan Marsha disana. "Maaf Mas Dimas, sepertinya itu tak perlu Mas lakukan. Karena Marsha disini sudah berkomitmen dengan Leonard. Hal ini benar-benar diluar dugaan Marsha Mas Dimas," ucap Marsha penuh rasa sesal. Karena mau tak mau, dia harus mengatakan hal yang pasti menyakitkan hati Dimas. "Apa maksudmu Marsha..?! Komitmen dengan Leonard..?" Dimas ber