Semua menginginkan Sumi dan anaknya dengan berbagai tujuan. Tini berharap dapat menjadi pelindung bagi anak serta cucunya, keluarga Pak Dodo ingin mengikatnya sebagai menantu agar anak beranak itu dapat mendukung kejayaan keluarga karena Rizky mempunyai keistimewaan sedangkan Adi rasa bersalah karena melalaikan anak istri berusaha menebus serta memperbaiki hubungan, walau sempat terlintas ingin menjadikan Rizky sebagai penerus trah sekte sesat yang dikecimpunginya.
Adi tak jenuh menelpon Retno, tetapi selalu jawaban yang sama didapatkannya. Wanita itu belum balik dari luar negeri. Merasa usahanya sia-sia membuatnya berpikir, teringat anaknya sakit. Pasti membutuhkan tenaga medis, sehingga Adi mulai mencari informasi kembali ke rumah sakit, di mana Sumi melahirkan.
Wajah Adi tampak cerah, mendapatkan keterangan dari petugas bagian administrasi di rumah sakit, walau harus sedikit menggunakan kekerasan, mengancam dengan halus.
"Jadi anakku
Mata Adi terus mengawasi pergerakan orang-orang, tetapi menjelang sore sosok yang dinantinya tak kunjung terlihat. Dia mulai patah arang."Kamu duluan saja ke mobilnya dengan Rizky, aku ambil berkas ketinggalan di ruang Dokter, ya." Sayup-sayup Adi mendengar suara yang dikenalinya. Dia pun mulai mencari-cari di ramainya manusia.Lambaian ujung jilbab biru, sekilas tampak berbelok di antara batas-batas ruangan. Adi mengenali itu adalah Sumi karena penutup kepala tersebut hadiah dari Adi sewaktu istrinya berulang tahun. Sambil menahan kerinduan Adi berlari mengejar wanita berjilbab biru.Namun, setelah hampir seperempat jam sosok tersebut tidak ditemukannya. Adi melangkah mendekat ke arah jendela, posisinya saat ini berada di lantai dua. Mata Adi langsung berbinar saat pandangannya menangkap Sumi berjalan di parkiran. Ketika Adi ingin menyusulnya ke bawah, binar di matanya meredup menjadi pancaran kekecewaan dan amarah.
Bangsat!" Sumpah serapah keluar dari mulut Adi, dia tidak menyangka Sumi pergi dengan laki-laki. Timbul banyak pertanyaan di otaknya, antara penasaran serta emosi tinggi. Kemudian Adi pergi meninggalkan tempat itu setelah menghempaskan semua barang bawaannya ke tempat sampah.Adi yang penuh amarah lalu pulang, bukan untuk beristirahat. Namun, membawa truknya mencari mangsa. Sayangnya akibat emosi meletup-letup membuat Adi kehilangan keseimbangan saat mengendarai truk tersebut hingga terjadilah kecelakaan tunggal. Kendaraan Adi menabrak tiang listrik, meski tidak mengancam nyawa, peristiwa itu menyebabkan Adi terluka dan pingsan di tempat. Warga segera membawa Adi ke klinik terdekat untuk pertolongan pertama."Bagaimana, Pak, sudah enakan?" tanya seorang pria berpakaian putih. Sepertinya Dokter jaga di klinik tersebutAdi hanya memandangi suasana dalam klinik sebelum memutuskan menjawab."Sedikit pusing.""Kalau begitu, Bapak istirahat dulu. Apa ada
Sepeninggal Pak RT dan istrinya, Adi kembali melanjutkan tidurnya. Lain halnya dengan sepasang suami istri tadi, melihat keadaan Adi yang berantakan timbul berbagai pertanyaan di benak mereka."Si Adi, kok, aneh, sih, Pak? Serem begitu?""Ya, Bu. Darah apa, ya, di sekujur tubuhnya tadi? Aku mau nanya, enggak enak plus takut." Suami istri itu terus berbincang-bincang selama di jalan yang lumayan jauh. Walau satu RT, perkampungan tersebut luas, dibatasi jalan raya.Ketika Pak RT dan istrinya terus memperbincangkan keanehan Adi, tanpa disadari sebuah truk hijau melintas cepat. Menabrak tubuh mereka hingga terpental dan tewas di tempat. Warga yang melihat berlarian menghampiri sedangkan truk berlalu begitu saja."Ya Allah, Pak RT, Bu RT!" teriak histeris beberapa warga yang mengenali korban tabrakan. Ambulans serta aparat berdatangan setelah ada yang menelepon dan langsung mengevakuasi ke rumah sak
"Bajingan! Pantas, tuh, laki enggak pernah kemari lagi. Awas, kamu Gondo!" Mbak Yuli segera menyuruh orang-orangnya menutup warung. Kemudian dengan diantar salah satu anak buahnya dia menuju rumah Nyi Iyah, orang sakti di Banten."Walah, Yul ... Yul ... saya enggak berani. Berat!" Wajah Nyi Iyah menyiratkan ketakutan saat Mbak Yuli mengutarakan niatnya."Bagaimana Nyi? Aku hanya ingin dia bertekuk lutut padaku. Biasanya kamu dengan mudah melakukannya?" tanya Mbak Yuli kembali."Hahaha, Nduk Ayu kamu tahu'kan berurusan dengan siapa? Gondo itu salah satu pengabdi kesayangan junjungan kalian. Aku tidak mau ambil resiko." Nyi Iyah menggeleng sambil mengunyah daun sirih serta tembakau di mulutnya."Aku mohon, Nyi. Nanti aku siapkan lima perjaka serta daun sirih yang kupesan dari seberang." Tampaknya Mbak Yuli tahu kelemahan Nyi Iyah terbukti mata perempuan tua itu melotot, air liur menetes d
"Berikan ini pada pria yang kamu incar. Hati-hati dia bukan orang sembarangan." Nyi Iyah kemudian berbaring lalu memejamkan mata seolah Mbak Yuli tidak ada di dekatnya.Namun, saat Mbak Yuli hendak beranjak, Nyi Iyah tanpa membuka matanya berseru, "Aku tunggu malam ini para perjaka itu. Untuk memulihkan tenaga!"Mbak Yuli mengiyakan, walau dalam hatinya merutuk. Kali ini dia tidak beristirahat harus menuju tempat penampungan para pekerja gelap yang dia rekrut dari desa-desa, lalu mencari siapa saja yang masih perjaka. Akhirnya setelah pamit dan meletakkan sejumlah uang dalam amplop, Mbak Yuli pun pergi.Di dalam mobil yang menuju penampungan para pekerja, Mbak Yuli menimang-nimang cupu pemberian dari Nyi Iyah. Dia tersenyum membayangkan dapat memiliki Mas Gondo seutuhnya, bercinta sepanjang hari, memuaskan birahinya."Aaah, Gondo ... aku rindu sentuhanmu, Sayang ...." Belum selesai Mbak Yuli be
Di dalam mobil yang menuju penampungan para pekerja, Mbak Yuli menimang-nimang cupu pemberian dari Nyi Iyah. Dia tersenyum membayangkan dapat memiliki Mas Gondo seutuhnya, bercinta sepanjang hari, memuaskan birahinya."Aaah, Gondo ... aku rindu sentuhanmu, Sayang ...." Belum selesai Mbak Yuli berangan-angan, sebuah truk kontainer sarat muatan dengan kecepatan luar biasa menuju mobil yang ditumpangi Mbak Yuli beserta anak buahnya hingga menyebabkan tabrakan dahsyat. Pekikan kematian terdengar, darah mengalir dari tubuh-tubuh tak berdaya.Nyi Iyah yang tertidur lelap di atas dipan, terbangun akibat hawa dingin yang tiba-tiba menyergap. Pandangannya nanar menatap sekeliling, tak ada sesuatu apa pun. Dia teringat janji Mbak Yuli yang malam ini akan membawakan tubuh-tubuh segar para perjaka membuatnya bangkit dan menuju pendopo rahasia di tengah hutan kecil dekat rumahnya. Biasa dia menikmati pemberian para pemakai jas
Hukuman yang diberikan kepada para pengabdi yang mengkhianati Sang Junjungan sangatlah mengerikan. Bisa kematian atau penderitaan tak kunjung habis. Tak mudah seorang pengabdi terlepas dari jerat iblis yang menaungi mereka, mati saja sangat sulit kalau bukan Sang Junjungan menginginkannya. Sebenarnya menjadi momok menakutkan, tetapi mereka sudah telanjur menikmati pemberian iblis terkutuk tersebut.****Kejadian yang menimpa Mbak Yuli sudah sampai di telinga Mas Gondo. Dia tahu penyebab kematian wanita yang pernah dekat dengannya, bukanlah karena Mbak Yuni ingin mengguna-gunanya seperti disampaikan Yudhis, tetapi penyebab tepatnya adalah Mbak Yuli telah berkhianat. Memilih bersekutu dengan Nyi Iyah penyembah siluman ular bukan meminta padanya."Mas, kamu kenal dengan Yulianti pemilik warung remang-remang tempat para pengabdi berkumpul?" tanya Tini saat usai bercumbu ganas dengan Mas Gondo."Ya, aku kenal. Bahkan pernah dekat dengannya." Jujur Mas Gondo me
Berhari-hari sudah Adi dalam keterpurukan hingga dia tersadar saat mendengar tangisan bayi di saat mentari bersinar. Bergegas, Adi berlari mencari asal suara yang berasal dari luar. Dipikirnya Sumi pulang dengan membawa anak mereka, tetapi kekecewaan didapatkannya. Itu hanyalah seorang wanita tak dikenal berjalan-jalan mencari udara segar bersama anaknya.Adi tertunduk lesu, melangkah memasuki rumah kembali. Dia sadar harus bisa melupakan semuanya, membuka lembaran baru."Dek Adi, mau kemana?" Teriakan Pak Tejo membuat Adi menutup kembali pintu truknya. Menghampiri si pemilik suara."Mau pindah, Pak," jawab Adi singkat."Loh, rumahnya 'kan belum laku, Dek?" Pak Tejo memperhatikan barang-barang yang dibawa Adi hanyalah pakaian serta kompor."Eh, iya, Pak. Mau cari kontrakan dekat tempat kerja saja, biar tidak terlalu lelah. Rumah kalau ada peminatnya hubungi nomor pabrik say
"Mana Sumi? Aku ingin bertemu dia juga anakku!" Adi menerobos masuk ke dalam rumah diikuti si wanita yang tak lain adalah Tini."Dia tidak ada di sini, Di! Cepat keluar dari rumahku!" Tini menarik tangan Adi yang tak menghiraukan perintahnya.Merasa kesal dengan perlakuan Tini, Adi menepis tangan dan mendorong tubuh perempuan cantik tersebut hingga terjatuh ke lantai, lalu bergegas membuka pintu kamar satu persatu dengan harapan bertemu Sumi. Namun, alangkah terkejutnya pria tersebut saat mendapati kamar kedua yang dibukanya terdapat patung menyerupai Sang Junjungan lengkap dengan altarnya."Gil*! Ternyata kau juga salah satu pemuja setan keparat itu, Tin?! Kau sengaja mendekati Sumi agar bisa ditumbalkan?" Adi berbalik mendekati Tini dengan tatapan tajam, kemarahannya sudah di ubun-ubun."Bukan begitu, Di ... malah sebaliknya, aku ingin melindungi Sumi, dia ...." Belum selesai ucapan Tin
Di tempat lain, Retno sedang bercakap-cakap dengan Adi. "Tidak salah lagi, Di. Kampung belakang komplek ini, Sumi berada. Aku bisa merasakan kehadirannya walau sosok istri dan anakmu tidak terlihat." "Jadi bagaimana, Bik?" Adi mendekatkan dirinya kepada Retno. "Menurutku, coba kau yang lihat ke sana. Aku yakin, perisai dibuat Gondo dan Yudhis hanya berlaku kepadaku." Retno menyakinkan Adi agar menuruti perintahnya, dia tidak mau tenaganya terus terkuras habis akibat menembus benteng yang dibuat rival-rivalnya itu. "Baiklah, Bik. Kebetulan besok aku libur, mudah-mudahan benar apa yang dikatakan Bibik." Meski ada rasa kecewa, Adi berusaha bertemu Sumi dan menyakinkan diri agar mereka bisa bersama lagi. **** Keesokan pagi dengan menyewa sepeda motor, Adi berangkat menuju kampung belakang komplek. Semilir angin sejuk menerpa wajah perseginya, membuat
Setelah dirasakan tenang, Dewi dan Armand pamit pulang dengan pikirannya masing-masing. Terutama Dewi yang berniat akan mengaku kepada Sumi tentang keadaan almarhum orang tuanya serta dirinya---para penyembah Sang Junjungan. Dia ingin bertaubat karena tak ingin kematian mengerikan menjemputnya. Namun, niat baiknya itu ternyata tak mampu terwujud. Keesokan hari, Dewi beserta suaminya mati ditemukan gantung diri di langit-langit ruang tamu."Ya Allah, bagaimana kejadiannya, Dek?" tanya Sumi setelah mendengar kematian Dewi dan Surya kepada Armand yang menangkupkan kedua tangan menutupi wajah lelahnya."Selepas salat Subuh di musala, saya mendengar suara tercekik dari dalam rumah, pintu keadaan setengah terbuka. Saya pikir tumben Teh Dewi dan Mas Surya sudah bangun. Ternyata yang saya temukan tubuh mereka tergantung, Mbak." Armand menahan tangis. Dalam hitungan hari, dia sudah kehilangan semua anggota keluarga, membuat hatinya bertanya-tan
"Mbak, saya juga mau pamit, ya." Setelah ikut merapikan ruangan, Armand beserta ibu-ibu lainnya pulang. Meninggalkan Sumi dan Rizky yang terbangun dari sebelum Magrib."Anak Ibu mau apa?" tanya Sumi kepada Rizky yang menatap ceria ke buah-buahan yang masih banyak tersaji. Rizky menunjuk ke arah jeruk Mandarin. Sumi dengan penuh kasih menyuapkan ke anaknya."Enak Sayang ...."Rizky membalas pertanyaan ibunya dengan tawa riang. Sumi gemas lalu menciuminya berulang kali.Siiir!Suara angin berdesir masuk kedalam jendela nako yang masih terbuka, Sumi lupa menutupnya. Aroma daging terbakar seketika menyeruak, pikir Sumi itu adalah bau asap dari penjual sate yang biasa mangkal di seberang jalan.Namun, terjadi keganjilan saat Sumi hendak menutup jendela. Tampak di depan rumahnya beberapa orang berdiri membelakangi. Dia melirik jam di dinding, ternyata sudah p
Sebelum ke rumah Bu Wid, Dewi bertandang ke rumah Sumi untuk memberitahukan tidak perlu menyiapkan apa-apa karena semua kebutuhan tahlilan dia yang akan mempersiapkannya. Namun, Sumi tidak tinggal diam. Saat Rizky bermain dengan mainannya, dia pun membersihkan rumah, agar terasa nyaman jika para tamu datang."Assalamualaikum ...." Suara salam diiringi riuh terdengar dari depan. Beberapa ibu-ibu tampak membawa penganan serta minuman."Waalaikumsallam, masuk Bu." Sumi menyambut ramah.Mereka menata makanan yang dibawa dengan sesekali menggoda Sumi."Aduh, sebentar lagi Rizky punya Bapak baru, nih.""Cocok, tahu, Mbak dengan Armand. Satunya ganteng, satunya lagi cantik."Panas sebenarnya telinga Sumi mendengarkan celotehan ibu-ibu tersebut, tetapi ditahannya di hati. Dia hanya diam, tidak banyak bicara menimpalinya dengan senyuman karena tahu panjang urusan jika
Tragis, mengerikan? Pasti. Siapa yang bersekutu dengan iblis dan akhir hidupnya belum bertaubat, ruhnya akan penasaran bahkan bisa terpenjara dalam lingkaran si iblis. **** Kampung tempat tinggal Pak Dodo dengan Bu Astuti heboh atas peristiwa terbakarnya rumah juragan kaya di wilayah tersebut. Bagaimana tidak, selain seluruh bangunan beserta harta benda lainnya terbakar habis. Para penghuninya pun tersisa jadi abu. Sepasang suami istri tersebut juga kedua anak serta mantunya juga dua pekerja rumah tewas terbakar, keluarga itu hanya tinggal Dewi serta suaminya dan Armand yang kebetulan berada di luar kota untuk keperluan pekerjaan. "Bapak! Ibu!" Teriakan histeris Dewi membahana, suaminya serta Armand berusaha menenangkan. "Sudah, Teh, tenang ... sekarang kita urus acara pemakaman mereka serta tahlilan." Armand berusaha agar Dewi tidak terus berteriak, benar saja Dewi terdiam. Namun, bukan kare
Semua usaha Retno dan Mas Gondo telah mereka lakukan sebisa mungkin walau dengan tujuan berbeda. Satu iblis yang sama dipuja menyebabkan mereka bagaikan dipermainkan dan Sang Iblis hanya tertawa melihat para pemujanya berebutan menarik perhatian apa pun bentuknya."Tin, aku ke rumah Yudhis dulu, mencari jawaban bagaimana cara membunuh Retno." Mas Gondo pamit kepada kekasihnya setelah merasa baikan. Tini mengangguk sebagai jawaban.Terik matahari tidak menghalangi Tini menuju rumah Sumi, sepeninggal Mas Gondo hatinya merasa tidak tenang. Khawatir terhadap anak serta cucunya.Di bawah naungan payung hitam, Tini mengintip dari balik pohon. Perasaannya lega melihat Sumi serta anaknya dalam kondisi baik-baik saja. Namun, ternyata bukan Sumi yang harus dikhawatirkan keadaannya, tetapi dirinya sendiri karena dua pasang mata menatap tajam ke arahnya yakni Pak Dodo dan Bu Astuti. Benar saja, ketika Tini hendak melangkah pulang, l
Setelah menyantap makanan yang disajikan Adi, Retno menuju kamar mandi, membersihkan diri lalu bersiap menjalankan misinya. Mencari keberadaan Sumi, dia dapat merasakan getaran bahwa orang yang dicarinya tidak jauh dari kontrakan Adi.Setelah menengok kiri kanan, Retno mulai menyusuri jalan menuju perkampungan-perkampungan yang berada di belakang komplek perumahan tempat tinggal Adi, tetapi ada yang aneh dengan penampilan Retno kali ini. Dia menyamar sebagai pengemis, berpakaian lusuh, wajah ditutupi jelaga serta memakai selendang di kepala agar dapat leluasa menjalankan aksinya. Sungguh luar biasa tekad perempuan itu, semua demi kejayaannya.Mulut Retno komat-kamit, matanya terus mencari, berharap apa yang dilihat dengan mata batinnya benar adanya. Bahwa Sumi beserta anaknya berada di sekitaran daerah itu, tetapi dari kampung-kampung sudah dijelajahinya sosok dicari belum ketemu jua. Tubuh Retno mulai terasa lelah hingga dia memutuskan beri
Hampir tengah malam saat Adi sampai di kontrakan dan mendapati Retno masih terbaring lemah di lantai."Bik, Bibik!" Adi berusaha membangunkan Retno. Namun, perempuan itu tidak bergeming. Sehingga Adi memutuskan ingin membawanya ke rumah sakit, tetapi saat tubuhnya hendak diangkat, mata Retno membuka."Ambilkan tas Bibik, Di ...." Adi bergegas mengambilkan tas kecil yang diletakkan Retno di kursi, sebelum dia mencoba menerawang tadi."Ini, Bik!" Adi memberikan tas Retno kepada pemiliknya. Perempuan itu langsung mengeluarkan botol kecil berisi cairan merah pekat yang langsung diteguknya habis. Mata Retno mengerjap, wajahnya pun tampak segar setelah meminum cairan tersebut."Ada apa, kok, Bibik pingsan?" tanya Adi."Aku tadi berusaha mencari tahu keberadaan Sumi karena merasakan getarannya, tetapi saat berusaha lebih jauh lagi, aku diserang. Sepertinya oleh Gondo dan Yudhis,"