"Bajingan! Pantas, tuh, laki enggak pernah kemari lagi. Awas, kamu Gondo!" Mbak Yuli segera menyuruh orang-orangnya menutup warung. Kemudian dengan diantar salah satu anak buahnya dia menuju rumah Nyi Iyah, orang sakti di Banten.
"Walah, Yul ... Yul ... saya enggak berani. Berat!" Wajah Nyi Iyah menyiratkan ketakutan saat Mbak Yuli mengutarakan niatnya.
"Bagaimana Nyi? Aku hanya ingin dia bertekuk lutut padaku. Biasanya kamu dengan mudah melakukannya?" tanya Mbak Yuli kembali.
"Hahaha, Nduk Ayu kamu tahu'kan berurusan dengan siapa? Gondo itu salah satu pengabdi kesayangan junjungan kalian. Aku tidak mau ambil resiko." Nyi Iyah menggeleng sambil mengunyah daun sirih serta tembakau di mulutnya.
"Aku mohon, Nyi. Nanti aku siapkan lima perjaka serta daun sirih yang kupesan dari seberang." Tampaknya Mbak Yuli tahu kelemahan Nyi Iyah terbukti mata perempuan tua itu melotot, air liur menetes d
"Berikan ini pada pria yang kamu incar. Hati-hati dia bukan orang sembarangan." Nyi Iyah kemudian berbaring lalu memejamkan mata seolah Mbak Yuli tidak ada di dekatnya.Namun, saat Mbak Yuli hendak beranjak, Nyi Iyah tanpa membuka matanya berseru, "Aku tunggu malam ini para perjaka itu. Untuk memulihkan tenaga!"Mbak Yuli mengiyakan, walau dalam hatinya merutuk. Kali ini dia tidak beristirahat harus menuju tempat penampungan para pekerja gelap yang dia rekrut dari desa-desa, lalu mencari siapa saja yang masih perjaka. Akhirnya setelah pamit dan meletakkan sejumlah uang dalam amplop, Mbak Yuli pun pergi.Di dalam mobil yang menuju penampungan para pekerja, Mbak Yuli menimang-nimang cupu pemberian dari Nyi Iyah. Dia tersenyum membayangkan dapat memiliki Mas Gondo seutuhnya, bercinta sepanjang hari, memuaskan birahinya."Aaah, Gondo ... aku rindu sentuhanmu, Sayang ...." Belum selesai Mbak Yuli be
Di dalam mobil yang menuju penampungan para pekerja, Mbak Yuli menimang-nimang cupu pemberian dari Nyi Iyah. Dia tersenyum membayangkan dapat memiliki Mas Gondo seutuhnya, bercinta sepanjang hari, memuaskan birahinya."Aaah, Gondo ... aku rindu sentuhanmu, Sayang ...." Belum selesai Mbak Yuli berangan-angan, sebuah truk kontainer sarat muatan dengan kecepatan luar biasa menuju mobil yang ditumpangi Mbak Yuli beserta anak buahnya hingga menyebabkan tabrakan dahsyat. Pekikan kematian terdengar, darah mengalir dari tubuh-tubuh tak berdaya.Nyi Iyah yang tertidur lelap di atas dipan, terbangun akibat hawa dingin yang tiba-tiba menyergap. Pandangannya nanar menatap sekeliling, tak ada sesuatu apa pun. Dia teringat janji Mbak Yuli yang malam ini akan membawakan tubuh-tubuh segar para perjaka membuatnya bangkit dan menuju pendopo rahasia di tengah hutan kecil dekat rumahnya. Biasa dia menikmati pemberian para pemakai jas
Hukuman yang diberikan kepada para pengabdi yang mengkhianati Sang Junjungan sangatlah mengerikan. Bisa kematian atau penderitaan tak kunjung habis. Tak mudah seorang pengabdi terlepas dari jerat iblis yang menaungi mereka, mati saja sangat sulit kalau bukan Sang Junjungan menginginkannya. Sebenarnya menjadi momok menakutkan, tetapi mereka sudah telanjur menikmati pemberian iblis terkutuk tersebut.****Kejadian yang menimpa Mbak Yuli sudah sampai di telinga Mas Gondo. Dia tahu penyebab kematian wanita yang pernah dekat dengannya, bukanlah karena Mbak Yuni ingin mengguna-gunanya seperti disampaikan Yudhis, tetapi penyebab tepatnya adalah Mbak Yuli telah berkhianat. Memilih bersekutu dengan Nyi Iyah penyembah siluman ular bukan meminta padanya."Mas, kamu kenal dengan Yulianti pemilik warung remang-remang tempat para pengabdi berkumpul?" tanya Tini saat usai bercumbu ganas dengan Mas Gondo."Ya, aku kenal. Bahkan pernah dekat dengannya." Jujur Mas Gondo me
Berhari-hari sudah Adi dalam keterpurukan hingga dia tersadar saat mendengar tangisan bayi di saat mentari bersinar. Bergegas, Adi berlari mencari asal suara yang berasal dari luar. Dipikirnya Sumi pulang dengan membawa anak mereka, tetapi kekecewaan didapatkannya. Itu hanyalah seorang wanita tak dikenal berjalan-jalan mencari udara segar bersama anaknya.Adi tertunduk lesu, melangkah memasuki rumah kembali. Dia sadar harus bisa melupakan semuanya, membuka lembaran baru."Dek Adi, mau kemana?" Teriakan Pak Tejo membuat Adi menutup kembali pintu truknya. Menghampiri si pemilik suara."Mau pindah, Pak," jawab Adi singkat."Loh, rumahnya 'kan belum laku, Dek?" Pak Tejo memperhatikan barang-barang yang dibawa Adi hanyalah pakaian serta kompor."Eh, iya, Pak. Mau cari kontrakan dekat tempat kerja saja, biar tidak terlalu lelah. Rumah kalau ada peminatnya hubungi nomor pabrik say
"Yakin, enggak ditemani kernet, Pak?" tanya pengawas gudang kepada Adi. Khawatir jika terjadi apa-apa."Saya sudah biasa sendiri." Adi menjawab dengan nada datar."Tapi lewatin daerah rawan begal, loh, Pak. Memangnya dari perusahaan tidak menyediakan keamanan atau gimana, gitu?" Pengawas gudang terus berkomentar, tetapi Adi tak menanggapinya lagi, dia langsung mengendarai truk setelah semua beras terangkut.Pengawas gudang mengamati kepergian truk pembawa muatan yang dikendarai Adi sambil berpikir sungguh berani pria tersebut."Pak Jaya lagi, apa?" tanya Dodi--anak buah pengawas gudang-- yang memperhatikan pimpinannya berdiri terpaku."Eeh, itu loh, hebat banget supir truk tadi. Nekad enggak pakai kernet, padahal perjalanan jauh dan daerah yang dilewatinya banyak begal.""Yaah, Pak. Jangan kaget, supir-supir perusahaan Samudera Angkasa memang te
Lain halnya dengan Adi yang pernah melihat istrinya bersama pria lain. Dipikirnya terjadi perselingkuhan antara Sumi dengan pria tersebut. Apalagi penampilan pesaingnya sangat menunjang, muda, tampan, serta terlihat mapan. Membuat Adi mempunyai perasaan harus lebih dari si pesaing.Pandangan Adi nanar ke depan, melihat lalu lintas padat yang sebentar lagi akan memasuki tol lalu menuju luar kota, pastinya jalanan akan lebih lenggang serta sepi.Truk Adi memasuki jalur Pantura saat menjelang senja. Hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang melewati area tersebut. Terlihat dari lebatnya pepohonan, beberapa orang dalam mobil pick up, mengintai kendaraan lewat."Apes banget, ya, hari ini. Dari tadi belum ada mobil yang membawa muatan." Pria bertubuh kurus terlihat menggerutu."Ssstt! Jangan omong gitu, pamali. Hati- hati dalam setiap perkataan," ujar pria dengan berperawakan tinggi besar.
Berbeda dengan Adi, dia dengan tenang terus mengendarai truknya, padahal mengerti kalau tadi ada rombongan begal mengikuti laju kendaraannya."Aaah ... kenapa gagalkan rencana kalian. Aku jadi tidak dapat tumbal malam ini." Adi tersenyum sinis menatap ke arah spion melihat rombongan begal menghentikan niatnya.Tanpa pikir panjang Adi melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi berharap sebelum Isya sampai tempat tujuan. Namun, harapan Adi pupus. Jalan yang akan dilaluinya terhalang bebatuan longsor akibat terjadi gempa kecil sehingga jalur memutar alternatifnya. Untuk menghilangkan rasa lelah serta bosan, Adi pun mampir di sebuah warung di pinggiran jalan. Kopi pahit disesap dengan nikmat diiringi asap rokok terkepul dari bibirnya. Adi merasa sedikit lepas beban."Mas, arep ngendi?" tegur wanita pemilik warung dengan nada manja. Adi yang sedikit mengerti bahasa daerah karena bergaul dengan Mas Gondo, menjawab dengan singka
Adi yang meradang menghadapi kegalauan hatinya terus berpetualang menikmati pekerjaannya yang berhubungan dengan kematian, sedangkan Sumi di lain tempat melawan perasaannya. Apalagi Armand terus mendekati dia dan anaknya. Rizky terlihat nyaman jika bersama pria muda itu."Mbak Sumi, sebentar lagi' kan Rizky usianya genap setahun. Bagaimana kalau kita rayakan?" Armand sangat bersemangat mengungkapkan idenya saat sepulang kerja mampir ke rumah Sumi sambil membawa mobil-mobilan yang disambut tawa ceria anaknya."Duuuh, enggak usah, Dek. Merepotkan saja lagi pula masih dua bulan lagi, kok."Armand mendekat ke arah Sumi sambil membawa Rizky yang tenang dalam pangkuannya."Merepotkan? Tidak Mbak. Saya beserta Teh Dewi akan menyiapkan semuanya. Nanti kita adakan acara pesta ulang tahunnya di restoran yang baru buka di dekat komplek Duta Indah, biar Mbak Sumi enggak capek. Teman-teman Rizky pasti juga senang