Malam ini sedikit berkabut. Setelah pulih dari rasa pusing dan mual, Rena keluar untuk mencari udara segar.
Ia berjalan menyusuri tepi pantai dalam kegelapan. Entah mengapa, rasa takut akan gelap tiba-tiba sirna. Hati dan pikiran Rena dipenuhi rasa rindu yang mendalam untuk pria itu.Rena selalu meyakinkan diri sendiri, bahwa Joshua masih hidup dan menunggunya. Ia terus berharap jika Joshua sedang mencari keberadaannya. Akan tetapi, sebuah surat kabar di dalam laci meja memupuskan harapan itu.Surat kabar terbaru rilisan Volker Media yang mengatakan bahwa cucu penerus Gavin meninggal dunia setelah terkena tembakan dan dirawat di rumah sakit selama sebulan.Rena tak bisa lagi menitikkan air mata. Ia rasa, air matanya telah mengering karena terlalu banyak menangis."Joshua nggak mungkin mati, bukan?" gumam Rena.Tanpa sadar, Rena telah sampai di ujung pulau. Sebuah cahaya kekuningan menarik perhatiannya.Mungkinkah itu kapal pengangkut? Duganya dalam hati."Josh, gimana kondisimu sekarang? Aku kira kamu sudah..." ratap Rena, "Billy, Billy, dia membohongiku....""Heeem, aku baik-baik saja. Gimana keadaanmu sekarang, Rena?"Mendengar suara lemah dari seberang telepon, hati Rena merintih sedih."Aku baik-baik saja, Josh. Aku akan segera kembali. Tunggu aku...""Nggak, Rena. Jangan sekarang. Orang gila itu belum diketahui keberadaannya setelah keluar penjara. Kamu sudah lihat sendiri seberapa bahayanya Kai Balacosa.""Tapi Josh...."Apa kamu nggak cemburu jika aku sekarang tinggal bersama Billy? Rena hanya bisa menahan pertanyaan itu dalam hati. Ia tak mau membebani Joshua dengan kekhawatiran konyolnya."Shhhh, aku percaya padamu, Rena. Apa pun keputusan yang akan kamu ambil untuk masa depanmu, aku akan menghormatinya. Jangan terlalu memikirkan kondisiku. Di sini banyak orang yang menjagaku. Pikirkanlah kesehatanmu sendiri, jangan sampai sakit, oke?"Rena menutup mulut agar suara isak tangis tak terdengar lawan bicaranya, "Josh..." Apa yang
"Benarkah?" tanya Rena sekali lagi untuk meyakinkan pendengarannya tidaklah salah."Jangan khawatir, kamu cuma sedang mengandung. Kamu hanya perlu banyak makanan bergizi dan istirahat yang cukup.""Aku turut bahagia untukmu," imbuhnya.Rena menatap Billy dalam-dalam. Pria itu sepertinya sadar lalu melambaikan tangan ke arahnya."Apa Billy tahu? Dia pasti tahu setelah kami ke rumah sakit waktu itu! Kenapa dia nggak bilang apa pun? Apa yang Billy rencanakan? Apa dia berniat melepasku setelah aku hamil anak Joshua? Tapi kenapa aku nggak boleh kembali sekarang? Apa benar hanya karena Kai?" batin Rena dengan segudang pertanyaan."Nyonya Pal, maukah kamu merahasiakan ini dari temanku di sana?" bisik Rena."Kenapa?" Pal agak terkejut mendengar permintaan Rena. Di tempatnya, orang-orang selalu menggelar pesta kehamilan."Aku nggak ingin dia maupun suamiku khawatir, Nyonya. Setidaknya sampai keadaan membaik. Aku mohon," pinta Rena."Baiklah." Pal tersenyum ramah. "Rena, jika kamu mengalami kes
"Aku tahu kamu sudah banyak menolongku dan aku berhutang banyak padamu. Tapi maaf, aku nggak bisa.""Kenapa? Aku tetap akan menerimamu dan akan menganggap bayi ini sebagai anak kandungku sendiri." Billy menyenderkan kepala di depan perut Rena."Mungkin kamu nggak tahu, walaupun pesta pernikahan kami gagal total, aku sebenarnya sudah menikah dengan Joshua."Billy mengusap lembut perut Rena. Seakan-akan ia tak terpengaruh dengan fakta itu."Aku tahu Peter Gavin yang membuat surat nikah palsu. Kalaupun surat nikah itu memang asli, nggak masalah, Sayang. Aku tetap bersedia menjadi ayah dari anak ini. Aku menyayanginya bahkan sebelum dia lahir ke dunia," kata Billy lembut.Rena sedikit terpengaruh. Memang benar ia tak ingin anaknya hidup menderita tanpa kehadiran seorang ayah. Tapi ketika mengingat wajah Joshua, ia tak sanggup melakukannya."Aku harus menyelesaikan kesalah pahamanku dengan Joshua, Bill. Aku nggak peduli lagi dia mau mengakui anak ini atau nggak. Yang penting dia tahu kalau
Setelah berbulan-bulan, Joshua akhirnya keluar dari sarang Pulau Gavin. Ia yang nyaris kehilangan salah satu paru-paru akibat peluru Kai, kini telah pulih sepenuhnya. Begitu pula dengan hatinya.Joshua telah merelakan calon istrinya kabur dengan pria lain, menurutnya. Meskipun ia masih sering marah dan mengutuk Billy Volker yang lagi-lagi merebut wanita yang dicintainya, dan menganggap Rena wanita yang kejam. Sekarang ia akan hidup untuk dirinya sendiri. Bersenang-senang dengan para wanita seperti yang dilakukannya setelah kematian palsu Fani dulu."Wah, Tuan Muda tampan akhirnya muncul juga!" seru Alexa Arion."Hilang ke mana saja selama ini? Nggak ada yang bisa menghubungimu. Kami pikir kamu bunuh diri setelah ditinggalkan calon istrimu," ejek Alexander, saudara kembar Alexa."Diam, brengsek! Ponselku nggak sengaja jatuh ke laut." Bukan, ia sendiri yang melemparnya ke pantai setelah terakhir bicara dengan Rena."Syukurlah bukan kamu yang nyemplung ke laut!" Alexa terkekeh-kekeh den
Rena mengerang sambil mengurut perutnya. Bayi kecil dalam rahimnya menendang-nendang dengan keras."Ada apa, Sayang?" Ia membelai perutnya.Rasa menyakitkan menyerang. Cairan bening keluar dari organ kewanitaannya sampai membasahi gaun tipis yang membalut tubuhnya. Rena ternganga panik."Rena... Rena... Kamu baik-baik saja?" Padma, adik Pal mengetuk pintu kamar Rena."Tolong aku, Kak," pekik Rena ketakutan.Padma membuka pintu cukup kuat sampai membentur dinding yang menimbulkan suara keras mengejutkan. "Astaga! Kamu mau melahirkan, Sayang? Bukankah masih dua bulan lagi?""Nggak tahu, Kak. Ini sakit sekali. Perutku seperti diremas-remas! Aku harus gimana?""Tunggu sebentar ya, aku akan memanggil dukun bayi." Padma tak kalah panik dari Rena. Biarpun sudah berusia tiga puluh lima tahun, ia masih belum menikah, tak pernah pula disentuh pria, apalagi melahirkan."Kak, jangan pergi! Jangan tinggalin aku sendiri!" teriakan Rena menghentikan langkah Padma.Wanita itu berbalik kembali ke kama
Rena telah mendengar semua cerita Liam secara terperinci. Dari sejak Joshua koma, keluarga Gavin yang menuduhnya berkhianat, sampai bukti tes DNA yang dibuat-buat oleh Volker sehingga membuat Joshua mengira Rena tengah hamil anak Billy.Bohong jika ia tak marah dengan Billy, tapi setelah memiliki buah hati, ia harus lebih pandai menahan diri. Sebab apa yang ia rasakan dapat juga dirasakan oleh bayi mungil itu."Kenapa Kakak nggak bolehin aku bilang ke Kak Joshua? Dia jadi gila sekarang, Kak. Dan harus dihentikan secepatnya!""Biarkan saja dulu, Liam. Biar Joshua bersenang-senang sampai puas.""Kakak nggak cemburu kalau dia melakukan sesuatu dengan perempuan lain?""Jujur, aku cemburu. Tapi aku nggak punya hak untuk mengatur hidup kakakmu. Waktu Joshua membuang ponselnya, dia berarti sudah memutuskan untuk melupakanku. Lagi pula, selama ini dia nggak pernah mencintaiku. Dia cuma kasihan padaku, Liam."Liam tak jadi membuka mulutnya. Ia ingin memberi tahu jika Joshua pun serius pada Ren
"Kakak sedang apa di sini?" Liam terkejut, Joshua telah duduk menantinya di bagasi belakang yang terbuka lebar."Bawa sini belanjaanmu itu!" perintah Joshua."Apa sih? Jangan ikut campur urusanku! Pergi sana!""Liam!" Joshua menaikkan suara.Beberapa orang di parkiran sampai berhenti karena suara Joshua. Sekelompok wanita tak melanjutkan perjalanan sejenak melihat dua pria tampan sedang dalam suasana menegangkan.Setelah parkiran kembali sepi, Joshua menarik troli yang dibawa Liam. Ia segera meneliti semua isi di dalamnya. Dan benar dugaan Peter, Liam mungkin sudah mencoreng nama baik keluarganya."Katakan Liam, siapa perempuan yang kamu hamili?""Hah?" Kedua bola mata Liam hampir melompat keluar.Reaksi Liam diikuti oleh anggukan Joshua karena mengira tebakannya benar. "Aku nggak akan bilang Papa dan Mama kalau kamu mengatakannya padaku."Liam membuang nafas dengan kasar. Ia menyerobot trolinya lalu menata semua barang di bagasi mobilnya."Ini semua hadiah untuk temanku.""Teman tidu
"Kakak Ipar, aku mau pulang lagi besok," potong Liam. Ia lega datang di saat yang tepat.Felix mendengus kesal. "Aku pulang dulu, Ren. Pikirkan ucapanku baik-baik, ya.""Hati-hati, Felix. Terima kasih ya vitaminnya."Felix melambaikan tangan tanpa menoleh ke belakang. Rena terkekeh-kekeh mengingat pertemuan pertamanya dengan pria itu. Felix melakukan hal yang serupa."Kakak Ipar suka dengannya?" tanya Liam."Tentu saja, dia teman terbaikku.""Tapi aku nggak melihat orang itu menganggap Kakak sebagai teman.""Apa yang kamu khawatirkan, Liam? Kamu takut kalau aku menerima tawarannya?"Liam mengangguk."Jangan khawatir. Dia bukan pemaksa seperti Billy. Dia hanya ingin menawarkan bantuan.""Tapi Ka-""Sudah, aku akan membantumu berkemas sekarang. Nggak usah mikir macam-macam.""Rio biar aku suruh tinggal di sini untuk menjaga keponakanku kalau kalau si Volker itu menemukan kalian.""Kalau dia nggak keberatan.""Dia pasti akan suka."Rena dan Liam melihat ke luar jendela. Di mana Rio sedan
"Nggak... Itu nggak mungkin.""Apanya yang nggak mungkin? Kenapa kamu ke sini?""Aku pikir ada masalah karena Billy meliburkan semua orang. Ternyata bukan hanya masalah. Tetapi masalah besar!" Kilatan di mata Aurora berubah. Ia bukan orang bodoh yang tak tahu situasi."Mama? Kenapa Mama ada di sini?" Billy muncul dari pintu."Kamu juga ada di sini? Jangan bilang... Kamu nggak mengejar Rena lagi karena...." Aurora kehilangan kata-kata."Apa yang mau Mama katakan?""Nggak, itu nggak mungkin." Aurora menggeleng-geleng tak percaya.Ingatan Aurora kembali ke malam itu. Ketika ia menemui Widya untuk mengatakan jika ia telah memenangkan David.Widya tengah menunggu di seberang jalan stasiun yang saat itu belum begitu ramai. Wanita itu terkejut melihatnya alih-alih David yang telah lama dinanti."Mau apa kamu ke sini, Aurora?""Untuk membayar kesalahan suamiku padamu.""Apa maksudmu?""David nggak akan pernah kembali padamu, Widya. Dia nggak akan mau meninggalkan semua fasilitas yang ia milik
Rena gemetaran dalam dekapan Joshua di sampingnya. Ia takut menunggu reaksi ayah kandungnya.David hanya membuka mulut tak begitu percaya kata-kata Billy. Kemudian Billy menyodorkan hasil tes DNA yang diberikan Oliver saat di pulau waktu itu.Semua orang bisa tahu, Billy lah yang meremas-remas kertas itu sampai kusut dan sobek di beberapa bagian. Untungnya, hasil tes DNA masih bisa terbaca.Probabilitas David Ethan sebagai ayah biologis dari Renata Cahyani adalah 99,999%."A-apakah ini nyata?" David berdiri sambil memandangi Rena."Si tua Oliver itu yang melakukan tes DNA diam-diam. Nggak tahu dapat sampel dari mana."Air mata David kembali meleleh. "Kamu... Rena... Kamu anakku dan Widya? Oh Tuhan, ini pasti keajaiban!" David bersimpuh seperti orang yang sedang berdoa.Reaksi David membuat hati Rena bergejolak. Ia menyembunyikan wajah ke dalam jaket suaminya. Ada rasa senang sekaligus malu."Jadi... Bayi ini cucuku?""Iya, Pa. Tadinya dia akan menjadi anak tiriku, ternyata malah jadi
"Papa menyesal selama ini hanya diam saja, sedangkan papa tahu semua perbuatan burukmu." Mata David berkaca-kaca. "Papa merasa gagal sebagai seorang ayah. Maafkan papa, Bill."Mulut Billy sedikit terbuka, hampir mengucap sesuatu. Tapi David lebih cepat memotongnya."Papa tahu perbuatanmu dan Aurora demi untuk mendapatkan keinginan kalian. Tapi ini nggak benar, Billy. Belum ada sejarahnya seorang pria di keluarga kita menjadi suami kedua."Billy terkekeh-kekeh. "Aku hampir tergoda dengan usulmu, Pa.""Maaf, mengecewakan, Om. Tapi saya nggak akan pernah rela membagi istri saya dengan lelaki lain," tegas Joshua."Lalu..."Rena segera memotongnya, "Mari kita selesaikan makanannya dulu. Setelah ini baru bicara."Tiga puluh menit kemudian, di atas meja makan hanya tersisa minuman. Tak ada salah satu dari mereka yang memulai pembicaraan.Suara khas bayi milik Ethan dari dalam kereta dorong bayi memecah keheningan. Joshua menirukan suara anaknya. Lagi-lagi sibuk memeriksa gigi Ethan dan tak m
Joshua mencengkeram kemudi dengan erat ketika melihat istrinya memeluk pria lain. Meskipun tahu siapa Billy bagi istrinya."Ah, bikin nggak tenang."Joshua membanting pintu mobil dengan kencang. Ia pun berjalan menghampiri mereka berdua yang tak sadar oleh kehadirannya.Setelah mendengar pengakuan Billy dan Rena, Joshua mundur teratur agar tak ketahuan mencuri dengar. Ia menyesal sudah marah-marah dan curiga berlebihan."Mereka lagi shooting sinetron? Mantan pacarku tercinta ternyata anak kandung Papaku?" Joshua terkekeh oleh leluconnya sendiri."Itu sama sekali nggak lucu, Josh! Istrimu sedang sedih!" Ia membentak dirinya sendiri.Sementara itu, Rena tengah menyeka air mata Billy. "Sudah, jangan menangis lagi.""Apa yang kamu inginkan sekarang, Rena?""Maksudmu? Tentang apa?""Mamaku. Dia yang sudah...""Aku nggak tahu, Bill. Aku marah sekali waktu tahu ibuku meninggal karena mamamu. Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya dan memanggilnya ibu." Rena kembali terisak."Katanya janga
Tangan Rena bergetar hebat dan hampir menjatuhkan satu ikat kertas di tangannya. Joshua sigap menggenggam kedua tangan istrinya."I- ini... I -ini pasti salah. Nggak mungkin mereka orang tuaku, Josh!""Shhh, shhh... Mau dibaca dulu keterangan di belakangnya? Haruskah aku yang membacakannya untukmu?"Rena mengangguk.Joshua mengambil kertas itu dengan posisi duduk yang masih sama. Membalik foto pernikahan Aurora dan David, lalu mulai membaca isi dalam dokumen itu."Nama ayah kandungmu David Ethan dan nama ibumu Widya Cahyani."Rena membungkam mulut dengan kedua tangannya sendiri. "Apa ibuku...." Rena terisak."25 tahun yang lalu, David melayangkan gugatan perceraian kepada Aurora. Karena David mengetahui perselingkuhan Aurora dengan..." Joshua tiba-tiba mengumpat."Dengan siapa, Josh?""Aditya Wijaya, ayah Gladis."Rena menatap sang suami tak percaya."Sejak itu, David sering tak pulang. Dia bahkan membeli rumah sendiri. Dan selama satu tahun, David diam-diam berhubungan dengan Widya,
Di ruang keluarga Gavin, para anggota keluarga masih berbincang-bincang. Kemudian mereka dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tak terduga."Aurora Volker! Bagaimana dia bisa masuk ke sini?!" Teriak James."Aku nggak pernah mengundangmu ke rumahku, Nyonya Volker," kata Peter."Aku yang menyuruhnya datang!" Seruan Oliver membuat semua orang terdiam. "Ikut aku, Nyonya Volker."Aurora membuntuti Oliver ke arah ruang kerja Peter. Wanita itu sama sekali tak memandang satu pun anggota keluarga Gavin yang lain. Jika bukan karena Oliver memiliki kartunya, mana sudi ia menginjakkan kaki di tempat ini."Langsung saja, katakan apa yang ingin Anda sampaikan," kata Aurora dengan sikap menantang."Kamu memang Volker sejati. Nggak terlihat gentar walaupun dalam hati ketakutan." Oliver terkekeh-kekeh."Aku sibuk, Tuan Besar Gavin. Kalau hanya mau basa basi, bilang saja ke sekretarisku.""Baik, baik." Oliver duduk berhadapan dengan Aurora. "Aku sudah memberi tahu Billy Volker tentang rahasiamu.""
Meskipun hari mulai gelap, para tamu masih memenuhi hotel. Tempat acara diperluas sampai ke dalam karena semakin banyak tamu yang datang. Sebab beberapa orang mendapat undangan di jam yang berbeda.Di sebuah layar di dalam hotel, rekaman Joshua dan Rena tadi diputar berulang-ulang. Orang yang baru datang pun bisa tahu acara yang sesungguhnya bukan hanya ulang tahun perusahaan.Rena dan Joshua duduk di sofa paling depan. Memberi salam dan berjabat tangan dengan para tamu silih berganti. Seperti pengantin baru pada umumnya.Kelompok yang pernah bertemu Rena di bar dulu ikut bergabung. Berfoto-foto lalu mengobrol seru."Ya ampun, aku nggak pernah menyangka kamu mau sama dia, Ren!""Iya, astaga! Kasihan sekali hidupmu!""Kalian mau dipecat, hah?!" Sentak Joshua.Para pria dan wanita itu cukup dekat dan terbiasa bersikap kurang ajar pada atasannya di luar kantor. Tapi mereka cukup sopan dan tahu posisi masing-masing saat bekerja.Mereka terus saja menggoda Joshua sampai wajah suami Rena it
Seminggu berlalu, pesta pun tiba. Hari ini tepat satu tahun ulang tahun pernikahan Rena dan Joshua. Sekaligus merayakan kelahiran Ethan meskipun telah 3 bulan berlalu.Acara diselenggarakan di halaman belakang Hotel Gavin sore ini. Para tamu undangan telah memenuhi area hotel.Oliver dan para tetua Gavin yang memasuki area diiringi tepuk tangan para undangan. Banyak karyawan yang belum tahu sosok Oliver Gavin itu. Sebab Oliver jarang sekali keluar pulau."Wah, kakeknya Pak Josh tampan sekali," ujar Cynthia."Betul... betul... Aku mau tuh jadi istri kedua," tukas wanita lainnya."Itu Alexa ada di belakang mereka. Dengar-dengar acara ini juga untuk merayakan pesta cucunya. Jangan-jangan beneran tuh Pak Josh mau menikah dengan Alexa."Sabrina mengerutkan kening tak suka. "Aku nggak pernah dengar tuh. Lagi pula di undangan cuma merayakan hari jadi Gavin Corp saja. Jangan banyak gosip kalian!""Eciee, yang tiap hari masakin calon suami," goda Ririn, teman Sabrina.Karyawati di Gavin Corp t
"Kamu mau bilang dia istrimu?""Siapa lagi kalau bukan dia?""Jangan gila, Josh! Tadi bilang kalau kamu tahu aku mau ke sini, bukan?""Aku bilang, mungkin tahu tujuanmu ke sini. Mana aku tahu kamu mau datang.""Nggak, nggak. Aku yakin kamu tahu. Lalu kamu mau membuatku cemburu dengan pura-pura tidur dengan perempuan ini, bukan?"Joshua menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ia sudah berusaha menjelaskan sebaik mungkin tapi lawan bicaranya tak juga mengerti."Jawab, Josh!""Kamu tunggu di luar saja. Aku mau pakai baju dulu."Alexa menangis tapi Ethan menangis lebih keras. "B- bayi siapa itu?""Itu anakku, Lexa."Rena membuai tempat tidur Ethan tapi ia terus menangis keras. Disusui pun tak mau.Rena bisa melihat Alexa terus menangis sambil menatap dirinya. Ia pun menuju ke arahnya. Memamerkan muka Ethan agar Alexa tahu bahwa Joshua tak bohong. Alexa menyumpal mulutnya ketika menatap Ethan."Gendong dia, Josh. Aku pusing," perintah Rena."Sebentar, Mamah. Aku pakai baju dulu." Joshua