Liam terbelalak kaget ketika melihat kemunculan Rena. Baru saja ia mengirim pesan agar menunda rencana sebentar.
Sementara Davina melotot ke arahnya seolah memaki dirinya. Liam hanya angkat bahu. Dan Rena pun menangkap reaksi mereka berdua."Kamu sengaja mau kasih lihat Joshua dengan mantannya?" tegur Rena."Nggak, Kak. Sumpah! Aku juga nggak tahu siapa perempuan itu!""Ya sudah, aku kembali saja." Rena memutar badan dan bergegas pergi.Jujur saja, ia tak senang dengan apa yang baru saja dilihatnya. Tapi ia tak bisa langsung melabrak Fani karena menggoda calon suaminya. Sebab Rena masih merasa tak berhak mengatur hidup Joshua. Apalagi ikut campur urusannya."Mungkin Joshua sengaja memanggil Fani untuk pertemuan terakhir," batinnya menenangkan."Kak, maaf," lirih Davina."Nggak apa. Kita tidur saja sekarang."Sementara itu di tempat pesta, Joshua melihat punggung Rena yang semakin menjauh. Tanpa sadar ia mendorong Fani sampai jatuh di atas kursi roDua jam lagi pernikahan akan dilangsungkan. Rena masih duduk terikat di kursi belakang sebuah mobil.Di kursi depan, ia menemukan sosok yang sangat familiar dan satu orang asing di balik kemudi. Rena bisa menebak siapa orang asing itu.Siapa lagi kalau bukan orang Volker? Wajah tampan khas yang hampir mirip dengan Thomas Volker. Namun terlihat lebih garang dan dingin."Nyonya Aurora! Apa yang Anda lakukan? Aku harus segera kembali!" pekik Rena."Rena, sudah kubilang, panggil aku mama.""Kenapa Anda sampai berbuat sejauh ini? Billy juga nggak akan menyukainya jika aku terpaksa hidup dengannya."Mobil mendadak berhenti di pinggir jalan. Rena hampir saja tersungkur bila tak segera menurunkan kakinya.Billy masuk dan duduk di sebelah Rena. Mengecup pipi ibunya lalu menyapa Rena."Sayang, kalau ikatannya terlalu menyakitkan, bilang ya. Aku akan melonggarkannya." Billy memeluk Rena.Anehnya Rena tak merasakan nyaman yang dulu pernah ia rasakan kepada Billy. Jantung memang masih berdebar ken
Rena mengerang seraya memegangi lengannya. Darah segar mengalir deras."Bangun, Josh!"Rena menggoyang-goyangkan tubuh Joshua yang terkulai lemas. Beberapa kali ia menempelkan telinga ke dada pria itu. Suara jantung Joshua pelan hampir tak terdengar."Ayo pergi dari sini sekarang!"Billy menyeret Rena. Sementara Rena meronta dengan kuat."Nggak mau! Josh!"Yang Rena lihat saat ini hanya Joshua. Ia tak peduli luka goresan peluru di lengannya makin terbuka ketika ia berusaha keluar dari cengkeraman Billy."Jangan memberontak, Sayang. Di sini berbahaya! Kita harus segera pergi!"Beberapa ambulance datang bersama deretan mobil keluarga Gavin. Mira segera berlari memeluk anaknya di atas brankar sambil menangis histeris. Sementara Peter dan saudara-saudaranya bersama dengan polisi internasional berhasil membekuk Kai.Ambulance lain datang membawa tubuh Fani yang tak bernyawa. Menambah catatan kriminal pria itu. Kai lah yang menyuruh anak buahnya untuk mendorong kursi roda Fani ke tengah jal
Billy hampir berhasil melucuti pakaian atasnya. Rena mendorong pria itu. "Aku kan sudah bilang, aku nggak akan melakukan hal itu sebelum menikah!""Dan karena aku juga sudah menikah! Joshua satu-satunya suamiku, satu-satunya orang yang boleh menyentuhku! Biarpun surat pernikahan kami hanya dibuat Papa Peter sendiri, tapi aku tahu itu asli karena sama persis dengan surat nikahku sebelumnya!""Sayang," pinta Billy. Jika itu Rena yang dulu, ia pasti akan menganggap sikap Billy lucu seperti anak anjing yang memelas. Tidak dengan Rena yang sekarang!"Kamu nggak mau menghargaiku? Bahkan Joshua nggak pernah sekali pun mencoba menyentuhku walaupun kami tidur satu ranjang!""Joshua memang nggak pernah kurang ajar. Aku saja yang kelewatan karena pengaruh alkohol. Dan aku nggak menyesal," batin Rena.Billy memutar bola mata. Ia tak suka mendengar nama Joshua keluar dari mulut Rena. Kemudian memajukan bibirnya ke bibir Rena, agar nama Joshua hilang dari mulutnya. Tapi R
Malam ini sedikit berkabut. Setelah pulih dari rasa pusing dan mual, Rena keluar untuk mencari udara segar.Ia berjalan menyusuri tepi pantai dalam kegelapan. Entah mengapa, rasa takut akan gelap tiba-tiba sirna. Hati dan pikiran Rena dipenuhi rasa rindu yang mendalam untuk pria itu.Rena selalu meyakinkan diri sendiri, bahwa Joshua masih hidup dan menunggunya. Ia terus berharap jika Joshua sedang mencari keberadaannya. Akan tetapi, sebuah surat kabar di dalam laci meja memupuskan harapan itu.Surat kabar terbaru rilisan Volker Media yang mengatakan bahwa cucu penerus Gavin meninggal dunia setelah terkena tembakan dan dirawat di rumah sakit selama sebulan. Rena tak bisa lagi menitikkan air mata. Ia rasa, air matanya telah mengering karena terlalu banyak menangis."Joshua nggak mungkin mati, bukan?" gumam Rena.Tanpa sadar, Rena telah sampai di ujung pulau. Sebuah cahaya kekuningan menarik perhatiannya.Mungkinkah itu kapal pengangkut? Duganya dalam hati.
"Josh, gimana kondisimu sekarang? Aku kira kamu sudah..." ratap Rena, "Billy, Billy, dia membohongiku....""Heeem, aku baik-baik saja. Gimana keadaanmu sekarang, Rena?"Mendengar suara lemah dari seberang telepon, hati Rena merintih sedih."Aku baik-baik saja, Josh. Aku akan segera kembali. Tunggu aku...""Nggak, Rena. Jangan sekarang. Orang gila itu belum diketahui keberadaannya setelah keluar penjara. Kamu sudah lihat sendiri seberapa bahayanya Kai Balacosa.""Tapi Josh...."Apa kamu nggak cemburu jika aku sekarang tinggal bersama Billy? Rena hanya bisa menahan pertanyaan itu dalam hati. Ia tak mau membebani Joshua dengan kekhawatiran konyolnya."Shhhh, aku percaya padamu, Rena. Apa pun keputusan yang akan kamu ambil untuk masa depanmu, aku akan menghormatinya. Jangan terlalu memikirkan kondisiku. Di sini banyak orang yang menjagaku. Pikirkanlah kesehatanmu sendiri, jangan sampai sakit, oke?"Rena menutup mulut agar suara isak tangis tak terdengar lawan bicaranya, "Josh..." Apa yang
"Benarkah?" tanya Rena sekali lagi untuk meyakinkan pendengarannya tidaklah salah."Jangan khawatir, kamu cuma sedang mengandung. Kamu hanya perlu banyak makanan bergizi dan istirahat yang cukup.""Aku turut bahagia untukmu," imbuhnya.Rena menatap Billy dalam-dalam. Pria itu sepertinya sadar lalu melambaikan tangan ke arahnya."Apa Billy tahu? Dia pasti tahu setelah kami ke rumah sakit waktu itu! Kenapa dia nggak bilang apa pun? Apa yang Billy rencanakan? Apa dia berniat melepasku setelah aku hamil anak Joshua? Tapi kenapa aku nggak boleh kembali sekarang? Apa benar hanya karena Kai?" batin Rena dengan segudang pertanyaan."Nyonya Pal, maukah kamu merahasiakan ini dari temanku di sana?" bisik Rena."Kenapa?" Pal agak terkejut mendengar permintaan Rena. Di tempatnya, orang-orang selalu menggelar pesta kehamilan."Aku nggak ingin dia maupun suamiku khawatir, Nyonya. Setidaknya sampai keadaan membaik. Aku mohon," pinta Rena."Baiklah." Pal tersenyum ramah. "Rena, jika kamu mengalami kes
"Aku tahu kamu sudah banyak menolongku dan aku berhutang banyak padamu. Tapi maaf, aku nggak bisa.""Kenapa? Aku tetap akan menerimamu dan akan menganggap bayi ini sebagai anak kandungku sendiri." Billy menyenderkan kepala di depan perut Rena."Mungkin kamu nggak tahu, walaupun pesta pernikahan kami gagal total, aku sebenarnya sudah menikah dengan Joshua."Billy mengusap lembut perut Rena. Seakan-akan ia tak terpengaruh dengan fakta itu."Aku tahu Peter Gavin yang membuat surat nikah palsu. Kalaupun surat nikah itu memang asli, nggak masalah, Sayang. Aku tetap bersedia menjadi ayah dari anak ini. Aku menyayanginya bahkan sebelum dia lahir ke dunia," kata Billy lembut.Rena sedikit terpengaruh. Memang benar ia tak ingin anaknya hidup menderita tanpa kehadiran seorang ayah. Tapi ketika mengingat wajah Joshua, ia tak sanggup melakukannya."Aku harus menyelesaikan kesalah pahamanku dengan Joshua, Bill. Aku nggak peduli lagi dia mau mengakui anak ini atau nggak. Yang penting dia tahu kalau
Setelah berbulan-bulan, Joshua akhirnya keluar dari sarang Pulau Gavin. Ia yang nyaris kehilangan salah satu paru-paru akibat peluru Kai, kini telah pulih sepenuhnya. Begitu pula dengan hatinya.Joshua telah merelakan calon istrinya kabur dengan pria lain, menurutnya. Meskipun ia masih sering marah dan mengutuk Billy Volker yang lagi-lagi merebut wanita yang dicintainya, dan menganggap Rena wanita yang kejam. Sekarang ia akan hidup untuk dirinya sendiri. Bersenang-senang dengan para wanita seperti yang dilakukannya setelah kematian palsu Fani dulu."Wah, Tuan Muda tampan akhirnya muncul juga!" seru Alexa Arion."Hilang ke mana saja selama ini? Nggak ada yang bisa menghubungimu. Kami pikir kamu bunuh diri setelah ditinggalkan calon istrimu," ejek Alexander, saudara kembar Alexa."Diam, brengsek! Ponselku nggak sengaja jatuh ke laut." Bukan, ia sendiri yang melemparnya ke pantai setelah terakhir bicara dengan Rena."Syukurlah bukan kamu yang nyemplung ke laut!" Alexa terkekeh-kekeh den