Rena hampir saja berteriak. Ada rasa menggelitik di dalam perut, lalu berangsur naik ke atas sampai menusuk-nusuk jantung.
Selama ini, Rena pikir telah melupakan Billy sepenuhnya. Di mana ia bisa tertawa dengan semua anggota keluarga Gavin tanpa beban. Ia pun bersenang-senang bukan hanya sandiwara saja.Tetapi ternyata tak semudah itu. Rena baru menyadari jika ia masih dalam fase penyangkalan, pura-pura tak tahu dengan apa yang telah terjadi. Dan ia baru memahami perasaannya sendiri setelah mendengar Billy sebentar lagi akan menikah."Nggak bisa dibiarkan!" bentak Oliver."Kenapa Kakek marah? Memangnya Kakek kenal Billy Volker?" pertanyaan Davina mewakili seluruh anggota keluarga."Berapa umur orang itu?" tanya Oliver."Dua puluh tujuh, sama denganku, Kek. Dulu Kakek pernah bertemu dengannya di rumahku waktu aku masih kuliah," terang Joshua."Benar, benar, pemuda itu! Aku masih ingat tatapan arogannya! Khas orang-orang Volker.""Tuh, Kakek saja nggakPeter mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Aku nggak setuju, Pa." Semua pandangan sontak tertuju padanya."Apa alasanmu?" tanya Oliver."Jangan lupa, kita harus menghadapi Balacosa jika bertindak gegabah. Seharusnya sekarang kita harus mencegah undangan itu sampai di tangan orang-orang."Wajah Oliver mengeras. Tentu saja ia sudah mengantisipasi itu. Ia tinggal meminta Rena segera mengandung sebelum satu bulan. Dan saat hari pesta pernikahan mereka tiba, Balacosa tak akan bisa mengambil Rena dari keluarga Gavin.Bill Smith menimpali, "Kita selalu menghindari masalah dengan mereka selama ini. Mereka nggak akan mengganggu urusan kita."Peter melirik Oliver, mengirimkan sinyal dari sorot matanya agar semua orang tahu permasalahan Kai. Oliver menggeleng pelan."Sebenarnya, salah satu anggota keluarga Balaco-""Peter!" sentak Oliver mencegah anaknya bicara."Ada apa ini? Apa ada yang kalian sembunyikan?" tanya salah seorang pria."Kami juga ingin tahu
Rena merasa tenang setelah melihat Peter membuang nafas lega. Meskipun masih banyak yang memprotes pendapatnya."Bukankah kita harus memperlihatkan kehebatan Gavin kepada para Volker dan semua orang?" tanya Rena."Benar katanya. Dia sudah mirip dengan kita.""Lalu gimana dengan Balacosa? Kita nggak bisa mengabaikannya.""Joshua hebat memilih istri. Wanita itu nggak takut bertarung bersama kita meskipun nyawanya bisa jadi taruhan. Kita harus mendengar penjelasannya."Oliver menatap Rena dengan bangga. Ia menyunggingkan seulas senyuman ketika pandangan mereka saling beradu."Mungkin karena kamu masih terlalu muda dan banyak memimpikan pernikahan yang seperti dongeng," cerca William, "Jika mereka membawamu, kamu akan tetap bisa bahagia bergelimang harta di sana.""Lalu bagaimana caramu bertanggung jawab jika mereka menghancurkan Gavin di kemudian hari?" sambung William."Setelah mengadakan pesta pernikahan, saya dan Joshua bisa langsung kembali lagi
Rena merasakan hembusan nafas panas Joshua di lehernya. Tak beraturan dan semakin cepat. Joshua melepaskan ikatan tangannya lalu tertawa terbahak-bahak."Lihat, aku sampai memakai celana pendek, jaga-jaga kalau kamu hilang kendali.""Ng- nggak lucu, Josh!" pekik Rena.Joshua terengah-engah bahagia. Sekali lagi ia berhasil mengerjai Rena."Lain kali jangan rakus minumnya!""Aku nggak sadar. Habisnya anggur itu enak sekali.""Ayo, tidur!" Joshua memunggungi Rena.Jantung Rena masih berdebar tak karuan. Ia yakin sekali, mata Joshua tadi benar-benar berubah. Ia tahu betul tatapan pria yang sedang ingin bercinta."Maaf, Josh. Walaupun aku nggak mencintaimu saat ini, tapi kamu boleh melakukannya lagi setelah kita menikah sungguhan," batin Rena.***Seperti ucapan Oliver, undangan pernikahan Rena dan Joshua telah tersebar di mana-mana. Termasuk ke istana Volker.Tangan Aurora bergetar tatkala membaca undangan itu. Ia hendak menyembunyikannya agar Billy tak melihat. Namun Aurora terlambat satu
"Aku akan menyusul kalian besok." Oliver Gavin melambaikan tangan kepada istri dan anak cucunya sebelum mereka memasuki pesawat.Hari ini, Rena kembali ke Sukamaya. Dan besok, hari pernikahannya dengan Joshua pun tiba.Pulau Gavin yang cukup besar itu kian mengecil. Lalu beberapa saat tertutup oleh awan sepenuhnya. Ada rasa gugup terus mengikuti Rena ketika meninggalkan tempat itu. Bagaimana jika Kai akan menghancurkan hari bahagia yang telah ditunggu-tunggu semua orang? Bagaimana jika rencana yang telah ia susun bersama semua keluarga Gavin tak berhasil? "Jangan khawatir, Rena. Kami semua sudah memastikan dia nggak akan bisa mendekatimu ataupun Joshua." Samantha menggenggam tangan Rena."Benar, semua persiapan berjalan lancar. Aku juga mendapat informasi kalau Kai masih belum mendapat undangan pernikahan kita. Kemungkinan besar dia nggak akan tahu.""Baguslah.""Tapi kenapa kamu masih kelihatan gugup?" Joshua membelai kepala Rena."Nggak kok."Joshua mencondongkan kepala ke arah Re
Sebuah tangan mendorong kasar Billy Volker menjauh dari Rena. Pemilik tangan itu ialah sang calon suami, Joshua Gavin."Aku nggak akan memukulmu tapi cepat keluar dari sini!" bentak Joshua.Puluhan pengawal berlarian di luar kamar. Mereka menunggu perintah Joshua untuk melakukan aksi. Entah menghajar si Volker atau hanya mengusirnya. Namun mereka tak mendapat keduanya.Billy menatap Rena sekali lagi, "Ingat apa yang aku bilang, Rena." Lalu ia pergi. Di ambang pintu, Billy melihat Rena telah berada dalam pelukan Joshua."Kenapa dia bisa masuk ke sini, Josh?""Maafkan aku. Ada orang Volker yang diam-diam jadi sekuriti di sini. Aku sudah menghukumnya.""Maaf, Josh. Aku juga nggak bermaksud untuk memeluknya.""Sudah, sudah, nggak apa apa. Semua akan baik-baik saja." Joshua menenangkan Rena dengan belaian kasih sayang.Tak lama, Peter dan Mira dengan wajah panik masuk ke dalam. "Kamu gimana sih, Pa! Kenapa ada mata-mata Volker di sini!" pekik Mira."Re
Jarang-jarang Rena dan Joshua makan malam berdua. Rena pun sedikit terkejut Joshua tiba-tiba mengajaknya keluar dengan wajah serius.Joshua berulang kali melirik ke arah pintu dapur. Entah apa yang pria itu rencakan, Rena enggan bertanya. Ia hanya sibuk menghabiskan makanan."Ren....""Hmm?" Rena menyuap potongan daging terakhirnya."Anu....""Ada apa?" tanyanya lagi dengan mulut yang masih sibuk mengunyah."Itu...."Rena melirik ke arah Joshua dan membuat pria itu salah tingkah. "Apa sih, itu itu, anu anu. Mau ituin anumu?" ujar Rena acuh sambil tertawa.Wajah Joshua merona. Dan itu cukup aneh. Karena biasanya mereka sering melempar lelucon paling konyol sekali pun."Kamu mau tambah makanan? Sepertinya kamu masih lapar. Biasanya kan rakus seperti Panda!" celoteh Joshua sambil membuang muka."Apa sih! Nggak jelas sekali! Tahu begini, aku makan sama Mama saja," gerutu Rena.Seorang pelayan pria datang membawa hidangan penutup. Joshua b
Liam terbelalak kaget ketika melihat kemunculan Rena. Baru saja ia mengirim pesan agar menunda rencana sebentar.Sementara Davina melotot ke arahnya seolah memaki dirinya. Liam hanya angkat bahu. Dan Rena pun menangkap reaksi mereka berdua."Kamu sengaja mau kasih lihat Joshua dengan mantannya?" tegur Rena."Nggak, Kak. Sumpah! Aku juga nggak tahu siapa perempuan itu!""Ya sudah, aku kembali saja." Rena memutar badan dan bergegas pergi.Jujur saja, ia tak senang dengan apa yang baru saja dilihatnya. Tapi ia tak bisa langsung melabrak Fani karena menggoda calon suaminya. Sebab Rena masih merasa tak berhak mengatur hidup Joshua. Apalagi ikut campur urusannya."Mungkin Joshua sengaja memanggil Fani untuk pertemuan terakhir," batinnya menenangkan."Kak, maaf," lirih Davina."Nggak apa. Kita tidur saja sekarang."Sementara itu di tempat pesta, Joshua melihat punggung Rena yang semakin menjauh. Tanpa sadar ia mendorong Fani sampai jatuh di atas kursi ro
Dua jam lagi pernikahan akan dilangsungkan. Rena masih duduk terikat di kursi belakang sebuah mobil.Di kursi depan, ia menemukan sosok yang sangat familiar dan satu orang asing di balik kemudi. Rena bisa menebak siapa orang asing itu.Siapa lagi kalau bukan orang Volker? Wajah tampan khas yang hampir mirip dengan Thomas Volker. Namun terlihat lebih garang dan dingin."Nyonya Aurora! Apa yang Anda lakukan? Aku harus segera kembali!" pekik Rena."Rena, sudah kubilang, panggil aku mama.""Kenapa Anda sampai berbuat sejauh ini? Billy juga nggak akan menyukainya jika aku terpaksa hidup dengannya."Mobil mendadak berhenti di pinggir jalan. Rena hampir saja tersungkur bila tak segera menurunkan kakinya.Billy masuk dan duduk di sebelah Rena. Mengecup pipi ibunya lalu menyapa Rena."Sayang, kalau ikatannya terlalu menyakitkan, bilang ya. Aku akan melonggarkannya." Billy memeluk Rena.Anehnya Rena tak merasakan nyaman yang dulu pernah ia rasakan kepada Billy. Jantung memang masih berdebar ken