Braaakkk!
"Aarghh! Sialan!" teriak Joel mengamuk. Pemuda jangkung itu menendang kursi hingga terjengkang. Wajah dan telinganya terlihat memerah dengan amarah yang menggebu-gebu. Sebelah tangannya menyugar rambutnya ke belakang, dadanya naik turun dengan suara tarikan napas yang terdengar keras. "Huuu .... Tenang Joel, gak mungkin mereka pacaran," ucapnya berusaha tenang. Bagaimana ia tidak mengamuk, Rora lebih memilih pergi bersama Djaren daripada menjawab pertanyaannya. Joel kesal karena gadis itu mengabaikan perintahnya. Apalagi ia semakin penasaran dengan botol susu yang masih ada padanya. Ia ingin tahu kebenaran di balik keberadaan Rora di gudang tempo hari. "Bisa-bisanya dia pergi gitu aja!" seru Joel duduk di sofa. Matanya menatap botol susu yang berada di atas meja di depannya. Joel mengambil botol susu itu lalu membuka tutupnya. Dahinya mengernyit ketika mencium bau yang khas dari susu itu. Seperti susu sapi pada umumnya susu itu berbau sama. Namun, ada sedikit bau asam membuat Joel penasaran. "Ini susu gak kadaluarsa, kan?" gumamnya. Karena rasa penasarannya yang tinggi, Joel mencoba menyicipi susu tersebut. Matanya langsung membulat ketika merasakan sensasi aneh ketika meminum susu tersebut. "Ini bukan susu sapi, hmm ... gak mungkin ini ASI, kan?" gumamnya menatap heran pada botol susu di tangannya. Sementara itu, di sisi lain Rora memegang tangan Djaren, berjalan cepat ke arah taman belakang sekolah. Djaren hanya tersenyum melihat tangannya yang digandeng Rora. Ia senang gadis itu memilih pergi dengannya daripada menanggapi ocehan Joel. Mereka berhenti ketika Rora merasa tidak ada orang di sekitarnya. Dengan cepat ia melepaskan tangan Djaren. "Ren, kamu apa-apaan, sih, tadi?" Rora menatap Djaren, wajah kesal tak dapat disembunyikan. "Kenapa? Aku cuma mau nolongin kamu. Lagian ngapain, sih, kamu berurusan sama Joel? Dia itu bukan orang baik-baik, udah, deh, jauhin!" balas Djaren. Rora memutar bola matanya jengkel, ia tidak habis pikir dengan tingkah Djaren. Bisa-bisanya ia mengaku berpacaran dengan Rora. "Coba kamu bayangin, kalau sampai tersebar gosip kita pacaran gimana, Ren?" tanya Rora. "Kamu lebih baik mereka tahu kita saudara?" Djaren malah balik bertanya sambil memasang wajah tidak peduli. Rora tambah kesal mendengar ucapan itu. Djaren memang selalu dapat membalas semua ucapan Rora dengan perkataan yang tidak dapat gadis itu sangkal. "Udah, gapapa. Kalo si Joel gangguin kamu lagi, kamu bilang aja kalo kita pacaran, oke." Djaren tersenyum sambil mengelus lembut kepala Rora. "Kamu adik aku, aku harus jagain kamu di sekolah," tambahnya membuat Rora terkejut. 'Kenapa dia tiba-tiba baik kayak gini?' batin Rora. Ia menepis tangan Djaren dan memilih pergi, berjalan menjauh dari pemuda yang bergelar ketua OSIS itu. Rora sangat tidak ingin berurusan dengan Djaren mengingat ibu pemuda itu yang tidak suka padanya. "Pasti Joel marah besar ini," gumam Rora berjalan ke arah ruangan tadi, berniat menemui Joel. Namun, tanpa disangka sebelum sampai tempat tadi, Rora melihat Joel yang berjalan cepat sambil memegang botol susu miliknya. Matanya membulat seketika dengan perasaan yang tidak tenang. Gadis itu refleks melangkah mengikuti Joel. "Rora!" Seseorang berteriak sambil menahan tangan Rora, membuat gadis itu menoleh dan melihat sahabatnya. "Kamu ngapain? Aku cariin tau, ayo bel udah bunyi dari tadi Rora ...." Berly mengandeng tangan Rora mengajaknya pergi ke kelas. Rora tidak berkata, ia bingung harus melakukan apa. Matanya terus tertuju pada Joel yang berjalan semakin jauh. Entah kenapa Rora merasa tidak nyaman melihat kepergian Joel, apalagi dengan botol susu yang berada di tangan pemuda itu. "Kenapa, sih, kok cemas gitu?" tanya Berly menatap Rora dengan wajah heran. "Hah, enggak gapapa, kok. Ayo ke kelas!" Rora terpaksa tersenyum agar Berly tidak curiga. *** Jam pelajaran terakhir di kelas Rora adalah olahraga. Semua murid sudah berada di lapangan basket indoor kecuali Joel, pemuda itu tidak tampak batang hidungnya sejak jam istirahat. Rora dan Berly hanya duduk di pinggir lapangan, melihat siswa laki-laki tengah bermain basket. Tiba-tiba Rora merasa nyeri pada dadanya. Dahinya mengernyit dengan keringat dingin yang menetes. 'Aduh ... belum dipompa lagi,' gerutuknya dalam hati. Berly yang duduk di sebelahnya menatap heran dan bertanya, "Kenapa, Ra, kamu sakit?" "Hah, enggak ... cuma mules aja, sih," balas Rora berbohong, pura-pura memegang perutnya. "Mau aku anter ke toilet?" tawar Berly. Rora menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Ia salut pada kesetiaan Berly padanya. Padahal mereka baru bertemu kurang lebih dua minggu. Namun, Berly selalu berusaha membuat Rora nyaman berteman dengannya. "Gapapa, aku sendiri aja," ucap Rora sambil berdiri. Akhirnya Rora pun meninggalkan lapangan basket dengan tatapan dari semua murid kelasnya. Rora hampir terbiasa dengan tatapan itu, dia berusaha tidak menghiraukannya sama sekali. Ia ingin cepat-cepat mengeluarkan ASI yang sudah terasa membludak di dadanya. Langkah lebar Rora membawanya ke ruangan UKS yang beruntungnya sepi. Mata Rora langsung melihat ke kanan dan kiri sebelum ia masuk ke dalam. Kemudian dengan cepat Rora duduk di salah satu tempat tidur UKS, menutup tirai di depannya. "Huu ... sakit banget," ringis Rora sambil mengeluarkan alat pompa ASI dari tas kecilnya. Dengan gerakan cepat Rora menyingkap baju olahraga yang ia pakai. Langsung menempelkan alat pompa ASI di dadanya dan membiarkannya berkerja. Matanya tertutup merasakan rasa lega dalam dirinya. Rora tersenyum sambil terus menutup matanya, membiarkan bajunya terbuka dengan alat pompa ASI yang menempel. Srraaak! Tiba-tiba tirai yang menutupi Rora terbuka dengan seseorang muncul berdiri di hadapannya. Gadis itu begitu terkejut melihat orang di depan. Matanya membulat sempurna dengan tubuh yang langsung kaku. Rora bahkan tidak bisa menggerakkan tangannya untuk sekedar menutupi tubuh bagian atasnya. "Apa-apaan ini?!" seru orang yang memergoki Rora.kira-kira siapa nih yang mergokin Rora? mohon beri ulasan yaa terima kasih ❤️
Joel melangkah gontai memasuki area sekolah. Satpam yang melihat hanya bisa membiarkannya lewat, walaupun siswa dilarang keluar masuk sembarangan apalagi di jam pelajaran. Itu semua tidak berarti bagi Joel. Pengaruh kakeknya di sekolah sangat besar. Bisa dikatakan bahwa sekolah itu milik keluarga Joel. "Gak mungkin 'kan dia ...," gumam Joel, wajahnya terlihat lesu. Entah dari mana dia, setelah pergi ke suatu tempat Joel memutuskan kembali ke sekolah untuk memastikan sesuatu. Pemuda itu masih sangat terkejut dengan fakta yang baru ia ketahui tentang botol susu di tangannya. Ia melangkah menuju kelas mencari Rora. Sebelah alis matanya terangkat melihat gadis yang ia cari keluar dari kelas dengan tingkah mencurigakan. Rora berjalan sambil membawa sesuatu di tangannya. Melihat sekeliling sambil berjalan agak bungkuk membuat Joel merasa curiga melihatnya. "Mau ke mana dia?" gumam Joel melangkah mengikuti Rora. Joel sedikit menjaga jarak agar gadis itu tidak mengetahui bahwa dirinya di
"Suuttt diem!" Joel menempelkan telunjuk di bibirnya, memberi kode untuk tidak bersuara. Perlahan ia melangkah untuk melihat kasur UKS dekat pintu yang tertutup tirai. Sementara Rora mengigit bibirnya, perasaannya tidak tenang. Seharusnya tadi ia lebih teliti lagi memeriksa tempat itu. Bagaimana jika ada orang lain selain dirinya dan Joel? Saat tangan Joel terulur untuk membuka tirai, tiba-tiba suara berisik dari luar terdengar. Joel buru-buru kembali ke tempat Rora dan menutup tirai di depannya. Suara orang berbicara dan langkah kaki semakin dekat ke arah mereka. "Rora ke mana, ya?" "Kayaknya ke UKS, deh. Kita masuk aja dia tadi bilang sakit, kan!?" Mendengar itu Joel langsung mendorong Rora ke atas kasur, begitupun dengan dirinya ikut tidur di kasur yang sama. "Jo, apa-apaan, sih?!" pekik Rora mendorong dada Joel. "Suttt, diem! Ada orang di luar," balasnya langsung menutupi tubuh mereka dengan selimut. Cek lek! Suara pintu terbuka terdengar di telinga Rora.
"Lepasin!" seru Rora. Gadis itu langsung menarik kedua tangannya dari Joel dan Djaren. Ia langsung berlari dengan rasa panik yang mulai muncul, tangannya gemetar, wajahnya pucat. Sebisa mungkin ia menapakkan kaki dengan benar dan menjauh dari kerumunan orang-orang. Rasanya Rora ingin sekali menangis, mengapa takdir seolah bercanda dengannya. Padahal sebisa mungkin ia selalu bersikap baik agar tidak menarik perhatian. Namun, kelakuan Joel dan Djaren malah membuat semua perhatian itu tertuju padanya. 'Aku benci! Kenapa sih mereka harus kayak gitu sama aku?!' batinnya, gadis itu berlari memasuki perpustakaan yang sepi. Sementara itu Joel dan Djaren malah saling menatap dengan aura permusuhan yang sangat kuat. Orang-orang masih setia memperhatikan kedua pemuda jangkung itu. Tinggi mereka hampir sama, hanya saja Joel sedikit lebih tinggi. "Jangan ganggu Rora!" seru Djaren dengan suara datar. "Elo, siapa? Gak ada hak buat ngelarang!" balas Joel tersenyum sinis, menarik tas yang m
"Sha, kamu jangan diem aja! Kasih pelajaran si Rora!" seru Silvia. "Hm, tenang aja, aku udah punya cara buat bikin cewek centil itu malu! Siapa suruh deket-deket sama Joel!" balas Gilsha menatap ke arah Rora yang digandeng oleh Joel dan Djaren. Ternyata Gilsha yang terlihat gadis baik-baik dan polos memiliki pikiran jahat. Hanya karena kedatangan Rora ke sekolah itu membuat popularitasnya berkurang, dan kedekatan Rora dengan Joel, membuat Gilsha nekat berbuat jahat. Di saat murid lain sudah pergi ke ruang laboratorium, dengan gerakan cepat Gilsha sengaja meletakkan ponselnya di tas Rora. Namun, pergerakannya yang secepat kilat dapat terlihat oleh Joel, yang kebetulan masih berada di depan kelas. Pemuda itu melihat kelakuan Gilsha dari celah pintu. "Eh, Jo kamu nungguin aku?" Gilsha tersenyum manis ketika melihat Joel yang terlihat seolah menunggunya. "Iya, nih. Ayo!" ajak Joel membuat Gilsha langsung kegirangan. Bibir Joel tersenyum tetapi ketika Gilsha tidak melihat, pemud
"Ra, kalau masih sakit, gapapa gak usah ikut," ucap Berly. Rora tersenyum manis sambil menggelengkan kepalanya, wajahnya masih sedikit pucat walaupun sudah ditimpa dengan riasan tipis. "Udah gapapa, kok. Tenang aja, lagian aku juga mau beli sesuatu," balasnya. Berly masih sangat khawatir dengan kondisinya. Pasalnya gadis itu mengeluh pusing lalu tiba-tiba pingsan. Namun, Rora masih setia menepati janjinya, mengantar Berly pergi berbelanja ke mall. Berly lagi-lagi melirik pada Rora yang sejak tadi terus melamun. Entah apa yang dipikirkan gadis itu. Mereka berdua berjalan memasuki toko make-up. Berjalan ke arah rak berisi deretan lipstik yang warna-warni. Rora masih kurang bersemangat walaupun ia sangat suka sekali dengan make-up. Biasanya gadis itu akan langsung heboh sendiri memilih barang yang ia suka. 'Haa ... harus gimana lagi caranya supaya Joel gak bertingkah,' gumam Rora dalam hatinya. Saat di UKS tadi, Rora sangat takut Joel akan melakukan hal aneh padanya. Pasaln
Cek lek! "Jo, kit— eh, sorry!" Oza membuka pintu langsung berhenti melangkah ketika melihat Joel dan Rora dalam posisi yang ambigu. Pasalnya pemuda itu mengukung sambil memegang kedua tangan Rora di atas kepalanya. Sementara gadis itu terlentang pasrah dengan wajah terkejut. "Gue gak ganggu kalian, kan?" tanya Oza tersenyum sambil menggaruk kepalanya. "Eng-engga!" Rora langsung mendorong Joel dan bangkit, merubah posisi jadi duduk. Ia langsung mengibas-ngibaskan tangan pada wajahnya yang terasa panas. Rasa malu langsung merayap di benaknya, ia langsung berdiri dan pamit pergi. "Kalau gitu, duluan, ya!" serunya tersenyum kikuk. Joel langsung menahan tangan Rora, menatapnya dengan wajah datar. "Mau ke mana?" "Jo, gue pergi duluan." Rora tersenyum canggung sambil menoleh pada Oza dan berusaha melepaskan tangan Joel. "Siapa bilang boleh pergi!" Joel langsung menarik Rora sampai terduduk di pangkuannya, melingkarkan tangan di pinggang gadis itu. "Jo!" pekik Rora, membero
"Sembunyi!" Rora langsung mendorong Djaren ke dalam lemari. Ketukan di pintu terdengar semakin kasar membuat Rora buru-buru membukanya. Ayu menatap sinis padanya sambil melipat kedua tangan di perut. "Kenapa lama buka pintunya?!" tanya Ayu dengan nada ketus. "Maaf, Bu, saya di toilet tadi," balas Rora berbohong. Ayu langsung melihat-lihat ke dalam kamar Rora, tadinya ia ingin mengkritik gadis itu jika kamarnya berantakan. Namun, kamar Rora sangat bersih dan rapi sehingga ia tidak bisa mencelanya. Rora hanya diam sambil menggigit bibirnya. Ia sangat tahu kelakuan ibu-ibu itu yang hanya mencari bahan untuk mengkritiknya. Beruntungnya Rora sudah merapikan kamar dan melakukan pekerjaannya, memasukkan baju kotor ke mesin cuci dan mencuci piring. Walaupun ada pembantu di rumah itu, Ayu menugaskan bahwa setiap barang yang Rora pakai harus dibersihkan sendiri. Ayu bilang agar Rora terbiasa mandiri dan tidak manja. Wanita paruh baya itu adalah tipikal ibu tiri di serial Bawang Puti
Joel yang melihat kedatangan Djaren langsung memanfaatkan kesempatan. Ia mencium Rora di hadapan pemuda bergelar ketua OSIS itu membuatnya naik pitam. Urat-urat leher Djaren menegang dengan tangan yang mengepal kuat. "Apa-apaan kalian?!" serunya marah. Rora langsung gugup dengan mata membulat. "Dj-Djaren." Pemuda yang dipanggil namanya itu bernapas dengan cepat, dadanya naik turun menahan emosi. Ia langsung melangkah lebar mendekati Rora, menarik tangannya. "Apa yang kamu lakukan sama dia berusan, Rora?!" desaknya. "A-aku ...." Rora bingung harus menjawab apa. Joel langsung kesal karena Rora terlihat gugup di hadapan Djaren. Sebenarnya ada hubungan apa mereka? Melihat Rora tidak menjawab Djaren langsung beralih pada Joel, melepaskan tangan Rora. Pemuda itu kemudian mencengkram kuat kerah baju rivalnya. "Elo apa-apaan cium Rora sembarangan, hah?!" bentaknya kasar. Sebagai tanggapan Joel hanya tersenyum sinis. "Tanya dong sama dia kenapa mau dicium sama gue!" serunya den
"Aurora kamu di mana ...?" gumam Djaren terus mencoba menelpon Rora. Sampai jam sudah menunjukkan pukul sembilan, Rora belum juga pulang ke rumah sehingga membuat Djaren sangat khawatir. Berkali-kali pemuda itu menelpon nomor Rora, berkali-kali pula panggilannya tidak diterima. "Ck! Ke mana sih dia!" gerutuknya kesal. Djaren terus berjalan mondar-mandir di depan kamar Rora. Ia mencoba menghubungi teman sekolahnya dan menanyakan di mana alamat Joel. Siang tadi saat dirinya dan Rora sedang berbicara, tiba-tiba Rora pergi meninggalkannya. Kemudian dari gosip anak-anak di sekolah, Djaren tahu bahwa Rora pergi bersama Joel ke rumah sakit. Namun, saat dicek di rumah sakit mereka sudah tidak ada. "Ke mana si Joel bawa Rora?!" Lagi-lagi Djaren menggerutu. Sudut bibirnya terangkat ketika melihat balasan dari temannya. Ia langsung pergi ke alamat apartemen Joel. Sementara itu gadis yang sedang Djaren khawatirkan tengah duduk sambil menundukkan kepala. Kedua tangannya saling meremas dan b
"Dok, saya minta pulang sekarang juga!" tegas Joel menatap sang dokter yang sedang memeriksa kakinya. "Joel, kamu tau 'kan kalau saya tidak bisa menyetujuinya. Sabarlah besok atau lusa kamu boleh pulang," balas dokter itu tersenyum kesal kepada pasiennya yang bebal."Pokonya saya ingin pulang, dengan atau tidak seizin dokter saya akan pulang!" Joel langsung bangkit bersiap mencabut selang infus di tangannya. "Eh ... eh!" Orang-orang di sana langsung terkejut begitu Joel ingin mencabut infusan di tangannya. Rora yang melihatnya langsung memutar bola matanya merasa jengkel dengan sifat Joel. "Jo! Elo kenapa sih, kata dokter juga gak bisa pulang sekarang!" bentaknya kesal. "Ya, salah elo! Katanya elo gak suka nginep di rumah sakit! Kalau gitu nginep di rumah gue aja, gampang 'kan!" Mata Joel mendelik tajam pada gadis yang berdiri di sebelahnya. Dokter dan teman-teman Joel yang menyaksikan tingkah kekanakannya itu, hanya bisa menghela napas sambil menggelengkan kepala. Oza dan yang
"Jo, Jo! Anjir kaki lo luka, Jo!" Oza berusaha menghentikan langkah Joel. Namun, pemuda dengan head ban di kepalanya terus saja melangkah. Sampai ia berhenti ketika melihat Rora berjalan seorang diri. "Joel?" gumam gadis itu. Joel segera menghampiri Rora, mencengkram kuat tangannya. Sorot matanya yang dingin menatap dengan penuh kemarahan. "Aww! Jo, sakit!" keluh Rora mencoba melepaskan cengkraman tangan Joel. "Tadi ngapain sama di Djaren, hah?!" bentak Joel membuat Rora terperanjat. Gadis itu langsung melihat sekeliling, banyak anak-anak yang memperhatikan mereka membuatnya cukup risih. "Jo, banyak orang ... jangan marah-marah di sini," bisik Rora. "Jo, mending kita ke rumah sakit sekarang. Itu Pak Tama juga nyusulin ke sini anjir!" Oza menepuk pundak Joel, membujuknya. "Gak! Sebelum gue denger jawaban dari cewek sialan ini!" Hati Rora terasa ditusuk dengan belati ketika mendengar kata-kata Joel. Ia tidak mengerti mengapa cowok itu selalu berkata kasar padanya. "Apaan sih,
"Jo! Elo kenapa gak fokus gini?" seru Oza menepuk pundak Joel. "Jo, calm down! Kita bisa menang kalau fokus!" sahut Kafin. Joel hanya diam sambil mengelap keringat di dahinya. Matanya terus menatap tajam pada Djaren yang tengah tersenyum merayakan keberhasilannya memasukkan bola ke ring tim Joel. 'Gue harus menang! Gue harus tunjukkin ke si Djaren sialan itu kalau dia gak ada apa-apanya!' ucap Joel dalam hatinya, bertekad mengalahkan Djaren. Pertandingan kembali dimulai, tim Djaren sejak tadi terus mencetak poin. Sementara tim Joel hanya Oza dan Farrel yang mampu mencetak poin, yang lainnya apalagi Joel terus kehilangan bola. "Jo! Pass!" teriak Oza meminta bola. Joel tidak mendengarkan teriakan itu. Dia terus melangkah maju sambil mendribble bola. Ada tiga orang sekaligus yang menjaga Joel termasuk Djaren, menunggunya di bawah ring. "Sial! Nantang gue lo!" geram Joel. Ia terus berlari melewati satu orang dari tim lawan. Namun, saat ia berusaha melewati orang kedua, kaki Joel t
Rora berdiam seorang diri di kelas yang kosong. Ia masih tertegun melihat foto Joel yang dikirim oleh akun anonim itu. Bukan masalah karena Joel berfoto bersama gadis lain. Namun, posisi mereka ketika berfoto sangat ambigu dan membuat pikiran Rora melayang ke hal negatif. Joel terlihat tertidur di pelukan seorang gadis yang mengambil foto selfie. Mereka masih mengenakan pakaian lengkap, namun tetap saja Rora berpikiran negatif terhadap foto tersebut. Apa yang mereka lakukan hingga tidur di atas ranjang yang sama seperti itu? "Kalau udah punya pacar kenapa dia kayak gitu sama aku? Mana barusan manggil-manggil sayang lagi!" gerutuknya. Gadis itu sedikit kesal, pasalnya sudah beberapa hari ini sikap Joel sangat baik padanya. Sejak malam kesepakatan mereka, Joel tidak pernah mendekati Rora di depan siswi lain. Cowok itu juga selalu bersikap baik, bahkan seringkali memberikan Rora sesuatu yang membuatnya terkejut sekaligus senang. Namun, sekarang Rora harus dikejutkan dengan foto Jo
"Gimana dong, Rora gak bisa ikut latihan dance karena kakinya sakit?" keluh Berly. Anak-anak yang lain juga langsung mengeluh sambil menghela napas panjang. Mereka tidak tahu harus melakukan apa dengan kaki Rora yang terluka. Padahal kandidat pemenang lomba pentas seni sudah digadang-gadang adalah kelas mereka. Namun, karena keadaan Rora sekarang membuat yang lain menjadi pesimis. "Temen-temen aku minta maaf, ya. Mungkin besok atau lusa aku bisa ikut latihan," ucap Rora menyesal. "Gapapa, Ra, itu bukan salah kamu. Aku cuma heran, deh, kenapa di sepatu kamu ada paku payung? Bukannya sepatu itu jarang dipakai, ya?" tanya Berly. Gilsha dan Silvia langsung mencoba mengalihkan pembicaraan. "Guys, kita latihan sekarang aja, nanti kesorean lagi!" ajak Silvia. "Iya, ayo sekarang aja. Rora kamu gapapa 'kan sendirian di sini?" tanya Gilsha. "Iya, gapapa kok, kalian latihan aja sana," balas Rora sambil tersenyum. Akhirnya Rora pun ditinggalkan sendirian di UKS. Dia menghela napas
"Oke, yang ikut lomba basket berarti Joel, Oza, Kafin, Gaha, dan Farrel. Yang lain boleh ikut ke perlombaan olahraga selain basket, ya," ucap ketua kelas. Anak-anak di kelas tidak dapat protes tentang keputusan itu. Joel dan teman-temannya memang anggota inti dari klub basket di sekolah. Maka dari itu orang-orang percaya bahwa mereka akan memenangkan pertandingan. Waktu istirahat tiba membuat semua siswa berhamburan keluar. Seperti zombie kelaparan berlari menuju kantin. Termasuk Joel dan teman-temannya, berjalan beriringan membuat semua mata tertuju pada mereka. Bagaimana tidak menarik perhatian, Joel dan teman-temannya yang tergabung dalam geng bernama SIGMA itu, memiliki tinggi badan di atas rata-rata siswa lainnya. Itu sebabnya mereka tergabung dalam klub basket menjadi anggota inti. Selain itu, fakta bahwa Joel adalah cucu pemilik yayasan sekolah, membuat geng itu semakin diperhatikan orang-orang. "Jo, tadi elo ngapain sama Rora di belakang?" tanya Kafin. "Iya, anji
"Oke, anak-anak sekarang Bapak ingin memberitahu bahwa sekolah kita akan mengadakan festival." Ucapan Pak Tama langsung disambut heboh oleh anak-anak kelas. Mereka berteriak bahkan sampai ada yang memukul-mukul meja. Pasalnya festival sekolah merupakan ajang bagi para siswa untuk menunjukkan kebolehannya. Sepertinya menampilkan keahlian dalam bidang olahraga dan seni. "Sudah-sudah! Dengarkan Bapak, dulu!" seru Pak Tama yang langsung membuat semua murid diam. "Festival kali ini akan ada beberapa acara, seperti perlombaan berbagai cabang olahraga. Lalu ada juga pentas seni di akhir acara. Nah, sekarang Bapak ingin tahu siapa saja yang mau berpartisipasi pada festival ini? Khususnya untuk pentas seni, ya, karena perlombaan olahraga nanti dicatat oleh ketua kelas," sambung Pak Tama. Orang-orang langsung berdiskusi siapa yang akan ikut serta. Sementara dua orang murid di belakang masih sibuk dengan kegiatan mereka. Joel masih terus mengelus kaki Rora, membuatnya kegelian. "Jo, p
JoelKe ruang klub dulu, semalam gue lupa nanyain sesuatu sama lo! "Haa ...!" Rora hanya bisa menghela napas panjang, berjalan gontai menuju ruang klub yang Joel sebutan. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Mau tidak mau Rora harus menuruti keinginan Joel setelah mereka bertemu semalam dan mencapai kesepakatan. "Aurora!" Suara yang memanggil namanya membuat Rora menoleh, ia melihat Djaren tersenyum dan berjalan menghampirinya. "Hari ini guru akan umumkan soal festival, nanti kamu ikut partisipasi, ya," ucap Djaren. "Gimana nanti aja." Rora membalas seadanya dengan nada malas. "Jangan gitu dong ... kamu harus ikut, ya. Biar semakin seru festival sekolah tahun ini. Papah juga pasti bangga loh kalo kamu ikutan." Ucapan Djaren terdengar sedikit memaksa di telinga Rora. Gadis itu menatapnya dengan tatapan malas. Berkat ulah Djaren yang terus mendekatinya, Rora lagi-lagi terkena masalah. Ayu menyuruh Rora untuk membersihkan seluruh rumah tanpa dibantu oleh pembantu. "Iya