Joel yang melihat kedatangan Djaren langsung memanfaatkan kesempatan. Ia mencium Rora di hadapan pemuda bergelar ketua OSIS itu membuatnya naik pitam. Urat-urat leher Djaren menegang dengan tangan yang mengepal kuat. "Apa-apaan kalian?!" serunya marah. Rora langsung gugup dengan mata membulat. "Dj-Djaren." Pemuda yang dipanggil namanya itu bernapas dengan cepat, dadanya naik turun menahan emosi. Ia langsung melangkah lebar mendekati Rora, menarik tangannya. "Apa yang kamu lakukan sama dia berusan, Rora?!" desaknya. "A-aku ...." Rora bingung harus menjawab apa. Joel langsung kesal karena Rora terlihat gugup di hadapan Djaren. Sebenarnya ada hubungan apa mereka? Melihat Rora tidak menjawab Djaren langsung beralih pada Joel, melepaskan tangan Rora. Pemuda itu kemudian mencengkram kuat kerah baju rivalnya. "Elo apa-apaan cium Rora sembarangan, hah?!" bentaknya kasar. Sebagai tanggapan Joel hanya tersenyum sinis. "Tanya dong sama dia kenapa mau dicium sama gue!" serunya den
Gosip cinta segitiga antara Joel, Rora, dan Djaren langsung menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Orang-orang heboh dengan kenyataan bahwa dua cowok paling populer di sekolah memiliki scandal dalam hubungan mereka. Apalagi scandal itu melibatkan satu perempuan yang sama. Banyak yang kecewa dan tidak menyangka dengan hubungan mereka bertiga. "Harusnya Rora gak usah ada hubungan sama Joel ataupun Djaren. Dia 'kan udah terkenal!" "Tapi dari awal udah kelihatan gak, sih, kalau mereka bertiga ada hubungan?" Gosip-gosip terus menyebar liar, banyak asumsi yang ditambahkan membuat posisi Rora kesulitan. Banyak yang bilang bahwa Rora sengaja mendekati kedua cowok tersebut untuk meraih kepopuleran. Ada lagi yang bilang bahwa Rora memang mengincar Joel dan Djaren, karena kedua pemuda itu berasal dari keluarga kaya raya. "Haa ... bakalan kerasa panjang banget hari ini," gumam Rora melangkah menuju kelasnya. Sejak kemarin Rora langsung mengkonfirmasi bahwa tidak ada hubungan antara dirinya
Orang-orang langsung melirik aneh pada Rora yang terduduk di tanah. Tubuh gadis itu bergetar hebat setelah mendengar audio percakapannya dengan Joel di UKS tempo hari. Terdengar jelas bahwa Rora menangis dan suara Joel yang menggodanya. Namun, ia tidak mendengar ucapannya saat menjelaskan tentang penyakitnya pada Joel. Rora sangat ingat jelas bahwa audio percakapan itu, terjadi saat Joel memergokinya pumping ASI di UKS beberapa hari lalu. "Rora, kamu kenapa?" Djaren langsung berlari menghampiri Rora yang terduduk di depan gerbang sekolah. Pemuda dengan lencana OSIS di seragamnya itu membantu Rora berdiri. "Kamu kenapa, sakit lagi?" Djaren sangat khawatir melihat wajah pucat dan keringat dingin di dahi Rora. Dengan cepat ia membawa Rora ke dalam mobilnya. Orang-orang langsung berbisik membicarakan mereka termasuk Joel dan teman-temannya. "Jir, mereka beneran punya hubungan, ya?" celetuk Kafin. "Gila-gila, masa Joel kita kalah, sih, sama Djaren anak polos, haha!" Farrel sen
"Ren, udah please ...," ucap Rora memohon. Djaren tidak mendengarkan dan terus melakukan kegiatannya, mengompres dahi Rora yang terkena demam. "Udah gapapa, kamu tidur aja, oke. Biar aku yang kompres kamu," balas Djaren. "Ren, aku gak mau mamah kamu marah. Udah biar aku aja sen—." "Suttt! Udah tidur, kamu harus istirahat," potong Djaren menempelkan telunjuknya di bibir Rora. Bibir lembut itu malah membangkitkan gairah terpendam Djaren. Ia langsung membuang muka dan merutuki dirinya sendiri. 'Gila Djaren ... jangan jadi cowok brengsek!' batinnya. Namun, sedetik kemudian Djaren merasa kesal mengingat bahwa Joel pernah merasakan bibir lembut itu. Ia langsung menoleh lagi pada Rora, gadis itu ternyata sudah tertidur walaupun beberapa detik yang lalu bersikeras tidak ingin Djaren membantunya. "Tidur yang nyenyak sayang," bisik Djaren mengelus lembut wajah Rora yang memerah akibat demam. Glup! Rora terlihat tidur dengan damai, tidak ada penolakan saat Djaren terus mengelus wajahny
Bruumm bruuummm ....Sebuah motor sport berwarna hitam melesat cepat, membelah jalanan padat ibu kota di pagi hari yang sedikit mendung itu. Joel dan motornya dengan cepat sampai di sekolah pada pagi buta. Setelah dimarahi oleh kakeknya kemarin, Joel sedikit sadar bahwa ia memiliki sebuah tujuan. Tujuan untuk mengalahkan kakaknya dan membuktikan pada orang tuanya, bahwa ia bisa lebih dari sang kakak. Namun, pagi ini tujuan utamanya adalah bertemu dengan Rora. Ia ingin meminta penjelasan dari gadis itu, mengapa dia mengirim pesan makian lalu tidak ada kabar. "Pasti dia belum datang, awas aja kalau sampai ketemu hari ini. Gue bikin perhitungan sama elo, Rora!" gumamnya berjalan cepat menuju kelas. Bagaimana Joel tidak merasa kesal, harusnya Rora lebih bersikap baik padanya. Rahasia yang Joel ketahui sangat besar dan penting di hidup Rora. Gadis itu juga sudah setuju menjadi pesuruh bagi Joel. Namun, sikapnya akhir-akhir ini membuat Joel sangat murka, ditambah kenyataan bahwa Rora me
"Bagaimana keadaan putri saya, Dok?" Mata Rora langsung membulat mendengar ucapan Ramelan. Hatinya merasa senang karena ayahnya tidak canggung mengakuinya sebagai anak. "Putri Bapak sudah boleh pulang sekarang, namun perlu dipastikan untuk tidak banyak pikiran. Karena stress salah satu penyebab putri Bapak sering pingsan," jelas dokter Dewi, ia melirik tersenyum pada Rora. "Baik, Dok terima kasih. Tapi tidak ada masalah lain selain stress 'kan, Dok?" Ramelan bertanya kembali, memastikan keadaan Rora baik-baik saja. "Ya, tentu saja, Pak. Aurora hanya mengalami kelelahan akibat terlalu banyak pikiran." Beruntungnya Rora dibawa ke rumah sakit tempat Dokter Dewi bekerja. Dokter Dewi adalah sahabat ibu Rora, sehingga sangat mudah meminta bantuannya agar tidak memberitahu Ramelan soal Rora yang memiliki penyakit galaktorea. "Syukurlah jika Rora tidak memiliki masalah lain," ucap Ramelan. "Baik, Pak, kalau begitu saya permisi. Aurora, cepat sembuh, ya." Dokter Dewi mengelus lembut tan
"Kamu bertengkar dengan siapa? Jawab Djaren!" Ramelan sampai menggebrak meja karena Djaren terus diam. "Sayang, ayo bilang sama mamah, kamu bertengkar dengan siapa, Nak?" Ayu terus memegang tangan Djaren. "Haa ... kalau kamu gak mau bilang, papah akan ke sekolah dan mencari siapa yang bertengkar dengan kamu!" ancam Ramelan. Akhirnya mau tidak mau Djaren memberitahu siapa yang bertengkar dengannya. Ia beralasan bertengkar dengan joel karena kesalahpahaman saat di pertandingan olahraga. Namun, Ramelan tidak percaya begitu saja sehingga ia terus menekan Djaren untuk berkata sesungguhnya."Memang siapa si Joel itu, sampai kalian bertengkar gara-gara masalah sepele? Papah tidak percaya sama sekali dengan alasan kamu, Djaren!" Mendengar itu Djaren langsung menggerutu dalam hatinya. 'Aduh, harus pake alasan apa lagi, nih? Gak mungkin aku bilang berantem sama Joel karena Rora. Mamah pasti jahatin Rora lagi kayak semalam.' "Sayang, kamu bukan anak yang sering berantem, loh. Ayo, bilang s
JoelKe ruang klub dulu, semalam gue lupa nanyain sesuatu sama lo! "Haa ...!" Rora hanya bisa menghela napas panjang, berjalan gontai menuju ruang klub yang Joel sebutan. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Mau tidak mau Rora harus menuruti keinginan Joel setelah mereka bertemu semalam dan mencapai kesepakatan. "Aurora!" Suara yang memanggil namanya membuat Rora menoleh, ia melihat Djaren tersenyum dan berjalan menghampirinya. "Hari ini guru akan umumkan soal festival, nanti kamu ikut partisipasi, ya," ucap Djaren. "Gimana nanti aja." Rora membalas seadanya dengan nada malas. "Jangan gitu dong ... kamu harus ikut, ya. Biar semakin seru festival sekolah tahun ini. Papah juga pasti bangga loh kalo kamu ikutan." Ucapan Djaren terdengar sedikit memaksa di telinga Rora. Gadis itu menatapnya dengan tatapan malas. Berkat ulah Djaren yang terus mendekatinya, Rora lagi-lagi terkena masalah. Ayu menyuruh Rora untuk membersihkan seluruh rumah tanpa dibantu oleh pembantu. "Iya
"Aurora kamu di mana ...?" gumam Djaren terus mencoba menelpon Rora. Sampai jam sudah menunjukkan pukul sembilan, Rora belum juga pulang ke rumah sehingga membuat Djaren sangat khawatir. Berkali-kali pemuda itu menelpon nomor Rora, berkali-kali pula panggilannya tidak diterima. "Ck! Ke mana sih dia!" gerutuknya kesal. Djaren terus berjalan mondar-mandir di depan kamar Rora. Ia mencoba menghubungi teman sekolahnya dan menanyakan di mana alamat Joel. Siang tadi saat dirinya dan Rora sedang berbicara, tiba-tiba Rora pergi meninggalkannya. Kemudian dari gosip anak-anak di sekolah, Djaren tahu bahwa Rora pergi bersama Joel ke rumah sakit. Namun, saat dicek di rumah sakit mereka sudah tidak ada. "Ke mana si Joel bawa Rora?!" Lagi-lagi Djaren menggerutu. Sudut bibirnya terangkat ketika melihat balasan dari temannya. Ia langsung pergi ke alamat apartemen Joel. Sementara itu gadis yang sedang Djaren khawatirkan tengah duduk sambil menundukkan kepala. Kedua tangannya saling meremas dan b
"Dok, saya minta pulang sekarang juga!" tegas Joel menatap sang dokter yang sedang memeriksa kakinya. "Joel, kamu tau 'kan kalau saya tidak bisa menyetujuinya. Sabarlah besok atau lusa kamu boleh pulang," balas dokter itu tersenyum kesal kepada pasiennya yang bebal."Pokonya saya ingin pulang, dengan atau tidak seizin dokter saya akan pulang!" Joel langsung bangkit bersiap mencabut selang infus di tangannya. "Eh ... eh!" Orang-orang di sana langsung terkejut begitu Joel ingin mencabut infusan di tangannya. Rora yang melihatnya langsung memutar bola matanya merasa jengkel dengan sifat Joel. "Jo! Elo kenapa sih, kata dokter juga gak bisa pulang sekarang!" bentaknya kesal. "Ya, salah elo! Katanya elo gak suka nginep di rumah sakit! Kalau gitu nginep di rumah gue aja, gampang 'kan!" Mata Joel mendelik tajam pada gadis yang berdiri di sebelahnya. Dokter dan teman-teman Joel yang menyaksikan tingkah kekanakannya itu, hanya bisa menghela napas sambil menggelengkan kepala. Oza dan yang
"Jo, Jo! Anjir kaki lo luka, Jo!" Oza berusaha menghentikan langkah Joel. Namun, pemuda dengan head ban di kepalanya terus saja melangkah. Sampai ia berhenti ketika melihat Rora berjalan seorang diri. "Joel?" gumam gadis itu. Joel segera menghampiri Rora, mencengkram kuat tangannya. Sorot matanya yang dingin menatap dengan penuh kemarahan. "Aww! Jo, sakit!" keluh Rora mencoba melepaskan cengkraman tangan Joel. "Tadi ngapain sama di Djaren, hah?!" bentak Joel membuat Rora terperanjat. Gadis itu langsung melihat sekeliling, banyak anak-anak yang memperhatikan mereka membuatnya cukup risih. "Jo, banyak orang ... jangan marah-marah di sini," bisik Rora. "Jo, mending kita ke rumah sakit sekarang. Itu Pak Tama juga nyusulin ke sini anjir!" Oza menepuk pundak Joel, membujuknya. "Gak! Sebelum gue denger jawaban dari cewek sialan ini!" Hati Rora terasa ditusuk dengan belati ketika mendengar kata-kata Joel. Ia tidak mengerti mengapa cowok itu selalu berkata kasar padanya. "Apaan sih,
"Jo! Elo kenapa gak fokus gini?" seru Oza menepuk pundak Joel. "Jo, calm down! Kita bisa menang kalau fokus!" sahut Kafin. Joel hanya diam sambil mengelap keringat di dahinya. Matanya terus menatap tajam pada Djaren yang tengah tersenyum merayakan keberhasilannya memasukkan bola ke ring tim Joel. 'Gue harus menang! Gue harus tunjukkin ke si Djaren sialan itu kalau dia gak ada apa-apanya!' ucap Joel dalam hatinya, bertekad mengalahkan Djaren. Pertandingan kembali dimulai, tim Djaren sejak tadi terus mencetak poin. Sementara tim Joel hanya Oza dan Farrel yang mampu mencetak poin, yang lainnya apalagi Joel terus kehilangan bola. "Jo! Pass!" teriak Oza meminta bola. Joel tidak mendengarkan teriakan itu. Dia terus melangkah maju sambil mendribble bola. Ada tiga orang sekaligus yang menjaga Joel termasuk Djaren, menunggunya di bawah ring. "Sial! Nantang gue lo!" geram Joel. Ia terus berlari melewati satu orang dari tim lawan. Namun, saat ia berusaha melewati orang kedua, kaki Joel t
Rora berdiam seorang diri di kelas yang kosong. Ia masih tertegun melihat foto Joel yang dikirim oleh akun anonim itu. Bukan masalah karena Joel berfoto bersama gadis lain. Namun, posisi mereka ketika berfoto sangat ambigu dan membuat pikiran Rora melayang ke hal negatif. Joel terlihat tertidur di pelukan seorang gadis yang mengambil foto selfie. Mereka masih mengenakan pakaian lengkap, namun tetap saja Rora berpikiran negatif terhadap foto tersebut. Apa yang mereka lakukan hingga tidur di atas ranjang yang sama seperti itu? "Kalau udah punya pacar kenapa dia kayak gitu sama aku? Mana barusan manggil-manggil sayang lagi!" gerutuknya. Gadis itu sedikit kesal, pasalnya sudah beberapa hari ini sikap Joel sangat baik padanya. Sejak malam kesepakatan mereka, Joel tidak pernah mendekati Rora di depan siswi lain. Cowok itu juga selalu bersikap baik, bahkan seringkali memberikan Rora sesuatu yang membuatnya terkejut sekaligus senang. Namun, sekarang Rora harus dikejutkan dengan foto Jo
"Gimana dong, Rora gak bisa ikut latihan dance karena kakinya sakit?" keluh Berly. Anak-anak yang lain juga langsung mengeluh sambil menghela napas panjang. Mereka tidak tahu harus melakukan apa dengan kaki Rora yang terluka. Padahal kandidat pemenang lomba pentas seni sudah digadang-gadang adalah kelas mereka. Namun, karena keadaan Rora sekarang membuat yang lain menjadi pesimis. "Temen-temen aku minta maaf, ya. Mungkin besok atau lusa aku bisa ikut latihan," ucap Rora menyesal. "Gapapa, Ra, itu bukan salah kamu. Aku cuma heran, deh, kenapa di sepatu kamu ada paku payung? Bukannya sepatu itu jarang dipakai, ya?" tanya Berly. Gilsha dan Silvia langsung mencoba mengalihkan pembicaraan. "Guys, kita latihan sekarang aja, nanti kesorean lagi!" ajak Silvia. "Iya, ayo sekarang aja. Rora kamu gapapa 'kan sendirian di sini?" tanya Gilsha. "Iya, gapapa kok, kalian latihan aja sana," balas Rora sambil tersenyum. Akhirnya Rora pun ditinggalkan sendirian di UKS. Dia menghela napas
"Oke, yang ikut lomba basket berarti Joel, Oza, Kafin, Gaha, dan Farrel. Yang lain boleh ikut ke perlombaan olahraga selain basket, ya," ucap ketua kelas. Anak-anak di kelas tidak dapat protes tentang keputusan itu. Joel dan teman-temannya memang anggota inti dari klub basket di sekolah. Maka dari itu orang-orang percaya bahwa mereka akan memenangkan pertandingan. Waktu istirahat tiba membuat semua siswa berhamburan keluar. Seperti zombie kelaparan berlari menuju kantin. Termasuk Joel dan teman-temannya, berjalan beriringan membuat semua mata tertuju pada mereka. Bagaimana tidak menarik perhatian, Joel dan teman-temannya yang tergabung dalam geng bernama SIGMA itu, memiliki tinggi badan di atas rata-rata siswa lainnya. Itu sebabnya mereka tergabung dalam klub basket menjadi anggota inti. Selain itu, fakta bahwa Joel adalah cucu pemilik yayasan sekolah, membuat geng itu semakin diperhatikan orang-orang. "Jo, tadi elo ngapain sama Rora di belakang?" tanya Kafin. "Iya, anji
"Oke, anak-anak sekarang Bapak ingin memberitahu bahwa sekolah kita akan mengadakan festival." Ucapan Pak Tama langsung disambut heboh oleh anak-anak kelas. Mereka berteriak bahkan sampai ada yang memukul-mukul meja. Pasalnya festival sekolah merupakan ajang bagi para siswa untuk menunjukkan kebolehannya. Sepertinya menampilkan keahlian dalam bidang olahraga dan seni. "Sudah-sudah! Dengarkan Bapak, dulu!" seru Pak Tama yang langsung membuat semua murid diam. "Festival kali ini akan ada beberapa acara, seperti perlombaan berbagai cabang olahraga. Lalu ada juga pentas seni di akhir acara. Nah, sekarang Bapak ingin tahu siapa saja yang mau berpartisipasi pada festival ini? Khususnya untuk pentas seni, ya, karena perlombaan olahraga nanti dicatat oleh ketua kelas," sambung Pak Tama. Orang-orang langsung berdiskusi siapa yang akan ikut serta. Sementara dua orang murid di belakang masih sibuk dengan kegiatan mereka. Joel masih terus mengelus kaki Rora, membuatnya kegelian. "Jo, p
JoelKe ruang klub dulu, semalam gue lupa nanyain sesuatu sama lo! "Haa ...!" Rora hanya bisa menghela napas panjang, berjalan gontai menuju ruang klub yang Joel sebutan. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Mau tidak mau Rora harus menuruti keinginan Joel setelah mereka bertemu semalam dan mencapai kesepakatan. "Aurora!" Suara yang memanggil namanya membuat Rora menoleh, ia melihat Djaren tersenyum dan berjalan menghampirinya. "Hari ini guru akan umumkan soal festival, nanti kamu ikut partisipasi, ya," ucap Djaren. "Gimana nanti aja." Rora membalas seadanya dengan nada malas. "Jangan gitu dong ... kamu harus ikut, ya. Biar semakin seru festival sekolah tahun ini. Papah juga pasti bangga loh kalo kamu ikutan." Ucapan Djaren terdengar sedikit memaksa di telinga Rora. Gadis itu menatapnya dengan tatapan malas. Berkat ulah Djaren yang terus mendekatinya, Rora lagi-lagi terkena masalah. Ayu menyuruh Rora untuk membersihkan seluruh rumah tanpa dibantu oleh pembantu. "Iya