Matahari terus bergulir naik. Para mahasiswa berbondong-bondong keluar dari kelas saat waktu pelajaran sudah habis, tak terkecuali Karina. Ia bergegas menuruni tnagga menuju parkiran.Saat menuruni tangga yang terletak di halaman kampus, Karina melihat Elard melambaikan tangan ke arahnya. Karina pun refleks membalas lambaian tangan pula. Elard melirik Karina sekilas lalu menatap seseorang di belakang Karina."Ellyn, habis ini kita ke mall, ya?" ucap Elard."Siap, aku bakal bantu kamu mendapatkannya," sahut Ellyn.Karina merasa hatinya terkikir. Ia mengira Elard melambaikan tangan kepadanya, tapi rupanya Elard melambaikan tangan kepada Ellyn. Padahal tanpa Karina sadari, Elard melambaikan tangan kepada keduanya.Tatapan Elard beralih kepada Karina. "Aku antar kamu kerja, ya? Ellyn ikut karena nanti kami mau ke mall. Karena Ellyn gak biasa duduk di jok belakang, dia duduk di sampingku dan kamu duduk di belakang, ya?"Karina mengeluarkan tatapan dinginnya. "Kalian pergi aja berdua. Aku b
"Fel, kamu kenapa?" Agatha bertanya khawatir seraya mengguncang bahu Felliska.Bertepatan dengan itu, Aurel datang ke taman menghampiri mereka dengan kursi rodanya yang didorong oleh Rara. "Katanya ibunya Karina kecelakaan karena ditabrak mobil saat mau menyebrang di depan supermarket yang bersebelahan dengan mall xxx," ujar Aurel.Tubuh Fellkska semakin membeku. Ingatannya tentang kejadian tadi kembali terputar di otaknya. Felliska meremas tangannya sendiri saat ingatan itu terus berputar."Bukan, aku aku gak salah!" Felliska tiba-tiba berteriak yang mengejutkan semua orang.Agatha segera menyerahkan Tania kepada Aurel. Agatha mengusap bahu Felliska dan memaksanya untuk menatapnya. "Kamu kenapa, Fel?*"Gak apa-apa, aku cuma gak enak badan aja," kilah Felliska."Ya sudah, kamu istirahat aja dulu di kamarmu dan Davin yang dulu. Kamar itu tetap milik kalian sampai kapanpun. Suruh aja Veti mijat kamu biat kamu rileks," ujar Agatha.Felliska mengangguk pelan. Ia beranjak pergi meninggalka
"Permisi," ucap Elard ketika memasuki ruang IGD.Terlihat Karina yang hampir duduk di kursi di samping brankar. Matanya hampir terpejam namun seketika ia membuka matanya lebar-lebar saat melihat Elard datang. Entah kenapa Karina merasa kecewa dan tak suka ketika melihat Elard datang bersama Ellyn. Namun Karina segers menepis pikiran itu, punya hak apa dia untuk tidak suka saat Elard bersama Ellyn?Karina pun berdiri dan melempar senyum kepada mereka. Elard mengkode Ellyn lalu Ellyn menyerahkan paper bag di tangannya kepada Karina. "Buat kamu, Elard yang susah-susah buat untuk kamu."Karina menerimanya. "Terima kasih banyak, seharusnya kalian tidak usah repot-repot.""Kami sama sekali tidak merasa direpotkan. Aku turut prihatin atas apa yang sudah Ibu alami. Semoga beliau cepat sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasanya," tutur Elard."Terima kasih untuk doanya. Dan terima kasih juga untuk kalian yang mau menyempatkan diri datang ke sini," sahut Karina."Kami akan sering-sering kes
"Bagaimana hasilnya, dokter?" Karina bertanya penuh harap saat melihat seorang dokter keluar dari ruangan Kasih.Dokter itu menghela nafas panjang dengan tatapan bersalah. "Maaf, Ibu Kasih dinyatakan meninggal dunia lima menit yang lalu."Semua yang mendengar itu syok. Bahkan Karina sampai luruh ke lantai dengan jantung yang berdegup kencang. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha menepis ucapan sang dokter."Anda pasti bohong! Ibu saya itu wanita kuat. Aku sangat yakin beliau bisa bertahan. Anda jangan mengarang cerita," hardik Karina seraya bangkit dan menatal dokter itu nyalang.Dokter tersebut malah memberi tatapan iba kepada Karina. Tentu ia tahu bagaimana rasanya mendengar orang yang kita sayangin meninggal dunia. Ia sudah bertahun-tahun bekerja menjadi seorang dokter, kejadian seperti ini bukan pertama kalinya baginya."Maaf, kami sudah mengeragkan seluruh kemampuan kami. Ini sudah menjadi takdir Yang Maha Kuasa. Saya tahu ini tidak mudah diterima, tapi seperti inilah kenyataanny
Kedatangan Karina bersama tim kepolisian membuat keluarga Adam dan para pekerja bertanya-tanya. Lain halnya dengan Felliska yang sudah panas dingin. Veti pun tak kalah panik, ia mengira perbuatan Felliska sudah diketahui oleh polisi."Permisi, benar ini dengan kediaman keluarga Adam?" tanya seorang polisi.Agatha mengangguk. "Benar, saya adalah Agatha Adam.""Kami kesini karena ingin memberitahukan bahwa tahanan atas nama Marta telah meninggal dunia karena kecelakaan. Ia ditabrak dan terlindas oleh truk yang langsung membuatnya meninggal di tempat. Berdasarkan keterangan Nona Karina selaku rekan kerja Marta dahulu, Marta adalah teman dekat Veti. Kami kesini ingin menemui Nona Veti untuk dimintai keterangan tentang keluarga Marta."Rasa cemas dan panik luar biasa yang dirasakan Felliska berangsur-angsur pudar. Ia sungguh selamat kali ini. Veti yang semula menunduk kini langsung mengangkat kepalanya dan menatap seorang polisi yang tadi bicara dengan waut wajah tidak percaya."B-bagaiman
Agatha, Veti, dan Andrew mendatangi rumah Karina. Davin dan Felliska tidak bisa ikut karena Davin harus menemani Felliska yang habis pingsan. Aurel juga tidak bisa ikut karena kondisinya masih sakit akibat terjatuh ke danau. Veti ikut untuk menemani Agatha.Karina menyambut mereka dengan ramah. "Silahkan masuk."Mereka pun duduk di sofa ruang tamu ditemani Karina. Sedangkan Suri pergi ke dapur untuk membuatkan minuman. Sedari tadi, Veti terus mengamati rumah Karina. Ia tertawa remeh dalam hati saat melihat rumah Karina begitu sederhana."Ternyata miskin juga si Karina," cibirnya dalam hati.Tak lama kemudian, Suri menghidangkan milk tea hangat di atas meja. Ia pun lalu duduk di sofa single untuk ikut nimbrung. Tiba-tiba Agatha menyerahkan sebuah amplop yang lumayan tebal untuk Karina."Ini dari kami untuk kamu. Saya mewakili sekeluarga turut berduka cita atas meninggalnya ibu kamu. Semoga beliau tenang di alam sana. Saya sekalian ingin meminta maaf jika dari saya atau keluarga saya pe
"Kenapa tidak mengabari Ayah kalau mau kemari, Nak?" Prapto bertanya saat Felliska memasuki ruang kerjanya."Ini gawat, Ayah! Aku sudah melakukan sebuah kesalahan besar," seru Felliska panik seraya menjatuhkan di di sofa dengan kasar.Prapto melepas kacamata kerjanya dan menutup laptopnya. Ia bangkit dari kursi kerjanya lalu menghampiri Felliska yang masih memasang wajah panik. Prapto pun duduk di sisinya dan mengelus rambutnya."Ceritakan, sayang. Ayah akan bantu semua masalah kamu. Ayah punya kuasa dimana-mana," ujar Prapto santai."Tapi ini beda, Ayah. Aku menabrak orang sampai meninggal. Dan orang itu adalah keluarga dari baby sitter anaknya Kak Aurel," jelas Felliska yang membuat Prapto terdiam."Apa kasus itu sampai diusut polisi?" tanya Prapto setelah beberapa saat terdiam."Iya, Ayah. Dan sekarang sedang dalam proses penyelidikan. Aku takut ketangkap, Ayah. Aku tidak mau sampai ketahuan. Ini pertama kalinya aku berurusan dengan hukum," ujar Felliska yang mulai terisak.Prapto
"Ya, aku harus melakukan ini. Tidak ada cara lain. Aku tidak bisa menahan perasaanku terlalu lama. Maafkan aku, Aurel," ujar Rey tersenyum.Ia memasukkan beberapa foto ke dalam amplop. Di ujung amplop, ia menuliskan kata "Karina". Ia teringat dengan perkataan Aurel dulu."Karina baby sitter Tania mengetahui hubungan kita. Aku takut kalau sewaktu-waktu dia membocorkan hubungan kita.""Karina, walau aku tidak mengenalmu, aku minta maaf dan minta ijin untuk menggunakan namamu," ucapnya pelan.Ia lalu memakai masker dan kacamata hitam kemudian berjalan menghampiri seorang laki-laki yang merupakan tukang ojek."Ini tolong dikirim ke mansion keluarga Adam yang ada di jalan xxx, bilang dari Karina," ujar Rey seraya menyerahkan amplop dan tiga lembar uang berwarna merah."Baik, Pak." Ojek tersebut pun melaju meninggalkan halaman gedung apartemen.Rey tersenyum puas. "Hanya ini yang bisa ku lakukan agar kamu kembali kepadaku."Bertepatan dengan itu, Karen memasuki halaman gedung apartemen sera