Sebelum ke pasar, Veti dan Marta mampir ke salon untuk perawatan. Setelah perawatan, mereka pergi ke mall untuk belanja. "Tenang saja, aku pegang kartu debit dari Tuan Davin. Aku yakin isinya banyak," ujar Veti."Pastinya. Kamu 'kan sudah melayaninya, jadi kamu harus mendapat bayaran yang sesuai.""Kita udah borong pernak-pernik. Bagaimana kalau kita beli pakaian? Aku ingin sekali membeli lingerie," usul Veti."Ide bagus itu, aku juga ingin lingerie," timpal Marta."Untuk apa?""Aku ingin menjerat Tuan Andrew untuk masuk ke dalam perangkapku seperti kamu yang berhasil membuat Tuan Davin masuk ke dalam perangkapmu," bisik Marta.Veti terkekeh. "Yang kemarin saja gagal. Memangnya kamu akan menjeratnya dengan cara apa lagi?""Kalau besok-besok entahlah. Tapi untuk saat ini aku ingin bermain-main sebentar. Tadi aku menaruh obat perangsang di kopi Tuan Andrew. Sengaja aku memberikannya saat kita akan pergi. Supaya Tuan Andrew melampiaskannya kepada Karina. Dengan begitu, Karina akan terlib
Saat Aurel pulang ke rumah, ia mendapati suaminya terkapar tak berdaya di atas kasur dengan memakai boxer pendek. Namun kali ini dia masih memakai kaos berwarna putih yang basah sebagian. Aurel tentu saja kebingungan."Kamu kenapa?" tanya Aurel.Andrew tak menjawab, ia fokus mengatur nafasnya. Sejenak terlintas pikiran yang tidak-tidak di kepala Aurel namun segera ia tepis kuat-kuat. Aurel berjalan ke meja rias lalu menghapus riasannya.Ia lalu melepaskan gaunnya yang menyisakan tanktop dan celana pendek. Hal itu membuat Andrew meringis, hasratnya kembali menggelora. Aurel pun berjalan ke kamar mandi namun baru saja ia menginjakkan kaki selangkah ia mencium bau yang tak asing baginya."An-andrew? Kamu habis ngapain?" Terlihat sorot mata Aurel memancarkan kekhawatiran."Aku tadi melampiaskannya sendiri," jawab Andrew ambigu."Kenapa?""Berhenti bertanya dan tolong layani aku dulu. Aku mohon, aku sudah tidak kuat."Aurel pun mendekati Andrew dan mereka memulai kegiatan panas mereka. Dua
Suasana menjadi hening saat mobil polisi pergi dari kediaman keluarga Adam. Semuanya masih syok dan mencerna apa yang baru saja terjadi. "Sudah aku bilang jangan menuduh tanpa bukti. Aku besok akan libur bekerja. Aku ingin menenangkan pikiranku yang sedikit terganggu karena masalah ini," ucap Karina sambil berlalu dari sana. Ia pulang meninggalkan para anggota keluarga yang sepertinya merasa malu dan menyesal."Veti," panggil Davin pelan. "Kamu tidak terlibat dalam masalah ini 'kan?"Veti menggeleng keras. "Tidak, aku sama sekali tidak tahu perbuatannya yang memberikan obat perangsang kepada Tuan Davin sekaligus menganiaya Nona Tania.""Aku pegang ucapanmu. Jika kamu terbukti campur tangan, kamu akan mendapatkan hukuman yang pantas.Veti meneguk salivanya kasar. "Baiklah.""Oh iya, sekarang Veti silahkan berkemas-kemas karena kamu akan aku bawa ke rumah baruku dengan Felliska. Nanti akan ada beberapa orang yang menggantikanmu di sini," tukas Davin.Veti mengangguk lalu mengucap permi
Elard keluar dari mobil dengan buket bunga mawar merah putih dan dua bungkus coklat dengan berat masing-masing satu kilo gram. Elard menghampiri Karina dengan senyum manisnya. "Halo, Tuan Putri. Aku datang membawakan hadiah. Semoga Tuan Putri menyukainya," celetuk Elard.Walaupun merasa kebingungan, Karina tetap tertawa melihat tingkah Elard yang menurutnya konyol. Melihat tawa Karina, Elard pun semakin melebarkan senyumnya."Kenapa harus manggil tuan putri?" tanya Karina sambil menerima hadiah dari Elard."Karena kamu adalah tuan putri di hati saya," sahut Elard formal."Gombalanmu garing tahu gak?" seloroh Karina.Karina tidak bisa menahan rasa gelinya. Ia pun ikut tertawa bersama Karina. "Biar kamu luluh," cetusnya."Apaan pakai acara luluh segala, emang aku pacar kamu?""Aku berharap begitu," timpal Elard yang membuat Karina mendelik.Karina menatap Elard lalu berkata, "Kamu mau berdiri di depan pagar terus?"Elard menggeleng."Makanya ayo masuk! Udah dibukain pintu juga," ucap Ka
Malam semakin larut. Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Davin mengirim pesan kepada Veti yang kebetulan sedang aktif.Davin: Pakai lingerie sekarang, aku akan ke kamarmu beberapa menit lagi.Davin menatap wajah Felliska yang tampak tenang saat tidur di selingi dengkuran halus. Ia beberapa kali menyentuh kulit Felliska untuk memastikan bahwa istrinya sudah terlelap atau belum. Davin menyunggingkan senyumnya saat melihat Felliska yang tak bereaksi.Davin berjalan menuju laci lalu mengambil sepuluh lembar uang berwarna merah yang ia lipat dan masukkan ke dalam saku. Davin pun keluar dari kamar dengan gerakan sepelan mungkin agar tak menimbulkan suara. Setelah itu, ia berjalan mengendap-endap menuju kamar Veti.Davin langsung membuka pintu kamar Veti dan mendapati Veti sedang berkaca di depan cermin dengan gaun tidur pendeknya yang lumayan terbuka. Davin pun menutup pintu kamar dan menguncinya."Aku 'kan sudah memintamu memakai lingerie," ucap Davin kesal."Seharusnya aku yang
Karina dan Elard duduk di bebatuan pinggir pantai. Pakaian mereka seakan menari-nari atas dorongan angin. Rambut panjang nan lebat milik Karina juga tampak melambai-lambai.Elard mengarahkan kamera yang terkalung di lehernya ke arah Karina. Karina tertawa riang ketiga melihat para kawanan lumba-lumba melompat di air. Tepat saat itu juga, Elard langsung membidik kameranya.Elard terus membidik Karina hingga Karina tersadar dan menatap ke arahnya. Karina memejamkan matanya dan berpose menopang dagu yang langsung difoto oleh Elard. "Cantik," puji Elard.Karina mengibaskan rambutnya dengan sombong. "Iyalah."Elard hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Karina."Senang?" tanya Elard."Banget, kamu memang ahli untuk mengecewakanku lalu beberapa saat kemudian membhagiakanku," ceplos Karina."Hah? Bisa diulangi?"Karina menggeleng, ia salah tingkah karena keceplosan. "Gak apa-apa, gak usah dibahas.""Lihat, Elard, sunrisenya muncul!" seru Karina."Mana? Oh, iya." Elard langsung mengarahk
Setelah memastikan Felliska tertidur setelah ia pijat, Veti pun mematikan televisi dan keluar dari kamar utama yang ditempati Felliska dan Davin. Tiba-tiba ponselnya berdering, tertera nama "ibu" di layar ponsel Veti. Veti pun berjalan ke kamarnya dan mengangkatnya."Iya, halo, Ibu?""Halo, Vet. Kamu punya uang? Ibu harus membayar arisan tapi uangnya udah habis.""Lho, bukannya seminggu yang lalu aku udah kirim dua juta? Kenapa ibu boros banget?""Dua juta mana cukup, Vet. Ibu juga harus biayain sekolah adikmu, belanja makanan dan pakaian, bayar listrik, dan lain-lain. Kamu pikir semua itu murah?"Veti menarik nafas panjang. "Tapi Veti belum ada uang jadi gak bisa kirim," ujar Veti pelan."Ya kamu mintalah sama majikanmu itu. Kamu 'kan sudah jadi wanita simpanannya. Keperawananmu itu mahal, harusnya kamu meminta sesuatu yang berharga kepada majikanmu itu. Jangan bilang kamu mencintainya? Ingat rencana awal kita, kamu hanya akan membuatmu jatuh dalam pesonamu lalu kamu kuras hartanya!"
Karina melihat pria sinting itu yang sedang dipapah beberapa orang turun dari kapal lalu dimasukkan ke dalam mobil. "Dia sudah mendapatkan karmanya, semoga setelah ini ia dapat menggunakan tangannya dengan baik dan benar," ujar Elard."Kenapa sumpahmu menjadi nyata? Kalau begitu aku ingin disumpahi kaya olehmu," lontar Karina.Elard tertawa. "Kamu ada-ada aja." Elard mengacak-acak rambut Karina.Karina yang diperlakukan seperti itu merasa seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Ia memeluk lengan Elard lalu bersama-sama turun dari kapal."Ayo kita pulang, Elard! Aku lelah," keluh Karina."Kita istirahat sebentar di restoran, ya? Sekalian isi perut karena aku tahu kamu pasti lapar," sahut Elard lembut.Karina mengangguk lalu mereka bergandengan menuju sebuah restoran di dekat pantai. Tiba-tiba, Elard mengeluarkan sebuah outer dari tas selempangnya. "Aku sengaja membawa ini untukmu," ucap Elard sambil menyerahkan outer tersebut kepada Karina.Karina menerimanya sambil terkek